Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ahmad Fanani

NIM : 2020080026

Makul : Hadist Ahkam

Dosen : Sawaun,.Alh.I,M.Hum

Abstrak

Pernikahan dalam persepektif Islam

Pernikahan merupakan sunnah nabi yang sangat dianjurkan pelaksanaannya bagi umat islam. Hal
tersebut adalah suatu peristiwa yang fitrah, dan sarana paling agung dalam memelihara keturunan
dan memperkuat antar hubungan antar sesama manusia yang menjadi sebab terjaminnya
ketenangan cinta dan kasih saying. Bahkan Nabi pernah melarang sahabat yang berniat untuk
meninggalkan nikah agar bisa mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada
Allah,karena hidup membujang tidak disyariatkan dalam agama oleh karena itu, manusia
disyariatkan untuk menikah. Dibalik anjuran Nabi kepada umatnya untuk menikah, pastilah ada
hikmah yang bisa diambil. Diantaranya yaitu agar bisa menghalangi mata dari melihat hal-hal yang
tidak di ijinkan syara’ dan menjaga kehormatan diri dari jatuh pada kerusakan seksual. Islam sangat
memberikan perhatian terhadap pembentukan keluarga hingga tercapai sakinah, mawaddah, dan
warahmah dalam pernikahan.

A. Pendahuluan

Pernikahan merupakan sebuah perintah agama yang diatur oleh syariat Islam dan
merupakan satu-satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama Islam. Dari sudut pandang
ini, maka pada saat orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan dia bukan saja memiliki
keinginan untuk melakukan perintah agama (syariat), namun juga memiliki keinginan memenuhi
kebutuhan biologisnya yang secara kodrat memang harus disalurkan.

Dalam kehidupan ini, manusia ingin memenuhi berbagai kebutuhannya, begitu juga
kebutuhan biologis sebenarnya juga harus dipenuhi. Sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, Islam
telah menetapkan bahwa satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan biologis seeorang yaitu
hanya dengan cara pernikahan, pernikahan merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih
mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan ini.

Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa
kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha).

B. Pengertian
Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu (Annikah) adapula yang mengatakan perkawinan
menurut istilah fiqh dipakai perkataan nikah dan perkataan zawaj. Sedangkan menurut istilah
Indonesia adalah perkawinan. Dewasa ini kerap kali dibedakan antara pernikahan dan perkawinan,
akan tetapi pada prinsipnya perkawinan dan pernikahan hanya berbeda dalam menarik akar katanya
saja.
‫عبارة عن العقدالمشهورة المشتمل على االركان والشروط‬

Sebuah ungkapan tentang akad yang sangat jelas dan terangkan atas rukun-rukun dan syarat-syarat.

Arti nikah menurut syari’at nikah juga berarti akad. Sedangkan pengertian hubungan badan
itu hanya metafora saja. Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insan dengan jenis
berbeda yaitu laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad. 1

C. Dasar Hukum Nikah


 Adapun dalil Al-Qur’an mengenai nikah
adalah sebagai berikut :
‫َوِم ْن ٰا ٰي ِتٖٓه َاْن َخ َلَق َلُك ْم ِّم ْن َاْنُفِس ُك ْم َاْز َو اًجا ِّلَتْس ُك ُنْٓو ا ِاَلْيَها َو َجَعَل َبْيَنُك ْم َّمَو َّدًة َّوَر ْح َم ًةۗ ِاَّن ِفْي ٰذ ِلَك ٰاَل ٰي ٍت ِّلَقْو ٍم َّيَتَفَّك ُرْو َن‬
21. Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari
(jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum
yang berpikir.

Kemudian, sesungguhnya nikah dapat di ketahui hukum hukumnya menjadi 5 hukum:

1. Wajib, bagi orang yang mengharapkan keturunan, takut akan berbuat zina jika tidak nikah.

2.Sunah, bagi orang yang mengharapkan keturunan, dan ia tidak takut akan berbuat zina jika tidak
nikah, baik dia ingin atau tidak, meskipun pernikahannya akan memutuskan ibadah yang tidak wajib.

3. Makruh, bagi orang yang tidak ingin menikah dan tidak mengharapkan keturunan,serta
pernikahannya dapat memutuskan ibadah yang tidak wajib.

