Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“ FIQIH Nikah “

Dosen Pengampun: Saftani Muhammad Ridwan, MA.

KELOMPOK 10

Ayu Annida S – 2022020086

Rafita Manda – 2022020182

UNIVERSITAS HANDAYANI MAKASSAR


FAKUL TAS ILMU KOMPUTER
TEKNIK INFORMATIKA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " FIQIH ISLAM " dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Pernikahan Dalam Islam bagi para pembaca
dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pak Saftani Muhammad
Ridwan, MA. Selaku guru Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 20 September 2022


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah
lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang
manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan,
sesuai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Dalam ilmu pengetahuan, perkawinan memiliki
multi dimensi diantaranya dimensi sosiologis dan psikologis. Secara sosiologis perkawinan
merupakan cara untuk melangsungkan kehidupan umat manusia di muka bumi, karena tanpa
adanya regenerasi, populasi manusiadi bumi ini akan punah. Sedangkan secara psikologis
dengan adanya perkawinan, kedua insan suami dan isteri yang semula merupakan oranglain
kemudian menjadi satu. Mereka saling memiliki, saling menjaga, saling membutuhkan, dan tentu
saja saling mencintai dan saling menyayangi, sehingga terwujud keluarga yang harmonis.
Pernikahan menurut syariat Islam, mempunyai beberapa aspek, diantaranya aspek ibadah, hukum
dan sosial. Dari aspek ibadah, melaksanakan pernikahan berarti melaksanakan sebagian dari
ibadah, yang berarti pula menyempurnakan sebagian dari agama. Dari aspek hukum, pernikahan
yang sesuai dengan syariat Islam merupakan suatu perjanjian yang kuat, yang di dalamnya
mengandung suatu komitmen bersama dan menuntut adanya penunaian hak dan kewajiban bagi
keduanya. Sementara dari aspek sosial, pernikahan bertujuan membentuk keluarga yang
diliputirasa saling cinta dan rasa kasih sayang antar sesama anggota keluarga, yangpada
gilirannya terwujud sebuah komunitas masyarakat yang marhamah, di bawah naungan Allah Swt
yang baldatun tayyibatun warabbun ghafur (Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang
Perkawinan, 2001, hlm.5). Tujuan menikah dalam Islam memiliki arti begitu dalam bagi
AllahSWT dan Nabi-Nya. Sebuah pernikahan bukan hanya menyatukan dua hati dan
menyangkut suatu kesatuan yang luhur dalam berumah tangga saja. Melainkan ada tujuan
menikah dalam Islam yang seharusnya dipahami orang muslim.
B. Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa nikah menurut islam, tujuan, hikmah, dan manfaat?
2. Bagaimana tata cara menikah dan syarat-syaratnya?
3. Bagaimana membangun rumah tangga islami guna membentuk generasi
peradaban?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan penulisannya
adalah sebagai berikut:
1. Memahami makna pernikahan menurut islam, mengetahui tujuan, memahami
hikmah dan manfaatnya.
2. Memahami tata cara menikah dan mengetahui syarat-syaratnya.
3. Memahami membangun rumah tangga islami.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Nikah Menurut Islam, Tujuan, Hikmah, dan Manfaatnya


a. Nikah Menurut Islam
Munafakat berarti perkawinan atau pernikahan. Pernikahan berasaldari kata dasar
nikah. Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang berarti (al-jam’u) atau” bertemu,
berkumpul”. Menurut istilah, nikah ialah suatui katan lahir batin antara seorang laki-laki
dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui akad yang
dilakukan menurut hukum syariat Islam. Dalam kompilasi hukum Islam (KHI) dijelaskan
bahwa perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan
untuk mentaati perintah Allah Swt dan melaksanakannya merupakan ritual ibadah.
Sementara itu, menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974, tentang Perkawinan Pasal 1
dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang kekal dan bahagia
berdasarkan ke- Tuhanan Yang Maha Esa.

