Anda di halaman 1dari 18

Pengertian Pernikahan dalam Islam

Di dalam agama Islam, pernikahan dapat diartikan bahwa suatu perjanjian suci yang dilakukan oleh laki-
laki dan perempuan yang ingin melanjutkan hubungan menjadi hubungan yang halal.

perjannjian suci pernikahan dapat dinyatakan ke dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab dan qabul yang
merupakan bentuk dari perjanjian pernikahan ini harus dinyatakan oleh satu majelis, baik itu berasal
dari langsung dari pihak yang melangsungkan pernikahan (calon suami atau calon istri) atau dapat
diwalikan.

Oleh sebab itu, supaya tali silaturahmi menjadi lebih erat, maka suami istri dan anggota keluarga dari
kedua belah pihak harus menjaga komunikasi, saling mencintai, saling memberi kasih sayang, saling
mengingatkan agar tidak melakukan kejahatan, dan saling membantu satu sama lain.

Menjaga silaturahmi ada di dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 36:

Artinya:

Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan
berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah
tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.

Pengertian Pernikahan Menurut Ahli Ulama

Pernikahan diambil dari kata nikah yang berarti suatu akad perkawinan yang dilaksanakan berbdasarkan
dengan aturan-aturan hukum yang berlaku dan ajaran agama. Sedangkan kata nikah berasal dari bahasa
Arab, yaitu “An-nikah”. Secara bahasa, “An-nikah” memiliki arti bersatu, berkumpul, dan berhubungam.
Sementara itu, secara definisi pernikahan juga dijelaskan oleh beberapa ahli ulama yang sering dikenal
dengan empat mahzab fikih.

1. Imam Maliki
Imam Maliki mengatakan bahwa pernikahan adalah sebuah akad yang dapat mengubah hubungan
seksual seorang perempuan yang bukan mahram, budak, dan majusi menjadi hubungan seksual yang
halal dengan shighat.

2. Imam Hanafi

Imam Hanafi menyatakan bahwa pernikahan adalah seseorang yang mendapatkan hak untuk melakukan
hubungan biologis seksual dengan seorang perempuan. Dalam hal ini, seorang perempuan itu
merupakan perempuan dengan hukum tidak ada halangan sesuai dengan syari’i untuk dinikahi.

3. Imam Syafi’i

Imam Syafi’I menyatakan bahwa pernikahan adalah suatu akad yang memberikan hak untuk melakukan
hubungan seksual dengan mengucapkan lafadz nikah, tazwij atau lafadz lain dengan makna yang sama.

4. Imam Hambali

Imam Hambali menngungkapkan bahwa pernikahan adalah sebuah proses terjadinya akad perkawinan
dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dalam lafadz nikah atau kata-kata yang memiliki
persamaan makna.

Tujuan Pernikahan dalam Islam

Terjadinya suatu pernikahan yang ditandai dengan adanya ijab dan qabul memiliki beberapa tujuan.
Beberapa tujuan dari pernikahan berdasarkan Al-Quran dan Hadist, yaitu:

1. Melaksanakan Perintah Allah

Dalam Islam, tujuan pertama atau tujuan utama dari pernikahan adalah melaksanakan perintah Allah.
Tujuan pernikahan untuk melaksanakan perintah Allah terkandung di dalam Al-Quran Surah An-Nur ayat
32
Artinya:

Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak
(menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya),
Maha Mengetahui.