4. Mubah, bagi orang yang tidak takut melakukan zina, tidak mengharapkan keturunan,dan tidak
memutuskan ibadah yang tidak wajib.

5. Haram, bagi orang yang membahayakan wanita, karena tidak mampu melakukan senggama, tidak
mampu memberi nafkah atau memiliki pekerjaan haram, meskipun ia ingin menikah dan tidak takut
berbuat zina. Pembagian hukum ini juga berlaku bagi seorang wanita, dan menambahi Ibnu Arofah
dengan hukum yang lain di dalam wajibnya nikah bagi wanita yang lemah dalam memelihara dirinya
dan tidak ada benteng lain kecuali nikah.

Didalam pembagian hukum nikah yang lima itu, Syekh Alalamah AlHadari menazhamkannya dalam
bentuk bahar rajaz sebagai berikut:

‫واجب على الذي يخشى الزنا = تزوج بكل حال امكنا‬

”Wajib bagi yang takut berbuat zina # untuk menikah kapan saja waktunya asal memungkinkan”

‫وزيد في النساء فقدالمال= وليسمنفق سوى الرجالس‬

"Nikah wajib bagi wanita, yang tidak memiliki harta # karena tidak ada kewajiban memberi nafkah,
selain bagi pria".

‫وفي ضياع واجب والنفقة= من الخبيث حرمة متفقة‬

"Jika kewajiban (itu) diabaikan, (atau) nafkah istri # dari jalan haram, para ulama sepakat nikah
hukumnya haram".

‫لرا غب اوراجي نسل ينب=وانبه يضيع مااليجب‬

1
Muhammad Yunus Shamad, “Hukum Pernikahan Dalam Islam,” Istiqra’ 5, no. September (2017): 74–77.
"Bagi yang Ingin menikah, atau ingin punya anak, disunahkan untuk menikah # walaupun amal yang
tidak wajib menjadi sia-sia karena nikah".

‫وكره ان به يضيع النفل= وليسل فيه رغبةاونسس‬

"Dan di makruhkan nikah apabila bisa meninggalkan ibadah yang sunah # sedang ia tidak ingin
menikah, dan tidak ingin punya keturunan".

‫وان انتفي سما يقتضي حكما مضي= جاز النكاح با لسوى المرضى‬

"Apabila yang menyebabkan hukum tidak ada # maka nikah atau tidak, maka hukumnya mubah".2

Nikah pada hakikatnya adalah akad yang diatur oleh agama untuk memberikan kepada pria hak
memiliki dan menikmati faraj dan seluruh tubuh wanita itu dan membentuk rumah tangga.

Yang dimaksud hak milik, yang dapat ditemukan hamper di setiap definisi yang disebutkan
fuqaha, ialah milku al-intifa’, yaitu hak milik penggunaan (pemakai) sesuatu benda, karena itu akad
nikah tidak menimbulkan milku ar-raqabah, yaitu memiliki sesuatu benda, sehingga dapat dialihkan
kepada siapapun; juga bukan milku al-manfa’ah, yaitu hak memiliki kemanfaatan sesuatu benda,
yang dalam hal ini manfaatnya boleh dialihkan kepada orang lain.

Dari definisi nikah yang dikemukakan fuqaha dapat Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif Hukum
Islam ditarik kesimpulan:

1. Hak monopoli dalam memiliki kemanfaatan atas istrinya hanya dimiliki oleh suami, karena
selain suaminya haram merasakan kenikmatan itu.
2. Si istri tidak terikat dengan suami, karena ia mempunyai hak untuk dapat melepaskan diri
dari suaminya
3. Faraj (kemaluan) si istri adalah hak miliknya selaku pemilik raqabah dan manfa’at, karena
jika terjadi kekeliruan dalam wati syubhat, maka wajib atas suami tersebut membayar misl
kepada istri, bukan kepada suami.
4. Suami tidak berkewajiban menyetubuhi istrinya, tetapi si istri berkewajiban menyerahkan
faraj (kemaluannya) sewaktu diminta oleh suaminya. Kewajiban suami bukanlah tuntutan
akad, tetapi hanya berkewajiban memelihara moral istri. Jadi kalau si suami sudah
membuktikan kepada istrinya dalam persetubuhan yang pertama kali bahawa ia impoten,
maka hal ini dianggap cukup untuk memenuhi tuntutan istrinya.
Sebagian ulama Syafi’iyah memandang bahwa akad nikah adalah akad ibadah, yaitu
membolehkan suami menyetubuhi istrinya. Jadi bukan akad tamlik bi al-intifa’. Demikian
pula di dalam al-Qur’an dan hadis- hadis Nabi, perkataan “nikah” pada umumnya diartikan
dengan “perjanjian perikatan”3
D. Syarat-syarat dan Rukun Nikah
 Syarat calon pengantin laki-laki dan wanita
Syarat-syarat Bakal Suami : 1) Islam 2) Lelaki yang tertentu 3) Bukan mahram dengan
bakal isteri 4) Bukan dalam ihram haji atau umrah 5) Dengan kerelaan sendiri (tidak sah
jika dipaksa) 6) Mengetahui wali yang sah bagi akad nikah tersebut 7) Mengetahui
bahwa perempuan itu boleh dan sah dinikahi 8) Tidak mempunyai empat orang isteri
yang sah dalam satu masa.

2
Ahmad Bin et al., “ُ ‫ﻌ ( ﻥ ﻭ ﻳُ ﻟ ﺍُ ﺓّ ﺭ ﻗ‬,” n.d.
3
Ahmad Atabik and Koridatul Mudhiiah, “Pernikahan Dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam,” Yudisia 5, no. 2
(2014): 293–94.
 Syarat-syarat Bakal Isteri: 1) Islam 2) Perempuan yang tertentu 3) Tidak dalam keadaan
idah 4) Bukan dalam ihram haji atau umrah 5) Dengan rela hati (bukan dipaksa kecuali
anak gadis) 6) Bukan perempuan mahram dengan bakal suami 7) Bukan isteri orang atau
masih ada suami.4
E. Anjuran Menikah
Dalam sebuah Hadist Nabi, Dari Aisyah R.A. berikut, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda:menikah
adalah sunnahKu, siapa yang tidak mengamalkan sunnahKu, maka dia bukan termasuk
umatKu,menikahlah karena aku sangat senang atas jumlah besar kalian dihadapan umat- umat lain,
siapa yang telah memiliki kesanggupan, maka menikahlah jika tidak maka berpuasalah, karena puasa
itu bisa menjadi kendali. (HR Ibnu Majah)
Karena menikah adalah sunnah dari para Nabi atau suatu perilaku yang dipraktekkan beliau
sebagai teladan bagi umat disamping tuntunan dan kebutuhan manusiawi. Maka dalam menikah,
hendaklah terkandung niat untuk mengikuti jejak Rasulullah SAW demi memperbanyak pengikut
beliau dan agar mempunyai keturunan yang sholeh, menjaga kemaluan dan kehormatan dari
perbuatan tercela, serta menjaga keberagaman secara umum.
Disebutkan dalam Hadis Nabi:
Dari Abdullah bin Mas'ud ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabdakepada kami,"Hai para
pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah mampu kawin, maka kawinlah. Karena dia itu dapat
menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan Dan siapa yang belum mampu hendaklah dia
berpuasa karena itu dapat menahan (HR. Bukhari Muslim)5

