Anda di halaman 1dari 36

Pernikahan dan Pendidikan Keluarga dalam

Islam
Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Oleh :

Andi Andriawan (181344004)


Aulia Farah Meswari (181344006)
Dandi Taufiqurrohman (181344007)

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK TELEKOMUNIKASI


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Pernikahan adalah salah satu ibadah yang paling utama dalam pergaulan

masyarakat Islam. Pernikahan juga dipandang sebagai ukhuwah Islamiyah dan

memperluas serta memperkuat tali silaturahmi diantara manusia.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Alhamdulillah penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Pernikahan dan Pendidikan Keluarga dalam
Islam”. Adapun pembuatan makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam di Politeknik Negeri Bandung. Ucapan Terima kasih juga
kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini.

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan


kepada pembaca mengenai hukum syariat tentang pernikahan dan pembentukan
keluarga islami.

Bandung, 22 Juni 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................... 1
BAB II ISI ................................................................................................................................... 2
2.1 Pernikahan................................................................................................................. 2
2.1.1. Pengertian Pernikahan............................................................................................... 2
2.1.2. Syarat Dan Rukun Nikah .......................................................................................... 2
2.1.3. Hikmah Nikah ........................................................................................................... 9
2.2. Thalaq, khuluk, fasakh dan iddah ........................................................................... 10
2.2.1. Thalaq ..................................................................................................................... 10
2.2.2. Khuluk..................................................................................................................... 13
2.2.3. Fasakh ....................................................................................................................... 14
2.2.4. Iddah ....................................................................................................................... 15
2.2.5. Hadanah .................................................................................................................. 17
2.3. Rujuk ....................................................................................................................... 17
2.4. Karakteristik keluarga islami .................................................................................. 19
2.4.1. Keluarga islami (baitul muslim) .............................................................................. 19
2.4.2. Ciri keluarga islami ................................................................................................... 20
2.4.3. Membangun keluarga yang islami .......................................................................... 22
2.4.4. Pentingnya menciptakan keharmonisa dalam keluarga .......................................... 22
2.4.5. Pilar penyangga keluarga islami ............................................................................. 23
2.4.7. Kewajiban Laki Laki Setelah menikah ................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 33

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Sebagai agama fitrah, Islam mengatur tata hubungan antar sesama umatnya.
Termasuk hubungan manusia dengan sesamanya yang terikat dalam tali ikatan
pernikahan.
Pernikahan adalah salah satu karunia agung dari Allah SWT. Allah berfirman dalam
surat An-Nahl ayat 72 :

َ‫مَم ۡنَأ ۡز َٰو ِّج هكمَبَِّنينَوحفد ٗةَورزق هكم‬


ِّ ‫مَم ۡنَأنفه ِّس هك ۡمَأ ۡز َٰو ٗجاَوجعلَل هك‬ ِّ ‫ّللهَجعلَل هك‬ ََ ‫وَٱ‬
َ٧٢َ‫ّللَِّهه ۡمَي ۡكفه هرون‬ َِّ ‫تَأفَِّبٱ ۡل َٰب ِّط‬
ََ ‫لَيه ۡؤ ِّمنهونَو ِّبنِّعۡ متَِّٱ‬ َ ‫ِّمنَٱ‬
َِّ ‫لط ِّي َٰب‬
Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada
yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" (Q.S. An-Nahl/16 : 72)

Islam menganjurkan umatnya untuk menikah, karena menikah adalah media


terbaik bagi seluruh umat manusia dalam menyalurkan hasrat biologis secara syar’i.
Dengan nikah, jasmani menjadi tenang, dan terhindar dari melihat yang haram.

Pernikahan merupakn peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Nikah


merupakan awal kehidupan baru dua insan yang semula hidup sendiri-sendiri
kemudian hidup bersama. Dengan menikah akan lahirlah generasi baru generasi baru
untuk melanjutkan generasi sebelumnya. Dengan itu untuk mencetak generasi
selanjutnya yang berlandaskan Islam harus dimulai dari pernikahan yang sesuai dengan
aturan Islam.

1
BAB II
ISI

2.1 Pernikahan
2.1.1. Pengertian Pernikahan

Kata nikah atau pernikahan sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia,
sebagai padanan kata perkawinan. Nikah artinya suatu akad yang menghalalkan
pergaulan antara seoraang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahramnya
hingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya dengaan menggunkan
lafadz inkah atau tazwij atau terjemahannya.

Dalam kompilasi hukum Islam dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan


yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untu mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakn ibadah. Dengan apa yang telah dijelaskan Nampak bahwa
perkawinan adalah fitrah ilah. Hal ini dilukiskan dalam Firman Allah :

ِّ ‫مَم ۡن َأنفه ِّس هك ۡم َأ ۡز َٰو ٗج‬


َ‫اَلت ۡس هكنهواْ َ ِّإل ۡيهاَوجعل َب ۡين هكمَ َمودَ ٗة‬ ِّ ‫ن َء َٰاي ِّت ِّهۦَ َأ ۡن َخلق َل هك‬
َۡ ‫و ِّم‬
َ ٢١َ‫ت َِّلق ۡو ٖمَيتف َك هرون‬ َٰ ِّ‫ور ۡحمةَإ َنَف‬
ٖ ‫يَذ ِّلكََل َٰي‬ ِّ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-
pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum
yang berpikir.“ (Q.S Ar-Rum ayat 21)

2.1.2. Syarat Dan Rukun Nikah

Adapun syarat dan rukun nikah ada 5 berikut penjelasan singkatnya:

1. Calon suami, syaratnya :


a). Beragama Islam
b). Ia benar-benar seorang laki-laki
c). Menikah bukan karena dasar paksaan

2
d). Tidak beristri empat. Jika seorang laki-laki mencerai salah satu dari keempat
istrinya, selama istri yang tercerai masih dalam masa ’iddah, maka ia masih
dianggap istrinya. Dalam keadaan seperti ini, laki-laki tersebut tidak boleh
menikah dengan wanita lain.
e). Mengetahui bahwa calon istri bukanlah wanita yang haram ia nikahi
f). Calon istri bukanlah wanita yang haram dimadu dengan istrinya, seperti
menikahi saudara perempuan kandung istrinya (ini berlaku bagi seorang laki-laki
yang akan melakukan poligami)
g). Tidak sedang berihram haji atau umrah

2. Calon istri, syaratnya :


a). Beragama Islam
b). Benar-benar seorang perempuan
c). Mendapat izin menikah dari walinya
d). Bukan sebagai istri orang lain

e). Bukan sebagai mu’taddah (wanita yang sedang dalam masa ‘iddah)
f). Tidak memiliki hubungan mahram dengan calon suaminya
h). Atas kemauan sendiri
i). Tidak sedang ihram haji atau umrah

3. Wali, syaratnya :
a). Laki-laki
b). Beragama Islam
c). Baligh (dewasa)
d). Berakal
e). Merdeka (bukan berstatus sebagai hamba sahaya)
f). Adil
g). Tidak sedang ihram haji atu umrah

4. Dua orang saksi, syaratnya :


a). Dua orang laki-laki
b). Beragama Islam
c). Dewasa/baligh, berakal, merdeka dan adil
d). Melihat dan mendengar
e). Memahami bahasa yang digunkan dalam akad
f). Tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umrah
g). Hadir dalam ijab qabul

3
5. Ijab qabul, syaratnya :
a). Menggunakan kata yang bermakna menikah atau baik bahasa Arab, bahasa
Indonesia, atau bahasa daerah sang pengantin.
b). Lafadz ijab qabul diucapkan pelaku akad nikah (pengantin laki-laki dan wali
pengantin perempuan).
c). Antara ijab dan qaul harus bersambung tidak boleh diselingi perkataan atau
perbuatan lain.
d). Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada satu tempat tidak dikaitkan
dengan suatu persyaratan apapun.

a. Wali Nikah
Wali nikah adalah orang yang berhak menikahkan perempuan dengan
laki-laki yang sesuai dengan syari’at Islam. Wali dalam Islam memiliki peran yang
sangat penting, bahkan dapat menentukaan sah tidaknya sebuah pernikahan.

Syarat-syarat wali:
1. Merdeka (mempunyai kekuasaan)
2. Berakal
3. Baligh
4. Islam

Wali nikah terbagi menjadi dua macam yaitu wali nasab dan wali hakim.
Wali nasab adalah wali dari pihak kerabat. Sedangkan wali hakim adalah pejabat
yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah dalam keadaan tertentu
dan dengan sebab tertentu.
Berikut urutan wali nasab, dari yang paling kuat memiliki hak perwalian hingga
yang paling lemah.
1. Ayah
2. Kakek dari pihak bapak terus ke atas
3. Saudara laki-laki kandung
4. Saudara laki-laki sebapak
5. Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
6. Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak
7. Paman (saudara bapak) sekandung
8. Paman (saudara bapak) sebapak
9. Anak laki-laki dari paman sekandung

4
10. Anak laki-laki dari paman sebapak

1.a Wali Mujbir

Wali mujbir adalah wali yang berhak menikahkan anak perempuannya


yang sudah baligh, berakal, dengan tiada meminta izin terlebih dahulu

1.b Wali Hakim

Wali Hakim Yang dimaksud dengan wali hakim adalah kepala negara
yang beragama Islam. Dalam konteks keindonesiaan tanggung jawab ini
dikuasakan kepada Menteri Agama yang selanjutnya dikuasakan kepada para
pegawai pencatat nikah. Dengan kata lain, yang bert

Sebab-sebab perempuan berwali hakim yaitu

1) Tida ada wali nasab

2) Yang lebih dekat tidak mencukupi syarat sebagai wali dan wali yang lebih jauh
tidak ada
3) Wali yang lebih dekat ghaib (tidak berada di tempat/berada jauh di luar
wilayahnya) sejauh perjalanan safar yang membolehkan seseorang mengqashar
shalatnya
4) Wali yang lebih dekat sedang melakukan ihram / ibadah haji atau umrah

5) Wali yang lebih dekat masuk penjara dan tidak dapat dijumpai

6) Wali yang lebih dekat tidak mau menikahkan

7) Wali yang lebih dekat secara sembunyi-sembunyi tidak mau menikahkan


(tawari)
8) Wali yang lebih dekat hilang, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui
juga hidup atau matinya.