2. Melaksanakan Sunah Rasul

Selain melaksanakan perintah Allah, tujuan menikah berikutnya adalah melaksanakan sunah Rasul.
Dengan melaksanakan sunah Rasul, maka seorang hamba dapat terhindar dari perbuatan zina. Tidak
hanya itu, seorang yang menikah juga mendapatkan pahala karena sudah melaksanakan sunah Rasul.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:

Artinya:

… Seseorang di antara kalian bersetubuh dengan istrinya adalah sedekah!” (Mendengar sabda
Rasulullah, para sahabat keheranan) lalu bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kita
melampiaskan syahwatnya terhadap istrinya akan mendapat pahala?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: ‘Bagaimana menurut kalian jika ia (seorang suami) bersetubuh dengan selain istrinya,
bukankah ia berdosa? Begitu pula jika ia bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), dia akan
memperoleh pahala’ (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Mencegah dari Perbuatan Zina

suatu pernikahan bisa membuat diri kita bisa menjaga pandangan dan terhindar dari perbuatan zina,
sehingga kita bisa menjalani ibadah pernikahan lebih baik.
Artinya:

Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah,
karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).

4. Menyempurnakan Separuh Agama

Terlaksananya pernikahan berarti sama halnya dengan menyempurnakan separuh agama Islam. Seperti
yang diungkapkan oleh para ulama bahwa pada umumnya rusaknya suatu agama seseorang sering
berasal dari kemaluan dan perutnya.

Oleh sebab itu, menikah bisa membuat laki-laki dan perempuan (suami istri) bisa menjaga kemaluan dan
perutnya agar terhindar dari perbuatan zina. Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa
Rasullah bersabda:

Artinya:

Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah
pada Allah pada separuh yang lainnya. (HR. Al-Baihaqi).

5. Mendapatkan Keturunan

Setiap umat Muslim yang melakukan pernikahan pasti memiliki tujuan untuk memiliki keturunan dengan
harapan dapat menjadi penerus keluarga, memiliki keturunan bisa menjadi bekal pahala untuk suami
istri di kemudian hari.

Dari Anas Ibnu Malik radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:


Artinya:

Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan
kami berkeluarga dan sangat melarang kami membujang. Beliau bersabda: “Nikahilah perempuan yang
subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi
pada hari kiamat.” Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.

Tidak hanya memiliki keturunan saja, bagi pasangan suami istri pasti sangat menginginkan keturunan
yang saleh atau salehah. Anak yang saleh bisa memberikan rezeki kepada suami istri yang telah menjadi
orang tua. Rezeki itu bisa dirasakan di dunia atau di akhirat nanti setelah menghembuskan napas
terakhir. Tujuan untuk mendapatkan anak yang saleh ini terkandung di dalam Al-Quran Surah An-Nahl
ayat 72:

Artinya:

Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak
dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?

6. Untuk Membangun Keluarga yang Bahagia

Tujuan utama menikah lainnya adalah membangun keluarga yang bahagia, sehingga bisa hidup bersama
dan menua bersama hingga menghembuskan napas terakhir. Terjadinya suatu pernikahan pasti akan
membuat seseorang menjadi lebih bahagia dan hati menjadi tenang. Rasa bahagia dan hati menjadi
tenang membuat kehidupan seseorang menjadi lebih tentram. Tujuan pernikahan untuk mendapatkan
jiwa dan kehidupan yang menjadi tentram sudah terkandung di dalam Al-Quran Surah Ar-Rum ayat 21:
Artinya:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.

Apa fungsi dari pernikahan?


memperoleh ketenangan dan kedamain, juga dapat menjaga keturunan (hifdzu al-
nasli). Islam mensyari'atkan pernikahan untuk membentuk mahligai keluarga sebagai
sarana untuk meraih kebahagiaan hidup.

Menurut hukum Islam, perkawinan itu merupakan ibadah, maka perlindungan


terhadap orang Islam dalam melaksanakan ibadah melalui pelaksanaan perkawinan
tersebut terdapat dalam Pasal 28E ayat (1) UUD 1945. Perkawinan itu berkaitan
dengan tatanan masyarakat.

Syarat Sah Pernikahan dalam Islam


Dalam Islam, syarat sah pernikahan terdiri dari beberapa hal, di antaranya:

1. Calon Pengantin Beragama Islam


Syarat sah pernikahan pertama adalah calon pengantin, baik itu laki-laki atau
perempuan harus beragama Islam. Apabila salah satu calon mempelai belum
beragama Islam, maka pernikahan tidak akan sah.