F. Larangan Membujang
Disyariatkannya menikah dengan bermacam konsekuensi hukum yang berlaku secara prinsip
mempunyai satu hukum dasar yakni tidak diperkenankannya seseorang untuk membujang atau
kalau dalam istilah kekinian dikenal dengan menjomblo.
Indikasi dilarangnya seseorang untuk menjomblo ini disebutkan dalam hadist berikut:
“Dari Sa’ad Bin Abu Waqqash, ia berkata, “Sungguh Rasulullah SAW telah melarang utsman
untuk membujang. Seandainya beliau mengizinkan, tentu kami akan mengebiri” (HR. Ibnu Majah)
Akan tetapi larangan tersebut tidak sampai mengharamkan, Memahami hadist ini para ulama
tidak serta merta menyimpulkannya bahwa menjomblo adalah sebuah keharaman. Karena merujuk
pada kaidah yang berlaku terhadap hukum asal dari pelarangan adalah keharaman hingga ada faktor
dan dalil lain yang menunjukan ketidakharamanya.
Melalui kaidah ini, dapat dipastikan bahwa hokum menjomblo selama dalam koridor bukan
menolak disyariatkannya pernikahan,tidak diharamkan. Hal ini diperkuat dengan konsekuensi hukum
menikah yang juga bisa berubah sesuai kondisi.
G. Memilih Pasangan
Ternyata Islam juga tak tinggal diam dalam hal menentukan kriteria calon pasangan, ada banyak
arahan yang diberikan kepada umat agar dikemudian hari setelah berjalannya kehidupan
berkeluarga tidak timbul hal-hal yang membuat kecewa di antara masing-masing pihak.
Dan berkata Nabi Saw,:" Di nikahi seorang wanita karena empat hal, yaitu: karena hartanya,
karena kecantikannya, karena keturunannya, dan karena agamannya, maka pililah wanita yang
memiliki agama yang kuat, maka kamu akan memperoleh kebahagiaan."
Dan berkata Nabi Saw,:" Barang siapa ingin bertemu dengan Alloh Swt dalam keadaan suci lagi
disucikan, maka hendaklah ia nikah dengan wanita yan merdeka (bukan budak)."

4
Shamad, “Hukum Pernikahan Dalam Islam.”
5
“Halaman 1 Dari 29 Cover | Daftar Isi,” n.d., 1–24.
Dan berkata Nabi Saw,:" Ada empat hal, yang termasuk dari kebahagiaan seseorang: 1. Ia
memiliki istri yang sholihah. 2. Ia memiliki anak anak yang baik akhlaknya. 3. Ia bergaul denan orang
orang sholeh. 4. Ia memperoleh rezeki dari negerinya sendiri (bukan bekerja di luar negri).
Dan berkata Nabi Saw,:" Sebaik baik wanita dari umatku ialah yang berwajah ceria lagi sedikit
maskawinnya ( tidak menuntut mas kawin yang berlebihan)." Dan berkata Nabi Saw,:" Nikahlah
dengan wanita yang periang lagi banyak memberikan anak, maka sesunguhnya aku, akan
membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan para nabi terdahulu kelak pada hari kiamat."
Dan berkata Nabi Saw kepada Zaid bin Tsabit,:" Hai Zaid, apakah engkau sudah menikah?' Zaid
menjawab, 'belum'. Nabi Saw. berkata, Nikahlah, maka engkau akan selalu terjaga, sebagai mana
engkau menjaga diri, dan jangan sekali kali engkau nikahi lima golongan wanita'. zaid bertanya,
siapakah mereka, ya Rasululloh?' Nabi menjawab, 'Mereka adalah:
a. Syahbaroh.
b. Lahbaroh.
c. Lahbaroh.
d. Handaroh.
e. lafut'.
Zaid menjawab, ya Rasululloh, saya tidak mengerti apa yang tuan katakan'. Nabi Saw menjelaskan,:
"Syahbaroh", adalah wanita yang bermata biru. Dan adapun "Lahbaroh", adalah wanita yang tinggi
lagi sangat kurus. Dan adapun "Nahbaroh", adalah wanita tua yang senang membelakangi suaminya
(ketika tidur). adapun "Handaroh" adalah wanita yang cebol lagi tercela. Adapun "Lafut'" adalah
wanita yang melahirkan anak dari laki laki selain kamu (janda punya anak).6

