Anda di halaman 1dari 14

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Anggota kelompok:
1. Lalu Syauqi Idzharilhaque (26)
2. Aditya (01)
3. Baiq Laela Amalia (09)
4. Dinda Nur Aini (15)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang berjudul “Pernikahan Dalam
Agama Islam”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Praya, 09 Agustus 2022

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………
BAB I : PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah ………………………………………..5

BAB II : PEMBAHASAN

PERNIKAHAN
Pengertian pernikahan ………………………………………6
Peminangan (Khitbah)………………………………………..6
Tujuan Pernikahan….…………………………………………7
Manfaat Pernikahan………………………………………….8
Syarat-syarat pernikahan……………………………………..8
Hukum Pernikahan…………………………………………..9
Mahar………………………………………………………..10
Thalak………………………………………………………..11
Hukum-hukum Thalak…………………………………….…11
Masa Iddah……………………………………………………13
Hukum Iddah………………………………………………..13

BAB III PENUTUPAN

Kesimpulan ………………………………………………………14

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………15

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam dirinya.
Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang manusia. Sesungguhnya
Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang
pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Swt. Sehingga mereka yang
tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain.

Setiap Makhluk pasti ingin berkembang biak dan memiliki keturunan, tetapi yang membedakan
Manusia dengan makhluk – makhluk lainnya adalah ikatan pernikahan. Allah S.W.T
menganjurkan Manusia untuk menikah agar dapat mempertahankan keberadaannya dan
mengendalikan perkembangbiakan dengan cara yang sesuai dan menurut kaiadah norma
Agama, Laki-laki dan perempuan memiliki fitrah yang saling membutuhkan satu sama lain.

BAB II
PEMBAHASAAN

PERNIKAHAN

1. Pengertian Pernikahan

Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat
berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia
yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai
peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah
pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t.
menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan
zina.

Pernikahan bukan saja merupakan satu jalan untuk membangun rumah tangga dan
melanjutkan keturunan. Pernikahan juga dipandang sebagai jalan untuk meningkatkan
ukhuwah islamiyah dan memperluas serta memperkuat tali silaturahmi diantara manusia.
Secara etimologi bahasa Indonesia pernikahan berasal dari kata nikah, yang kemudian diberi
imbuhan awalan “per” dan akhiran “an”.

Pernikahan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti diartikan sebagai perjanjian antara
laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri. Pernikahan dalam islam juga berkaitan
dengan pengertian mahram (baca muhrim dalam islam) dan wanita yang haram dinikahi.

2. Peminangan (Khitbah)

Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan perempuan untuk
melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua pihak. Meminang
merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh Islam. Peminangan
juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum peminangan adalah harus dan hendaknya
bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang.
Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan merupakan tanda ikatan
pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki, pemberian tidak
perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka hendaknya dikembalikan, namun
persetujuan hendaknya dibuat semasa peminangan dilakukan. Melihat calon suami dan calon
istri adalah sunat, karena tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga. Anggota yang
diperbolehkan untuk dilihat untuk seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.

Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:

“Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak
menikah dengan seorang perempuan: “Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata
lelaki itu kepada Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin
kekekalan.” (Hadis Riwayat Tarmizi dan Nasai)

Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:

“Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: “Kamu tidak boleh
meminang tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk
memutuskannya”. (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan))

3. Tujuan Pernikahan

 Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi


Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah
dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan
menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur,
berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan


Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan
merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan
keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan.

 Investasi di Akhirat
Anak yang diperoleh dari sebuah pernikahan tentunya sebagai investasi kedua orangtua di
akhirat. Hal itu karena anak yang sholeh dan sholehah akan memberikan peluang bagi kedua
orangtuanya untuk memperoleh surga di akhirat nanti. Berbekal segala ilmu dalam beragama
yang diperoleh selama di dunia, bekal doa dari anak merupakan hal yang dapat diharapkan
kelak.

 Melaksanakan Sunah Rasul


Tentu saja tujuan pernikahan yang utama ialah menjauhkan dari perbuatan maksiat. Namun
sebagai seorang muslim tentu saja kita memiliki panutan dalam menjalankan kehidupan sehari-
hari. Dan ada baiknya kita mengikuti apa yang dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah. Dan
pernikahan merupakan salah satu sunnah dari Rasulullah.