2. Mengetahui Wali Akad Nikah Bagi Perempuan


Wali akad dalam proses pernikahan ini harus ada karena jika tidak ada berarti
pernikahan menjadi tidak sah. Dalam agama Islam, untuk memilih wali sudah
ada aturannya, sehingga tidak boleh sembarangan memilih wali akad nikah.
Ayah kandung adalah wali nikah utama bagi mempelai perempuan. Jika, ayah
kandung dari perempuan sudah meninggal dunia, maka calon pengantin
perempuan dapat diwalikan oleh kakek, saudara laki-laki seayah seibu, ,
paman, dan seterusnya yang sesuai dengan urutan nasab.
Wali akad nikah tidak boleh seoang perempuan dan harus seorang laki-laki.
Hal ini sesuai dengan hadist:
Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah SAW bahwa perempuan
tidak boleh menikahkan (menjadi wali) terhadap perempuan dan tidak boleh
menikahkan dirinya.” (HR. ad-Daruqutni dan Ibnu Majah).
Apabila dari keturunan nasab tidak ada yang bisa menjadi wali, maka bisa
digantikan dengan wali hakim sebagai syarat sah pernikahan.
3. Bukan Mahram
Pernikahan akan dinyatakan tidak sah, jika kedua mempelai merupakan
mahram. Dengan kata lain, pernikahan dapat dilakukan dengan bukan
mahram. Dalam hal ini, bukan mahram merupakan tanda bahwa pernikahan
dapat dilakukan karena tidak ada penghalangya.
Selain itu, bagi calon mempelai harus mencari jejak dari pasangannya,
apakah semasa kecil diberikan oleh ASI dari ibu yang sama atau tidak. Jika,
diberikan oleh ASI dari ibu yang sama maka hal itu termasuk ke dalam
mahram, sehingga pernikahan tidak bisa dilakukan.
4. Sedang Tidak Melakukan Ibadah Haji atau Ihram
Para ulama melarang jika sedang melaksanakan ibadah haji atau ihram
untuk melakukan pernikahan. Para ulama menyatakan hal ini berdasarkan
seorang ulama bermazhab Syafi’I yang terkandung di dalam kitab Fathul
Qarib al-Mujib. Di dalam kitab itu disebut bahwa salah satu larangan haji
adalah tidak boleh melaksanakan akad nikah atau wali dalam pernikahan:
“Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang ketika ihram) yaitu akad
nikah. Akad nikah diharamkan bagi orang yang sedang ihram, bagi dirinya
maupun bagi orang lain (menjadi wali).”
Selain itu, pernikahan tidak boleh dilakukan saat sedang melaksanakan haji
juga terdapat di hadist Bukhari:
Rasulullah bersabda bahwa seorang yang sedang ber-ihram tidak boleh
menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan tidak boleh mengkhitbah.
5. Dilakukan Atas Dasar Cinta bukan Karena Paksaan
Terjadinya pernikahan harus didasari atas dasar cinta bukan atas dasar
paksaan. Apabila pernikahan terjadi karena adanya paksaan, maka
pernikahan itu bisa saja dinyatakan tidak sah. Dengan kata lain, suatu proses
pernikahan harus berdasarkan keinginan dari calon pengantin laki-laki atau
calon pengantin perempuan.
Rukun Nikah dalam Islam
Di dalam Islam, rukun pernikahan terdiri dari 5, yaitu:
1. Adanya Calon Pengantin
Calon pengantin harus terdiri dari laki-laki dan perempuan yang bukan
mahramnya dan calon pengantin perempuan tidak terhalang secara syari’i
untuk menikah.
2. Adanya Wali
Bagi calon pengantin perempuan harus dihadiri oleh wali atau wali hakim.
3. Dihadiri Dua Orang Saksi
Ketika pernikahan berlangsung harus ada dua orang saksi yang adil atau
yang memenuhi syarat sebagai saksi.
4. Diucapkan Ijab
Ijab diucapkan oleh wali dari calon pengantin perempuan atau yang menjadi
wakilnya.
5. Diucapkan Qabul dari pengantin Laki-Laki
Calon pengantin laki-laki mengucapkan qabul di depan saksi dan wali dengan
penuh keyakinan.

