FIKIH
MUNAKAHAT
Disusun Oleh:
Kelompok 6
Parida fitriana
Febry Rama Sari
Widya Arianti
Zam-zam Hayati
UIN Sumatera Utara
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan Rahmat taufik dan hidayah Nya sehingga
Penulisan Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah kami ini berjudul MUNAKAHAT , didalam Makalah kami ini
terdapat beberapa pembahasan diantaranya, Pengertian Pernikahan,
Hukum Pernikahan, Rukun dan Syarat Sah Nikah, Hikmah Pernikahan atau
Perkawinan dan sebagainya.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
itu dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Namun berkat
bantuan dan dorongan serta bimbingan dari Dosen Pembimbing serta
berbagai bantuan dari berbagai pihak, akhirnya pembuatan makalah ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis berharap dengan penulisan makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya
serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dan meningkatkan
prestasi dimasa yang akan datang.
Wassalam,
Penulis
DAFTAR ISI
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan ...............................................................................
B. Saran ......................................................................................
B. Hikmah pernikahan
1 Syaikh sulaiman ahmad yahya al-faifi, ringkasan fikih sunnah sayyid sabiq,
(jakarka:pustaka al-kausar,2014)hal:403
2
Pernikahan merupakan jalan terbaik untuk memenuhi tabiat manusiawi,
menyalurkan hasrat, dan melampiskan gairah seksualnya. Pernikahan
juga merupakan jalan terbaik untuk melahirkan keturunan,
memperbanyak generasi, dan melanjutkan kelangsungan kehidupan
dengan menjaga nasab yang diatur oleh islam dengan perhatian yang
besar.
Tersebut dalam sabda rasulullah,
menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang dan subur (banyak
keturunan), sesungguhnya aku membanggakan kalian dihadapan para
nabi yang lain pada hari kiamat.
Adapun hikmah pernikahan yg lainnya sebagai berikut:
Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
Memelihara kesucian diri
Melaksanakan tuntutan syariat
Membuat keturunan yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan
lingkungan yang sehat untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang
dibesarkan tanpa orangtua akan memudahkan untuk membuat sang anak
terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh karena itu, institusi
kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit serta
sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-anak
Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
Dapat mengeratkan silaturahim.
Pernikahan dalam Islam merupakan fitrah manusia agar seorang muslim
dapat memikul amanat tanggung jawabnya yang paling besar dalam
dirinya terhadap orang yang paling berhak mendapat pendidikan dan
pemeliharaan. Pernikahan memiliki manfaat yang paling besar terhadap
kepentingan-kepentingan sosial lainnya. Kepentingan sosial itu adalah
memelihara kelangsungan jenis manusia, memelihara keturunan, menjaga
keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat
membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketenteraman jiwa.
Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk
suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa: "Perkawinan
merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang
pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa."
C. Larangan membujang bagi yang mampu menikah.
Sad bin abu waqqas berkata, Rasulullah menolak utsman bin mazhun
membujang dan sekiranya beliau mengizinkannya, tentu kami akan
melakukan kebiri. (H.R. Al-Bukhari).
Maksud dari hadist tersebut ialah jika rasulullah mengizinkan kepadanya
untuk membujang tentu dia akan menyampaikan kepada kami tentang
membujang, sehingga kami akan melakukan kebiri.
Dalam hal ini juga dianjurkan untuk mendahulukan menikah dari pada
haji. Jika seseorang ingin menikah dan takut terjerumus dalam perbuatan
keji(zina) jika tidak segera menikah, maka mendahulukan menikah
hukumnya wajib dari pada haji. Tetapi, jika kekhawatiran terjerumus
kedalam perbuatan zina tidak ada, maka hendaknya mendahulukan haji.
Begitu pula dalam amal ibadah yang hukumnya fardhu kifayah, seperti
menuntut ilmu dan jihad, keduanya didahulukan dari pada menikah jika
tidak khawatir akan terjerimus kedalam perbuatan keji.
2. KHITBAH (MEMINANG)
Khitbah adalah pendahuluan (langkah awal) dalam proses menuju
pernikahan yang telah disyariatkan dalam agama, sebelum disatukan
dengan akad pernikahan, agar masing-masing calon mempelai
mengetahui calon pendampingnya.
Seorang wanita tidak boleh dikhitbah kecuali terpenuhi dua syarat:
1. Tidak ada halangan secara syariat yang mencegahnya untuk dinikahi
pada saat itu.