H. Hikmah Menikah
Mengenai hikmah pernikahan, sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari tujuannya di atas, dan
sangat berkaitan erat dengan tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini. Al-Jurjawi menjelaskn
bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan memakmurkan bumi, di mana segala isinya
diciptakan untuk kepentingan manusia. Oleh karena itu, demi kemakmuran bumi secara lestari,
kehadiran manusia sangat diperlukan sepanjang bumi masih ada.
Pelestarian keturunan manusia merupakan sesuatu yang mutlak, sehingga eksistensi bumi di
tengah-tengah alam semesta tidak menjadi sia- sia. Seperti diingatkan oleh agama, pelestarian
manusia secara wajar dibentuk melalui pernikahan, sehingga demi memakmurkan bumi, pernikahan
mutlak diperlukan. Ia merupakan syarat mutlak bagi kemakmuran bumi. 7 Mengatur rumah tangga
dalam kerjasama yang produktif denganmemperhatikan hak dan kewajiban.
Melaksanakan anjuran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
”Wahai sekalian para pemuda! Siapa diantara kalian yang telah mampu untuk menikah maka
hendaknya ia menikah..”
Memperbanyak keturunan umat ini, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang
artinya " "Menikablah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur, karena pada hari kiamat
nanti) aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat yang lain.”
Menjaga kemaluannya dan kemaluan istrinya, menundukkan pandangannya dan
pandangan istrinya dari yang haram. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan:
‫ُقْل ِّلْلُم ْؤ ِمِنْيَن َيُغ ُّض ْو ا ِم ْن َاْبَص اِرِهْم َو َيْح َفُظْو ا ُفُرْو َج ُهْۗم ٰذ ِلَك َاْز ٰك ى َلُهْۗم ِاَّن َهّٰللا َخ ِبْيٌۢر ِبَم ا َيْص َنُعْو َن َو ُقْل ِّلْلُم ْؤ ِم ٰن ِت َيْغ ُضْض َن‬
‫ِم ْن َاْبَص اِر ِهَّن َو َيْح َفْظَن ُفُرْو َج ُهَّن َو اَل ُيْبِد ْيَن ِز ْيَنَتُهَّن ِااَّل َم ا َظَهَر ِم ْنَها َو ْلَيْض ِرْبَن ِبُخ ُم ِرِهَّن َع ٰل ى ُجُيْو ِبِهَّۖن َو اَل ُيْب ِد ْيَن ِز ْيَنَتُهَّن ِااَّل‬
‫ِلُبُعْو َلِتِهَّن َاْو ٰا َبۤا ِٕىِهَّن َاْو ٰا َبۤا ِء ُبُعْو َلِتِهَّن َاْو َاْبَنۤا ِٕىِهَّن َاْو َاْبَنۤا ِء ُبُعْو َلِتِهَّن َاْو ِاْخ َو اِنِهَّن َاْو َبِنْٓي ِاْخ َو اِنِهَّن َاْو َبِنْٓي َاَخٰو ِتِهَّن َاْو ِنَس ۤا ِٕىِهَّن َاْو َم ا‬

6
Bin et al., “ُ ‫ﻌ ( ﻥ ﻭ ﻳُ ﻟ ﺍُ ﺓّ ﺭ ﻗ‬.”
7
Atabik and Mudhiiah, “Pernikahan Dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam.”
‫َم َلَك ْت َاْيَم اُنُهَّن َاِو الّٰت ِبِع ْيَن َغْيِر ُاوِلى اِاْل ْر َبِة ِم َن الِّر َج اِل َاِو الِّطْفِل اَّلِذ ْيَن َلْم َيْظَهُرْو ا َع ٰل ى َعْو ٰر ِت الِّنَس ۤا ِء ۖ َو اَل َيْض ِرْبَن ِب َاْر ُج ِلِهَّن‬
‫ِلُيْع َلَم َم ا ُيْخ ِفْيَن ِم ْن ِزْيَنِتِهَّۗن َو ُتْو ُبْٓو ا ِاَلى ِهّٰللا َجِم ْيًعا َاُّيَه اْلُم ْؤ ِم ُنْو َن َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحْو َن‬
Terjemah Kemenag 2019
30. Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya
dan memelihara kemaluannya. Demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah
Mahateliti terhadap apa yang mereka perbuat.

31. Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga
pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian
tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke
dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali
kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra
suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-
putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang
mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula
mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu
beruntung.8

Daftar Pustaka
Atabik, Ahmad, and Koridatul Mudhiiah. “Pernikahan Dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam.” Yudisia 5,
no. 2 (2014): 293–94.

Bin, Ahmad, Musa Bin, Yamun At, Talidi Al, and Akhmasyi Ra. “ُ ‫ﻌ ( ﻥ ﻭ ﻳُ ﻟ ﺍُ ﺓّ ﺭ ﻗ‬,” n.d.
“Halaman 1 Dari 29 Cover | Daftar Isi,” n.d., 1–24.
Shamad, Muhammad Yunus. “Hukum Pernikahan Dalam Islam.” Istiqra’ 5, no. September (2017): 74–77.

8
Shamad, “Hukum Pernikahan Dalam Islam.”

Anda mungkin juga menyukai