Pengertian Thalaq
Menurut bahasa, thalaq itu berasal dari kata athlaqa, yuthliqu, ithlaqan yang
artinya melepaskan dan meninggalkan.

Sedangkan secara istilah, thalaq ialah melepaskan ikatan dari pihak suami
dengan mengucapkan lafazh tertentu.

Dasar Hukum Thalaq


1. QS. Ath-Thalaq
Artinya:

“Apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu ceraikan


mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)”. (QS.
Ath-Thalaq [65]: 1)

2. QS. An-Nisa
Artinya:

“Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain”. (QS. An-Nisa
[4]: 20)
Pada dasarnya, thalaq itu hukumnya makruh. Sebab, thalaq itu merupakan
perbuatan halal yang paling tidak disukai oleh Allah. Ini berdasarkan sabda
Rasulullah Saw sebagai berikut:

Artinya:

“Ibnu Umar menceritakan, bahwa Rasulullah Saw bersabda:”Sesuatu yang halal


yang paling dibenci Allah SWT ialah thalaq”. (HR. Abu Daud)

Kemudian, jika ditinjau dari segi kemaslahatan atau kemudharatannya, maka


hukum thalaq itu ada empat:

– Wajib, apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim
yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya
bercerai.

– Sunnah, apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi


kewajibannya (nafkahnya), atau istrinya tidak menjaga kehormatan dirinya.

– Haram (bid’ah) dalam dua keadaan. Pertama, menjatuhkan thalaq sewaktu si


istri dalam keadaan haid. Kedua, menjatuhkan thalaq sewaktu suci yang telah
dicampurinya dalam waktu suci itu.

– Makruh, yaitu hukum asal sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya


tadi.

Rukun Thalaq
Rukun thalaq itu ada tiga, yaitu:

1. Suami yang menthalaq


– Baliqh.

– Berakal.
– Atas kehendak sendiri (tidak dipaksa).

2. Istri yang dithalaq


Si istri yang dithalaq itu karena:

– Istri yang berbuat zina.

– Istri yang membangkang/durhaka (nusyuz) setelah diberi nasihat.

– istri yang suka mabuk-mabukan, penjudi, dan lain sebagainya.

3. Ucapan yang digunakan untuk menthalaq


– Ucapan thalaq itu ada yang jelas (sharih) dan ada juga yang berupa sindiran
(kinayah). Untuk ucapan thalaq yang jelas, meskipun hatinya tidak berniat
menthalaq istrinya, maka thalaq itu tetap jatuh terhadap istrinya. Adapun
ucapan thalaq yang jelas itu misalnya: Engkau kutalak. Kemudian, yang berupa
sindiran itu misalnya: Pulanglah kau ke rumah orang tuamu.

Macam-macam thalaq
1. Thalaq raj’i
Adalah suatu thalaq di mana suami masih tetap berhak merujuk bekas istrinya
dengan tidak perlu melakukan pernikahan yang baru, asal istrinya masih
dalam masa iddah.

2. Thalaq ba’in
Adalah thalaq di mana suami tidak boleh merujuk bekas istrinya, kecuali
dengan melakukan nikah baru setelah bekas istrinya itu dikawini oleh orang
lain. Kemudian, pernah disetubuhi oleh suaminya yang baru itu dan kemudian
diceraikannya.

3. Thalaq bid’i
Adalah thalaq yang dilakukan suami saat istrinya dalam keadaan haid atau
nifas, atau dalam keadaan suci yang menggauli istrinya dan belum jelas
kehamilannya.

4. Thalaq sunni
Adalah ketika suami menthalaq istrinya yang tidak dipergauli, yang suci, dan
tidak dalam keadaan hamil, bukan wanita yang masih kecil maupun wanita
yang sudah tidak haid lagi (menopause).

Pengertian masa iddah


dalam Minhajul Muslim oleh Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi adalah masa ketika
seorang perempuan yang telah menikah kemudian ditalak dan harus menjalani
penantian. Selama masa iddah atau penantian ini, perempuan tidak diperbolehkan
untuk menikah lagi atau diminta menikah.
Dijelaskan juga bahwa hukum dari masa iddah ini adalah wajib bagi setiap perempuan
yang bercerai dengan suaminya, baik karena ditalak ataupun ditinggal wafat. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 228 yang artinya:

ۚ ‫َو ٱْلُم َط َّلَٰق ُت َي َت َر َّبْص َن ِبَأنُفِس ِه َّن َث َٰل َث َة ُقُر ٓو ٍءۚ َو اَل َيِحُّل َلُهَّن َأن َي ْك ُتْم َن َم ا َخ َلَق ٱُهَّلل ِفٓى َأْر َح اِم ِه َّن ِإن ُك َّن ُيْؤ ِمَّن ِبٱِهَّلل َو ٱْلَي ْو ِم ٱْلَءاِخ ِر‬
‫َٰذ‬
‫َو ُبُعوَلُتُهَّن َأَح ُّق ِبَر ِّد ِهَّن ِفى ِلَك ِإْن َأَر اُد ٓو ۟ا ِإْص َٰل ًح اۚ َو َلُهَّن ِم ْث ُل ٱَّلِذى َع َلْي ِه َّن ِبٱْلَم ْع ُروِف ۚ َو ِللِّر َج اِل َع َلْي ِه َّن َد َر َج ٌة ۗ َو ٱُهَّلل َع ِز يٌز َح ِكيٌم‬

Artinya: "Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga
kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami
mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka
menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai
kelebihan di atas mereka. Allah Maha Perkasa, Mahabijaksana" (QS. Al-Baqarah: 228).

1. Iddah Karena Perceraian


Pada kategori ini juga dibagi menjadi dua kategori yang memiliki hukumnya sendiri:

Pertama, perempuan yang diceraikan dan belum disetubuhi. Hukumnya adalah ia tidak
wajib menjalani masa iddah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Ahzab: 49:

‫َٰٓي َأُّيَه ا ٱَّلِذيَن َء اَم ُنٓو ۟ا ِإَذ ا َنَك ْح ُتُم ٱْلُمْؤ ِم َٰن ِت ُث َّم َط َّلْقُتُموُهَّن ِمن َقْب ِل َأن َت َمُّسوُهَّن َفَم ا َلُك ْم َع َلْي ِه َّن ِمْن ِع َّدٍة َت ْع َت ُّد وَن َه اۖ َفَم ِّت ُعوُهَّن َو َس ِّر ُحوُهَّن‬
‫َسَر اًح ا َج ِمياًل‬

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi perempuan-


perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya
maka tidak ada masa iddah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Namun berilah
mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya."

Kedua, perempuan yang sudah diceraikan dan sudah disetubuhi. Apabila perempuan
itu hamil, maka masa iddahnya adalah sampai ia melahirkan kandungannya. Allah
berfirman dalam QS At-thalaq ayat 4:
‫َّٰٓل‬ ‫َّٰٓل‬
ۚ ‫َو ٱ ِٔـى َي ِئْس َن ِمَن ٱْلَم ِحيِض ِمن ِّن َس ٓاِئُك ْم ِإِن ٱْر َت ْب ُت ْم َفِع َّد ُتُهَّن َث َٰل َثُة َأْش ُهٍر َو ٱ ِٔـى َلْم َي ِحْض َن ۚ َو ُأ۟و َٰل ُت ٱَأْلْح َم اِل َأَج ُلُهَّن َأن َيَض ْع َن َح ْم َلُهَّن‬
‫َو َم ن َي َّت ِق ٱَهَّلل َي ْج َع ل َّلُهۥ ِمْن َأْم ِر ِهۦ ُيْس ًر ا‬

Arab-Latin: Wal-lā`i ya`isna minal-maḥīḍi min nisā`ikum inirtabtum fa 'iddatuhunna


ṡalāṡatu asy-huriw wal-lā`i lam yahiḍn, wa ulātul-aḥmāli ajaluhunna ay yaḍa'na
ḥamlahunn, wa may yattaqillāha yaj'al lahụ min amrihī yusrā

Artinya: Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara


perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa
iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak
haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah,
niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya."

Namun apabila perempuan tersebut tidak sedang dalam keadaan hamil, maka ada dua
kemungkinan yang terjadi. Pertama, ia sedang menstruasi. Dalam keadaan ini, maka
masa iddahnya adalah dalam waktu tiga kali menstruasi. Kemudian apabila ia tidak
mengalami menstruasi maka masa iddahnya adalah tiga bulan.

2. Iddah Karena Kematian


Masa iddah untuk perempuan yang ditinggal meninggal suaminya juga memiliki
beberapa kategori hukum, yaitu:

Pertama, perempuan tidak dalam keadaan hamil. Dalam kondisi ini, maka masa
iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
QS Al-Baqarah ayat 234:

"Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah
mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. ..."

Kedua, perempuan yang sedang dalam keadaan hamil. Masa iddahnya adalah sampai
ia melahirkan kandungannya. Seperti dalam firman Allah dalam QS At-Thalaq ayat 4:

"...sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya."

Larangan dalam Masa Iddah


Mengutip dari sumber yang sama, ada beberapa hal yang menjadi larangan bagi
perempuan saat dalam masa iddah. Hal ini diatur dalam syariat Islam dan larangan
tersebut tidak berlaku lagi apabila masa iddahnya sudah selesai.

1. Tidak diperbolehkan menikah dengan laki-laki lain


Perempuan yang sedang menjalani masa iddah baik karena bercerai, fasakh, atau
ditinggal meninggal oleh suaminya tidak boleh menikah selain dengan laki-laki yang
meninggalkan atau menceraikannya. Apabila menikah, maka pernikahannya dianggap
tidak sah. Adapun laki-laki yang meminang dengan sindiran kepada perempuan yang
sedang dalam masa iddah juga tidak diperbolehkan (haram).

2. Tidak diperbolehkan keluar rumah kecuali dalam keadaan darurat


Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam at-Thalaq ayat 1 yang mana menjelaskan
bahwa perempuan yang sedang dalam masa iddah tidak diperbolehkan keluar rumah
yang ditinggali bersama suaminya sebelum bercerai, kecuali apabila ada keperluan
mendesak. Suami juga tidak boleh memaksa perempuan untuk keluar rumah kecuali
istrinya telah melakukan perbuatan terlarang seperti zina.

3. Melakukan Ihdad
Ihdad dilakukan oleh perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya sampai habis masa
iddahnya. Kata ihdad sendiri memiliki arti tidak memakai perhiasaan, wangi-wangian,
pakaian mencolok, pacar, dan celak mata.

Hikmah Masa Iddah bagi Wanita Muslim


Hikmah dari disyariatkannya masa iddah bagi wanita mengutip Syaikh Abu Bakar Jabir
Al-Jazairi dalam Minhajul Muslim adalah:

1. Apabila suami melakukan talak raj'i (talak satu dan dua), ini memberikan kesempatan
kepada suami agar bisa rujuk dengan istrinya tanpa kesulitan.

2. Untuk mengetahui kosong atau tidaknya rahim. Hal ini bertujuan untuk menjaga
silsilah keturunan dari kemungkinan tercampur dengan orang lain.

3. Apabila istri ditinggal mati oleh suaminya, masa iddah ini akan menunjukkan
kesetiaannya pada sang suami.

Rujuk
Rujuk adalah bersatunya kembali sepasang suami dan istri dalam ikatan pernikahan jika seorang
suami memutuskan untuk rujuk dengan istrinya, keduanya tidak perlu melangsungkan akad nikah.
Merujuk ialah mengambil kembali istri yang sudah ditalak
Hukum rujuk demikian sama dengan hukum pernikahan, dalam
mendudukkan hukum rujuk itu ulama berbeda pendapat. Jumhur
ulama mengatakan bahwa rujuk itu adalah sunat. Dalil yang
digunakan jumhur ulama itu adalah firman Allah SWT dalam surat al-
Baqarah ayat 229 “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.

Dalam konteks pernikahan, terdapat dua macam rujuk yang umum


dikenal dalam Islam, yaitu rujuk yang dilakukan selama masa iddah
dan rujuk setelah masa iddah.

Hukum rujuk demikian sama dengan hukum pernikahan, dalam


mendudukkan hukum rujuk itu ulama berbeda pendapat. Jumhur
ulama mengatakan bahwa rujuk itu adalah sunat. Dalil yang
digunakan jumhur ulama itu adalah firman Allah SWT dalam surat al-
Baqarah ayat 229 “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.

Pengertian KDRT
Pengertian KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) adalah
tindakan yang dilakukan terhadap seseorang, terutama perempuan,
yang menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan secara fisik,
seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga.

Tindakan ini meliputi ancaman, paksaan, atau pembatasan kebebasan


yang tidak sesuai dengan hukum, yang terjadi dalam konteks
kehidupan keluarga.

Menurut Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2004 mendefinisikan


kekerasan dalam rumah tangga sebagai segala tindakan yang
menyebabkan penderitaan atau kesengsaraan dalam bentuk KDRT
baik fisik, seksual, psikis, atau penelantaran terhadap seseorang,
terutama perempuan, dalam lingkup rumah tangga.
KDRT dapat terjadi karena rendahnya kemampuan anggota keluarga
untuk beradaptasi satu sama lain, sehingga anggota keluarga yang
memiliki kekuasaan dan kekuatan cenderung menggunakan dominasi
dan eksploitasi terhadap anggota keluarga yang lebih lemah.

Kemudian, KDRT juga dapat muncul sebagai dampak dari intervensi


lingkungan di luar keluarga yang mempengaruhi sikap anggota
keluarga, terutama orangtua atau kepala keluarga, dan tercermin
dalam perlakuan eksploitatif terhadap anggota keluarga.
Bentuk KDRT
Bentuk kekerasan dalam rumah tangga meliputi :

a. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual dalam konteks KDRT, menurut Pasal 8 UU KDRT,
merujuk pada tindakan pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap seseorang yang tinggal dalam lingkup rumah tangga.

Ini juga mencakup pemaksaan hubungan seksual antara salah satu


anggota rumah tangga dengan orang lain, baik untuk tujuan komersial
maupun tujuan lain yang ditentukan.

b. Kekerasan Fisik
Menurut Pasal 6 UU KDRT, kekerasan fisik dapat dijelaskan sebagai
tindakan yang menyebabkan timbulnya rasa sakit, penyebab jatuh
sakit, atau luka berat pada seseorang.

c. Kekerasan Psikis
Menurut Pasal 7 UU KDRT, kekerasan psikis dapat diartikan sebagai
tindakan yang menghasilkan rasa takut, hilangnya rasa percaya diri,
kehilangan kemampuan untuk bertindak, perasaan tidak berdaya,
dan/atau penderitaan psikis yang berat pada seseorang.

d. Kekerasan Pelantaran Rumah Tangga


Pasal 9 UU KDRT mengatur bahwa penelantaran rumah tangga dapat
dijelaskan sebagai tindakan di mana seseorang tidak memenuhi
kewajiban memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
kepada orang yang berada dalam lingkup rumah tangganya, meskipun
secara hukum atau persetujuan mereka memiliki tanggung jawab
tersebut.

Selain itu, penelantaran juga mencakup tindakan seseorang yang


membatasi atau melarang orang tersebut untuk bekerja secara layak,
baik di dalam maupun di luar rumah, sehingga korban menjadi
bergantung secara ekonomi dan berada di bawah kendali orang
tersebut.
Hukuman Bagi Pelaku KDRT
a. Kekerasan Seksual

Ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan seksual dalam rumah


tangga adalah sebagai berikut:

1. Pidana penjara selama empat tahun hingga 15 tahun atau denda


sebesar Rp 12 juta hingga Rp 300 juta diberlakukan bagi setiap orang
yang memaksa orang yang berada dalam lingkup rumah tangga untuk
melakukan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
komersial atau tujuan tertentu.

2. Pidana penjara selama lima tahun hingga 20 tahun atau denda mulai
dari Rp 25 juta hingga Rp 500 juta diberlakukan jika kekerasan seksual
tersebut menyebabkan korban mengalami luka yang tidak bisa sembuh
sepenuhnya, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan selama
minimal satu bulan atau setidaknya satu tahun secara tidak berurutan,
menyebabkan gugurnya atau kematian janin dalam kandungan, atau
mengakibatkan tidak berfungsinya organ reproduksi.

b. Kekerasan Fisik

Ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan fisik dalam rumah tangga


adalah sebagai berikut:

1. Pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp
15 juta diberlakukan bagi setiap orang yang melakukan kekerasan
fisik dalam rumah tangga.

2. Pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling banyak
Rp 30 juta diberlakukan jika kekerasan fisik tersebut menyebabkan
korban jatuh sakit atau menderita luka berat.

3. Pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp


45 juta diberlakukan jika kekerasan fisik tersebut menyebabkan
korban meninggal.

4. Pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak
Rp 5 juta diberlakukan jika kekerasan fisik tersebut dilakukan oleh
suami terhadap istri atau sebaliknya, namun tidak menyebabkan
penyakit atau hambatan dalam menjalankan pekerjaan atau aktivitas
sehari-hari.

c. Pelaku Psikis

Ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan psikis dalam rumah tangga


adalah sebagai berikut:

1. Pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp
9 juta diberlakukan bagi setiap pelaku yang melakukan tindakan
kekerasan psikis dalam rumah tangga.

2. Pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak
Rp 3 juta diberlakukan jika kekerasan psikis tersebut dilakukan oleh
suami terhadap istri atau sebaliknya, namun tidak menyebabkan
penyakit atau menghambat dalam menjalankan pekerjaan atau
kegiatan sehari-hari.

d. Pelaku penelantaran rumah tangga

Pelaku penelantaran rumah tangga dapat dikenai hukuman penjara


maksimal selama tiga tahun atau denda maksimal sebesar Rp 15 juta.

Hukuman ini berlaku bagi pelaku yang menelantarkan anggota


keluarga dalam rumah tangganya atau yang dengan sengaja
membatasi anggota keluarganya untuk bekerja, sehingga
menyebabkan terjadinya ketergantungan ekonomi.

Al-Qur'an surat Al-- Nisa ayat 34 menjelaskan bahwa tindakan suami


yang memukul isteri (KDRT Page 15 112 fisik) hanya boleh dilakukan
dalam keadaan darurat, di mana tingkat kesalahan yang dilakukan
isteri sudah melampaui batas. Itupun hanya dilakukan dalam rangka
mendidik
Daftar Pustaka

Kahar Mansyur, Fiqih Sunnah Talak dan Mengasuh Anak, (Jakarta: Kalam
Mulia, 1990), hal. 1.
[3] Sulaiman Rasjid, Op.Cit., hal. 402

[4] Moh. Rifa’I, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: Toha Putra, 1978), hal. 483

[5] Abdul Muhaimin As’ad, Risalah Nikah Penuntut Perkawinan, (Surabaya: PT.
Bintang Terang, 1993), hal. 3.

Detik hikmah

Gramedia

https://fahum.umsu.ac.id/pengertian-kdrt-bentuk-dan-hukumannya/

Anda mungkin juga menyukai