Di dalam agama Islam, pernikahan dapat diartikan bahwa suatu perjanjian suci yang dilakukan oleh laki-
laki dan perempuan yang ingin melanjutkan hubungan menjadi hubungan yang halal.
perjannjian suci pernikahan dapat dinyatakan ke dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab dan qabul yang
merupakan bentuk dari perjanjian pernikahan ini harus dinyatakan oleh satu majelis, baik itu berasal
dari langsung dari pihak yang melangsungkan pernikahan (calon suami atau calon istri) atau dapat
diwalikan.
Oleh sebab itu, supaya tali silaturahmi menjadi lebih erat, maka suami istri dan anggota keluarga dari
kedua belah pihak harus menjaga komunikasi, saling mencintai, saling memberi kasih sayang, saling
mengingatkan agar tidak melakukan kejahatan, dan saling membantu satu sama lain.
Artinya:
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan
berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah
tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.
Pernikahan diambil dari kata nikah yang berarti suatu akad perkawinan yang dilaksanakan berbdasarkan
dengan aturan-aturan hukum yang berlaku dan ajaran agama. Sedangkan kata nikah berasal dari bahasa
Arab, yaitu “An-nikah”. Secara bahasa, “An-nikah” memiliki arti bersatu, berkumpul, dan berhubungam.
Sementara itu, secara definisi pernikahan juga dijelaskan oleh beberapa ahli ulama yang sering dikenal
dengan empat mahzab fikih.
1. Imam Maliki
Imam Maliki mengatakan bahwa pernikahan adalah sebuah akad yang dapat mengubah hubungan
seksual seorang perempuan yang bukan mahram, budak, dan majusi menjadi hubungan seksual yang
halal dengan shighat.
2. Imam Hanafi
Imam Hanafi menyatakan bahwa pernikahan adalah seseorang yang mendapatkan hak untuk melakukan
hubungan biologis seksual dengan seorang perempuan. Dalam hal ini, seorang perempuan itu
merupakan perempuan dengan hukum tidak ada halangan sesuai dengan syari’i untuk dinikahi.
3. Imam Syafi’i
Imam Syafi’I menyatakan bahwa pernikahan adalah suatu akad yang memberikan hak untuk melakukan
hubungan seksual dengan mengucapkan lafadz nikah, tazwij atau lafadz lain dengan makna yang sama.
4. Imam Hambali
Imam Hambali menngungkapkan bahwa pernikahan adalah sebuah proses terjadinya akad perkawinan
dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dalam lafadz nikah atau kata-kata yang memiliki
persamaan makna.
Terjadinya suatu pernikahan yang ditandai dengan adanya ijab dan qabul memiliki beberapa tujuan.
Beberapa tujuan dari pernikahan berdasarkan Al-Quran dan Hadist, yaitu:
Dalam Islam, tujuan pertama atau tujuan utama dari pernikahan adalah melaksanakan perintah Allah.
Tujuan pernikahan untuk melaksanakan perintah Allah terkandung di dalam Al-Quran Surah An-Nur ayat
32
Artinya:
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak
(menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya),
Maha Mengetahui.
Selain melaksanakan perintah Allah, tujuan menikah berikutnya adalah melaksanakan sunah Rasul.
Dengan melaksanakan sunah Rasul, maka seorang hamba dapat terhindar dari perbuatan zina. Tidak
hanya itu, seorang yang menikah juga mendapatkan pahala karena sudah melaksanakan sunah Rasul.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:
Artinya:
… Seseorang di antara kalian bersetubuh dengan istrinya adalah sedekah!” (Mendengar sabda
Rasulullah, para sahabat keheranan) lalu bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kita
melampiaskan syahwatnya terhadap istrinya akan mendapat pahala?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: ‘Bagaimana menurut kalian jika ia (seorang suami) bersetubuh dengan selain istrinya,
bukankah ia berdosa? Begitu pula jika ia bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), dia akan
memperoleh pahala’ (HR. Bukhari dan Muslim).
suatu pernikahan bisa membuat diri kita bisa menjaga pandangan dan terhindar dari perbuatan zina,
sehingga kita bisa menjalani ibadah pernikahan lebih baik.
Artinya:
Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah,
karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).