4. Manfaat Pernikahan

 Mendatangkan keberkahan
pernikahan akan mendorong seseorang terutama suami untuk sungguh-sungguh untuk mencari
nafkah yang banyak dan halal untuk anak dan istrinya, sehingga dengan kerja kerasnya akan
menimbulkan kemakmuran, kebahagiaan dan keberkahan dalam hidup berumah tangga.

 Memperluas persaudaraan
pernikahan dalam arti luasa tidak hanya menyatukan dan memperluas kekerabatan diantara
dua keluarga besar yaitu keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. terlebih lagi jika terjadi
pernikahan di luar suku, daerah maka kekerabatan akan semakin luas, karena menyatukan
kedua suku yang berbeda tradisi dan kebudayaan.

 Meningkatkan kesungguhan mencari nafkah


Nikah dapat mendorong seseorang terutama laki-laki untuk bersungguh-sungguh dalam
mencari rezeki yang banyak dan halal, sebab laki-laki lah yang harus bertanggung jawab
terhadap istri dan anak-anaknya, baik yang berkaitan dengan jasmani maupun rohani mereka.

 Menciptakan keturunan yang baik


Nikah merupakan jalan terbaik untuk menciptakan keturunan yang baik dan mulia sekaligus
merupakan upaya menjaga kelangsungan hidup sesuai dengan ajaran agama.

 Penyempurna Agama
Melaksanakan pernikahan berarti sudah menyempurnakan separuh dari agama sehingga
melengkapi takwa kita yang juga diimbangi dengan melakukan separuh ibadah lainnya.

Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang menikah maka berarti dia telah menyempurnakan
separuh agamanya. Maka bertaqwalah pada paruh yang lain”. Hal senada telah diriwayatkan
dari Anas ra, beliau berkata: “Apabila seorang hamba menikah, maka telah sempurna separuh
agamanya, maka takutlah kepada Allah SWT untuk separuh sisanya“.

5. Syarat – Syarat Pernikahan

Beragama Islam bagi mempelai Laki-laki dan Perempuan


Pernikahan yang didasarkan pada syariat Islam, maka haruslah mempelai laki-laki dan
perempuan beragama Islam. Nggak akan sah pernikahan tersebut jika seorang muslim
menikahi non muslim dengan menggunakan tata cara ijab dan qabul secara Islam.

 Bukan Laki-laki mahram bagi calon Istri


pernikahan merupakan bersatunya sepasang laki-laki dan perempuan yang nggak mempunyai
ikatan darah. Diharamkan bagi pernikahan jika mempelai perempuan merupakan mahrom
mempelai laki-laki dari pihak ayah. Oleh karena itu mengecek riwayat keluarga juga diperlukan
sebelum terjadinya pernikahan

 Mengetahui Wali akad nikah


Penentuan wali juga penting untuk dilakukan sebelum menikah. Bagi seorang laki-laki,
mengetahui asal usul seorang perempuan juga diperlukan. Apabila ayah dari mempelai
perempuan sudah meninggal bisa diwakilkan oleh kakeknya. Pada syariat Islam, terdapat wali
hakim yang bisa menjadi wali dalam sebuah pernikahan.

 Tidak sedang melaksanakan Haji


Ibadah haji merupakan ibadah yang segala sesuatunya dilipat gandakan. Akan tetapi saat
seseorang melakukan ibadah haji nggak diperkenankan untuk melakukan pernikahan.

 Tidak Karena paksaan


Saat pernikahan terjadi, nggak ada paksaan dari pihak manapun. Oleh karena itu pernikahan
harus didasarkan pada inisiatif dan keikhlasan kedua mempelai untuk hidup bersama. Jika
dahulu pernikahan terjadi karena dorongan pihak perempuan, sekarang pernikahan merupakan
pilihan dari kedua mempelai untuk memulai hidup bersama.

6. Hukum Pernikahan

Menurut sebagian besar Ulama, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh
dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak
dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah
Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah
berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan
dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang
akan menikah tersebut.

 Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah


Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan
mampu menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda
Rasullullah SAW : Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk
menikah, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata
dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah,
hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)

 Pernikahan Yang Dihukumi Wajib


Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, maupun mental
dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib
baginya untuk segera menikah.

 Pernikahan Yang Dihukumi Makruh


Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam
menafkahi keluarganya kelak.

 Pernikahan Yang Dihukumi Haram


Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik
menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.

7. Mahar

Mahar atau maskawin adalah suatu pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak
perempuan yang merupakan salah satu syarat sah dalam sebuah pernikahan atau perkawinan.
hukum memberikan mahar adalah wajib bagi laki-laki, walaupun mahar bukan termasuk syarat
atau rukun nikah. Mahar dalam sebuah pernikahan dianggap penting karena selain diwajibkan
oleh agama mahar juga merupakan tanda kesungguhan dan penghargaan dari pihak laki-laki
sebagai calon suami kepada calon istrinya. namun pemberian mahar ini tidak berarti bahwa
calon suami telah membeli calon istrinya dari orang tuanya. karena sebesar apapun mahar yang
diberikan oleh calon suami tidak dapat disetarakan dengan harkat dan martabat seseorang.

Allah Swt berfirman dalam surat An-Nisa ayat 24:

ً‫ضة‬ َ ‫فَ َما ا ْستَ ْمتَ ْعتُ ْم بِ ِه ِم ْنه َُّن فَآتُوه َُّن ُأج‬
َ ‫ُوره َُّن فَ ِري‬

Artinya: “Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah
maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban.” (QS. An-Nisa :24)

Pemberian mahar yang utama harus didasarkan kepada nilai dan manfaat yang terkandung
didalamnya. Karena islam menyerahkan masalah ini masing-masing sesuai dengan kemampuan
dan adat yang berlaku di dalam masyarakat, dengan syarat tidak berbentuk sesuatu yang
mendatangkan mudharat, membahayakan atau berasal dari usaha yang haram.

8. Thalak ( Perceraian )

Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh Islam tetapi dibolehkan
dengan alasan dan sebab-sebab tertentu.Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan ikatan
dan menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan ikatan perkahwinan dengan
lafaz talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir
sekiranya suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mecari
kebahagian berumahtangga. Talak merupakan perkara yang dibenci Allah s.w.t tetapi
dibenarkan.
9. Hukum Thalak

 Thalak yang hukumnya Wajib


Talak bisa menjadi wajib apabila ditemui beberapa kondisi berikut :

1. Jika suami isteri memiliki kemungkinan damai yang amat kecil atau sulit untuk
didamaikan melalui proses mediasi.
2. Sebelum perceraian terjadi biasanya ada dua orang wakil dari pihak suami atau isteri
yang akan membantu proses mediasi. Namun apabila mediasi ini gagal maka cerai bisa
menjadi wajib hukumnya.
3. Jika pengadilan menjatuhkan pendapat sekiranya talak lebih baik dijatuhkan daripada
meneruskan pernikahan. Jika suami tidak dapat mengucapkan talak sementara talak
wajib hukumnya maka suami akan berdosa.
4. Talak juga wajib hukumnya bagi suami yang meng-ila’ istrinya yakni suami bersumpah
untuk tidak menggauli istrinya. Masa ila ini ditangguhakn hingga empat bulan dan
apabila setelah empat bulan berlalu suami enggan kembali kepada istrinya maka hakim
berhak untuk memaksa suami mengikrarkan talak.

 Thalak Sunnah
Talak hukumnya sunnah apabila dijatuhkan kepada suami dengan ikhlas demi kebaikan istrinya
dan untuk mencegah kemudharatan apabila istrinya tetap tinggal bersamanya. Biasanya hal ini
terjadi apabila sebenarnya suami masih mencintai istrinya sementara sang istri sudah tidak bisa
mencintai suaminya sehingga berakibat istri tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik. Talak
yang dijatuhkan suami demi kemaslahatan istrinya hukumnya sunnah. Ada beberapa kondisi
dimana talak hukumnya sunnah :

1. Suami tidak mampu menanggung nafkah istri baik secara lahir maupun secara batin dan
tidak mampu memenuhi kewajiban suami terhadap istri.
2. Isteri tidak dapat menjaga kehormatan serta harkat dan martabat dirinya atau terdapat
ciri-ciri istri yang durhakadalam dirinya. Istri yang seperti ini sebenarnya bisa dihindari
dengan mengetahui ciri wanita yang baik untuk dinikahi.

 Thalak yang hukumnya Makruh


Talak hukumnya makruh jika suami menjatuhkan perkataan talak terhadap istrinya tanpa sebab
yang jelas dan keadaan rumah tangga yang baik-baik saja. Selain itu talak juga hukunmya
makruh apabila istri yang diceraikan memilki sifat yang baik dan taat kepada suaminya serta
memiliki ciri-ciri istri shalehah.

 Thalak yang hukumnya Mubah


Talak yang hukumnya mubah adalah talak dimana suami memiliki keinginan untuk menceraikan
istrinya dikarenakan sudah tidak mencintai istrinya atau jika sang istri tidak dapat mematuhi
suami serta berperangai buruk. Jika suami tidak dapat menahan dan bersikap sabar maka talaq
hukumnya mubah atau boleh dilakukan. Hal ini juga bisa terjadi pabila suami lemah nafsunya
atau istri yang tidak lagi subur ( belum datang masa haid atau telah selesai masa haid)
 Thalak yang hukumnya Haram
Talak bisa menjadi haram apabila talak yang dijatuhkan suami tidak sesuai dengan petunjuk
syariat islam. Hal ini berarti, talak yang dijatuhkan pada kondisi dimana talak tersebut dilarang
untuk diucapkan. Kondisi tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

1. Suami menceraikan istri saat istri masih dalam masa haid.


2. Suami menjatuhkan talak pada istri setelah ia disetubuhi tanpa diketahui hamil atau
tidak.
3. Suami yang sedang sakit dan cerainya bertujuan supaya istri tidak mendapatkan hak
atas hartanya.
4. Suami mentalak istri dengan tiga talak sekaligus. Hal ini tidak sah meskipun jika talak
satu diucapkan tiga kali atau lebih.

10. Masa Idddah

Masa ‘iddah adalah istilah yang diambil dari bahasa Arab dari kata (‫ )ال ِع َّدة‬yang bermakna
َ ْ‫[)اِإل ح‬1] . Dinamakan demikian karena seorang menghitung masa suci atau
perhitungan (‫صاء‬
bulan secara umum dalam menentukan selesainya masa iddah. Menurut istilah para ulama,
masa ‘iddah ialah sebutan atau nama suatu masa di mana seorang wanita menanti atau
menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan
baik dengan menunggu kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru’, atau berakhirnya
beberapa bulan yang sudah ditentukan.

11. HIKMAH ‘IDDAH

Para ulama memberikan keterangan tentang hikmah pensyariatan masa ‘iddah, diantaranya:
1. Untuk memastikan apakah wanita tersebut sedang hamil atau tidak.
2. Syariat Islam telah mensyariatkan masa ‘iddah untuk menghindari ketidakjelasan garis
keturunan yang muncul jika seorang wanita ditekan untuk segera menikah.
3. Masa ‘iddah disyari’atkan untuk menunjukkan betapa agung dan mulianya sebuah akad
pernikahan.
4. Masa ‘iddah disyari’atkan agar kaum pria dan wanita berpikir ulang jika hendak memutuskan
tali kekeluargaan, terutama dalam kasus perceraian.
5. Masa ‘iddah disyari’atkan untuk menjaga hak janin berupa nafkah dan lainnya apabila wanita
yang dicerai sedang hamil.
Dalil dari al-Qur`ân yaitu firman Allâh Azza wa Jalla :
‫ات يَت ََربَّصْ نَ بَِأ ْنفُ ِس ِه َّن ثَاَل ثَةَ قُرُو ٍء‬
ُ َ‫َو ْال ُمطَلَّق‬

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’
[al-Baqarah/2:228]

Sedangkan dalil dari sunnah banyak sekali, diantaranya :

‫َت تَحْ تَ َزوْ ِجهَا تُ ُوفِّ َي َع ْنهَا‬ ْ ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ َّن ا ْم َرَأةً ِم ْن َأ ْسلَ َم يُقَا ُل لَهَا ُسبَ ْي َعةُ َكان‬ ‫صلَّى‬َ ‫ج النَّبِ ِّي‬ ‫ُأ‬
ِ ْ‫ِّم َسلَ َمةَ زَ و‬ ‫ع َْن‬
‫َأْل‬
‫آخ َر ا َجلَي ِْن‬ ِ ‫ت َأ ْن تَ ْن ِك َحهُ فَقَا َل َوهَّللا ِ َما يَصْ لُ ُح َأ ْن تَ ْن ِك ِحي ِه َحتَّى تَ ْعتَدِّي‬ ْ َ‫ك فََأب‬ ٍ ‫بْنُ بَ ْع َك‬ ‫َأ‬
‫ُح ْبلَى فَ َخطَبَهَا بُو ال َّسنَابِ ِل‬ ‫َو ِه َي‬
‫ال ا ْن ِك ِحي‬ َ َ ‫ق‬ َ ‫ف‬ ‫م‬َّ ‫ل‬ ‫س‬‫و‬ ‫ه‬
َ َ َ ِ َ ُْ
‫ي‬ َ ‫ل‬‫ع‬ ‫هَّللا‬ ‫ى‬ َّ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫ي‬
َ َّ ِ ‫ب‬َّ ‫ن‬‫ال‬ ْ
‫ت‬ ‫ء‬ ‫ا‬‫ج‬ ‫م‬ُ ‫ث‬
َ َ َّ ٍ َ ِ َ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ي‬َ ‫ل‬ ‫ر‬ ْ
‫ش‬ ‫ع‬ ‫ن‬ْ ‫م‬
ِ ‫ًا‬ ‫ب‬‫ي‬‫ر‬ِ َ ‫ق‬ ‫ت‬ْ َ ‫ث‬ ‫فَ َم ُك‬

Dari Ummu Salamah istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya seorang wanita dari
Aslam bernama Subai’ah ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil. Lalu Abu Sanâbil
bin Ba’kak melamarnya, namun ia menolak menikah dengannya. Ada yang berkata, “Demi
Allâh, dia tidak boleh menikah dengannya hingga menjalani masa iddah yang paling panjang
dari dua masa iddah. Setelah sepuluh malam berlalu, ia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menikahlah!” [HR al-Bukhâri no. 4906].

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

 Sehingga dapat di simpulkan bahwa Pernikahan merupakan sesuatu yang sangat penting
bagi manusia untuk berkembang biak, memiliki keturunan, mempertahankan
keberadaannya dengan aturan-aturan yang sudah ditentukan oleh Agama Islam
sehingga kita bisa berkembang biak dengan baik dan benar menurut Islam.

 Tanpa Pernikahan dan aturan-aturan Islam, maka manusia kemungkinan akan berzina,
berganti-ganti pasangan, melakukan seks bebas sehingga mereka akan mirip seperti
binatang yang selalu berganti-ganti pasangan.
DAFTAR PUSTAKA

Munarki, Abu. Membangun Rumah Tangga dalam Islam, Pekanbaru : PT. Berlian Putih,2006

Abdullah, Samsul. Tatacara Pernikahan, Jakarta: PT. Gramedia,2011

http://wikiplediaIndonesia.com/01/pernikahansecaraIslam.htmp

http://admin.blogspot.com/2009/01/iddah

https://www.liputan6.com/citizen6/read/3873005/tujuan-pernikahan-dalam-islam-kamu-yang-
berniat-menikah-wajib-tahu

https://www.popbela.com/relationship/married/rosita-meinita/rukun-dan-syarat-sah-nikah/
full

https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/fiqih-pernikahan
http://aldy-firdani.blogspot.com/2014/01/makalah-pernikahan-dalam-agama-islam.html

https://thegorbalsla.com/syarat-dan-rukun-nikah/

https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-talak-dalam-pernikahan

https://almanhaj.or.id/3668-masa-iddah-dalam-islam.html

https://www.muslimpintar.com/pengertian-mahar-dan-macam-macam-mahar-pernikahan/

Anda mungkin juga menyukai