b. Tujuan Pernikahan
Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat
manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga
yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan
pernikahan dalam Islam dalam diuraikan sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah).
Ketentraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah merupakan
salah satu cara supaya hidup menjadi bahagia dantentram. Allah SWT
berfirman yang Artinya:” Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri- isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepada-Nya. “(Ar- Rum:21).
2. Membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satucara untuk
membina kasih sayang antara suami, istri dan anak. (QS. Ar- Rum:21) yang
Artinya:” Dan Ia menjadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang’’.
3. Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang syah dan diridhai Allah SWT
4. Melaksanakan Perintah Allah swt. Karena melaksanakan perintah Allah swt
maka menikah akan dicatat sebagai ibadah. Allah SWT, berfirman yang
Artinya: " Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu sukai". (An-Nisa' :3.
5. Untuk memperoleh keturunan yang sah, dimana Allah SWT berfirman yang
Artinya: “Harta dan anak anak adalah perhiasan kehidyupan dunia” (Al-Kahfi:46.)
6. Mengikuti Sunah Rasulullah saw. Rasulullah saw., mencela orang yang hidup
membujang dan beliau menganjurkan umatnya untuk menikah. Sebagaimana
sabda beliau dalam hadist nya yang Artinya: “Nikah itu adalah sunahku, barang
siapa yang tidak senang dengan sunahku, maka bukan golonganku (HR, Bukhori dan
muslim).

c. Hikmah dan Manfaat Pernikahan


Melangsungkan pernikahan tidak hanya sekedar menghalalkan suatu hubungan baik
dari sisi Agama maupun Sosial. Ada Banyak manfaat dari melangsungkan suatu
pernikahan seperti apa yang disampaikan pada sejumlah hadis berikut ini.
1. Menjadikan Hidup Lebih Tenang dan Tentram
“Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu,
dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran
Allah SWT bagi kaum yang berfikir.” QS Ar-Rum ayat 21.
2. Pernikahan jalan terbaik mendatangkan keberkahan
Pernikahan sendiri tidak hanya membantu Anda menjauhi kemaksiatan, tetapi juga
akan mendatangkan keberkahan karena sang suami akan bekerja lebih giat lagi untuk
mencari nafkah yang halal untuk keluarganya. Selain itu Allah juga sudah bersabda
bahwa dengan menikah akan membuat rezeki akan lancar dan berlimpah.
3. Dijauhkan dari perbuatan maksiat
Dengan menghalalkan sebuah hubungan dengan cara menikah, tentu akan
membantu kita terhindar dari perbuatan maksiat yang merupakan perbuatan yang
dibenci Allah. “Wahai para pemuda siapa yang sudah mempunyai kesempatan untuk menikah,
maka nikahlah, karena nikah itu lebih dapat memelihara pandangan dan memelihara kemaluan.”
yang pada dasarnya:
a. Pernikahan merupakan jalan keluar yang paling baik untuk memenuhi
kebutuhan seksual.
b. Pernikahan merupakan jalan terbaik untuk memuliakan anak, memperbanyak
keturunan, melestarikan hidup manusia, serta memelihara nasab.
c. Pernikahan menumbuhkan naluri kebapakan dan keibuan yang menumbuhkan
pula perasaan cinta dan kasih sayang.
d. Pernikahan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam bekerja
karena adanya rasa tanggung jawab terhadap keluarganya.
e. Pernikahan akan mempererat tali kekeluargaan yang dilandasi rasa saling
menyayangi sebagai modal kehidupan masyarakat yang aman dan sejahtera.

