Anda di halaman 1dari 4

Peranan : Korelasi Agama Islam dalam Perkawinan

(Penulis Artikel : Sausan Syah Muz Shofiyya)

Agama secara mendasar dan umum dapat didefinisikan sebagai seperangk aturan dan
peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib (khususnya dengan
Tuhannya), mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan
manusia dengan lingkungannya. Secara lebih khusus, agama dapat didefinisikan sebagai
suatu keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh kelompok atau
masyarakat dalam menginterprestasi dan memberi respons terhadap apa yang dirasakan dan
diyakini sebagai gaib dan suci.

Menurut hukum Islam yang dimaksud dengan perkawinan ialah akad yang
menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta bertolong-tolongan antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara keduanya bukan muhrim. “Tujuan
perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk itu suami isteri perlu
saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materil”.

Perkawinan dalam istilah agama islam disebut dengan nikah ialah suatu akad atau
perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang lakilaki dengan seorang perempuan yang
menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan dasar sukarela dan
kerelaan kedua belah pihak, untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup yang diliput rasa
kasih sayang dan ketentraman dengan cara yang diridhoi oleh Allah SWT.

Dasar pensyariatan nikah adalah Al-Qur’an, Al-Sunnah dan Ijma. Namun sebagian
ulama berpendapat hukum asal melakukan perkawinan mubah (boleh). Pada dasarnya arti
“nikah” adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta
tolong-menolong antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam pertalian suami
isteri. Mengenai dasar hukum tentang nikah, telah diatur dalam AlQur’an surat an-Nur ayat
32.

Peranan agama Islam dalam sebuah perkawinan adalah suatu akad atau suatu
perjanjian yang mengikat seorang laki-laki dan seorang perempuan yang tujuannya adalah
untuk menghalalkan hubungan secara suka rela dan ada kerelaan antara kedua belah pihak.
Dani merupakan satu kebahagiaan dalam hidup berkeluarga yang dilakukan denganpenuh
rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara yang telah di ridhoi oleh Allah
SWT. Hakekat perkawinan sendiri adalah ikatan lahir batin suami isteri untuk hidup bersama
dan memiliki tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera. Dengan adanya
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam agama yang dianutnya,
maka akan memberikan tuntunan dan bimbingan kepada orang yang memeluknya. Agama
akan menuntun ke hal-hal yang baik dan menghindari perilaku tercela. Demikian pula jika
agama dikaitkan dengan perkawinan, maka agama yang dianut oleh masing-masing anggota
pasangan akan memberikan tuntunan dan bimbingan bagaimana bertindak secara baik.
Dengan agama atau kepercayaan yang kuat, keadaaan ini akan dapat digunakan sebagai
benteng yang tangguh untuk menanggulangi perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji.

Dalam perkawinan yang disyariatkan agama Islam mempunyai beberapa segi,


diantaranya adalah:

a. Segi ibadah

Perkawinan menurut agama Islam mempunyai unsur-unsur ibadah.


Melaksanakan perkawinan berarti melaksanakan sebahagian dari ibadahnya dan berarti
pula telah menyempurnakan sebahagian dari agamanya. Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang telah dianugerahi Allah isteri yang shalehah, maka sesungguhnya ia
telah mengusahakan sebahagaian dari agamanya. Maka bertakwalah kepada Allah pada
sebahagian yang lain”. (HR. Thabrani dan Al Hakim dan dinyatakan shaheh dan
sunatnya)

b. Segi hukum

Perkawinan yang menurut disyariatkan agama Islam merupakan suatu


perjanjian yang sangat kuat, sebagaimana Firman Allah SWT: “Bagaimana kamu akan
mengambil harta yang telah kamu berikan kepada bekas isterimu, padahal sebagian dari
kamu telah bercampur (bergaul) dengan yang lain sebagai suami isteri. Dan mereka
(isteri-isteri) telah mengambil dari kamu janji yang sangat kuat”. (QS. An-Nisa: 21)

c. Segi sosial

Hukum Islam memberikan kedudukan sosial yang tinggi kepada wanita (isteri)
setelah dilakukan perkawinan, ialah dengan adanya persyaratan bagi seorang suami
untuk kawin lagi dengan isterinya yang lain, tidak boleh suami mempunyai isteri lebih
dari empat, adanya ketentuan hak dan kewajiban suami dan isteri dalam rumah tangga,
dan sebagainya. Perkawinan dilakukan untuk membentuk keluarga yang dilakukan untuk
membentuk keluarga keluarga yang diliputi rasa saling cinta mencintai dan rasa kasih
sayang antara sesama anggota keluarga. Keluarga-keluarga yang seperti inilah yang
merupakan batu bata, semen, pasir, kapur dan sebagainya dari hubungan umat yang
dicita-citakan oleh agama Islam. Karena itu Rasulullah SAW melarang kerahiban, hidup
menyendiri dengan tidak kawin yang menyebabkan hilangnya keturunan, keluarga dan
melenyapkan umat.

Agama Islam memandang dan menjadikan perkawinan itu sebagai suatu basis suatu
masyarakat yang baik dan teratur sebab perkawinan tidak hanya dipertalikan oleh ikatan
lahir saja tetapi di ikat juga dengan ikatan batin dan jiwa. Menurut ajaran agama Islam
perkawinan itu tidaklah hanya sebagai suatu persetujuan bisa melainkan merupakan suatu
persetujuan suci, dimana kedua belah pihak dhubungkan menjadi pasangan suami isteri atau
saling meminta menjadi pasangan hidupnya dengan mempergunakan nama Allah. Tujuan
dan hikmah perkawinan ialah:

Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan
untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek
kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar
terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam. Tujuan perkawinan ialah untuk
melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman: “ Allah telah menjadikan
dari diri diri kamu itu pasangan suami isteri dan menjadi bagimu dari isteri-isteri kamu itu,
anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah
mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” (An-Nahl:72).

Menurut Islam, kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan,


dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu,
maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami akan terwujud.
Tetapi dalam pandangan islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta akhlaq
seseorang, bukan status sosia, keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat
seseorang baik orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari
keduanya melainkan derajat taqwanya.
Daftar Pustaka

Peranan Agama Dalam Pernikahan - Peran Agama Dalam Keluarga - Peranan Agama Islam
Dalam Keluarga.2017. Palang-Peleng

Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam Kontemporer
Buku Ptertama, (Jakarta: LSIK, 1994), h. 53

Hasballah Thaib dan Marahalim Harahap, Hukum Keluarga Dalam Syariat Islam,
(Universitas Al-Azhar, 2010), h. 4

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan (Undang-Undang


Nomor 1 Tahun 1997, Tentang Perkawinan), (Yogyakarta, 1986), h. 8

Anda mungkin juga menyukai