1.c Wali adhal


Wali adhal adalah wali yang tidak mau menikahkan anaknya/cucunya,
karena calon suami yang akan menikahi anak/cucunya tersebut tidak sesuai dengan
kehendaknya. Padahal calon suami dan anaknya/cucunya sekufu. Dalam keadaan

5
semisal ini secara otomatis perwalian pindah kepada wali hakim. Karena
menghalangi-halangi nikah dalam kondisi tersebut merupakan praktik adhal yang
jelas merugikan calon pasangan suami istri, dan yang dapat menghilangkan
kedzaliman
Apabila adhalnya sampai tiga kali, maka perwaliannya pindah pada wali
ab’ad bukan wali hakim. Kalau adhal-nya karena sebab yang logis menurut hukum
Islam, maka apa yang dilakukan wali dibolehkan.
Semisal dalam beberapa keadaan berikut:
1) Calon pengantin wanita (anaknya/cucunya) akan menikah dengan laki-laki yang
tidak sekufu

2) Mahar calon pengantin wanita di bawah mahar mitsli

3) Calon pengantian wanita dipinang oleh laki-laki lain yang lebih pantas

b. Saksi Nikah
a. Kedudukan Saksi Kedudukan saksi dalam pernikahan yaitu :
1. Untuk menghilangkan itnah atau kecuriagaan orang lain terkait hubungan
pasangan suami istri.
2. Untuk lebih menguatkan janji suci pasangan suami istri.
b. Jumlah dan Syarat Saksi Saksi dalam pernikahan disyaratkan dua orang laki-
laki. Selanjutnya ada dua pendapat tentang saksi laki-laki dan perempuan.
Pendapat pertama mengatakan bahwa pernikahan yang disaksikan seorang laki-
laki dan dua orang perempuan syah. Sedangkan pendapat kedua mengatakan tidak
syah. Pendapat pertama yang menegaskan bahwa pernikahan yang disaksikan
seorang laki-laki dan dua orang perempuan dikatakan syah bersandar pada firman
Allah ta’ala :
ٞۖ
َ‫ض هكمَبعۡ ضٗ ا‬ ‫ةَفإ ِّ ۡنَأ ِّمنَبعۡ ه‬ٞ ‫نَ َم ۡقبهوض‬ٞ ‫۞و ِّإنَ هكنت ه ۡمَعل َٰىَسف ٖرَول ۡمَت ِّجدهواَْكاتِّبَٗاَف ِّر َٰه‬
َ‫م‬ٞ ِّ‫ش َٰهدةََومنَي ۡكتهمۡ هاَفإِّنَهۥَهَءاث‬ َ ‫ّللَربَهۥَهَوَلَت ۡكت ه همواَْٱل‬ََ ‫قَٱ‬ ِّ َ ‫ف ۡليهؤدَِّٱلَذِّيَٱ ۡؤت ه ِّمنََأ َٰمنت َهۥهَو ۡليت‬
َ َ٢٨٣َ‫يم‬ٞ ‫ّللهَ ِّبماَتعۡ ملهونَع ِّل‬ ََ ‫قَ ۡلبههۥَهَوَٱ‬

“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika
tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua

6
orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang
ada)”(Q.S Al- Baqarah : 282)
c. Syarat-sayart saksi dalam pernikahan
1) Laki-laki
2) Beragam Islam
3) Baligh
4) Mendengar dan memahami perkataan dua orang yang melakukan akad
5) Bisa berbicara, melihat dan berakal
6) Adil
c. Ijab Qabul

c. Ijab Qabul
Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak perempuan) atau wakilnya sebagai penyerahan
kepada pihak pengantin laki-laki. Sedangkan qabul yaitu ucapan pengantin laki-
laki atau wakilnya sebagai tanda penerimaan.
Adapun syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai berikut :
a. Orang yang berakal sudah tamyiz
b. Ijab qabul diucapkan dalam satu majelis
c. Tidak ada pertentangan antara keduanya
d. Yang berakad adalah mendengar atau memahami bahwa keduanya melakukan
akad
e. Lafaz ijab qabul diucapkan dengan kata nikah atau tazwij atau yang seperti
dengan kata-kata itu
f. Tidak dibatasi dengan waktu tertentu misalnya setahun, sebulan dan sebagainya

d. Mahar
a. Pengertian dan Hukum Mahar

Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib dari suami kepada istri karena
sebab pernikahan. Mahar bisa berupa uang, benda, perhiasan, atau jasa seperti
mengajar Al Qur’an.

Firman Allah SWT :

7
َ‫َم ۡنههَن ۡف ٗساَف هكلهوههَهنِّ ٗيَاَ َم ِّر ٗيَا‬ ِّ ِّ ‫وءاتهوَاَْٱلنِّساءََصد َٰهقتِّ ِّه َنَنِّ ۡحل ٗةَفإ‬
ِّ ‫نَط ۡبنَل هك ۡمَعنَش ۡي ٖء‬
َ٤
“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu
sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah
pemberian itu dengan senang hati” (Q.S An-Nisa : 4)

b. Ukuran Mahar

Salah satu kewajiban suami kepada istri adalah memberikan mahar. Mahar
merupakan simbol penghargaan seorang laki-laki kepada calon istrinya. Dalam banyak
riwayat dijelaskan bahwa mahar bisa berupa benda (materi) atau kemanfaatan (non
materi). Rasulullah Saw. menganjurkan kesederhanaan dalam memberikan mahar.
Beliau bersabda‫ إ‬Artinya: “Sesungguhnya nikah yang paling diberkahi adalah yang
paling sederhana maharnya.” (H.R. Ahmad)

Bahkan dalam salah satu kesempatan Rasulullah pernah menikahkan seorang laki-
laki dengan hafalan al-Qur’an yang ia miliki, setelah sebelumnya ia tak mampu
menghadirkan benda apapun untuk dijadikan mahar. Rasulullah sampaikan pada laki –
laki tersebut :

c. Macam-macam Mahar Jenis mahar ada dua, yaitu:

1). Mashar Musamma yaitu mahar yang jenis dan jumlahnya disebutkan saat akad
nikah berlangsung.

2). Mahar Mitsil yaitu mahar yang jenis atau kadarnya diukur sepadan dengan
mahar yang pernah diterima oleh anggota keluarga atau tetangga terdekat kala mereka
melangsungkan akad nikah dengan melihat status sosial, umur, kecantikan, gadis atau
janda.

d. Cara Membayar Mahar

Pembayaran mahar dapat dilaksanakan secara kontan (‫ )ﺣﺎﻻ‬atau dihutang. Apabila


kontan maka dapat dibayarkan sebelum dan sesudah nikah. Apabila pembayaran
dihutang, maka teknis pembayaran mahar sebagaimana berikut:

8
1). Wajib dibayar seluruhnya, apabila suami sudah melakukan hubungan seksual
dengan istrinya, atau salah satu dari pasangan suami istri meninggal dunia walaupun
keduanya belum pernah melakukan hubungan seksual sekali pun.

2). Wajib dibayar separoh, apabila mahar telah disebut pada waktu akad dan suami
telah mencerai istri sebelum ia dicampuri. Apabila mahar tidak disebut dalam akad
nikah, maka suami hanya wajib memberikan mut’ah.

2.1.3. Hikmah Nikah


Ulama fiqh mengemukakan beberapa hikmah perkawinan, yang terpenting di
antaranya adalah sebagai berikut.

1. Menyalurkan naluri seksual secara sah dan benar. Secara alami, naluri yang sulit
dibendung oleh setiap manusia dewasa adalah naluri seksual. Islam ingin
menunjukkan bahwa yang membedakan manusia dengan hewan dalam
menyalurkan naluri seksual adalah melalui perkawinan, sehingga segala akibat
negatif yang ditimbulkan oleh penyaluran seksual secara tidak benar dapat
dihindari sedini mungkin. Oleh karena itu, ulama fiqh menyatakan bahwa
pernikahan merupakan satu-satunya cara yang benar dan sah dalam menyalurkan
naluri seksual, sehingga masingmasing pihak tidak merasa khawatir akan
akibatnya. Inilah yang dimaksudkan Allah SWT dalam firman-Nya: “Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciftakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang …” (QS.30:21). Berkaitan dengan
hal itu, Rasulullah SAW bersabda : “Wanita itu (dilihat) dari depan seperti setan
(menggoda), dari belakang juga demikian. Apabila seorang lelaki tergoda oleh
seorang wanita, maka datangilah (salurkanlah kepada) istrinya, karena hal itu
akan dapat menentramkan jiwanya” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmizi).
2. Cara paling baik untuk mendapatkan anak dan mengembangkan keturunan secara
sah. Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda: “Nikahilah wanita yang bisa
memberikan keturunan yang banyak, karena saya akan bangga sebagai nabi yang
memiliki umat yang banyak dibanding nabi-nabi lain di akhirat kelak” (HR.
Ahmad bin Hanbal).
3. Menyalurkan naluri kebapakan atau keibuan . Naluri ini berkembang secara
bertahap, sejak masa anak-anak sampai masa dewasa. Seorang manusia tidak
akan merasa sempurna bila tidak menyalurkan naluri tersebut.

9
4. Memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara dan mendidik anak,
sehingga memberikan motivasi yang kuat bagi seseorang untuk membahagiakan
orang-orang yang menjadi tanggung jawab.
5. Membagi rasa tanggung jawab antara suami dan istri yang selama ini dipikul
masing-masing pihak.
6. Menyatukan keluarga masing-masing pihak, sehingga hubungan silaturrahmi
semakin kuat dan terbentuk keluarga baru yang lebih banyak.
7. Memperpanjang usia. Hasil penelitian masalah-masalah kependudukan yang
dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1958 menunjukkan bahwa
pasangan suami istri mempunyai kemungkinan lebih panjang umurnya dari pada
orang-orang yang tidak menikah selama hidupnya.

