Hidup bersama pasangan idaman sesungguhnya itu adalah impian bagi semua orang.
Menghabiskan waktu seumur hidup bersama orang yang kita cintai, makan berdua di meja
yang sama setiap hari, menceritakan tentang bagaimana hari ini bersama pasangan setiap hari
adalah anugerah paling indah yang Allah berikan, sehingga sudah banyak yang melakukan
pernikahan di luar sana. Oleh karena itu, hampir setiap pasangan laki-laki dan perempuan
ingin sekali untuk mewujudkan suatu pernikahan yang di mana pernikahan bisa membuat
kedua pasangan hidup bersama. Terlebih lagi suatu pernikahan akan lebih bahagia ketika
Di dalam islam, pernikahan itu bukan hanya sekedar membahas tentang hubungan pria
dan wanita yang diakui secara sah menurut agama maupun hukum negara,dan bukan hanya
saja kebutuhan biologis, kebutuhan finansial, tetapi pernikahan dalam Islam sangat erat
kaitannya dengan kondisi jiwa manusia, kerohanian (lahir dan batin), nilai-nilai kemanusian,
Tidak hanya itu, pernikahan dalam pandangan Islam merupakan kewajiban dari
kehidupan rumah tangga yang harus mengikuti ajaran-ajaran keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah. Hal ini senada dengan yang tercantum di dalam Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi “perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.”
Mengapa Islam mensyariatkan Pernikahan? Sebagaimana dalam Q.S. Adz – Dzariyat
ayat 49 yang artinya berbunyi, "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan
Dan juga dalam Q.S. Yasin ayat 36 yang artinya berbunyi, “Mahasuci (Allah) yang
oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”
Maka dari itu, perkawinan atau pernikahan bisa dikatakan sebagai salah satu perilaku
manusia yang baik atau terpuji yang telah diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan
tujuan untuk membuat hidup manusia menjadi lebih baik lagi. Selain itu, pernikahan yang
baik juga bisa membuat hubungan suami istri menjadi lebih harmonis dan kebahagiaan akan
menghampiri.
Pada dasarnya pernikahan bukan hanya menyatukan seorang laki laki dan perempuan
umtuk membangun sebuah rumah tangga yang harmonis agar bisa hidup menua bersama.
Namun ada juga beberapa tujuan yang perlu di perhatikan sebagai umat muslim untuk
membangun sebuah rumah tangga agar pernikahan bisa memberikan kebahagiaan secara lahir
dan batin sekaligus pahala karena telah melakukan suatu ibadah yang sangat dimuliakan
Allah.
Di dalam agama Islam, pernikahan dapat diartikan bahwa suatu perjanjian suci yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang ingin melanjutkan hubungan menjadi hubungan
yang halal atau yang biasa kita sebut yaitu hubungan suami istri. Mereka akan mengikat janji
suci untuk menyatakan bahwasan dari kedua belah pihak sudah siap untuk membangun
rumah tangga. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh seorang ulama, Abdurrahman
Al-Jaziri yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sebuah perjanjian suci yang dilakukan
antara laki-laki dan seorang perempuan dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia.
Dalam hal ini, perjanjian suci pernikahan dapat dinyatakan ke dalam bentuk ijab dan qabul.
Ijab dan qabul yang merupakan bentuk dari perjanjian pernikahan ini harus dinyatakan oleh
satu majelis, baik itu berasal langsung dari pihak yang melangsungkan pernikahan (calon
Pernikahan dalam Islam merupakan salah satu asas hidup yang bisa membuat umat Muslim
menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu, pernikahan bukan hanya menjadi cara untuk
melaksanakan ibadah saja, akan tetapi juga berhubungan dengan membangun kehidupan
rumah tangga dan memilliki keturunan. Bahkan, dengan pernikahan kita menjadi seperti
memiliki keluarga tambahan yaitu dari keluarga pasangan kita sendiri dan pintu silaturahmi
menjadi terbuka lebar karena menjadi lebih mengenal keluarga suami dan keluarga istri,
sehingga antara anggota keluarga yang satu dengan lainnya bisa saling membantu dan saling
Memang pada dasarnya tidak mudah untuk menyatukan dua keluarga yang memiliki
kepribadian yang berbeda-beda dan memiliki pendapat yang berbeda-beda juga, akan tetapi
jika kita menjaga komunikasi antar satu sama lain insyaallah perbedaan pendapat dan lain
sebagainya akan terasa mudah untuk kita lewati, dan tidak akan menimbulkan perpecahan.
Oleh sebab itu, agar tali silaturahmi menjadi lebih erat, maka suami istri dan anggota
keluarga dari kedua belah pihak harus menjaga komunikasi, saling mencintai, saling memberi
kasih sayang, saling mengingatkan agar tidak melakukan kejahatan, dan saling membantu
Menjaga silaturahmi ada di dalam Al-Qaur’an surat An-Nisa ayat 36 yang artinya “Dan
sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba
sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan
membanggakan diri.”
Pernikahan diambil dari kata nikah yang berarti suatu akad perkawinan yang dilaksanakan
berbdasarkan dengan aturan-aturan hukum yang berlaku dan ajaran agama. Sedangkan kata
nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu “An-nikah”. Secara bahasa, “An-nikah” memiliki arti
bersatu, berkumpul, dan berhubungam. Sementara itu, secara definisi pernikahan juga
dijelaskan oleh beberapa ahli ulama yang sering dikenal dengan empat mahzab fikih, yakni
sebagai berikut:
1. Imam Maliki
Ulama dalam mahdzab ini mendefinisikan nikah adalah sebagai akad untuk mendapatkan
kenikmatan seksual dengan anak adam tanpa menyebutkan harga secara pasti sebelumnya.
2. Imam Hanafi
Ulama dalam mahdzab ini mendefnisikan nikah adalah sebagai akad yang berakibat pada
Yang dimaksud dalam pemillikan seks itu adalah kepemilikan laki-laki atas kelamin serta
seluruh tubuh perempuan untuk dinikmati. Sudah tentu kepemilikan ini bukan bersifat hakiki,
Ulama dalam mahdzab ini mendefinisikan nikah sebagai akad yang berdampak akibat
kepemilikan seks
Mahdzab Syafi‟i berpendapat pada dasarnya hukum nikah adalah jaiz (boleh), karena
menikah itu untuk mencari kenikmatan, yang mana dengan kenikmatan itu jiwa merasa
tenang. Maka menikah hukumnya tidak wajib sebagaimana hukum memakai pakaian bagus
4. Imam Hanbali
Ulama dalam mahdzab ini tampak praktis dalam mendefinisikan pengertian dari nikah.
Menurut ulama Hanbaliyah, nikah adalah akad yang diucapkan dengan menggunakan kata
Seseorang yang akan menikah harus memiliki tujuan positif dan mulia untuk membina
keluarga sakinah dalam rumah tangga yang telah ditandai dengan adanya ijab dan qabul.
Dalam Islam, pasti tujuan utama sebuah pasangan mengadakan pernikahan yaitu
melaksanakan perintah Allah, karena dengan itu Insyallah senantiasa akan diberikan rezeki
kebahagiaan oleh Allah. Kebahagiaan ini menyangkut semua hal termasuk rezeki, sehingga
bagi Umat Muslim yang sudah menikah tak perlu khawatir tentang rezeki. Sebagaimana yang
telah kita ketahui bahwasannya rezeki masing-masing kita telah diatur oleh Allah.
Adapun tujuan pernikahan untuk melaksanakan perintah Allah terkandung dalam Al-
Quran Surat An-Nur ayat 32 yang artinya berbunyi, “Dan Nikahlah orang-orang yang
masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari
hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memberikan kemampuan kepada mereka dendan karunia-Nya. Dan Allah maha luas
Selain menjalankan perintah Allah, tujuan menikah selanjutnya yaitu melaksanakan sunah
Rasul. Dengan melaksanakan sunah Rasul, maka seorang hamba akan terhindar dari
perbuatan zina. Tidak hanya terhindar dari zina, seorang hamba yang melaksanakan sunah
Rasul dalam ikatan pernikahan akan mendapatkan pahala, karena itu termasuk dalam ibadah.
Rasulullah, para sahabat keheranan) lalu bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah salah
seorang dari kita melampiaskan syahwatnya terhadap istrinya akan mendapat pahala?’
(seorang suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah ia berdosa? Begitu pula jika
ia bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), dia akan memperoleh pahala,” (HR.
Seperti yang sudah diketahui oleh banyak orang bahwa dengan menikah berarti sama halnya
menjaga kehormatan diri sendiri, sehingga kita bisa untuk tidak melakukan hal-hal yang
dilarang agama Islam. Selain itu, suatu pernikahan bisa membuat diri kita bisa menjaga
pandangan dan terhindar dari perbuatan zina, sehingga kita bisa menjalani ibadah pernikahan
lebih baik. Pada HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dll, berkata “Wahai para pemuda!
nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu
separuh Agama Islam pada dirinya. Dengan kata lain, menambahkan pahala pada seorang
hamba. Dalam hal ini menyempurnakan agama bisa di artikan sebagai menjaga kemalluan
dan perutnya. Seperti yang diungkapkan para ulama, yang pada dasarnya rusaknya agama
Oleh sebab itu, menikah bisa membuat laki-laki dan perempuan (suami istri) bisa menjaga
kemaluan dan perutnya agar terhindar dari perbuatan zina. Dari Anas bin Malik
5. Mendapatkan Keturunan
Setiap umat muslim yang melakukan pernikahan pasti saja memilliki tujuan yaitu memiliki
seorang buah hati yang telah dikaruniai oleh Allah kepada hambanya, dengan harapan
sebagai penerus keluarga dan bangsa. Memiliki keturunan juga dapat menambahkan rezeki
keluarga. Rezeki yang dimaksud disini bukan hanya perihal keuangan, akan tetapi rezeki
kebahagiaan juga dan lain sebagainya rezeki yang akan kita dapatkan ketika memiliki
keturunan. Berapa banyakpun keturunan yang kita miliki, insyaallah ada saja rezekinya
darimanapun itu datangnya. Yang pasti setiap keturunan yang kita miliki sudah mempunyai
rezekinya masing masing dan berbeda beda juga. Selain itu, memiliki keturunan juga bisa
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: ‘Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu
yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat.’,” Riwayat
Bagi pasangan suami istri pasti sangat menginginkan keturunan yang saleh atau shalehah.
Anak yang saleh/shalehah bisa memberikan rezeki kepada orangtuanya. Rezeki itu bisa
dirasakan di dunia ataupun di akhirat nanti setelah orangtua dari anak tersebut
menghembuskan nafas terakhirnya di dunia. Tujuan mendapatkan anak yang saleh ini
terkandung di dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 72 yang artinya; “Dan Allah
menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa
Tujuan utama dalam pernikahan yakni adalah membangun keluarga yang bahagia, sehingga
bisa selalu hidup bersama dan menua bersama hingga menghembuskan napas terakhir. Hidup
selamanya bersama orang yang kita cintai adalah nikmat yang sesungguhnya kita dapatkan
dalam sebuah pernikahan. Terjadinya suatu pernikahan pasti akan membuat seseorang
menjadi lebih bahagia dan hati menjadi tenang. Rasa bahagia dan hati menjadi tenang ini
membuat kehidupan seseorang menjadi lebih tentram. Tujuan pernikahan untuk mendapatkan
jiwa dan kehidupan yang menjadi tentram sudah terkandung di dalam Al-Quran Surah Ar-
Rum ayat 21yang artinya; “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya.”
Dalam Islam, syarat sah pernikahan terdiri dari beberapa hal , diantaranya:
Syarat sah pernikahan pertama adalah calon pengantin, baik itu laki-laki atau perempuan
harus beragama Islam. Apabila salah satu calon mempelai belum beragama Islam, maka
pernikahan tidak akan sah. Oleh sebab itu, jika salah satu calon mempelai belum beragama
Islam, ia harus beragama Islam terlebih dahulu. Maka dari itu jika kalian ingin mencari
pasangan untuk sebuah pernikah yang kalian cari pertama adalah satu agama, Ya walaupun
pada akhirnya sekarang banyak kasus pernikahan dari pasangan yang berbeda agama. Namun
walaupun sudah menikah jika salah satu dari pasangan adalah bukan beragama islam, maka
ketika kalian melakukan hubungan suami istri itu akan jatuhnya berzina yang notabene nya
berzina adalah perbuatan yang Allah larang yang semula ingin mendapatkan pahala dari
Wali akad dalam proses pernikahan ini harus ada karena jika berarti pernikahan menjadi
tidak sah. Dalam agama Islam, untuk memilih wali sudah ada aturannya, sehingga tidak boleh
sembarangan memilih wali akad nikah. Ayah kandung adalah wali nikah utama bagi
mempelai perempuan. Jika, ayah kandung dari perempuan sudah meninggal dunia, maka
calon pengantin perempuan dapat diwalikan oleh kakek, saudara laki-laki seayah seibu, ,
Wali akad nikah tidak boleh seoang perempuan dan harus seorang laki-laki. Hal ini sesuai
dengan hadist:
Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah SAW bahwa perempuan tidak boleh
menikahkan (menjadi wali) terhadap perempuan dan tidak boleh menikahkan dirinya.” (HR.
Apabila dari keturunan nasab tidak ada yang bisa menjadi wali, maka bisa digantikan
3. Bukan Mahram
Pernikahan akan dinyatakan tidak sah, jika kedua mempelai merupakan mahram, mahram
yang dimaksud disini adalah menikahi saudara kandung sendiri, menikahi pasangan sejenis.
Dengan kata lain, pernikahan dapat dilakukan dengan bukan mahram. Dalam hal ini, bukan
mahram merupakan tanda bahwa pernikahan dapat dilakukan karena tidak ada
penghalangnya.
Selain itu, bagi calon mempelai harus mencari jejak dari pasangannya, apakah semasa
kecil diberikan oleh ASI dari ibu yang sama atau tidak. Jika, diberikan oleh ASI dari ibu yang
sama maka hal itu termasuk ke dalam mahram, sehingga pernikahan tidak bisa dilakukan.
Para ulama melarang jika sedang melaksanakan ibadah haji atau ihram untuk melakukan
pernikahan. Para ulama menyatakan hal ini berdasarkan seorang ulama bermazhab Syafi’I
yang terkandung di dalam kitab Fathul Qarib al-Mujib. Di dalam kitab itu disebut bahwa
salah satu larangan haji adalah tidak boleh melaksanakan akad nikah atau wali dalam
pernikahan:
“Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang ketika ihram) yaitu akad nikah. Akad
nikah diharamkan bagi orang yang sedang ihram, bagi dirinya maupun bagi orang lain
(menjadi wali).”
Selain itu, pernikahan tidak boleh dilakukan saat sedang melaksanakan haji juga terdapat
di hadist Bukhari:
Rasulullah bersabda bahwa seorang yang sedang ber-ihram tidak boleh menikahkan, tidak
Terjadinya pernikahan harus didasari atas dasar cinta bukan atas dasar paksaan. Apabila
pernikahan terjadi karena adanya paksaan, maka pernikahan itu bisa saja dinyatakan tidak
sah. Dengan kata lain, suatu proses pernikahan harus berdasarkan keinginan dari calon
Calon pengantin harus terdiri dari laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya
dan calon pengantin perempuan tidak terhalang secara syari’I untuk menikah.
2. Adanya Wali
Bagi calon pengantin perempuan harus dihadiri oleh wali atau wali hakim.
Ketika pernikahan berlangsung harus ada dua orang saksi yang adil atau yang
Ijab diucapkan oleh wali dari calon pengantin perempuan atau yang menjadi
wakilnya.
Calon pengantin laki-laki mengucapkan qabul didepan saksi dan wali dengan penuh
keyakinan.
Nikah menurut 4 mazhab
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Nikah menurut Empat Mahzab?
2. Bagaimana perbedaan hukum, syarat dan rukunnya nikah antara empat mahzab
tersebut?
3. Apa saja perempuan-perempuan yang haram dinikahi dan bagaimana hukumnya
menikahi mertua yang fasid itu?
PEMBAHASAN
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa hukum asal nikah adalah
mubah. Namun, hukum mubah ini bisa tetap mubah dan bisa pula berubah menjadi wajib,
haram,sunnah dan makruh, sesuai dengan situasi serta kondisi. Namun, dalam hal ini, ada
beberapa perbedaan pandangan diantara para ulama dalam memberikan syarat dan kriteria
lima hukum nikah.
a. Wajib
Hukum nikah menjadi wajib apabila terpenuhi empat syarat, yaitu:
1. Ada keyakinan terjadi zina apabila tidak menikah.
2. Tidak mampu berpuasa, atau mampu akan tetapi puasanya tidak bisa menolak
terjadinyazina.
3. Tidak mampu memiliki budak perempuan (amal ) sebagai ganti dari isteri.
4. Mampu membayar mahar dan memberi nafkah.
b. Sunnah Muakkadah
Hukum nikah akan menjadi sunnah muakkadah apabila terpenuhi syarat-syarat
berikut:
1.Ada keinginan menikah.
2. Memiliki biaya untuk mahar dan mampu memberi nafkah.
3. Mampu untuk ijma
c. Haram
Hukum nikah menjadi haram apabila berkeyakinan kalau setelah menikah
akanmemenuhi kebutuhan nafkah dengan jalan yang haram, seperti dengan
berbuat dzalim pada orang lain.
d. Makruh Tahrim
Hukum menikah menjadi makruh tahrim apabila setelah menikah ada
kehawatiranakan mencari nafkah dengan jalan haram.
e. Mubah
Hukum nikah menjadi mubah apabila tujuan menikah hanya ingin
memenuhikebutuhan syahwat saja, bukan karena hawatir akan melakukan zina.
a. Wajib
Hukum menikah menjadi wajib apabila memenuhi tiga syarat, yaitu:
1.Hawatir melakukan zina
2. Tidak mampu berpuasa atau mampu tapi puasanya tidak bisa mencegah
terjadinya zina.
3. Tidak mampu memiliki budak perempuan (amal ) sebagai pengganti isteri
dalam istimta’.
b. Haram
Hukum menikah menjadi haram apabila tidak hawaatir zina dan tidak
mampumemberi nafkah dari harta yang halal atau atau tidak mampu jima’ ,
sementara isterinya tidak ridlo.
c. Sunnah
Hukum menikah menjadi sunnah apabila tidak ingin untuk menikah dan
adakekhawatiran tidak mampu melaksanakan hal-hal yang wajib baginya.
d. Mubah
Hukum menikah menjadi mubah apabila tidak ingin menikah dan tidak
mengharapketurunan, sedangkan ia mampu menikah dan tetap bisa melakukan
hal-hal sunnah.
a. Wajib
Hukum menikah menjadi wajib apabila:
1. Ada biaya (mahar da nafkah)
2. Hawatir berbuat zina bila tidak menikah.
b.Haram
Hukum menikah menjadi haram apabila memiliki keyakinan bahwa dirinya
tidak bisa untuk menjalankan kewajiban-kewajiban yang ada di dalam
pernikahan.
c. Sunnah
Hukumnya menikah menjadi sunnah apabila ada keinginan menikah dan ada
biaya(mahar dan nafkah) dan mampu untuk melaksanakan hal-ha yang ada di
dalam pernikahan
d. Makruh
Hukum menikah menjadi makruh apabila tidak ada keinginan untuk menikah,
tidak ada biaya dan ia hawatir tidak bisa melaksanakan hal-hal yang ada dalam
pernikahan.
e. Mubah
Hukum menikah menjadi mubah apabila ia menikah hanya semata-mata
menurutikeinginan syahwatnya saja.
a. Wajib
Hukum menikah menjadi wajib aoabila ada kehawatiran berbuat zina bila
tidak menikah, baik dia mampu menanggung biayanya (mahar dan nafkah)
maupun tidak.
b. Haram
Hukum menikah menjadi haram apabila menikah di tempat yang sedang
terjadi peperangan.
c. Sunnah
Hukum nikah menjadi sunnah apabila seseorang berkeinginan menikah, dan
juga iatidak hawatir berzina andaikan tidak menikah.
d. Mubah
Hukum menikah menjadi mubah apabila seseorang tidak berkeinginan
menikah.
Rukun adalah sesuatu yang harus ada, dan juga merupakan bagian integral dari
suatuibadah ataupun mu’amalah.Adapun syarat adalah sesuatu yang harus ada, tetapi tidak
termasuk integral dari suatuibadah ataupun mu’amalah, seperti adanya dua saksi dalam nikah
menurut mazhab Hanafi.Berikut adalah rukun dan syarat nikah menurut madzahib al arba’ah.
- Wali
- Pihak laki-laki
- Pihak Perempuan
- Mahar
- Dua saksi
- Pihak laki-laki
- Pihak perempuan
- Dua saksi
-Wali
- Dua saksi.
Telah menjadi hal yang maklum dalam khazanah ilmu fikih,bahwa diantara
syaratnikah yang telah menjdai konsensus (kesepakatan) ulama adalah status perempuan yang
akandinikahi itu harus single (belum bersuami), serta layak halal) untuk dinikahi,lantaran
tidak ada sebab-sebab yang menjadikan haram untuk dinikahi. Secara umum, sebab
yangmenjadikan haram untuk menikah seseorang dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
b. Sebab yang berakibat haram secara temporer (haram dalam jangka waktu, sementara),
yakniselama sebab itu masih ada.
Sebab atau faktor yang berakibat pada haram dinikahi untuk selamanya ada tiga:
Perempuan yang haram untuk dinikahi karena hubungan kerabat ada empat:
Ø Garis nasab orang tua, yakni ibu, nenek dan nasab di atasnya.
Ø Garis nasab anak, yakni anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki atau
perempuan,dan urutan nasab di bawahnya.
Ø Anak dari ayah atau ibu, yaitu semua kerabat perempuan (sanak saudara), baik
saudarakandung, saudara seayah atau seibu.
Ø Anak dari kakek atau nenek, yakni paman dan bibi dari garis ayah atau dari garis ibu.
Perempuan yang haram dinikahi untuk selamanya karena hubungan mertua ada tiga:
Ø Anak perempuan dari istri yang telah di jima’. Artinya ketika istri belum pernah di
jima’ , makaanak perempuan tersebut halal untuk dinikahi.
Ø Orang tua istri dan urutan nasab di atasnya, yakni ibu mertua, nenek dan kerabat di
atasnya,meskipun istri belum di jima’
Ø Setiap perempuan yang pernah dinikahi dan pernah di jima’ oleh ayah.
Seorang perempuan yang haram untuk dinikahi sebab tunggal susuan adalah setiap
perempuan yang diharamkan sebab hubungan nasab.
Sebab atau faktor yang berakibat pada haram menikahi seorang wanita secara temporer,
yaknidalam jangka waktu ketika sebab tersebut belum hilang, ada lima:
a. Mahram, yakni andaikan dua perempuan bersaudara lain jenis, niscaya keduanya
haramuntung saling menikah. Seperti menikah dua perempuan atau lebih mengumpulkan
antara ibudan anak perempuannya dalam satu ikatan pernikahan.
b. Masih menjadi budak. Artinya, tidak boleh seorang perempuan menikahi budaknya,
atauseorang laki-laki menikahi budak perempuanya kecuali telah merdeka.
c. Musyrik,artinya bagi seorang muslim tidak halal menikahi seorang perempuan non-
muslimyang kitab sucinya bukan kitab samãwi sesuai dengan kriteria dalam ilmu fiqih.
d. Perempuan yang telah ditalak tiga (ba’in), artinya seorang suami tidak boleh
melanggengkanikatan pernikahannya dengan seorang istri yang telah ditalak tiga, kecuali
perempuan taditelah dinikahi oleh laki-laki lain.
e. Perempuan yang masih menjadi istri orang lain atau sedang menjalani masa iddah dari
laki-laki lain.
Berikut ada beberapa pendapat dari ulama tentang hukum menikahi mertua dari sebuah
pernikahan yang fasid :
a. Versi Imam Hanafy.
Akibat dari sebuah akad pernikahan yang fasid dan istri belum dijima’ tidak
menyebabkan haram untuk menikahi seorang mertua. Dengan demikian, ketika seorang laki-
laki menikahi seorang perempuan akan tetapi akad nikahnya tidak sah, maka tidak haram
bagi laki-laki tersebut untuk menikahi ibu perempuan yang ia nikahi dengan akad nikah
yangfasid itu.
Salah satu hal yang bisa menyebabkan haram menikahi ibu mertua adalah sebuah
akadnikah yang sah, meskipun belum terjadi jima’. Sedangkan akad nikah yang tidak sah
bisamenetapkan haram menikahi ibu mertua dengan syarat sudah terjadi jima’, meskipun
melalui jalan belakang (lubang dubur)
Faktor yang bisa menyebabkan haramnya menikahi ibu mertua adalah terjadinya
akadnikah yang sah ataupun yang tidak sah. Dengan demikian, akad nikah secara mutlak bisa
menyebabkan haramnya menikahi istri ayah (ibu tiri) dan seterusnya ke atas,begitu
jugaharam menikahi istri anak (menantu) dan seterusnya sampai ke bawah, dan ibu mertua
anak (besan perempuan)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pengertian nikah yaitu melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri
antaraseorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkanhubungan kelamin antara dua
belah pihak, dengan rasa sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan
suatukebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputu rasa kasih sayang.
a. Hukum nikah.
- Wajib-
- Sunnah muakkadah
- Haram
- Makruh takrim
- Mubah
√ Versi Maliki
- Wajib
- Haram
- Sunnah
- Mubah
√ Versi Syafi’i
- Wajib
- Sunnah
- Haram
- Makruh
- Mubbah
√ Versi Hambali
- Wajib
- Sunnah
- Haram
- Mubah
- Wali
- Pihak laki-laki
- Pihak perempuan
- Dua saksi
- Wali
- Pihak laki-laki
- Pihak Perempuan
- Mahar
- Dua saksi
- Wali
- Pihak laki-laki
- Pihak perempuan
- Dua saksi
-Wali
- Dua saksi
3. Masalah Wanita Yang Tidak Sah Untuk Dinikahi Dan Mertua Dalam Nikah Yang Fasid
a. Masalah wanita yang tidak sah untuk dinikahiSebab yang menjadikan haram untuk
menikah seseorang dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
- Sebab yang berakibat haram secara temporer (haram dalam jangka waktu, sementara),
yakniselama sebab itu masih ada.
b. Mertua dalam nikah yang fasidAkibat dari sebuah akad pernikahan yang fasid dan istri
belum dijima’ tidak menyebabkan haram untuk menikahi seorang mertua. Dengan demikian,
ketika seorang laki-laki menikahi seorang perempuan akan tetapi akad nikahnya tidak sah,
maka tidak haram bagi laki-laki tersebut untuk menikahi ibu perempuan yang ia nikahi
dengan akad nikah yangfasid itu.
B. SARAN
Kami sebagai penyusun makalah ini menyarankan agar pembaca makalah ini lebih
mengkajiatau mencari referensi yang relevan apabila dalam penulisan makalah ini kurang
lengkapdalam menjelaskan masalah pernikahan.
C. HARAPAN
Harapan kami sebagai penyusun makalah ini adalah semoga bermanfaat bagi pembaca yang
budiman.