2. Tata Cara Menikah dan Syarat-Syaratnya


Dalam perkawinan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Hal itu adalah syaratdan rukun
yang harus dipenuhi. Adapun syarat dan rukun merupakan perbuatan hukumyang sangat
dominan menyangkut sah atau tidaknya perbuatan tertentu dari segi hukum. Kedua kata tersebut
mengandung yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakansesuatu yang harus diadakan.
Diantaranya adalah persetujuan para pihak. Menurut hukumIslam akad (perjanjian) yang
didasarkan pada kesukarelaan kedua belah pihak calonsuami isteri. Karena pihak wanita tidak
langsung melaksanakan hak ijab (penawarantanggung jawab), disyaratkan izin atau meminta
persetujuan sebelum perkawinandilangsungkan, adanya syarat ini berarti bahwa tidak boleh ada
pihak ketiga (yangmelaksanakan ijab) memaksa kemauannya tanpa persetujuan yang punya diri
(calonwanita pengantin bersangkutan). Di masa lampau banyak gadis yang merana kawin
paksadibawah umur.
1. syarat Sah Perkawinan
Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabilasyarat-syarat
tersebut dipenuhi, maka sah perkawinan tersebut dan dalam perkawinan ini akan menimbulkan
kewajiban dan hak bagi suami isteri. Danmereka akan dapat meraih kehidupan dengan bahagia
dalam jalinan kehidupanrumah tangga. Perkawinan dalam ajaran Islam ada aturan yang perlu
dipatuhi olehcalon mempelai serta keluarganya agar perkawinan yang dilakukan sah
secaraagama sehinga mendapatkan rida dari Allah SWT.
a. Syarat calon suami
1. Islam.
2. Baligh.
3. Dalam pasal 7 UUP di Indonesia usia calon Isteri minimal 19 tahun.
4. Bukan lelaki mahram dengan calon isteri. Artinya kedua calon pengantinadalah orang
yang bukan haram dinikahi, baik karena haram untuksementara maupun untuk
selama- lamanya.
b. Syarat calon istri
1. Islam.
2. Baligh.
3. Bukan perempuan mahram dengan calon suami seperti yang telah dijelaskan dalam
Al- Qur’an surat An- Nisa’ 23 “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu
yang perempuan,saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara saudaraibumu yang
perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari
saudara- saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara
sesusuan,ibu-ibu isterimu (mertua) ank-anak isterimu yang ada dalam pemeliharaanmu, dari isteri
yang telah kamu campuri, tetapi bila kamubelum menyampuri isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan)
maka tidakberdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anakkandungmu
(menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawina) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang
telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dari ayat tersebut kita dapat memilih bahwa pada ayat tersebut terbagi menjadi
tigahal: karena ada hubungan nasab (larangan ini untuk selama lamanya), larangan
perkawinan karena ada hubungan musaharah (perkawinan), larangan perkawinan karena
susuan.
4. Bukan seorang khunsa (diragukan jenis kelaminnya/ mempunyai kelaminganda).
5. Bukan dalam ihram haji atau umrah.
6. Tidak dalam iddah.
7. Bukan isteri orang.
8. Dalam pasal 7 UUP di Indonesia usia calon istri minimal 16 tahun.
c. Syarat Wali
1. Islam, bukan kafir dan murtad
2. Lelaki
3. Baligh
4. Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
5. Bukan dalam ihram haji atau umrah
6. Tidak fasik
7. Tidak cacat akal pikiran
8. Merdeka
9. Adil.
d. Syarat Saksi
1. Sekurang-kurangnya dua orang
2. Islam
3. Berakal
4. Baligh
5. Laki-laki
6. Memahami kandungan lafal ijab dan qabul
7. Dapat melihat, mendengar dan bercakap
8. Adil
9. Merdeka
Jika yang menjadi saksi itu anak-anak atau orang gila atau orang bisu, atauyang
sedang mabuk, maka perkawinan tidak sah, sebab mereka dipandangseperti tidak ada.
Bagi orang yang buta, tuli atau bisu bisa menjadi saksi asalkanmereka benarbenar mampu
mengenali dan membedakan suara-suara pelaku- pelaku akad, secara yakin dan pasti.
e. Syarat Ijab
1. Pernikahan ini hendaklah tepat
2. Tidak boleh menggunakan sindiran
3. Diucapkan wali atau wakilnya
4. Tidak dikatakan dengan tempo waktu seperti mut’ah (nikah kontrak)
5. Tidak dikatakan taklit (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafadzkan)
6. Harus dilafalkan dengan jelas
f. Syarat Kabul
1. Ucapan mestilah seperti ucapan ijab
2. Diucapkan setelah ijab tanpa terputus sesaat pun.
3. Tidak berkata sindiran
4. Dilafalkan oleh calon suaminya
5. Tidak dikatakan dengan tempo waktu seperti mut’ah
6. Tidak dikatakan taklit (tiada sebutan prasyaratsewaktu ijab dilafadzkan.
7. Menyebut nama calon isteri8.
8. Harus dilafalkan dengan jela.