2.2. THALAQ, KHULUK, FASAKH DAN IDDAH


2.2.1. Thalaq
Thalaq ialah melepaskan tali ikatan nikah dari pihak suami dengan
menggunakan lafadz tertentu. Dalam Islam thalaq merupakan perbuatan yang halal tapi
sangat dibenci oleh Allah SWT :

َ
َ‫ىَالطَلق‬ ْ ‫ض‬
َ ‫َالحَل ِّلَإِّل‬
‫ىََّللاَِّتعال‬ ‫َبْغ ه‬:َ‫َع ِّنَالنَبِّيَِّصلىَهللاَعليهَوسلمَقال‬،‫عمر‬
‫ع ْنَاب ِّْنَ ه‬
Artinya: Dari Ibn Umar r.a dari Nabi Saw. bersabda: “Perkara halal yang dibenci Allah
adalah ṭalāk” (HR. Abu Dawud, dan al Hakim)

Berdasar hadits di atas hukum thalaq adalah makruh. Akan tetapi hukum
tersebut bisa berubah dalam kondisi-kondisi tertentu. Berikut penjelasan ringkasnya:

a. Hukum thalaq menjadi wajib, bila suami istri sering bertengkar dan tidak dapat
didamaikan.
b. Hukum thalaq menjadi sunnah, jika suami tidak sanggup memberi nakah.
c. Hukum thalaq menjadi haram, jika thalaq akan mendatangkan madharat yang
lebih besar bagi kedua belah pihak (suami istri).
1. Syarat dan Rukun Thalaq

Rukun thalaq ada tiga yaitu suami, istri, dan ucapan thalaq. Adapun syarat -
syarat dari setiap ketiganya sebagaimana berikut:

⎈ Suami yang menjatuhkan thalaq

10
1) Ada ikatan pernikahan yang sah dengan istri
2) Baligh
3) Berakal
4) Tidak dipaksa
⎈ Istri (dithalaq)

1) mempunyai ikatan pernikahan yang sah dengan suami.


2) Masih dalam masa iddah thalaq raj’i yang dijatuhkan sebelumnya.
2. Macam-macam Thalaq

a. Ditinjau dari proses menjatuhkannya :

1) Thalaq dengan ucapan Thalaq dengan ucapan terbagi menjadi dua:

a) Sarih (tegas). Yaitu mengungkapkan lafadz thalaq yang tidak mungkin


dipahami makna lain kecuali thalaq. Semisal ungkapan seorang suami keapada
istri yang ia thalaq,“Engkau sudah berpisah denganku”
b) Sindiran. Yaitu mengungkapkan satu lafadz yang memiliki kemungkinan
makna thalaq atau yang lainnya. Semisal ungkapan seorang suami kepada istri
yang ia thalaq,”Pulanglah engkau ke rumah orang tuamu.” Thalaq dengan
sindiran harus disertai niat menthalaq.
2) Thalaq dengan tulisan

3) Thalaq dengan isyarat. Jenis thalaq ini hanya berlaku bagi orang yang tidak dapat
berbicara atau menulis.

b. Ditinjau dari segi jumlahnya

1) Thalaq satu, yaitu thalaq satu yang pertama kali dijatuhkan suami kepada
istriya.
2) Thalaq dua yaitu thalaq yang dijatuhkan suami kepada istrinya untuk yang
kedua kalinya.
3) Thalaq tiga ialah thalaq yang dijatuhkan suami kepada istrinya untuk yang
ketiga kalinya.
Pada thalaq satu dan dua, suami boleh rujuk kepada istri sebelum masa iddah
berakhir atau dengan akad baru bila masa iddah telah habis. Akan tetapi pada thalaq
tiga, suami tidak boleh rujuk dengan istrinya kecuali jika ia telah menikah dengan laki-
laki lain, pernah melakukan hubungan biologis dengannya, kemudian ia dicerai dalam
kondisi normal. Bukan karena adanya konspirasi antara suami baru yang mencerainya

11
dengan suami sebelumnya yang menjatuhkan thalaq tiga padanya. sebagaimana hal ini
terjadi pada nikah tahlil yang diharamkan syariat.

c. Ditinjau dari segi keadaan istri

1) Thalaq sunah, yaitu thalaq yang dijatuhkan kepada istri yang pernah dicampuri
ketika istri:

a) Dalam keadaan suci dan saat itu ia belum dicampuri


b) Ketika hamil dan jelas kehamilannya
2) Thalaq bid’ah yaitu thalaq yang dijatuhkan kepada istri ketika istri:

a) Dalam keadaan haid


b) Dalam keadaan suci yang pada waktu itu ia sudah dicampuri suami Thalaq
bid’ah hukumnya haram
3) Thalaq bukan sunah dan bukan bid’ah yaitu thalaq yang dijatuhkan kepada istri yang
belum pernah dicampuri dan belum haidh (karena masih kecil)

d. Ditinjau dari segi boleh atau tidaknya rujuk

1) Thalaq raj’i yaitu thalaq yang dijatuhkan suami kepada istri dimana istri boleh
dirujuk kembali sebelum masa iddah berakhir. Allah Swt. berirman:

ُۢ ‫انَفإ ِّ ۡمس‬
...َ‫اكه َبِّمعۡ هروفٍ َأ ۡوَت ۡس ِّري ُۢ هحَبِّإ ِّ ۡح َٰس ٖن‬ َ‫لط َٰل ه‬
ِّ ٞۖ ‫قَم َرت‬ َ ‫ٱ‬
Artinya: “Thalaq yang dapat dirujuk adalah dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara baik-baik, dan mencerainya dengan cara yang baik-baik pula...” (QS. Al
Baqarah : 229)

2) Thalaq bain, yaitu thalaq yang menghalangi suami untuk rujuk kembali kepada
istrinya. Thalaq bain ini terbagi menjadi dua:

a) Thalaq bain kubra, yaitu thalaq tiga, sebagaimana Allah sampaikan dalam
irman-Nya:

12
َ‫فإِّن َطلَقهاَفَل َت ِّح ُّل َل َهۥه َ ِّم ُۢن َبعۡ دهَحت َ َٰى َتن ِّكح َز ۡوجاَغ ۡيرهۥَه َفإِّنَطلَقهاَفَل َ هجناح‬
ََ ‫ّللِّ َوتِّ ۡلك َ هحدهودهَٱ‬
َ‫ّللِّ َيهبيِّنهها َ ِّلق ۡو ٖم‬ ََ ‫عل ۡي ِّهما َأَن َيتراجعا َ ِّإن َظنَا َأن َيه ِّقيما َ هحدهود َٱ‬
َ َ٢٣٠َ‫يعۡ ل همون‬
Artinya: “Dan jika suami menceraikannya sesudah thalaq yang kedua, maka
perempuan itu boleh dinikahinya lagi hingga ia kawin dengan laki-laki. Jika
suami yang lain menceraikannya maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas
suami) pertama dan istri untuk kawin kembali jika keduanya berkeyakinan
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.” (QS. Al-Baqarah : 230)

b) Thalaq bain sughra, yaitu thalaq yang menyebabkan istri tidak boleh dirujuk, akan
tetapi ia boleh dinikahi kembali dengan akad dan mas kawin baru, dan tidak harus
dinikahi terlebih dahulu oleh laki-laki lain, seperti thalaq dua yang telah habis masa
iddahnya.

2.2.2. Khuluk
Khuluk adalah perceraian yang timbul atas kemauan istri dengan
mengembalikan mahar kepada suaminya. Khuluk disebut juga dengan thalaq tebus.
Terkait dengan khuluk, Allah berirman dalam surat al-Baqarah ayat 229:

َ‫ّللَِّفَلََ هجناحَعل ۡي ِّهما‬ ََ ‫َخ ۡفت ه ۡمَأ ََلَيه ِّقيماَ هحدهودَٱ‬ ََٞۖ ‫ ِّإ ََلَأنَيخافاَأ ََلَيه ِّقيماَ هحدهودَٱ‬...
ِّ ‫ّللَِّفإ ِّ ۡن‬
َ‫ّللِّ َفأ ه ْو َٰلئِّك َ هه هم‬
ََ ‫ّللِّ َفَل َتعۡ تدهوها َومن َيتعدَ َ هحد هود َٱ‬ ََ ‫ت َ ِّب ِّهۦَ َتِّ ۡلك َ هحدهوده َٱ‬
َۡ ‫فِّيما َٱ ۡفتد‬
َ َ٢٢٩ََ‫لظ ِّل همون‬ َ َٰ ‫ٱ‬

Artinya: “... Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak dosa bagi keduanya mengadakan
bayaran yang diberikan oleh pihak istri untuk menebus dirinya.”(QS. Al Baqarah :
229)

1. Rukun Khuluk:

a) Suami yang baligh, berakal dan dengan kemauannya


b) Istri yang dalam kekuasaan suami. Maksudnya istri tersebut belum dithalaq
suami
c) yang menyebabkannya tidak boleh dirujuk.

13
d) Ucapan yang menunjukkan khuluk
e) Bayaran yaitu suatu yang boleh dijadikan mahar
f) Orang yang membayar belum menggunakan hartanya, baik istri maupun orang
lain.
2. Besarnya tebusan khuluk

Tebusan khulu’ bisa berupa pengembalian mahar sebagian atau seluruhnya dan
bisa juga harta tertentu yang sudah disepakati suami istri. Dalam salah satu hadis yang
diriwayatkan Ibnu Abbas r.a. dijelaskan bahwa istri Tsabit bin Qais mengadu kepada
Rasulullah Saw. ihwal keinginannya berpisah dari suaminya. Maka Rasulullah
bertanya kepadanya apakah dia rela mengembalikan kebun yang dulu dijadikan mahar
untuknya kepada Tsabit? dan kala istri Tsabit menyatakan setuju, maka Rasul pun
bersabda kepada Tsabit: “ Terimalah kebunnya, dan thalaqlah ia satu kali thalaq.”
(HR. An-Nasai). Adapun terkait besar kecilnya tebusan khuluk para ulama berselisih
pendapat:

 Pendapat jumhur ulama: Tidak ada batasan jumlah dalam tebusan khulu’. Dalil
yang mereka jadikan sandaran terkait masalah ini adalah irman Allah dalam
surat al-Baqarrah ayat 229, sebagaimana tersebut di atas.
 Pendapat sebagian ulama: Tebusan khulu’ tidak boleh melebihi mas kawin
yang pernah diberikan suami.
3. Dampak syar’i yang ditimbulkan khuluk

Ketika terjadi khuluk, maka suami tidak bisa merujuk istrinya, walaupun
khuluk tersebut baru masuk kategori thalaq satu ataupun dua dan istri masih dalam
masa iddahnya. Seorang suami yang ingin kembali kepada istrinya setelah terjadinya
khuluk harus mengadakan akad nikah baru dengannya.

2.2.3. FASAKH
Secara bahasa fasakh berarti rusak atau putus. Adapun dalam pembahasan fikih,
fasakh adalah pemisahan pernikahan yang dilakukan hakim dikarenakan alasan tertentu
yang diajukan salah satu pihak dari suami istri yang bersangkutan.

Sebab –sebab fasakh :

a. Tidak terpenuhinya syarat-syarat akad nikah, semisal seseorang yang menikahi


wanita yang ternyata adalah saudara perempuannya.

14
b. Munculnya masalah yang dapat merusak pernikahan dan menghalangi tercapainya
tujuan pernikahan, sebagaimana beberapa hal berikut:

 Murtadnya salah satu dari pasangan suami istri - Hilangnya suami dalam tempo
waktu yang cukup lama
 Miskinnya seorang suami hingga tidak mampu memberi nakah keluarga
 Dipenjarakannya suami, dan beberapa hal lainnya.

2.2.4. IDDAH
Iddah ialah masa tenggang atau batas waktu untuk tidak menikah bagi
perempuan yang dicerai atau ditinggal mati suaminya.

a. Macam-macam iddah :

1) Iddah Istri yang dicerai dan ia masih haid, lamanya tiga kali suci.
2) Iddah Istri yang dicerai dan ia sudah tidak haidh, lamanya tiga bulan
3) Iddah Istri yang ditinggal mati suaminya adalah empat bulan sepuluh hari bila
ia tidak hamil.
4) Iddah Istri yang dicerai dalam keadaan hamil lamanya sampai melahirkan
5) Iddah Istri yang ditinggal wafat suaminya dalam keadaan hamil masa iddahnya
menurut sebagian ulama adalah iddah hamil yaitu sampai melahirkan.
b. Kewajiban Suami Istri Selama Masa Iddah:

1. Kewajiban Suami Suami yang mencerai istrinya berkewajiban memberi belanja dan

tempat tinggal selama iddahnya belum berakhir. Berikut penjelasan singkatnya:

 Perempuan yang dicerai dengan tahlaq raj’i berhak mendapatkan belanja dan
tempat tinggal. Nabi bersabda yang artinya: “Sesungguhnya tempat tinggal dan
nakah bagi orang yang bisa merujuk istrinya atau bagi istri yang bisa dirujuk
(HR. Ahmad dan Nasai).
 Perempuan yang dithalaq bain dan ia dalam keadaan hamil berhak memperoleh
nakah dan tempat tinggal. Allah berirman:

َ‫ت َح ۡم ٖل َفأن ِّفقهواْ َعل ۡي ِّه َن َحت َ َٰى َيضعۡ ن َحمۡ ل هه َن َفإ ِّ ۡن َأ ۡرضعۡ ن َل هك ۡم‬ ِّ ‫أوإِّن َ هك َن َأ ه ْو َٰل‬
ََٰ ‫ض هعَلهۥَهَأ ه ۡخر‬
‫ى‬ ٖ ٞۖ ‫فَاتهو هه َنَأ ه هجور هه َنَو ۡأت ِّم هرواَْبَ ۡين هكمَبِّمعۡ هر‬
ِّ ‫وفَوإِّنَتعاس ۡرت ه ۡمَفست ه ۡر‬
Artinya: “Jika istri-istri yang telah dicerai sedang hamil berilah mereka uang
belanja sampai mereka melahirkan…” (QS. At-Ṭ ̣ allāq : 6).

15
 Perempuan yang ditalaq bain dan tidak hamil berhak memperoleh tempat
tinggal saja dan tidak berhak memperoleh belanja. Allah beriman:

َ‫نَو ۡج ِّد هك ۡمَوَلَتهضا ُّرو هه َنَ ِّلتهضيِّقهواَْعل ۡي ِّه َنَوإِّن‬ ِّ ‫ثَسكنت ه‬


‫مَم ه‬ ‫نَ ِّم ۡنَح ۡي ه‬
ََ ‫أ ۡس ِّكنهو هه‬
...َ‫هك َنَأ ه ْو َٰلتَِّحمۡ ٖلَفأن ِّفقهواَْعل ۡي ِّه َنَحت َ َٰىَيضعۡ نَح ۡمل هه َن‬
Artinya: “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka…”. (QS. At-Ṭ
̣ allāq : 6).

 Perempuan yang ditinggal wafat suami baik hamil atau tidak, ia tidak berhak
memperoleh uang belanja atau tempat tinggal karena ia mendapat warisan dari
harta peninggalan suaminya.

2. Kewajiban istri selama masa iddah Wanita yang dicerai suaminya wajib menetap di

rumah suaminya selama iddahnya belum berakhir. Allah SWT berirman :

...ََ‫َم ُۢنَبهيهوتِّ ِّه َنَوَلَي ۡخ هر ۡجنَإِّ ََلَأنَي ۡأتِّينَبِّ َٰف ِّحش ٖةَ ُّمبيِّن ٖة‬
ِّ ‫ َلَت ه ۡخ ِّر هجو هه َن‬...
Artinya: “…Jangan kamu keluarkan mereka istri-istri yang telah dicerai dari rumah
mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan
perbuatan keji yang terang…” (QS. At-Ṭ
̣ allāq: 1).

c. Tujuan Iddah :

1. Menghilangkan keraguan tentang kosongnya rahim bekas istri. Allah berirman :

...َ‫ام ِّه َن‬ ََ ‫ وَلَي ِّح ُّلَل هه َنَأنَي ۡكت ه ۡمنَماَخلقَٱ‬...


ِّ ‫ّللهَفِّيَأ ۡرح‬
Artinya: “…Mereka tidak boleh menyembunyikan anak yang dijadikan Allah SWT
dalam rahim bila mereka mengetahuinya…” (QS. Al-Baqarah : 228)

2. Untuk memudahkan proses rujuk antara suami dan bekas istrinya.

...َ‫يَذ ِّلكَإِّ ۡنَأرَاد هوَاَْإِّصۡ َٰل ٗحا‬


َٰ ِّ‫ وبهعهولت ه هه َنَأح ُّقَبِّر ِّد ِّه َنَف‬...

16
Artinya: "…Dan para suami yang lebih berhak merujuk bekas istri mereka itu dalam
masa jika mereka para suami menghendaki damai…” (QS. Al-Baqarah : 228).

3. Untuk menjaga perasaan keluarga mantan suami yang sedang berkabung (ini terkait
dengan iddahnya wanita kala ditinggal mati suaminya).

2.2.5. HADANAH
Hadanah adalah memelihara anak dan mendidiknya dengan baik.

a. Syarat-syarat Hadanah :

1. Berakal.
2. Beragama.
3. Medeka.
4. Baligh.
5. Mampu mendidik.
6. Amanah.

b. Tahap-tahap Hadanah

Jika suami istri bercerai maka kepengurusan anak mengikuti aturan


sebagaimana berikut:
1. Jika anak masih kecil dalam pangkuan ibunya, maka ibu lebih berhak
memeliharanya.
2. Anak yang sudah dapat bekerja, pemeliharaannya dipasrahkan kepada anak
tersebut, apakah ia akan memilih ibunya atau bapaknya. Ia bebas dengan
pilihannya.

2.3. RUJUK
Rujuk adalah kembalinya suami kepada istrinya yang telah dicerai, bila istrinya
masih dalam masa iddah. Allah SWT. berirman :

...َ ٍ‫و ِّإذاَطلَ ۡقت ه همَٱلنِّساءََفبل ۡغنَأجل هه َنَفأ ۡم ِّس هكو هه َنَبِّمعۡ هروف‬

17
Artinya: “Apabila kamu menceraikan istri-istrimu lalu mereka menghendaki akhir
iddahnya maka rujuklah mereka dengan cara yang baik pula...” (QS. Al-Baqarah :
231)

A. Hukum Rujuk

Hukum asal rujuk adalah boleh (jaiz), kemudian berkembang sesuai dengan
keadaan yang menggiringi proses rujuk tersebut. Berikut rangkuman hukum rujuk:

1. Haram, apabila rujuk mengakibatkan kerugian atau kemadharatan di pihak istri.


2. Makruh, apabila bercerai lebih bermanfaat daripada rujuk.
3. Sunnah, apabila rujuk lebih bermanfaat dibanding meneruskan perceraian
4. Wajib, hukum ini dikhususkan bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu jika
salah seorang dithalaq sebelum gilirannya disempurnakan.

C. Syarat dan Rukun Rujuk :


1. Untuk istri, apabila:

a) Sudah pernah dicampuri


b) Thalaq yang dijatuhkan adalah talaq raj’i
c) Dalam massa iddah

2. Untuk suami apabila:

a) Islam
b) Baligh
c) Berakal
d) Tidak dipaksa

D. Sighat/ucapan rujuk dari suami


Sighat rujuk yang diucapkan suami kepada istrinya bisa bernada tegas, dan juga
bisa bernada sindiran. Untuk sighat rujuk dengan nada sindiran dibutuhkan niat, hingga
benar-benar bisa dideteksi bahwa sang suami telah benar-benar meminta kembali
istrinya.

18
E. Saksi dalam Masalah Rujuk
Saksi dalam rujuk sama dengan syarat saksi dalam thalaq, yaitu dua orang laki-
laki yang adil.

F. Hikmah Rujuk
1. Rujuk akan mewujudkan ajaran kedamaian dalam Islam.
2. Rujuk akan menghindari pecahnya hubungan kekerabatan.
3. Rujuk akan menyelamatkan pendidikan anak-anak.
4. Rujuk akan menghindarkan diri dari gangguan jiwa.
5. Rujuk akan menghindarkan diri dari praktik dosa.
6. Rujuk akan kembali menjadi ladang amal suami untuk menunaikan
kewajibannya.

2.4. KARAKTERISTIK KELUARGA ISLAMI


2.4.1. Keluarga Islami (Baitul Muslim)
Baitul muslim (Keluarga Islami) adalah komunitas mitsaly (teladan) dari
sebuah masyarakat Islami dan daulah Islamiyah, ia dibangun di atas asas aqidah yang
bersih (tauhid), ibadah yang shahih, akhlak yang lurus, dan fikrah Islamiyah yang
kokoh. Ia adalah sebuah perwujudan dari makna firman Allah SWT:

َ‫عهاَ ِّفي‬ ‫تَوف ۡر ه‬ٞ ‫ّللهَمث َٗلَك ِّلم ٗةَطيِّب ٗةَكشجر ٖةَط ِّيبةٍَأصۡ لههاَثا ِّب‬ ََ ‫أل َۡمَترَك ۡيفَضربَٱ‬
َ‫اسَلعلَ هه ۡم‬ِّ َ‫ّللهَٱ َۡل ۡمثالََ ِّللن‬
ََ ‫بَٱ‬ ۡ ‫ينَ ِّبإ ِّ ۡذ ِّنَر ِّبهاَوي‬
‫ض ِّر ه‬ ِّ ‫َت ه َۡؤتِّيََأ ه هكلهاَ هك َل‬٢٤َ‫سما َِّء‬
ِّ ُۢ ‫َح‬ َ ‫ٱل‬
َ َ٢٥َ‫يتذ َك هرون‬
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke
langit (24) Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin
Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya
mereka selalu ingat (25)”. (Ibrahim: 24-25)

19
2.4.2. CIRI KELUARGA ISLAMI
1. Memelihara Aspek Tauhid
Sebuah Rumah tangga berstatus Islami manakala asas penegakannya didasari
Tauhidullah, sebab seluruh orientasi hidup ini akan sangat ditentukan oleh asasnya.
Dari sinilah maka Rasulullah Saw mensyariatkan penanaman Tauhid kepada umatnya
dimulai sejak usia dini yaitu ketika manusia baru terlahir dari rahim sang
ibundanya untuk diadzankan.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Rofi’ berkata:

‫سولَهللاَصلىَهللاَعليهَوسلمَأذَنَفيَاهذه ِّنَالحسنَبنَع ِّليَحين‬


‫رأيْته َر ه‬
)‫ولدتْهَفاطمةَ(رواهَأبوَدودَوالترمذي‬
“Aku melihat Rasulullah Saw mengumandangkan adzan pada telinga Al Hasan bin Ali
RA ketika Fatimah RA melahirkannya”.

2. Memperhatikan Ibadah dan kepatuhannya kepada Allah


Suasana Islami yang tercermin dari keluarga muslim adalah ketaatan dan
ibadahnya kepada Allah SWT, upaya menumbuhkan suasana tersebut adalah
dengan pembiasaan, untuk terwujudnya hal tersebut maka antara sesama anggota
keluarga harus saling menopang.

Dalam upaya menumbuhkan kebiasaan gemar beribadah pada anak-anak maka


ajaklah mereka ke masjid, bila datang Ramadhan latihlah mereka untuk berpuasa dan
seterusnya.

Sabda Rasulullah SAW:

َ‫َوفرقواَبينهمَفي‬
ِّ ‫شر‬ٍ ‫َواض ِّْربو ههمَعليْهاَو هه ْمَأبنا هءَع‬,‫هم هرواَأوَلدكمَباِّلصَلةَِّو هه ْمَأبْنا هءَسبْعَِّ ِّسنين‬
)‫المضاجعَ(رواهَالحاكم‬
“ Perintahkan anak-anakmu menjalankan shalat jika mereka sudah berusia tujuh
tahun, dan jika sudah berusia sepuluh tahun pukullah mereka jika tidak mau
melaksanakannya dan pisahlah tempat tidur mereka”.

20
3. Menyemai nilai akhlak Islami: Amanah, muraqabah (merasa dalam
pengawasan Allah), shidiq dan lain - lain.
Penyangga utama rumah tangga Islami setelah tauhid dan ibadah adalah akhlak,
ia adalah pangkal kedamaian dan sakinah sebuah keluarga. Bila anggota keluarga telah
tertanam dalam perilakunya sifat amanah, jujur, merasa diawasi oleh Allah SWT dalam
segala tindak tanduknya, maka kalau di dunia ini ada surga maka itulah ia.

Sabda Rasulullah Saw:

ِّ‫هللا‬ ِّ ‫سئلَرسولهَهللاَصلىَهللاَعليهَوسلمَعنَأ ْكث ِّرَماي‬


َ َ‫هدخلهَالناسَالجنةََب ْعدَتقوى‬ ‫ ه‬,

ِّ ‫َ هحس هْنَال هخله‬:‫قال‬


َ‫ق‬
َ“Faktor yang paling banyak menyebabkan seorang manusia masuk surga setelah
taqwa adalah akhlak yang baikَ”(HR Turmudzi).

4. Penuh perhatian
Seorang laki-laki shalih ia begitu perhatian pada istrinya, berkata santun,
memenuhi kebutuhannya, dan mencintainya, selalu mengayomi agar istri selalu dalam
ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul SAW. Dan seorang wanita shalihah ia selalu
menyenangkan suami, menaati perintahnya, dan menjaga kesucian dirinya, berpesan
kepada suaminya di pagi hari, dan menanyakan keadaannya di sore hari.

Keduanya sangat perhatian akan keselamatan anak-anaknya, mentarbiyahnya


dengan tarbiyah Islamiyah, memberikan makan dengan rizki yang halal.

Demikianlah Rasulullah Saw contohkan kebaikan perhatiannya terhadap


keluarga dalam segala hal, sehingga layak Beliau Saw menyatakan:

َ‫هَواناَخيركمََل ْه ِّل ْي‬


ِّ ‫خير هكمََله ِّل‬
َ “Sebaik baik kamu semua adalah orang yang paling baik perhatiannya terhadap
keluarganya, dan aku (Rasul Saw) adalah orang yang terbaik di antara kalian
perhatianku terhadap keluargaku”.

21
5. Penuh perhatian dan bersemangat dalam berpartisipasi memenuhi
kewajiban-kewajiban dakwah, dan merasa mulia dengan dakwah
Karakter dan sifat spesifik dari keluarga Islami adalah keterikatannya dengan
dakwah, ia adalah keluarga dakwah itu sendiri, cukup bagi kita melihat rumah tangga
Rasulullah Saw dan Khulafaur Rasyidin RA setiap a’dha dari rumah-rumah pembesar
Islam ini saling berkompetisi ingin berbuat yang terbaik untuk Islam. Dengarkan apa
yang dikatakan oleh Abu Bakar RA yang begitu bangganya dengan dakwah Islam ini
di tengah menurunnya moralitas sahabat sepeninggal Rasul Saw:

‫أي ْنقه ه‬
َ‫صَاإلسَل همَوأناَحي‬

“Akankah Islam menjadi lemah sedangkan saya masih hidup?”

2.4.3. Membangun Keluarga yang Islami


Kebanyakan manusia tentu mendambakan kebahagiaan, menanti ketentraman
dan ketenangan jiwa. Tentu pula semua berusaha menghindar dari berbagai pemicu
gundah gulana dan kegelisahan. Terlebih lagi dalam lingkungan keluarga.
Ingatlah, semua ini tak mungkin akan terwujud kecuali dengan iman kepada
Allah, tawakal dan mengembalikan semua masalah kepada-Nya, disamping melakukan
beragam usaha yang sesuai dengan syariat.

2.4.4. PENTINGNYA MENCIPTAKAN KEHARMONISA DALAM


KELUARGA
Yang paling berpengaruh buat pribadi dan masyarakat adalah pembentukan
keluarga dan komitmennya pada kebenaran. Allah Ta’ala dengan hikmah-Nya telah
mempersiapkan tempat yang mulia buat manusia untuk menetap dan tinggal dengan
tentram di dalamnya.
Allah Ta’ala berfirman:

ِّ ‫مَم ۡن َأنفه ِّس هك ۡم َأ ۡز َٰو ٗج‬


َ‫اَلت ۡس هكنهواْ َ ِّإل ۡيهاَوجعل َب ۡين هكمَ َمودَ ٗة‬ ِّ ‫ن َء َٰايتِّ ِّهۦَ َأ ۡن َخلق َل هك‬
َۡ ‫و ِّم‬
َ٢١َ‫ت َِّلق ۡو ٖمَيتف َك هرون‬ َٰ ِّ‫ور ۡحمةَإ َنَف‬
ٖ ‫يَذ ِّلكََل َٰي‬ ِّ

22
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri- istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan
dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (ar-Rum: 21)
Dalam ayat tersebut tertera “supaya engkau cenderung dan merasa tentram
kepadanya” (Allah tidak mengatakan “supaya kamu tinggal bersamanya”). Ini
menegaskan makna tenang dalam perangai dan jiwa serta menekankan wujudnya
kedamaian dalam berbagai bentuknya.
Maka suami istri akan mendapatkan ketenangan pada pasangannya di kala
datang kegelisahan dan mendapati kelapangan di saat dihampiri kesempitan.
Sesungguhnya pilar hubungan suami istri adalah kekerabatan dan persahabatan
yang terpancang di atas cinta dan kasih sayang. Hubungan yang mendalam dan lekat
ini sangat mirip dengan hubungan seseorang dengan dirinya sendiri.

Al-Qur’an menjelaskan:

...َ‫اسَلَ هه َن‬
ٞ ‫اسَلَ هك ۡمَوأنت ه ۡمَ ِّلب‬
ٞ ‫َهه َنَ ِّلب‬...

“… Mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka…
(Al-Baqarah: 187)
Terlebih lagi ketika mengingat apa yang dipersiapkan bagi hubungan ini,
misalnya pendidikan anak dan jaminan kehidupan, yang tentu saja tak akan terbentuk
kecuali di dalam atmosfir keibuan yang lembut dan kebapaan yang semangat dan
serius. Adakah di sana komunitas yang lebih bersih dari suasana hubungan yang mulia
ini?
2.4.5. PILAR PENYANGGA KELUARGA ISLAMI
Ada banyak faktor yang menjadi penopang tegaknya keluarga islami, -yang di
dalamnya terjalin kuat hubungan suami istri serta jauh dari perselisihan dan
perpecahan- (yaitu antara lain) :
1. Iman Dan Taqwa Kepada Allah Ta’ala
Faktor pertama dan terpenting yaitu berpegang teguh kepada tali keimanan:
iman kepada Allah dan Hari Akhir, takut kepada Dzat Yang mempemerhatikan segala
yang tersembunyi serta senantiasa bertaqwa dan bermuraqabah (merasa terawasi oleh
Allah Azza wa Jalla –red) lalu menjauh dari kezaliman dan kekeliruan di dalam
mencari kebenaran.

23
َ‫وف َوأ ۡش ِّهدهواْ َذو ۡي‬ ٖ ‫ارقهو هه َن َ ِّبمعۡ هَر‬ ِّ ‫فإِّذا َبل ۡغن َأجل هه َن َفأ ۡم ِّس هكو هه َن َ ِّبمعۡ هروفٍ َأ ۡو َف‬
َ‫ّللَِّوَٱ ۡلي ۡو َِّمَٱ َۡل ِّخ َِّر‬
ََ ‫ظَ ِّب َِّهۦَمنَكانَيه ۡؤ ِّم هنََِّبٱ‬ ‫ش َٰهدةََ ِّ َّللِّ ََٰذ ِّل هك ۡمَيهوع ه‬
َ ‫َمن هك ۡمَوأقِّي همواَْٱل‬ ِّ ‫ع ۡد ٖل‬
َ‫ِّب َومنَيتو َك ۡل‬ ‫ث ََل َي ۡحتس ه‬ ‫ َوي ۡر هز ۡق َهه َ ِّم ۡن َح ۡي ه‬٢َ‫ّلل َي ۡجعلَلَ َهۥه َم ۡخر ٗجا‬ ِّ َ ‫ومنَيت‬
ََ ‫ق َٱ‬
َ َ٣َ‫ّللهَ ِّل هك ِّلَش ۡي ٖءَق ۡد ٗرا‬ ََ ‫ّللَ َٰب ِّل هغَأمۡ ِّر ِّهۦََق ۡدَجعلَٱ‬ ََ ‫ّللَِّف ههوَح ۡسبههۥَهَ ِّإ َنَٱ‬
ََ ‫علىَٱ‬

“Demikianlah diberi pengajaran dengan itu, orang yang beriman kepada Allah dan
Hari Akhirat. Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan keperluannya”. (At-Thalaq: 2-3)
Di antara yang menguatkan keimanan ini yaitu bersungguh-sungguh dan serius
dalam ketaatan dan ibadah serta saling ingat-mengingatkan dalam masalah itu.
Perhatikanlah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

َ‫َامرأة‬
ْ ‫ََّللاه‬ ْ ‫تَنضحَفِّيَوجْ ِّهه‬
َ َ‫اَالماءَر ِّحم‬ ْ ‫َمنَاللَ ْي ِّلَفصلَىَوأيْقظ‬
ْ ‫َامرأتههَفإ ِّ ْنَأب‬ َ ‫ر ِّحم‬
ِّ ‫ََّللاهَر هجَلَقام‬
ْ
َ‫تَفِّيَوجْ ِّه ِّهَالماء‬ ْ ‫تَزَ ْوجهاَفإ ِّ ْنَأبىَنضح‬ْ ‫تَوأيْقظ‬ َ َ
ْ ‫َمنَالل ْي ِّلَفصل‬ ِّ ‫ت‬ْ ‫قام‬
“Semoga Allah merahmati suami yang bangun malam hari lalu shalat dan
membangunkan istrinya lalu shalat pula. Apabila enggan maka dipercikkannya air di
wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang istri yang bangun malam hari lalu
shalat dan membangunkcan suaminya lalu shalat pula. Apabila enggan maka
dipercikkannya air di wajahnya.”
Hubungan suami istri bukanlah hubungan duniawi atau hubungan hawa nafsu
hewani, namun berupa interaksi jiwa yang luhur. Jadi ketika hubungan ini sahih (benar)
maka akan berlanjut hingga ke kehidupan akhirat setelah meninggal dunia kelak.

ِّ ‫ج َٰنَتهََع ۡد ٖنَي ۡد هخلهونهاَومنَصلح‬


...َ‫م‬ٞۖۡ ‫َم ۡنَءابائِّ ِّه ۡمَوأ ۡز َٰو ِّج ِّه ۡمَوذه ِّر َٰيَتِّ ِّه‬
Artinya: “Yaitu surga ‘Adn yang mereka itu masuk ke dalamnya bersama-sama
dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri- istri nya dan anak
cucunya… “. (Ar - Ra’du : 23)
2. Menjalin Hubungan Baik
Termasuk di antara yang mengawetkan hubungan ini adalah pergaulan antara
suami istri dengan baik. Ini tidak akan tercipta kecuali dengan saling mengerti dan
memahami hak dan kewajibannya masing-masing.

24
Adapun mencari-cari kesempurnaan dalam keluarga dan anggotanya adalah
sesuatu yang mustahil. Dan merasa prustasi dalam usaha melakukan penyempurnaan
setiap sifat mereka atau yang lainnya termasuk sia-sia juga.
3. Tugas Suami
Termasuk berpikir cerah adalah (apabila suami dapat-red) mengkondisikan
jiwa untuk menerima beberepa kesempitan dan mengabaikan sebagian kesusahan.
Seorang suami —sebagai pemimpin keluarga- dituntut untuk lebih bersabar ketimbang
istrinya, di mana seorang istri itu lemah secara fisik maupun pribadinya. Apabila
dituntut untuk melakukan segala sesuatu maka ia akan buntu dari semuanya
Terlalu berlebihan dalam meluruskannyapun akan berarti mematahkannya dan
mematahkannya sama saja dengan menceraikannva.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
َ‫يَالضلعَِّأعَْلههَفإ ِّ ْنَذهَبْتَت ه ِّقي همهه‬
ِّ ِّ‫َضلعٍَو ِّإ َنَأعْوجَش ْيءٍ َف‬ ِّ ‫اءَخيْراَفإِّنَ هه َنَ هخ ِّل ْقن‬
ِّ ‫َم ْن‬ ِّ ‫صواَبِّالنِّس‬
‫اسْت ْو ه‬
‫اءَخيْرا‬
ِّ ‫صواَ ِّبالنِّس‬ ‫كس ْرتههَوإِّ ْنَتر ْكتههَل ْمَيز ْلَأعْوجَفاسْت ْو ه‬
“Nasihatilah wanita dengan yang baik. Sesungguhnya mereka diciptakan dari rusuk
dan bagian terbengkok dari rusuk adalah bagian atasnya. Seandainya kau luruskan
maka berarti kamu mematahkannya. Dan seandainya kamu biarkan maka akan terus
saja bengkok. Untuk itu nasihatilab wanita dengan yang baik”
Jadi kelemahan pada wanita sudah ada semenjak pertama kali diciptakan. Maka
mau tidak mau harus bersabar menghadapinya.
Untuk itu seyogyanya seorang suami tidak terus-terusan mengingat apa yang
merupakan bahan kesempitan pada keluarganya. Alihkan pandangan dari beberapa sisi
kekurangan mereka. Dan perhatikanlah sisi kebaikan mereka niscaya akan didapatinya
banyak sekali.
Dalam konteks ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ‫َم ْنهاَآخر‬ ِّ ‫َم ْنهاَ هخلهقاَر‬
ِّ ‫ضي‬ ِّ ‫َلَي ْفر ْكَ همؤْ ِّم ٌنَ همؤْ ِّمنةَإِّ ْنَك ِّره‬

“Seorang mukmin (suami) tidaklak membenci dan marah kepada mukminah (istri)
Apabila ia membencinya karena sesuatu dari pribadinyn maka ia ridla darinya dengan
hal-hal lainnya”.
Dalam hal ini maka berprilakulah lemah lembut. Sebab jika ia sudah melihat
sebagian yang dibencinya maka tidak tahu lagi di mana sumber-sumber kebahagiaan
itu berada.
Allah Ta’ala berfirman:

25
ََ ‫نَفعس َٰىَأنَت ۡكر ههواَْش ٗۡيَاَوي ۡجعلَٱ‬
َ‫ّلله‬ َِّ ‫َوعا ِّش هرو هه َنََِّبٱ ۡلمعۡ هر‬...
ََ ‫وفَفإِّنَك ِّر ۡهت ه همو هه‬
َ١٩َ‫فِّي ِّهَخ ۡي ٗراَكثِّ ٗيرا‬
Artinya: “Dan bergaullah bersama mereka dengan patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuata
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (An-Nisa: 19)

Apabila tidak begitu, lalu bagaimana mungkin akan tercipta ketentraman, mana
kedamaian dan cinta kasih itu : jika pemimpin keluarga itu sendiri berperangai keras,
jelek pergaulannya, sempit wawasan, dungu, terburu-buru, tidak pemaaf, pemarah, jika
masuk terlalu banyak mengungkit-ungkit kebaikan dan jika keluar selalu berburuk
sangka.
Padahal sudah dimaklumi bahwa interaksi yang baik dan sumber-sumber
kebahagiaan itu tidaklah akan tercipta kecuali dengan kelembutan dan menjauhkan diri
dari prasangka yang tak beralasan. Dan kecemburuan -pada sebagian orang- terkadang
berubah menjadi prasangka buruk yang menggiringnya untuk senantiasa menyalah
tafsirkan omongan dan meragukan segala tingkah laku. Ini tentu saja akan membikin
hidup terasa sempit dan hati gelisah dengan tanpa alasan yang jelas dan benar.

...َ‫نَو ۡج ِّد هك ۡمَوَلَتهضا ُّرو هه َنَ ِّلتهض ِّيقهوَاَْعل ۡي ِّه َن‬ ‫نَ ِّم ۡنَح ۡي ه‬
ِّ ‫ثَسكنت ه‬
‫مَم ه‬ ََ ‫أ ۡس ِّكنهو هه‬
Artinya: “Tempatkanlah mereka – para istri- di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu. Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati
mereka… ” (Ath-Thalaq: 6)
Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
َ‫خي هْر هك ْمَخي هْرَ هك ْمََل ْه ِّل ِّهَوَأناَخي هْر هك ْمََل ْه ِّل ْي‬
“Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku adalah
yang terbaik di antara kamu kepada keluargaku”

4. Tugas Istri
Adapun seorang istri maka ketahuilah bahwa kebahagiaan, cinta dan kasih
sayang tidaklah akan sempurna kecuali ketika si pemilik kesucian dan agama (baca :
istri) mengetahui kewajibannya dan tidak melalaikannya.
Berbakti kepada suaminya sebagai pemimpin, pelindung, penjaga dan pemberi
nafkah. Taat kepadanya, menjaga dirinya sebagai istri dan menjaga harta suaminya
merupakan kewajiban seorang istri. Demikian juga menguasai tugas istri dan
mengerjakannya serta memerhatikan diri dan rumahnya.
Inilah istri yang shalihah sekaligus ibu yang penuh kasih sayang, pemimpin di
rumah suaminya dan bertanggungjawab atas yang dipimpinnya. Juga mengakui

26
kecakapan suaminya dan tidak mengingkari kebaikan pelayanannya. Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah mewanti-wanti jangan sampai melakukan pengingkaran
(terhadap suaminya-red) ini. Sabda beliau:

ِّ ْ ‫َالعشِّيرَوَي ْكفه ْرن‬


َ‫َاإلحْ سانَل ْو‬ َ ِّ‫أ ه ِّريته َالنَارَفإِّذاَأ ْكث هرَأ ْه ِّلهاَالنِّسا هءَي ْكفه ْرنَقِّيلَأي ْكفه ْرنَب‬
ْ ‫اّللَِّقالَي ْكفه ْرن‬
َُّ ‫َم ْنكَخيْراَق‬
‫ط‬ ِّ ‫تَماَرأيْته‬ ْ ‫َم ْنكَشيْئاَقال‬ ِّ ‫ت‬ْ ‫أحْ س ْنتَإِّلىَإِّحْ دا هه َنَالدَ ْهرَث ه َمَرأ‬
“Diperlihatkan kepadaku neraka. Ternyata sebagian besar penghuninya adalah
perempuan yang kufur (ingkar). Ditanyakan kepada beliau: Apakah mereka kufur
kepada Allah?” Beliau menjawab: “Tidak, tapi mengingkari kebaikan suaminya .Jika
kalian berbuat baik kepada salah seorang isteri kalian sepanjang hari, lalu ia
mendapati padamu suatu kejelekan maka ia berkata : tak pernah aku dapatkan darimu
kebaikan sama sekali”
Untuk itu seyogyanya memaafkan kekeliruan dan mengabaikan kekhilafan. Janganlah
berprilaku jelek ketika suami hadir dan janganlah rnengkhianatinya ketika ja sedang
bepergian.
Dengan ini sudah barang tentu akan tercapai saling meridhai, akan langgeng hubungan
mesra, cinta dan kasih sayang.
Dalam sebuab hadits dikatakan:
ْ ‫اضَدخلت‬
َ‫َِّالجنَة‬ ٍ ‫تَوز ْو هجهاَع ْنهاَر‬
ْ ‫اَامرأةٍَمات‬
ْ ‫أيُّم‬
“Siapapun perempuan yang meninggal dunia lalu sang suami meridhainya, maka dia
masuk sorga”
Maka bertakwalah kepada Allah, wahai ummat Islam. Ketahuilah bahwa
dengan dicapainya keharmonisan maka akan tersebarlah semerbak kebahagiaan dan
terciptalah suasana yang kondusif untuk tarbiyah.
Selain itu tumbuh pula kehidupan di rumah yang mulia dengan dipenuhi cinta
kasih dan saling pengertian antara sifat keibuan yang penuh kasih sayang dan kebapaan
yang tegas, jauh dari cekcok, perselisihan dan saling menzalimi satu sama lain. Juga
tak ada permusuhan dan saling menyakiti.
‫اجناَوذه ِّريَا ِّتناَقه َرةَأ ْعي ٍهنَواجْ ع ْلناَ ِّل ْل همت َ ِّقينَ ِّإماما‬ ِّ ‫والَذِّينَيقهولهونَربَناَهبْ َلن‬
ِّ ‫اَم ْنَأ ْزو‬
“Dan orang-orang yang berkata : ya Tuhan kami anugrahkanlah kepada kami istri-
istri kami dan keturunan kami, sebagai penyenang hati kami Dan jadikanlah kami
imam bagi orang-orang yang bertaqwa”. (al-Furqan : 74)

2.4.6. Kewajiban wanita setelah menikah


Di dalam Al-Quran dijelaskan bahwa wanita muslimah memiliki kewajiban-
kewajiban yang harus dipenuhinya sebagai bentuuk ibadah dalam hal rumah tangga.
Berikut adalah ayat-ayat Al-Quran yang berkenaan dengan kewajiban wanita setelah
menikah.

27
1. Mengikuti Imam Keluarga
“Kaum laki-laki itu pemimpin wanita. Karena Allah telah melebihkan sebagian mereka
(laki-laki) alas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan harta mereka. Maka wanita yang solehah ialah mereka yang taat kepada
Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada menurut apa yang Allah
kehendaki. ”
Di dalam islam, suami adalah pemimpin atau imam bagi wanita. Hal ini bukan berarti
segala apa yang dilakukan dan diperintahkan oleh suami harus seluruhnya ditaati.
Tentu saja aturan-aturan suami atau perintah dan nasehat suami yang berhubungan dan
tidak kontradiksi dengan apa yang Allah perintahkan. Mengikuti dan ikut apa yang
suami sampaikan bukan karena kita ingin mengikuti suami, melainkan karena memang
Allah yang menentukan.

2. Bersikap Taat Pada Suami

ََ ٞۖ ‫ض ِّربهوهه‬
َ‫ن‬ ِّ ‫ن َفِّيَٱ ۡلمض‬
ۡ ‫اج َعِّ َوَٱ‬ ‫شوز هه َن َف ِّع ه‬
ََ ‫ظو هه َن َوَٱ ۡه هج هرو هه‬ ‫ وَٱ َٰلَتِّي َتخافهون َنه ه‬...
َ َ٣٤َ‫ّللَكانَع ِّل ٗياَكبِّ ٗيرا‬ ََ ‫فإ ِّ ۡنَأطعۡ ن هك ۡمَفَلَت ۡبغهواَْعل ۡي ِّه َنَس ِّبيَلَإِّ َنَٱ‬
Artinya: “Wanita-wanita yang kamu kuatirkan akan durhaka padamu, maka
nasehatilah mereka (didiklah) mereka. Dan pisahkanlah dari tempat tidur mereka
(jangan disetubuhi) dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu bersikap curang. Sesungguhnya Allah itu Maha Tinggi lagi Maha
Besar.” (An Nisa : 34)
Istri diperintahkan untuk mengikuti suami dan mentaatinya atas dasar karena Allah
SWT. Untuk itu, suami juga bisa melakukan seperti tidak mesetebuhi istrinya ketika
istrinya tidak taat atau berbuat yang melanggar batasnya. Hal ini tentu akan berdampak
kepada keharmonisan. Untuk itu, agar keluarga bisa terjalin dengan baik maka seorang
istri bisa melakukan hal ini, sebagai bagian dari kewajibannya.

3. Berbuat Kebaikan dalam Keluarga

ََ ‫َم َما َٱ ۡكتس ۡبنَ َو ۡسَلهواْ َٱ‬ ٞۖ


َ‫ّلل َ ِّمن‬ ِّ ‫يب‬
ٞ ‫ص‬ِّ ‫َم َما َٱ ۡكتسبهوَاْ َو ِّللنِّسا ِّء َن‬
ِّ ‫يب‬
ٞ ‫ص‬ِّ ‫ ِّل ِّلرجا ِّل َن‬...
َ َ٣٢َ‫ّللَكانَ ِّب هك ِّلَش ۡيءٍ َع ِّل ٗيما‬ ۡ ‫ف‬
ََ ‫ض ِّل ِّهۦََ ِّإ َنَٱ‬
Artinya: ”Bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi
mereka wanita ada bagian dari apa yang mereka usahakan. “ (QS An-Nisa’ ayat ke
32)
Apa yang dilakukan wanita dalam keluarga hakikatnya adalah melakukan kebaikan
untuk dirinya sendiri. kebaikan seseorang adalah bagian dari usaha orang itu sendiri.
Untuk itu, tidak menjadi kerugian jika wanita melakukan hal-hal kebaikan untuk
keluarganya apalagi jika memang ditujukan untuk keluarga.

28
4. Menjaga Aurat

َ‫َزينت هه َن‬ ِّ ‫ص ِّر ِّه َن َوي ۡحف ۡظن َفه هروج هه َن َوَل َيه ۡبدِّين‬ َٰ ‫َم ۡن َأ ۡب‬
ِّ ‫ضن‬ ۡ ‫ض‬ ‫ت َي ۡغ ه‬ ِّ ‫وقهل َ ِّل ۡل هم ۡؤ ِّم َٰن‬
َ‫َزينت هه َن َ ِّإ ََل‬ ٞۖ ۡ ‫ا َو ۡلي‬ٞۖ ‫َم ۡنه‬ ِّ ‫ِّإ ََل َما َظهر‬
ِّ ‫ض ِّر ۡبن َ ِّب هخ هم ِّر ِّه َن َعل َٰى َ هجيهو ِّب ِّه َن َوَل َيه ۡبدِّين‬
َ‫نَأَ ۡوَءابا ِّءَبهعهولتِّ ِّه َنَأ ۡوَأ ۡبنائِّ ِّه َنَأ ۡوَأ ۡبنا ِّءَبهعهولتِّ ِّه َنَأ ۡوَإِّ ۡخ َٰونِّ ِّه َن‬ ََ ‫ِّلبهعهولتِّ ِّه َنَأ ۡوَءابائِّ َِّه‬
َ‫أ ۡوَبنِّيَ ِّإ ۡخ َٰونِّ ِّه َنَأ ۡوَبنِّيَأخ َٰوتِّ ِّه َنَأ ۡوَنِّسائِّ ِّه َنَأ ۡوَماَملك ۡتَأ ۡي َٰمنه هه َنَأ ِّوَٱل َٰت َ ِّب ِّعينََغ ۡي ِّر‬
َ‫َء َوَل‬ِّٞۖ ‫ت َٱلنِّسا‬ ِّ ‫ل َٱلَذِّينَ َل ۡم َي ۡظه هرواْ َعل َٰى َع ۡو َٰر‬ َِّ ‫لط ۡف‬ َِّ ‫أ ه ْو ِّليَٱ ۡ ِّإل ۡرب َِّة َ ِّمنَ َٱ ِّلرجا‬
ِّ ‫ل َأ ِّو َٱ‬
َ‫ّللِّ َج ِّميعا َأيُّه‬ ََ ‫َزينتِّ ِّه َن َوتهوبهواْ َ ِّإلى َٱ‬ ِّ ‫َمن‬ ِّ ‫ض ِّر ۡبن َ ِّبأ ۡر هج ِّل ِّه َن َ ِّليهعۡ لم َما َيه ۡخ ِّفين‬ ۡ ‫ي‬
َ َ٣١َ‫ٱ ۡل هم ۡؤ ِّمنهونََلعلَ هك ۡمَت ه ۡف ِّل هحون‬

Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan


pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-
laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki,
atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita)
atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung. “ (QS An-Nuur : 31)
Wanita berkewajiban untuk menjaga auratnya, tidak boleh memperlihatkannya apalagi
jika mengundang atau memancing pada laki-laki yang bukan suaminya. Untuk itu,
wanita harus bersikap hormat terhadap dirinya sendiri.

5. Tidak Bersikap Jahiliah

29
ََٰٞۖ ‫وق ۡرنََفِّيَبهيهوتِّ هك َنَوَلَتب َر ۡجنَتب ُّرجَٱ ۡل َٰج ِّه ِّليَ َِّةَٱ َۡلهول‬
...َ‫ى‬
Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (QS. Al Ahzab: 33).
Wanita muslimah sebagai istri juga berkewajiban untuk menjaga dirinya dan
rumahnya. Orang-orang jahiliah memiliki kebiasaan untuk bersikap berlebihan dalam
berdandan. Apalagi mereka tidak dapat menjaga kehormatan diri nya sebagai wanita di
luar rumah. Untuk itu wanita muslimah berkewajiban untuk menjaga dirinya salah
satunya tidak bersikap sebagaimana orang-orang jahiliah.

َ‫ضَو ِّبماَأنفقهواَْ ِّم ۡن‬ ََ ‫لَق َٰ َو همونَعلىَٱلنِّسا َِّءَ ِّبماَفضَلَٱ‬


ٖ ۡ‫ّللهَبعۡ ض هه ۡمَعل َٰىَبع‬ َ‫ٱ ِّلرجا ه‬
...َ‫ّلله‬
ََ ‫بَ ِّبماَح ِّفظَٱ‬ َٰ
ِّ ‫ت َِّل ۡلغ ۡي‬ٞ ‫َح ِّفظ‬ ٌ ‫ص ِّل َٰحتهََ َٰقنِّ َٰت‬
َٰ ‫ت‬ َ َٰ ‫أمۡ َٰو ِّل ِّه ۡمَفَٱل‬
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. Sebab itu maka perempuan yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka)”. (QS. An-Nisa` : 34)
Laki-laki setelah menikah, tentu saja menjadi tambahan kewajiban. Ia bukan
hanya sekedar mengurus dirinya sendiri atau keluarganya saja, melainkan kewajiban
terhadap istrinya, terhadap anak-anaknya, dan juga terhadap lingkungannya. Selain itu,
laki-laki dalam islam juga adalah sebagai pemimpin atau imam bagi keluarganya.
Tentu saja hal tersebut menjadi kewajiban laki-laki yang harus dipenuhi. Untuk itu,
berikut adalah kewajiban laki-laki setelah menikah, sesuai dengan landasan islam.

2.4.7. Kewajiban Laki Laki Setelah menikah

1. Menjadi Imam Bagi Keluarga


Sebagaimana disampaikan pada ayat di atas, laki-laki adalah pemimpin dan imam bagi
keluarga yang dia bangun. Untuk itu, tugas imam adalah menjadi pengatur, pengelola,
contoh, bagi anak-anak dan istrinya. Laki-laki harus dapat menjadi komando atau
nahkoda bagi keluarga yang ia bina. Anak-anak dan istrinya adalah sebagai anggota
keluarga, yang berperan dalam pembangunan keluarga. Untuk itu, seorang laki-laki
yang sudah menikah harus dapat mengelola hal tersebut agar menjadi keluarga yang
sakinah mawaddah wa rahmah.

2. Sebagai Suami

30
Laki-laki yang sudah menikah, berarti berstatus sebagai suami dari seorang istri. Untuk
itu, ia berkewajiban untuk memberikan nafkah batiniah berupaka kebutuhan cinta dan
kasih sayang. Ia harus dapat menjadi tempat kesejukan, pendidikan bagi istri, dan
membantu pemecahan masalah keluarga. Suami yang baik tidak akan menghardik,
membentak, atau bersikap keras terhadap istrinya.

3. Memberikan Nafkah
Laki-laki juga bertugas untuk memberikan nafkah bagi keluarganya. Laki-laki bertugas
untuk dapat menghidupi, memiliki ekonomi, untuk dapat menghidupi keluarganya.
Seorang wanita tidak memiliki kewajiban, untuk itu wanita memiliki kewajiban untuk
mengandung, dan memberikan pendidikan utama pada anak. Nafkah ini tentu hal yang
sangat penting dan mendasar dalam kehidupan rumah tangga. Untuk itu, laki-laki
sangat berkewajiban untuk dapat memenuhinya.

4. Menjadi Orang Tua


Seorang laki-laki tidak hanya bertugas mencari nafkah saja. Walaupun ia sebagai laki-
laki, turut membesarkan dan mendidik anak-anak adalah tugas yang juga harus dipikul.
Ia harus dapat memberikan sosok ayah dan menjadi teladan bagi anak-anaknya kelak.
Bagaimanapun juga, seorang anak membutuhkan sosok yang lengkap yaitu ayah dan
ibu

5. Menjadi Khalifah fil Ard


ٞۖ
َ‫ضَخ ِّليف ٗةَقالهواَْأت ۡجعلهَفِّيهاَمنَيه ۡف ِّسد ه‬َ ِّ ‫لَفِّيَٱ َۡل ۡر‬ٞ ‫و ِّإ َۡذَقالَربُّكَ ِّل ۡلم َٰلئِّك ِّةَ ِّإنِّيَجا ِّع‬
َ‫كَقالَ ِّإنِّيَأ ۡعل همَماََلَتعۡ ل همون‬ٞۖ ‫ِّسَل‬ ‫فِّيهاَوي ۡس ِّفكه َٱلدِّماءََون ۡح هنَنهس ِّب هحَ ِّبح ۡمدِّكَونهقد ه‬
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah : 30)
Laki-laki juga bertugas untuk menjadi seorang khalifah fil Ard. Ia bertugas untuk
menjadi seorang hamba Allah yang menjalankan misi kehidupan di muka bumi dan
memberikan manfaat yang besar bagi lingkungannya. Untuk itu, hal ini menjadi misi
utama manusia. Laki-laki beriman akan menjadikan semua tugasnya dalam kerangka
khalfiah fil ard.
Tujuan khalifah fil ard ini adalah seperti:

31
 Mencari Nafkah untuk Kesejahteraan Keluarga, sekaligus sebagai lahan ibadah dan
pahala untuk membangun masyarakatnya lewat karir yang ia bangun
 Membesarkan anak-anaknya untuk menjadi anak-anak yang kelak bermisi khalifah fil
ard, meneruskan ayah dan ibunya dengan baik
 Menjadi suami yang baik, agar tercipta keluarga sakinah mawaddah dan rahmah,
karena pembangunan keluarga adalah awal dari pembangunan masyarakat
 Menjalankan kehidupan pribadi dan rumah tangganya berdasarkan rukun islam , rukun
iman , Fungsi Iman Kepada Kitab Allah, Fungsi Iman Kepada Allah SWT, dan Fungsi
Al-quran Bagi Umat Manusia.

32
DAFTAR PUSTAKA

Al-Humaid, Syaikh Shalih Ibn Abdullah Ibn. 2001. RUMAHKU SORGAKU,


MENCIPTAKAN KELUARGA ISLAMI UNTUK MENGGAPAI RIDHA ILAHI. Solo:
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta.[Buku]
Nurhayati, Agustina. 2011. PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF
ALQURAN.[Artikel].
Kementrian Agama. 2015. Buku Siswa “Fikih”. Jakarta: Kementrian Agama
[Buku]
Razzaq, Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir. 2012. Panduan Lengkap
Nikah Dari A Sampai Z. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir [Buku]

33

Anda mungkin juga menyukai