Terlaksananya pernikahan berarti sama halnya dengan menyempurnakan separuh agama Islam. Seperti
yang diungkapkan oleh para ulama bahwa pada umumnya rusaknya suatu agama seseorang sering
berasal dari kemaluan dan perutnya.
Oleh sebab itu, menikah bisa membuat laki-laki dan perempuan (suami istri) bisa menjaga kemaluan dan
perutnya agar terhindar dari perbuatan zina. Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa
Rasullah bersabda:
Artinya:
Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah
pada Allah pada separuh yang lainnya. (HR. Al-Baihaqi).
5. Mendapatkan Keturunan
Setiap umat Muslim yang melakukan pernikahan pasti memiliki tujuan untuk memiliki keturunan dengan
harapan dapat menjadi penerus keluarga, memiliki keturunan bisa menjadi bekal pahala untuk suami
istri di kemudian hari.
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan
kami berkeluarga dan sangat melarang kami membujang. Beliau bersabda: “Nikahilah perempuan yang
subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi
pada hari kiamat.” Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.
Tidak hanya memiliki keturunan saja, bagi pasangan suami istri pasti sangat menginginkan keturunan
yang saleh atau salehah. Anak yang saleh bisa memberikan rezeki kepada suami istri yang telah menjadi
orang tua. Rezeki itu bisa dirasakan di dunia atau di akhirat nanti setelah menghembuskan napas
terakhir. Tujuan untuk mendapatkan anak yang saleh ini terkandung di dalam Al-Quran Surah An-Nahl
ayat 72:
Artinya:
Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak
dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?
Tujuan utama menikah lainnya adalah membangun keluarga yang bahagia, sehingga bisa hidup bersama
dan menua bersama hingga menghembuskan napas terakhir. Terjadinya suatu pernikahan pasti akan
membuat seseorang menjadi lebih bahagia dan hati menjadi tenang. Rasa bahagia dan hati menjadi
tenang membuat kehidupan seseorang menjadi lebih tentram. Tujuan pernikahan untuk mendapatkan
jiwa dan kehidupan yang menjadi tentram sudah terkandung di dalam Al-Quran Surah Ar-Rum ayat 21:
Artinya:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.
Pengertian Thalaq
Menurut bahasa, thalaq itu berasal dari kata athlaqa, yuthliqu, ithlaqan yang
artinya melepaskan dan meninggalkan.
Sedangkan secara istilah, thalaq ialah melepaskan ikatan dari pihak suami
dengan mengucapkan lafazh tertentu.
2. QS. An-Nisa
Artinya:
“Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain”. (QS. An-Nisa
[4]: 20)
Pada dasarnya, thalaq itu hukumnya makruh. Sebab, thalaq itu merupakan
perbuatan halal yang paling tidak disukai oleh Allah. Ini berdasarkan sabda
Rasulullah Saw sebagai berikut:
Artinya:
– Wajib, apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim
yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya
bercerai.
Rukun Thalaq
Rukun thalaq itu ada tiga, yaitu:
– Berakal.
– Atas kehendak sendiri (tidak dipaksa).
Macam-macam thalaq
1. Thalaq raj’i
Adalah suatu thalaq di mana suami masih tetap berhak merujuk bekas istrinya
dengan tidak perlu melakukan pernikahan yang baru, asal istrinya masih
dalam masa iddah.
2. Thalaq ba’in
Adalah thalaq di mana suami tidak boleh merujuk bekas istrinya, kecuali
dengan melakukan nikah baru setelah bekas istrinya itu dikawini oleh orang
lain. Kemudian, pernah disetubuhi oleh suaminya yang baru itu dan kemudian
diceraikannya.
3. Thalaq bid’i
Adalah thalaq yang dilakukan suami saat istrinya dalam keadaan haid atau
nifas, atau dalam keadaan suci yang menggauli istrinya dan belum jelas
kehamilannya.
4. Thalaq sunni
Adalah ketika suami menthalaq istrinya yang tidak dipergauli, yang suci, dan
tidak dalam keadaan hamil, bukan wanita yang masih kecil maupun wanita
yang sudah tidak haid lagi (menopause).
ۚ َو ٱْلُم َط َّلَٰق ُت َي َت َر َّبْص َن ِبَأنُفِس ِه َّن َث َٰل َث َة ُقُر ٓو ٍءۚ َو اَل َيِحُّل َلُهَّن َأن َي ْك ُتْم َن َم ا َخ َلَق ٱُهَّلل ِفٓى َأْر َح اِم ِه َّن ِإن ُك َّن ُيْؤ ِمَّن ِبٱِهَّلل َو ٱْلَي ْو ِم ٱْلَءاِخ ِر
َٰذ
َو ُبُعوَلُتُهَّن َأَح ُّق ِبَر ِّد ِهَّن ِفى ِلَك ِإْن َأَر اُد ٓو ۟ا ِإْص َٰل ًح اۚ َو َلُهَّن ِم ْث ُل ٱَّلِذى َع َلْي ِه َّن ِبٱْلَم ْع ُروِف ۚ َو ِللِّر َج اِل َع َلْي ِه َّن َد َر َج ٌة ۗ َو ٱُهَّلل َع ِز يٌز َح ِكيٌم
Artinya: "Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga
kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami
mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka
menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai
kelebihan di atas mereka. Allah Maha Perkasa, Mahabijaksana" (QS. Al-Baqarah: 228).
Pertama, perempuan yang diceraikan dan belum disetubuhi. Hukumnya adalah ia tidak
wajib menjalani masa iddah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Ahzab: 49:
َٰٓي َأُّيَه ا ٱَّلِذيَن َء اَم ُنٓو ۟ا ِإَذ ا َنَك ْح ُتُم ٱْلُمْؤ ِم َٰن ِت ُث َّم َط َّلْقُتُموُهَّن ِمن َقْب ِل َأن َت َمُّسوُهَّن َفَم ا َلُك ْم َع َلْي ِه َّن ِمْن ِع َّدٍة َت ْع َت ُّد وَن َه اۖ َفَم ِّت ُعوُهَّن َو َس ِّر ُحوُهَّن
َسَر اًح ا َج ِمياًل
Kedua, perempuan yang sudah diceraikan dan sudah disetubuhi. Apabila perempuan
itu hamil, maka masa iddahnya adalah sampai ia melahirkan kandungannya. Allah
berfirman dalam QS At-thalaq ayat 4:
َّٰٓل َّٰٓل
ۚ َو ٱ ِٔـى َي ِئْس َن ِمَن ٱْلَم ِحيِض ِمن ِّن َس ٓاِئُك ْم ِإِن ٱْر َت ْب ُت ْم َفِع َّد ُتُهَّن َث َٰل َثُة َأْش ُهٍر َو ٱ ِٔـى َلْم َي ِحْض َن ۚ َو ُأ۟و َٰل ُت ٱَأْلْح َم اِل َأَج ُلُهَّن َأن َيَض ْع َن َح ْم َلُهَّن
َو َم ن َي َّت ِق ٱَهَّلل َي ْج َع ل َّلُهۥ ِمْن َأْم ِر ِهۦ ُيْس ًر ا
Namun apabila perempuan tersebut tidak sedang dalam keadaan hamil, maka ada dua
kemungkinan yang terjadi. Pertama, ia sedang menstruasi. Dalam keadaan ini, maka
masa iddahnya adalah dalam waktu tiga kali menstruasi. Kemudian apabila ia tidak
mengalami menstruasi maka masa iddahnya adalah tiga bulan.
Pertama, perempuan tidak dalam keadaan hamil. Dalam kondisi ini, maka masa
iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
QS Al-Baqarah ayat 234:
"Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah
mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. ..."
Kedua, perempuan yang sedang dalam keadaan hamil. Masa iddahnya adalah sampai
ia melahirkan kandungannya. Seperti dalam firman Allah dalam QS At-Thalaq ayat 4:
"...sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya."
3. Melakukan Ihdad
Ihdad dilakukan oleh perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya sampai habis masa
iddahnya. Kata ihdad sendiri memiliki arti tidak memakai perhiasaan, wangi-wangian,
pakaian mencolok, pacar, dan celak mata.
1. Apabila suami melakukan talak raj'i (talak satu dan dua), ini memberikan kesempatan
kepada suami agar bisa rujuk dengan istrinya tanpa kesulitan.
2. Untuk mengetahui kosong atau tidaknya rahim. Hal ini bertujuan untuk menjaga
silsilah keturunan dari kemungkinan tercampur dengan orang lain.
3. Apabila istri ditinggal mati oleh suaminya, masa iddah ini akan menunjukkan
kesetiaannya pada sang suami.
Rujuk
Rujuk adalah bersatunya kembali sepasang suami dan istri dalam ikatan pernikahan jika seorang
suami memutuskan untuk rujuk dengan istrinya, keduanya tidak perlu melangsungkan akad nikah.
Merujuk ialah mengambil kembali istri yang sudah ditalak
Hukum rujuk demikian sama dengan hukum pernikahan, dalam
mendudukkan hukum rujuk itu ulama berbeda pendapat. Jumhur
ulama mengatakan bahwa rujuk itu adalah sunat. Dalil yang
digunakan jumhur ulama itu adalah firman Allah SWT dalam surat al-
Baqarah ayat 229 “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.
Pengertian KDRT
Pengertian KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) adalah
tindakan yang dilakukan terhadap seseorang, terutama perempuan,
yang menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan secara fisik,
seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga.
a. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual dalam konteks KDRT, menurut Pasal 8 UU KDRT,
merujuk pada tindakan pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap seseorang yang tinggal dalam lingkup rumah tangga.
b. Kekerasan Fisik
Menurut Pasal 6 UU KDRT, kekerasan fisik dapat dijelaskan sebagai
tindakan yang menyebabkan timbulnya rasa sakit, penyebab jatuh
sakit, atau luka berat pada seseorang.
c. Kekerasan Psikis
Menurut Pasal 7 UU KDRT, kekerasan psikis dapat diartikan sebagai
tindakan yang menghasilkan rasa takut, hilangnya rasa percaya diri,
kehilangan kemampuan untuk bertindak, perasaan tidak berdaya,
dan/atau penderitaan psikis yang berat pada seseorang.
2. Pidana penjara selama lima tahun hingga 20 tahun atau denda mulai
dari Rp 25 juta hingga Rp 500 juta diberlakukan jika kekerasan seksual
tersebut menyebabkan korban mengalami luka yang tidak bisa sembuh
sepenuhnya, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan selama
minimal satu bulan atau setidaknya satu tahun secara tidak berurutan,
menyebabkan gugurnya atau kematian janin dalam kandungan, atau
mengakibatkan tidak berfungsinya organ reproduksi.
b. Kekerasan Fisik
1. Pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp
15 juta diberlakukan bagi setiap orang yang melakukan kekerasan
fisik dalam rumah tangga.
2. Pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling banyak
Rp 30 juta diberlakukan jika kekerasan fisik tersebut menyebabkan
korban jatuh sakit atau menderita luka berat.
4. Pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak
Rp 5 juta diberlakukan jika kekerasan fisik tersebut dilakukan oleh
suami terhadap istri atau sebaliknya, namun tidak menyebabkan
penyakit atau hambatan dalam menjalankan pekerjaan atau aktivitas
sehari-hari.
c. Pelaku Psikis
1. Pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp
9 juta diberlakukan bagi setiap pelaku yang melakukan tindakan
kekerasan psikis dalam rumah tangga.
2. Pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak
Rp 3 juta diberlakukan jika kekerasan psikis tersebut dilakukan oleh
suami terhadap istri atau sebaliknya, namun tidak menyebabkan
penyakit atau menghambat dalam menjalankan pekerjaan atau
kegiatan sehari-hari.
Kahar Mansyur, Fiqih Sunnah Talak dan Mengasuh Anak, (Jakarta: Kalam
Mulia, 1990), hal. 1.
[3] Sulaiman Rasjid, Op.Cit., hal. 402
[4] Moh. Rifa’I, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: Toha Putra, 1978), hal. 483
[5] Abdul Muhaimin As’ad, Risalah Nikah Penuntut Perkawinan, (Surabaya: PT.
Bintang Terang, 1993), hal. 3.
Detik hikmah
Gramedia
https://fahum.umsu.ac.id/pengertian-kdrt-bentuk-dan-hukumannya/