2. Tidak ada orang lain yang menghitbahnya secara syariat.
2. Syarat-syarat istri
Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak
sedang dalam keadaan iddah
Merdeka, atas kemauan sendiri
Jelas orangnya
Tidak sedang berikhram.
Artinya: Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, tiga, atau
empat.
.
Artinya: Maka tatkala Zaid mengakhiri keperluan terhadap istrinya
(menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia (setelah habis iddah)
supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri
anak-anak angkat mereka.
a. Jika seorang suami murtad atau keluar dari agama Islam dan tidak mau
kembali sama sekali, maka akadnya batal (fasakh) karena kemurtadan
yang terjadi belakangan.
b. Jika suami yang tadinya kafir masuk Islam, tetapi istri masih tetap
dalam kekafirannya, yaitu tetap menjadi musyrik, maka akadnya batal
(fasakh). Lain halnya kalau istrinya ahli kitab. Maka akadnya tetap sah
3 AbdulRahmanGhozali,FiqhMunakahat,(Jakarta:PrenataMediaGroup,2003),hlm.141
142.
4 AhmadAzharBasyir,HukumPerkawinanIslam,(Yogyakarta:UIIpress,2010),hlm.85.
sepertisemula. Sebab perkawinannya dengan ahli kitab dari semula
dipandang sah.
Selain hal-hal tersebut ada juga hal-hal lain yang menyebabkan terjadinya
fasakh, yaitu sebagai berikut:
1. Karena ada balak (penyakit belang kulit). Dalam kaitan ini, Rasulullah
bersabda:
)
:
2. Karena gila
4. Karena ada penyakit menular, seperti sipilis, TBC, AIDS dan sebagainya.
Dijelaskan dalam suatu riwayat.
:
( )
5 SlametAbidindanAminudin,fiqihmunakahat2,(Bandung:Pustakasetia,1999),hlm.73
75.
sesungguhnya perempuan itu boleh memilih jika mau ia tetap dalam
perkawinannya dan jika berkehendak cerai maka perempuan itu boleh
bercerai. (HR. Malik)
Disamping itu, fasakh juga bisa terjadi oleh sebab-sebab sebagai berikut :
Apabila terdapat hal-hal atau kondisi penyebab fasakh itu jelas, dan
dibenarkan syara, maka untuk menetapkan fasakh tidak diperlukan
putusan pengadilan. Misalnya terbukti bahwa suami istri masih saudara
kandung, atau saudara sesusuan.
6 AsShonani,Subulussalam,(Beirut:Darulkutubilmiyah/III),hlm.140.
memfasakhkan nikahnya. Atau dia sendiri yang memfasakhkan di muka
hakim setelah diizinkan olehnya.
Mengenai sebab-sebab batalnya perkawinan dan permohonan pembatalan
perkawinan di Indonesia, dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal
70-76.7
5. LARANGAN PERNIKAHAN
Secara garis besar larangan kawin antara seorang pria dan wanita yang
diatur dalam Al-Quran dan Hadits, dibagi menjadi dua macam yaitu
mahram muabbad dan mahram ghairu muabbad
1. Mahram Muabbad
Larangan kawin tersebut didasarkan pada firman Allah dalam surat An-
Nisa ayat 23 :
7 AbdulRahmanGhozali,FiqhMunakahat...,hlm.148154.
1. Perempuan yang telah dikawini oleh ayah atau ibu tiri
8 AmirSyarifuddin,HukumPerkawinanIslamdiIndonesia,(Jakarta:Kencana,2009),hlm.
109111.
9 SajutiThalib,HukumKekeluargaanIndonesia,(Jakarta:YayasanPenerbitUI,1974),hlm.
53.
pada suatu hari Rasulullah berada di kamar Aisyah dan Aisyah
mendengar suara seorang laki-laki meminta izin masuk di rumah Hafshah.
Aisyah berkata : Ya Rasulullah, saya pikir si fulan (seorang paman susuan
Hafshah). Kemudian Aisyah berkata: Ya Rasulullah, dia meminta izin
masuk kerumahmu. Kata Aisyah; maka Rasulullah menjawab: saya pikir
yang meminta izin itu si fulan (seorang paman susuan Hafshah). Aisyah
berkata: sekiranya si fulan itu masih hidup (seorang paman susuan
Aisyah, tentu juga dia boleh masuk ke tempatku)? Rasulullah menjawab:
benar, sesungguhnya susuan itu mengharamkan apa yang di haramkan
lantaran hubungan keluarga. (Al Bukhory 52:7; Muslim 17;1; Al Lu-lu-u
wal Marjan 2:114).10
10 TeungkuMuhammadHasbiAshShiddieqy,MutiaraHadits5(NikahdanHukum
Keluarga,Perbudakan,JualBeli,NazardanSumpah,PidanadanPeradilan,Jihad),
(Semarang:PT.PUSTAKARIZKIPUTRA,2003),hlm.73.
Hadits Shahih menurut Ibnu Hibban, Ad-Daraquthni dan Al-Baihaqi, dan
malul menurut Al-Bukhari)11
Wanita yang ditalak tiga, haram kawin lagi dengan bekas suaminya,
kecuali kalau sudah kawin lagi dengan orang lain dan telah berhubungan
kelamin serta dicerai oleh suami terakhir itu dan telah habis masa
iddahnya.
Hadits yang terkait:
:
.
:
:
.
11 MuhammadbinIsmailAlAmirAshShanani,SubulusSalamSyarahBulughulMaram,
(Jakarta:DarusSunnahPress,2013),hlm.992.
mantan istrimu itu telah haram bagimu sampai dia menikahi lelaki selain
kamu, dan engkau telah bermaksiat kepada Allah terkait dengan apa yang
di perintahkanNya kepadamu dalam hal menceraikan istrimu.
:
( )
Saya mendengar Ustman bin Affan berkata:Rasulullah SAW bersabda:
Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, tidak boleh menikahkan,
dan tidak boleh pula meminang. (Diriwayatkan Muslim dari Ustman bin
Affan).
Hadits Terkait :
,
:
)
,
,
,
(
Dari Abi Hurairah R.A. Berkata, Rasulullah S.A.W bersabda : "wanita itu
boleh dinikahi karena empat hal: 1. karena hartanya. 2. karena asal-
usul(keturunan)nya, 3. Karena kecantikannya, 4. Karena agamanya. Maka
hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan) yang memeluk
agama Islam, (jika tidak), akan binasalah kedua tangan-mu (hadits
riwayat Bukhari di dalam kitab Nikah)
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Pernikahan adalah suatu lembaga kehidupan yang disyariatkan dalam
agama Islam. Pernikahan merupakan suatu ikatan yang menghalalkan
pergaulan laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga
yang bahagia dan mendapatkan keturunan yang sah. Nikah adalah
fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai
makhluk Allah SWT.
Tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah, warahmah, serta bahagia di dunia dan akhirat.
Hukum nikah pada dasarnya adalah mubah, artinya boleh dikerjakan dan
boleh ditinggalkan. Meskipun demikian, hukum, nikah dapat berubah
menjadi sunah, wajib,makruh,atau haram.
Tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat
manusia (prig terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka
mewujudkan rumah tangga yang bahagia sesuai dengan ketentuan-
ketentuan agama Islam.
B. Saran
Pernikahan merupakan suatu ikatan yang menghalalkan pergaulan
laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia
dalam mendapatkan keturunan yang sah.
Maka dari itu, kita harus mengetahui segala sesuatu, mulai dari
hukum nikah, rukun nikah, kewajiban suami istri setelah menikah, hikmah
menikah, agar kita tidak sekali-kali bila ada kesalah pahaman di dalam
keluarga jangan terus membuat keputusan untuk bercerai, karena
bercerai itu tidak disukai oleh Allah SWT.
Daftar Pustaka
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenata Media Group,
2003)
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII press,
2010)
Slamet Abidin dan Aminudin, fiqih munakahat 2, (Bandung: Pustaka setia,
1999)
As-Shonani, Subulussalam, (Beirut: Darul kutub ilmiyah/III)
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2009)
Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penerbit
UI, 1974)
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Mutiara Hadits 5 (Nikah dan
Hukum Keluarga, Perbudakan, Jual Beli, Nazar dan Sumpah, Pidana dan
Peradilan, Jihad), (Semarang: PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2003)
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shanani, Subulus Salam Syarah
Bulughul Maram, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2013)
Imam An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh An-Nawawi, (Jakarta: PUSTAKA
AZZAM, 2011)
Maruf Muin dkk, Himpunan Fatwa MUI sejak 1975, ( Jakarta:
Erlangga,2011)