3. Membangun rumah tangga islami guna membentuk generasi peradaban


Setelah semuanya dilaksanakan sesuai dengan tahapan yang telah di tetapkan, seperti
peminangan dan pelaksanaan akad nikah. Selanjutnya ialah pelaksanaan komitmen yang telah
diikrarkan dalam janji suci pernikahan. Dimana dalam pembuktiannya dengan melaksanakan hak
dan kewajiban masing-masing sebagai pasangan suami istri. Dengan menumbuhkan kesadaran
akan pentingnya norma-norma keluarga kecil yang bahagia yang dilandasi dengan rasa
tanggungjawab, kesukarelaan, nilai-nilai agama, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Keluarga
merupakan pondasi bagi terbentuk masyarakat muslim yg berkualitas. Dalam pembinaan
keluarga dalam Islam, agama memiliki peran yang sangat penting dalam membina keluarga yang
sejahtera. Karena dengan adanya agama dapat menjadikan jawaban atau penyelesaian dari suatu
masalah dalam kehidupan berumah tangga. Karena itu Islam memperhatikan hal ini dgn cara
membina manusia sebagai bagian dari masyarakat di atas akidah yg lurus disertai akhlak yg
mulia.
Bersamaan dengan itu pembinaan individu-individu manusia tidak mungkin dapat
terlaksana dgn baik tanpa ada wadah dan lingkungan yg baik. Dari sudut inilah kita dapat melihat
nilai sebuah keluarga. Dalam Islam terdapat konsep keluarga sakinnah, mawaddah, dan
warrahmah. Dimana yang dimaksud kedalam keluarga sakinah itu sendiri ialah keluarga yang
terbentuk dari pasangan suami istri yang diawali dengan pasangan yang baik, dengan
menerapkan nilai-nilai Islam dalam melakukan hak dan kewajiban berumah tangga serta
mendidik anak dalam suasana yang mawaddah dan warrahmah. Jika masing-masing anggota
keluarga saling memahami dan sadar akan tugas dan kewajiban masing-masing dengan
melaksanakannya maka insyaallah dengan izin Allah akan tercapai keluarga yang sakinah,
mawaddah dan warrahmah. Dalam konteks ke islaman terdapat beberapa hak dan kewajiban
masing-masing suami istri secara umum, antara lain sebagai berikut:
a. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
b. Suami istri wajib saling mencintai, saling menghormati, setia dan member bantuan lahir
batin yang satu kepada yang lain.
c. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik
mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasan.
d. Suami istri wajib memelihara kehormatannya.
e. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan
kepada Pengadilan agama.
f. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap
g. Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1), ditentukan oleh suami istri bersama.
Selain memerhatikan hak dan kewajiban sebagai suami istri islam juga telah
menetapkan kedudukan suami istri dalam kehidupan berumah tangga, dimana
kedudukannya sebagai berikut:
a. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.
b. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukam suami
dalam kehidupan berumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
c. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Oleh karena itu
untuk mewujudkan terbentuknya keluarga yang harmonis dengan prinsip-prinsip
Islam adalah dengan melakukan pembinaan keluarga menurut aturan-aturan yang
telah di gariskan didalam islam dengan sedini mungkin. Insyaallah akan di ridhai
Allah swt.
BAB III
PENUTUPAN

A. KESIMPULAN
Perkawinan atau pernikahan pada dasarnya adalah suatu ikatan yang mengikat dua insan
manusia yang berlainan jenis untuk memenuhi hasrat kebutuhan jasmani dan rohaninya dengan
tujuan membentuk keluarga yang Islami sesuai dengan sunnah Allah swt. dan Rasul.Rukun
perkawinan secara lengkap yaitu adanya calon mempelai laki-laki muslim dan perempuan
muslim, Wali dari mempelai perempuan yang akan mengakadkan perkawinan, Dua orang saksi
yang adil, Ijab-qabul dan Mahar sebagai pemberian mempelai laki-laki kepada mempelai
perempuan pada saat akad pernikahan. Proses pembinaan keluarga dalam islam adalah dengan
menumbuhkan sikap saling mengerti dan memahami antar masing-masing anggota keluarga
dalam melaksanakan hak dan kewajibannya.
Seorang muslim yang telah mempunyai kemampuan secara lahir dan bathin hendaknya
secepatnya untuk menikah. Karena pada dasarnya pernikahan merupakan salah satu cara
seseorang untuk mengindari perbuatan zina dan melindungi sebuah keturunan dari ketidakpastian
masa depannya. Dalam membangun dan membina sebuah keluarga diharapkan memperhatikan
dengan penuh kejelasan terhadap berbagai tugas terpenting dan tujuan berkeluarga menurut
Islam.

B. SARAN
Penulis merekomendasikan beberapa saran kepada masyarakat terutama teman-teman
kelas, diharapkan hendaknya senantiasa selalu berpedoman kepada aturan Islam sebagai
pedoman dalam menjalani kehidupan, seperti dalam proses dalam menuju pernikahan, dan
hendaklah meninggalkan dan tidak mengamalkan tradisi yang bertentangan dengan hukum Islam
itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai