Anda di halaman 1dari 14

HUKUM BUDAYA PRIMBON JAWA DALAM MENENTUKAN

PERNIKAHAN DI KALANGAN UMAT ISLAM JAWA

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Masailul Fiqhiyah
Yang diampu oleh Prof. Dr. Kasuwi Saiban M.Ag.

Oleh:

Intan Chasbiyah

2017.77.01.914

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’HAD ALY AL-HIKAM


MALANG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Oktober 2019
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………..

B. Rumusan Masalah………………………………………………..

C.Tujuan…………………………………………………………….

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nikah………………………………………………

B. Syarat-Syarat Nikah……………………………………………

C. Tinjauan Hukum Budaya Primbon jawa……………………….

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam sebagai agama yang mulia dan juga sempurna yang telah menyebar
luas melalui Baginda agung Nabi Muhammad SAW yang di dalamnya terdapat
ilmu-ilmu Allah SWT dan hukum-hukum yang mengatur semua tentang
kehidupan manusia di bumi agar sesuai dengan syariat agama. Pernikahan dalam
agama islam mmiliki tujuan yang sangat penting dan mulia, yakni menanti
lahirnya generasi baru yaitu keturunan.

Berdasarkan kenyataan manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam


masyarakat. Manusia sejak lahir sampai meninggal tidak pernah hidup sendiri.
Manusia selalu ada dalam lingkungan sosial yang berbeda-beda, dan selalu
berhubungan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Sudah menjadi
kodratnya jika manusia atau makhluk hidup lainnya itu diciptakan secara
berpasang-pasangan. Langit dengan bumi, siang dengan malam, panjang dengan
pendek, hitam dengan putih, dan begitupun dengan manusia yang juga diciptakan
berpasang-pasangan, ada laki-laki pasti juga ada perempuan.

Dalam makalah ini pemakalah akan membahas materi yang berjudul


hukum budaya primbon jawa dalam menentukan perjodohan di kalangan umat
islam jawa.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian nikah?


2. Apa Syarat-Syarat menikah?
3. Bagaimana tinjauan hukum mengenai budaya primbon jawa?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian pernikahan.


2. Untuk mengetahui syarat-syarat menikah.
3. Untuk mengetahui tinjauan hukum mengenai budaya primbon jawa.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nikah

Perkawinan dalam literature fiqih berbahasa arab sering disebut dengan


dua kata, yaitu Nikah (‫ )نكاح‬dan zawaj (‫)زواج‬, kedua kata itu sering dipakai oleh
orang arab.1 Nikah (kawin) menurut arti asli ialah hubungan seksual, tetapi
menurut arti majazi (Mathaporic) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang
menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang perempuan
dan pria.

Nikah artinya perkawinan sedangkan akad adalah perjanjian, jadi nikah


adalah perjanjian suci untuk mengikatkan diri dalam perkawinan antara laki-laki
dan perempuan yang tidak ada hubungan darah. Agar masing-masing dapat
menikmati kebahagiaan dunia maupun akhirat untuk membentuk keluarga yang
berdasarkan kasih sayang dan ketentraman (sakinah mawadah warrohmah) dan
juga untuk membangun masyarakat yang bersih.

Dalam pandangan islam disamping perkawinan itu sebagai perbuatan


bersih, menikah juga merupakan sunnah Allah dan Sunnah Rasul. Sunnah Allah,
berarti menurut qodrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini. sedangkan
Sunnah Rasul berarti suatu tradisi yang ditetapkan oleh Rasul untuk dirinya
sendiri dan untuk umatnya.

Sifat sebagai Sunnah Allah dapat dilihat dari rangkaian ayat-ayat sebagai
berikut, pertama, Allah menciptakan makhluk ini dalam bentuk berpasang-
pasangan, Firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat ayat 49 :

⁾٤٩⁽ ‫كل شىء خلقنا زوجني لعلّكم تذ ّكرون‬


ّ ‫ومن‬

1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta : Penada Media, 2006), hlm.
35.
Artinya: “ Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah”.2
Kedua, secara khusus pasangan itu disebut laki-laki dan perempuan dalam
surat an-Najm ayat 45:

⁾٤٥⁽ ‫الزوجني ال ّذكر واأل نثى‬


ّ ‫وأنّه خلق‬

Artinya: “Dan bahwasanya Dia-lah yang menciptakan berpasang-pasangan pria


dan wanita”.
Ketiga, laki-laki dan perempuan itu dijadikan berhubungan dan saling melengkapi
dalam rangka menghasilkan keturunan yang banyak. Hal ini disebutkan oleh
Allah dalam al-Quran surat an-Nisa’ ayat 1:

ً‫وبث منهما رجاال‬


ّ ‫وحدة وخلق منها زوجها‬
ٕ ‫يأيّها النّاس اتّقوا ربّكم الّذى خلقكم ّمن نّفس‬

⁾١ ⁽ ً‫كثريا ونسٓاءً واتّقوا اهلل الّذى تساَءلون به واألرحام ا ّن اهلل كان عليكم رقيبا‬
ً

Artinya: “ Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada tuhanmu yang telah


menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan
pasangannya (hawa) dari (diri)nya dan dari keduanya Allah
memperkembangbiakkan perempuan dan laki-laki yang banyak. Bertaqalah
kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah)
hubungan kekeluargaan sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu”.3
Keempat, perkawinan itu dijadikan sebagai salah satu ayat-ayat atau tanda-tanda
dari kebesaran Allah dalam surat ar-Rum ayat 21:

‫ود ًة ا ّن ىف ذلك األ يت‬


ّ ‫ومن ءايته ان خلق لكم ّمن انفسكم ازواجاً لتسكنوا اليها وجعل بينكم ّم‬
⁾٢١⁽ ‫لّقوم يتف ّكرون‬

2
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-quran dan terjemahan, (Jakarta : 1978), hlm. 862.
3
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan terjemahnya, (Depok : Rabita, 2016),
hlm. 77.
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramumrasa kasih dan
sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tand
(kebsaran Allah) bagi kaum yang berfikir.4

Pernikahan salah satu sunnahtullah yang umum berlaku kebanyakan


makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Pernikahan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk
beranak, berkembang biak, kelestarian hidupnya, setelah masing-masingpasangan
siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan
yaitu membentuk keluarga yang tenteram berdasarkan kasih sayang.

Manusia adalah makhluk yang lebih dimuliakan dan diutamakan Allah


dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain. Allah telah menetapkan adanya
aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan aturan yang tidak boleh
dilanggar, orang tidak boleh berbuat semuanya seperti seleranya, atau seperti
tumbuhan-tumbuhan yang kawin lewat perantara angina. Karena Allah telah
memberikan batas dengan peraturan-peraturannya, yaitu dengan syariat yang
terdapat dalam al-Quran dan Sunnah Rasulnya dengan hukum-hukum pernikahan.

B. Syarat-Syarat Menikah.

Syarat adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya
suatu pekerjaan (ibadah). Adapun syarat sah dalam pernikahan sebagai berikut:5

1. Calon Suami

Seorang calon suami yang akan menikah harus memenuhi syarat-


syarat sebagai berikut:

a) Bukan mahram dari calon istri

4
Kementerian Agama Republik Indonesia…, hlm. 406.

5
Al-Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), 67-68.
b) Tidak terpaksa (atas kemauan sendiri)
c) Jelas orangnya (bukan banci)
d) Tidak sedang ihram haji

2. Calon istri
Bagi calon istri yang akan menikah juga harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
a) tidak bersuami
b) bukan mahram
c) tidak dalam masa iddah
d) merdeka (atas kemauan sendiri)
e) jelas orangnya
f) tidak sedang ihram haji

3. Wali
Untuk menjadi seorang wali dalam sebuah pernikahan, harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) laki-laki
b) dewasa
c) waras akalnya
d) tidak dipaksa
e) adil
f) tidak sedang ihram haji

4. Ijab Kabul
Ijab adalah sesuatu yang diucapkan oleh wali, sedangkan Kabul ialah sesuatu
yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikn oleh dua orang saksi.
5. Mahar
Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon
mempelai wanita, baik dalam bentuk barang atau jasa yang tidak
bertentangan dengan hukum islam.6Fuqoha’ sependapat bahwa maskawin
itu termasuk syarat sahnya nikah dan tidak boleh diadakan persetujuan
untuk meniadakannya.7

C. Tinjauan Hukum Budaya Primbon Jawa.

Orang islam jawa yang masih mengunakan primbon sebagai


pedoman untuk melakukan sesuatu hajatan beranggapan bahwa mereka
diberikan akal pikiran sehingga nasib mereka juga tergantung pada usaha
mereka sendiri untuk bersungguh-sungguh dalam berusaha (Ikhtiar) dan
diiringi dengan doa sehingga dapat mengupayakan taqdir muallaq mereka.

