Anda di halaman 1dari 9

PERNIKAHAN

OLEH KELOMPOK 6

Anggota:
1. Tia Yuliasari / PS
2. Heni Nuraeni / PIAUD
3. Nia Tania / PIAUD
4. Dian Nurmala / PIAUD

Daftar isi:
1. Pengertian Pernikahan
2. Tujuan Pernikahan
3. Hukum Pernikahan
4. Konsep Khitbah
5. Macam-macam Pernikahan

1. PENGERTIAN PERNIKAHAN
Secara etimologi (bahasa), nikah berasal dari bahasa Arab al-dhammu yang berarti
“berkumpul.” Sedangkan menurut terminologi fikih (istilah syariat), akad yang menyimpan
makna diperbolehkannya hubungan intim (antara suami-istri) dengan menggunakan lafaz
nikah atau sejenisnya. Dengan kata lain, pernikahan adalah dasar hukum yang melegalkan
hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan.
Di dalam agama Islam, pernikahan dapat diartikan bahwa suatu perjanjian suci yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang ingin melanjutkan hubungan menjadi hubungan
yang halal. Mereka akan mengikat janji untuk menyatakan bahwa sudah siap untuk
membangun rumah tangga. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh seorang ulama,
Abdurrahman Al-Jaziri yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sebuah perjanjian suci
yang dilakukan antara laki-laki dan seorang perempuan dengan tujuan untuk membentuk
keluarga bahagia.
Dalam hal ini, perjannjian suci pernikahan dapat dinyatakan ke dalam bentuk ijab dan
qabul. Ijab dan qabul yang merupakan bentuk dari perjanjian pernikahan ini harus dinyatakan
oleh satu majelis, baik itu berasal dari langsung dari pihak yang melangsungkan pernikahan
(calon suami atau calon istri) atau dapat diwalikan.
Pengertian Pernikahan Menurut Ahli Ulama
Pernikahan diambil dari kata nikah yang berarti suatu akad perkawinan yang dilaksanakan
berbdasarkan dengan aturan-aturan hukum yang berlaku dan ajaran agama. Sedangkan kata
nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu “An-nikah”. Secara bahasa, “An-nikah” memiliki arti
bersatu, berkumpul, dan berhubungam. Sementara itu, secara definisi pernikahan juga
dijelaskan oleh beberapa ahli ulama yang sering dikenal dengan empat mahzab fikih.
1. Imam Maliki
Imam Maliki mengatakan bahwa pernikahan adalah sebuah akad yang dapat mengubah
hubungan seksual seorang perempuan yang bukan mahram, budak, dan majusi menjadi
hubungan seksual yang halal dengan shighat.
2. Imam Hanafi
Imam Hanafi menyatakan bahwa pernikahan adalah seseorang yang mendapatkan hak untuk
melakukan hubungan biologis seksual dengan seorang perempuan. Dalam hal ini, seorang
perempuan itu merupakan perempuan dengan hukum tidak ada halangan sesuai dengan syari’i
untuk dinikahi.
3. Imam Syafi’i
Imam Syafi’i menyatakan bahwa pernikahan adalah suatu akad yang memberikan hak untuk
melakukan hubungan seksual dengan mengucapkan lafadz nikah, tazwij atau lafadz lain
dengan makna yang sama.
4. Imam Hambali
Imam Hambali menngungkapkan bahwa pernikahan adalah sebuah proses terjadinya akad
perkawinan dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dalam lafadz nikah atau kata-kata
yang memiliki persamaan makna.
Setelah mendengarkan ungkapan dari para ahli ulama, maka pernikahan adalah suatu proses
akad perkawinan yang memiliki tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan mengubah
hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang tadinya haram menjadi hubungan
seksual yang halal.

2. TUJUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM


Terjadinya suatu pernikahan yang ditandai dengan adanya ijab dan qabul memiliki beberapa
tujuan. Beberapa tujuan dari pernikahan berdasarkan Al-Quran dan Hadist, yaitu:
1) Melaksanakan Perintah Allah
Dalam Islam, tujuan pertama atau tujuan utama dari pernikahan adalah melaksanakan
perintah Allah. Dengan melaksanakan perintah Allah, maka umat Muslim akan
mendapatkan pahala sekaligus kebahagiaan. Kebahagiaan ini menyangkut semua hal
termasuk rezeki, sehingga bagi Umat Muslim yang sudah menikah tak perlu khawatir
tentang rezeki. Tujuan pernikahan untuk melaksanakan perintah Allah terkandung di dalam
Al-Quran Surah An-Nur ayat 32

Artinya:
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-
orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan.
Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.
Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.
2) Melaksanakan Sunah Rasul
Selain melaksanakan perintah Allah, tujuan menikah berikutnya adalah melaksanakan
sunah Rasul. Dengan melaksanakan sunah Rasul, maka seorang hamba dapat terhindar dari
perbuatan zina. Tidak hanya itu, seorang yang menikah juga mendapatkan pahala karena
sudah melaksanakan sunah Rasul. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa
Rasulullah bersabda:

Artinya:
… Seseorang di antara kalian bersetubuh dengan istrinya adalah sedekah!” (Mendengar
sabda Rasulullah, para sahabat keheranan) lalu bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah salah
seorang dari kita melampiaskan syahwatnya terhadap istrinya akan mendapat pahala?’
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Bagaimana menurut kalian jika ia (seorang
suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah ia berdosa? Begitu pula jika ia
bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), dia akan memperoleh pahala’ (HR.
Bukhari dan Muslim).
3) Mencegah dari Perbuatan Zina
Seperti yang sudah diketahui oleh banyak orang bahwa dengan menikah berarti sama
halnya menjaga kehormatan diri sendiri, sehingga kita bisa untuk tidak melakukan hal-hal
yang dilarang agama Islam. Selain itu, suatu pernikahan bisa membuat diri kita bisa
menjaga pandangan dan terhindar dari perbuatan zina, sehingga kita bisa menjalani ibadah
pernikahan lebih baik.

Artinya:
Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka
menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji
(kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena
shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).
4) Menyempurnakan Separuh Agama
Terlaksananya pernikahan berarti sama halnya dengan menyempurnakan separuh agama
Islam. Dengan kata lain, menikah bisa menambah pahala seorang hamba. Dalam hal ini,
menyempurnakan agama bisa diartikan sebagai menjaga kemaluan dan perutnya. Seperti
yang diungkapkan oleh para ulama bahwa pada umumnya rusaknya suatu agama seseorang
sering berasal dari kemaluan dan perutnya.
Oleh sebab itu, menikah bisa membuat laki-laki dan perempuan (suami istri) bisa menjaga
kemaluan dan perutnya agar terhindar dari perbuatan zina. Dari Anas bin Malik
radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa Rasullah bersabda:

Artinya:
Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya,
bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya. (HR. Al-Baihaqi).
5) Mendapatkan Keturunan
Setiap umat Muslim yang melakukan pernikahan pasti memiliki tujuan untuk memiliki
keturunan dengan harapan dapat menjadi penerus keluarga. Memiliki keturunan akan
menambah kebahagiaan bagi rumah tangga yang sedang dibangun. Selain itu, memiliki
keturunan bisa menjadi bekal pahala untuk suami istri di kemudian hari.

Dari Anas Ibnu Malik radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:

Artinya:
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang kami membujang. Beliau bersabda:
“Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak
aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat.” Riwayat Ahmad. Hadits
shahih menurut Ibnu Hibban.
Tidak hanya memiliki keturunan saja, bagi pasangan suami istri pasti sangat menginginkan
keturunan yang saleh atau salehah. Anak yang saleh bisa memberikan rezeki kepada suami
istri yang telah menjadi orang tua. Rezeki itu bisa dirasakan di dunia atau di akhirat nanti
setelah menghembuskan napas terakhir. Tujuan untuk mendapatkan anak yang saleh ini
terkandung di dalam Al-Quran Surah An-Nahl ayat 72:

Artinya:
Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik.
Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?
6) Untuk Membangun Keluarga yang Bahagia
Tujuan utama menikah lainnya adalah membangun keluarga yang bahagia, sehingga bisa
hidup bersama dan menua bersama hingga menghembuskan napas terakhir. Terjadinya
suatu pernikahan pasti akan membuat seseorang menjadi lebih bahagia dan hati menjadi
tenang. Rasa bahagia dan hati menjadi tenang membuat kehidupan seseorang menjadi lebih
tentram. Tujuan pernikahan untuk mendapatkan jiwa dan kehidupan yang menjadi tentram
sudah terkandung di dalam Al-Quran Surah Ar-Rum ayat 21:

Artinya:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.

3. HUKUM PERNIKAHAN
Karena merupakan kegiatan sakral dan bernilai ibadah, pernikahan memiliki hukum-hukum
yang harus ditaati. Hukum pernikahan ini dilaksanakan berdasarkan kondisi yang terjadi pada
kedua calon pasangan pengantin. Hukum pernikahan dalam Islam dibagi kepada beberapa
jenis, yakni:
1) Wajib, jika baik pihak laki-laki dan perempuan sudah memasuki usia wajib nikah, tidak
ada halangan, memiliki kemauan untuk berumah tangga dan khawatir terjadi zina. Kondisi
seperti ini menjadi wajib untuk segera melangsungkan pernikahan.
2) Sunnah. Menurut pendapat para ulama, sunnah adalah kondisi di mana seseorang memiliki
kemauan dan kemampuan untuk menikah namun belum juga melaksanakannya. Orang ini
juga masih dalam kondisi terhindar atau terlindung dari perbuatan zina sehingga meskipun
belum menikah, tidak khawatir terjadi zina.
3) Haram, ketika pernikahan dilaksanakan saat seseorang tidak memiliki keinginan dan
kemampuan untuk menikah, namun dipaksakan. Nantinya dalam menjalani kehidupan
rumah tangga, dikhawatirkan istri dan anaknya ditelantarkan.
4) Makruh, apabila seseorang memiliki kemampuan untuk menahan diri dari perbuatan zina.
Akan tetapi belum berkeinginan untuk melaksanakan pernikahan dan memenuhi kewajiban
sebagai suami.
5) Mubah, jika pernikahan dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan dan keinginan,
akan tetapi jika tidak pun dia bisa menahan diri dari zina. Jika pernikahan dilakukan, orang
tersebut juga tidak akan menelantarkan istrinya.

4. KONSEP KHITBAH
Di dalam Islam, sebuah proses menuju pernikahan akan melewati tiga tahapan. Pertama
adalah ta’aruf, kemudian khitbah, dan terakhir baru akad nikah. Taaruf adalah sebuah proses
mengenal, sedangkan khitbah adalah salah satu prosesi lamaran dimana pihak dari keluarga
laki-laki berkunjung ke rumah calon mempelai perempuan dengan bertujuan mengajak calon
mempelai perempuan untuk membangun rumah tangga atau menikah.
Menurut penuturan beberapa ulama besar, khitbah digolongkan sebagai pendahuluan dan
persiapan sebelum dilaksanakannya pernikahan. Melakukan khitbah yang mengikat seorang
perempuan sebelum memutuskan untuk menikah hukumnya adalah mubah atau diperbolehkan.
Selama syarat dan ketentuan khitbah bisa terpenuhi sesuai syariat Islam. Khitbah diizinkan di
dalam Islam karena bertujuan untuk mengetahui kerelaan dari pihak perempuan yang akan
dipinang. Sekaligus sebagai proses janji bahwa pihak laki-laki serius akan mempersunting
perempuan tersebut sebagai istri.
Karena perlu dipahami bahwa pernikahan merupakan hal yang sangat sakral dan tidak
dapat dilakukan dengan cara main-main dan tidak mengikuti aturan agama. Oleh karena itu,
berikut ini adalah beberapa syarat yang harus dilakukan sebelum melakukan khitbah.
1) Mengerti dan pernah bertemu atau melihat calon mempelai perempuan
Hal ini memang tidak termasuk ke dalam kewajiban pada proses khitbah. Namun
disarankan untuk melakukannya supaya tidak timbul fitnah maupun masalah di masa
depan.
2) Calon mempelai perempuan sedang tidak di dalam proses khitbah dengan laki-laki
lain
Hal tersebut berdasarkan pada sabda nabi muhammad saw, “seorang laki-laki tidak
diperbolehkan melamar seorang perempuan yang sudah dilamar oleh saudaranya.” (hr.
Ibnu majah)
3) Pihak perempuan diperbolehkan menerima maupun menolak laki-laki yang
melamarnya
Ketika melamar, ada baiknya jika calon perempuan ditanya dan ditunggu jawabannya
terlebih dahulu. Hal ini bertujuan supaya tidak ada paksaan yang terjadi dalam proses
khitbah tersebut.
4) Tidak diizinkan melamar perempuan yang sedang berada di dalam masa iddah
Perempuan yang sedang berada di dalam masa iddah atau baru saja ditinggal mati,
diceraikan oleh suaminya, mempunyai waktu jeda yang tidak diperbolehkan menikah lagi.
Apabila masa iddahnya belum selesai, maka pihak laki-laki harus menunggu dulu dan
dilarang melamarnya secara terus terang.
5) Memilih pasangan yang sesuai dengan ajaran rasulullah
Entah itu laki-laki maupun perempuan harus memilih pasangan yang dilihat dari
agamanya. Baru setelah itu bisa memilih pasangan berdasarkan ketampanan, kecantikan,
keturunan, dan juga hartanya.

5. MACAM-MACAM PERNIKAHAN
Dalam Islam terdapat macam-macam pernikahan yang digolongkan berdasarkan hukum Islam
yang berlaku. Macam-macam pernikahan tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Pernikahan Az Zawaj Al Wajib
Pernikahan Az Zawaj Al Wajib adalah pernikahan wajib yang harus dilakukan oleh individu yang
memiliki kemampuan untuk melakukan pernikahan serta memiliki nafsu biologis (nafsu syahwat),
dan khawatir pribadinya melakukan dosa paling berat dalam Islam yakni perbuatan zina yang dosa
dan dilarang Allah manakala tidak melakukan pernikahan. Untuk menghindari perbuatan zina,
maka melakukan pernikahan menjadi wajib bagi individu yang seperti ini.
2. Pernikahan Az Zawaj Al Mustahab
Pernikahan Az Zawaj Al Mustahab adalah pernikahan yang dianjurkan kepada individu yang
mampu untuk melakukan pernikahan dan memiliki nafsu biologis untuk menghindarkan
pribadinya dari kemungkinan melakukan zina yang dosa. Seorang muslim yang memiliki
kemampuan dalam bidang ekonomi, serta sehat jasmani dalam artian memiliki nafsu syahwat,
maka dia tetap dianjurkan supaya melakukan pernikahan meskipun individu yang bersangkutan
merasa mampu untuk memelihara kehormatan pribadinya.
Dalam suatu hadits, Rasulullah bersabda:
"Dari Abdillah berkata : Rasulullah SAW bersabda kepada kami, "hai para pemuda barang siapa
pribadi kalian mampu untuk melakukan pernikahan maka melakukan pernikahanlah,
sesungguhnya pernikahan itu menundukkan pandangan dan menjaga farji (kehormatan). Dan
barang siapa tidak mampu maka berpuasalah, sesungguhnya puasa itu baginya sebagai penahan.
(pribadiwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Pernikahan)"."
3. Pernikahan Az Zawaj Al Makruh
Pernikahan Az Zawaj Al Makruh merupakan pernikahan yang kurang atau tidak disukai oleh
Allah. Pernikahan ini bisa terjadi karena seorang muslim tidak memiliki kemampuan biaya hidup
meskipun memiliki kemampuan biologis, atau tidak memiliki nafsu biologis meskipun memiliki
kemampuan ekonomi, tetapi ketidakmampuan biologis atau ekonomi itu tidak sampai
membahayakan salah satu pihak khususnya istri. Hal itu terjadi apabila seorang muslim akan
menikah tetapi tidak berniat memiliki anak, juga ia mampu menahan diri dari berbuat zina.
Padahal, apabila ia menikah ibadah sunnahnya akan terlantar.
4. Pernikahan Az Zawaj Al Mubah
Pernikahan Az Zawaj Al Mubah adalah pernikahan yang diperbolehkan untuk dilakukan tanpa ada
faktor-faktor pendorong atau penghalang. Seseorang yang hendak menikah tetapi mampu menahan
nafsunya dari berbuat zina, maka hukum nikahnya adalah mubah. Sementara, ia belum berniat
memiliki anak dan seandainya ia menikah ibadah sunnahnya tidak sampai terlantar.
5. Pernikahan Haram
Pernikahan Haram adalah pernikahan yang berdasarkan hukum Islam haram apabila seorang
muslim menikah justru akan merugikan istrinya, karena ia tidak mampu memberi nafkah lahir dan
batin. Atau jika menikah, ia akan mencari mata pencaharian yang diharamkan oleh Allah padahal
sebenarnya ia sudah berniat menikah dan mampu menahan nafsu dari zina.
Keharaman pernikahan ini sebab pernikahan dijadikan alat untuk mencapai yang haram secara
pasti, sesuatu yang menyampaikan kepada yang haram secara pasti, maka ia haram juga. Jika
seorang muslim melakukan pernikahan tersebut, wanita pasti akan mengalami penganiayaan dan
menyakiti sebab kenakalan laki laki itu, seperti melarang hak hak istri, berkelahi dan menahannya
untuk disakiti, yang kemudian pernikahan tersebut menjadi haram untuknya.
Dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 195, Allah berfirman:

Wa anfiqu fii sabiilillaahi wa laa tulqu bi'aidiikum ilat-tahlukati wa ahsinu, innallaaha yuhibbul-
muhsiniin
Artinya:
"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang berbuat baik."
6. Pernikahan Badal
Pernikahan badal adalah pernikahan tukar menukar istri. Hal ini terjadi karena seorang laki-laki
mengadakan perjanjian untuk menyarahkan istrinya kepada orang lain dan mengambil istri orang
lain tersebut sebagai istrinya dengan memberi sejumlah uang tambahan.
7. Pernikahan Mut'ah
Pernikahan ini terjadi karena seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan memberikan
sejumlah harta dalam waktu tertentu, dan pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu
yang telah di tentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat tinggal.
Pernikahan Mut'ah berasal dari kata tamattu' yang berarti bersenang senang atau menikmati.
Jika pernikahan tersebut ditetapkan syarat hanya sampai waktu tertentu, maka disebut pernikahan
mut'ah. Pernikahan sejenis ini disepakati haramnya oleh empat imam madzhab.
Adapun jika si pria berniat pernikahan sampai waktu tertentu dan tidak diberitahukan di awal pada
si wanita (pernikahan dengan niatan cerai), status pernikahan sejenis ini masih diperselisihkan oleh
para ulama.
Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i memberikan keringanan pada pernikahan sejenis ini.
Sedangkan Imam Malik, Imam Ahmad dan selainnya melarang atau memakruhkannya.
Berdasarkan suatu hadits, Rasulullah bersabda:
"Dari Ali bin Abi Tholib, Ia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah melarang pernikahan mut'ah
dengan perempuan perempuan pada waktu perang khaibar"."
8. Pernikahan Syighar
Suatu pernikahan dianggap sebagai pernikahan syighar apabila seorang laki-laki berkata kepada
laki-laki lain, "Pernikahankanlah aku dengan puterimu, maka aku akan pernikahankan puteriku
dengan pribadimu". Atau berkata, "Pernikahankanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka
aku akan pernikahankan saudara perempuanku dengan pribadimu".
Menurut bahasa, pernikahan syighar diambil dari kata Assyighor yang berarti mengangkat.
Pernikahan ini diharamkan sebab tidak sesuai dengan hikmah atau tujuan menikah seperti firman
Allah dalam Alquran surat Ar Rum ayat 21 yang berbunyi sebagai berikut:

Wa min aayaatihii an khalaqa lakum min anfusikum azwaajal litaskunuu ilaihaa wa ja'ala
bainakum mawaddataw wa rahmah, inna fii zaalika la'aayaatil liqaumiy yatafakkarun
Artinya:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."

KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas pernikahan dapat diartikan bahwa suatu perjanjian suci yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang ingin melanjutkan hubungan menjadi hubungan yang
halal. Mereka akan mengikat janji untuk menyatakan bahwa sudah siap untuk membangun rumah
tangga.Tujuan dari pernikahan itu sendiri yaitu karena perintah Allah, melaksanakan perintah
rosul,mencegah perbuatan zina, agar memiliki keturunan,dan membangun keluarga yang bahagia.

Anda mungkin juga menyukai