Dalam kajian primbon pernikahan, orang jawa menjadikannya


primbon sebagai way of life atau pandangan/ pedoman hidup. Prosesi
perjodohan dan pernikahan adat jawa bisa dikatakan sangat rumit, karena
terdapat banyak perhitungan yang dijadikan sebagai dasar/ prinsip dalam
pelaksanaanya. Perhitungan-perhitungan tersebut menggunakan
penggabungan antara hari dan neptu/pasaran.

Pandangan yang demikian menurut ushul fiqh disebut ‘Urf (adat Istiadat).
Kata ‘Urf secara etimolog atau bahasa berarti “sesuatu yang dipandang baik
dan diterima oleh akal sehat”. Sedangkan secara terminologi atau istilah,
seperti dikemukakan Abdul Karim Zaidan, istilah ‘Urf berarti: “sesuatu yang
tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan
menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan.

6
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta : Akademika Pressindo, 1992)
7
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, terj. Imam Ghazali Sa’id Ahmad
Zaidun, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), 432.
Dasar para ulama’ menerima ‘Urf sebagai landasan hukum yaitu dalam al-
Quran surat al-A’raf ayat 199:

⁾١٩٩⁽ ‫خذ العفو وأمر بالعرف وأعرض عن اجلهلني‬

Artinya: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang


ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”.

kata al-‘Urfi dalam ayat tersebut, dimaksudkan kepada umat


manusia disuruh mengerjakannya, oleh para ulama’ ushul fiqh dipahami
sebagai sesuatu yang baik dan telah menjadi kebiasaan masyarakat. Pada
dasarnya, syari’at islam dari masa awal banyak menampung dan mengakui
adat atau tradisi yang baik dalam masyarakat dalam catatan selama tradisi itu
tidak bertentangan dengan al-Quran dan Sunnah Rasulullah. Kedatangan
islam bukan menghapuskan sama sekali tradisi yang telah menyatu dengan
masyarakat, namun secara selektif ada yan diakui dan dilestarikan serta ada
pula yang dihapuskan.

Dalam kaidah pokok fikih mazhab Syafi’I juga dijelaskan mengenai adat,
yaitu kaidah

‫العادة حم ّكمة‬

“Adat (dipertimbangkan didalam) menetapkan hukum”

Dasar hukum adalah hadits nabi yang berbunyi “sesuatu yang dianggap
baik oleh kaum muslimin adalah buruk disisi Allah”. Tetapi hadits ini tidak
ditemukan sanadnya sampai kepada Rasulullah, baik dalam kitab hadits yang
sahih bahkan juga tidak ada dalam hadits dhaif. Dan pada akhirnya
ditemukan bahwa itu bukanlah merupakan sebuah hadits, melainkan hanya
merupakan ucapan Abdullah bin Mas’ud yang diriwayatkan oleh Ahmad
dalam kitabnya yang bernama “Al-Masnad”.8

8
Jalaluddin Abdurrahman A.S, Lima Kaidah Pokok Dalam Fikih Mazhab Syafi’I, (Surabaya : Bina
Ilmu, 1986), hlm.163.
Sedangkan dalam islam prosesi pernikahan tidak mengenal hal
demikian. Prinsip-prinsip dalam islam yang perlu diperhatikan agar
perkawinan itu benar-benar berarti dalam hidup manusia melaksanakan
tugasnya mengabdi kepada Tuhannya (Khaliq), diantaranya:

1. Memenuhi dan melaksanakan perintah Agama.

Maksudnya, pernikahan merupakan sunnah Nabi yang


berarti bahwa melaksanakan pernikahan pada hakikatnya melaksanakan
ajaran agama.

2. Kerelaan dan Persetujuan.

Sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang
hendak melangsungkan pernikahan itu ialah ikhtiyar (tidak dipaksa). Untuk
kesempurnaan itulah perlu adanya Khitbah atau peminangan yang
merupakan satu langkah sebelum mereka melakukan pernikahan, sehingga
semua pihak dapat mempertimbangkan apa yang akan mereka lakukan.

3. pernikahan untuk selamanya.

Tujuan pernikahan antara lain untuk dapat keturunan dan untuk


ketenangan. Ketentraman dan cinta serta kasih sayang. Kesemuanya ini
dapat dicapai hanya dengan prinsip bahwa pernikahan adalah untuk
selamanya, bukan hanya dalam waktu tertentu saja.

4. Suami sebagai penanggung jawab umum dalam rumah tangga.

Dalam hukum islam, tidak selamanya wanita dan pria mempunyai


hak dan kewajiban yang sama. Adakala wanita lebih besar hak dan
kewajibannya dari pria, begitu pula sebaliknya.

Jadi, penggunaan primbon dalam hal ini menurut hukum islam itu
dilihat dari niat pelakunya. Apabila orang yang menggunakan
perhitungan primbon tersebut mendasarka niatnya kepada selain Allah,
maka perbuatan tersebut dinamakan Thiyarah/Tathayyur yang termasuk
kepada pebuatan syirik atau menyekutukan Allah. Namun apabila
mendasarkan niatnya kepada Allah dan meyakini bahwa segala sesuatu
berkah ataupun musibah itu datangnya hanya dari Allah, maka perbutan
tersebut diperbolehkan.

Masyarakat Muslim jawa yang telah terbiasa menggunakan


primbon dalam pernikahan harus tetap berkeyakinan bahwa yang
menentukan semuanya adalah Allah SWT. Sedangkan fenomena-
fenomena yang terjadi berulang-ulang yang kemudian menjadi
kebiasaan hanyalah data sementara bagi kita untuk menentukan langkah
yang harus di ambil, dalam hal ini menentukan waktu pernikahan.

BAB III

KESIMPULAN

Nikah artinya perkawinan sedangkan akad adalah perjanjian, jadi nikah


adalah perjanjian suci untuk mengikatkan diri dalam perkawinan antara laki-laki
dan perempuan yang tidak ada hubungan darah. Agar masing-masing dapat
menikmati kebahagiaan dunia maupun akhirat untuk membentuk keluarga yang
berdasarkan kasih sayang dan ketentraman (sakinah mawadah warrohmah) dan
juga untuk membangun masyarakat yang bersih.

Jadi, penggunaan primbon dalam hal ini menurut hukum islam itu dilihat
dari niat pelakunya. Apabila orang yang menggunakan perhitungan primbon
tersebut mendasarka niatnya kepada selain Allah, maka perbuatan tersebut
dinamakan Thiyarah/Tathayyur yang termasuk kepada pebuatan syirik atau
menyekutukan Allah. Namun apabila mendasarkan niatnya kepada Allah dan
meyakini bahwa segala sesuatu berkah ataupun musibah itu datangnya hanya dari
Allah, maka perbutan tersebut diperbolehkan.

Masyarakat Muslim jawa yang telah terbiasa menggunakan primbon


dalam pernikahan harus tetap berkeyakinan bahwa yang menentukan semuanya
adalah Allah SWT. Sedangkan fenomena-fenomena yang terjadi berulang-ulang
yang kemudian menjadi kebiasaan hanyalah data sementara bagi kita untuk
menentukan langkah yang harus di ambil, dalam hal ini menentukan waktu
pernikahan.

DAFTAR PUSTAKA

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta. Penada


Media.
Kementerian Agama Republik Indonesia. Al-Quran dan terjemahnya.
Depok.Rabita.
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam. Jakarta. Akademika Pressindo.
Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, terj. Imam Ghazali
Sa’id Ahmad Zaidun. Jakarta. Pustaka Amani.
Abdurrahman, Jalaluddin. Lima Kaidah Pokok Dalam Fikih Mazhab Syafi’I.
Surabaya. Bina Ilmu.

B. syarat-syarat sah nikah

C. tinjauan hukum

Anda mungkin juga menyukai