Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“PENDIDIKAN AGAMA ISLAM”

“PERNIKAHAN DALAM ISLAM”

DISUSUN OLEH :

MEILISA
RATI ASHARI (1801010017)
SISKA (1801010021)

STKIP AL- MAKSUM

LANGKAT

2019
KATA PENGANTAR

Assalam mu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia nya sehungga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Pernikahan Dalam Islam” Dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangannya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga makalah ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah “Pendidikan
Agama Islam”, dimana telah membantu memberikan bimbingan dan arahan dalam
menyelesaikan makalah ini,serta teman-teman yang mendukung proses
pembuatan makalah ini.
Penulis sadar bahwa delam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan yang masih perlu diperbaiki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan tugas ini dimasa yang akan
dating.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin.

Wassalamualikum Wr. Wb.

Stabat, 01 April 2019

Kelompok

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1

B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 2

C. TUJUAN ...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. PENGERTIAN PERNIKAHAN .............................................................. 3

B. NIKAH SEBAGAI SUNAH RASUL ....................................................... 4

C. PRINSIP, RUKUN DAN SYARAT PERNIKAHAN ............................. 7

D. ISU-ISU DALAM PERNIKAHAN ........................................................ 12

E. HIKMAH PERNIKAHAN ..................................................................... 17

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 21

A. KESIMPULAN .......................................................................................... 21

B. SARAN........................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkawinan adalah sunatullah, atau hukum alam di dunia yang
dilakukan oleh setiap mahluk yang Allah jadikan secara berpasang-pasanga,
sebagaimana firman Allah dalam surat Yasin ayat 36.
Menuasia adalah makhluk yang Allah ciptakan lebuh mulia dari
makhluk yang lainnya sehingga karenanya Allah telah menetapkan adanya
aturan dan tata cara secara khusus sebagai landasan untuk mempertahakan
kelebihan derajat yang namanya makhluk menuasia disbanding dengan jenis
makhluk lainnya.
Tujuan pernikahan, sebagaimana difirmankan Allah Swt dalam
surah Ar-Rum ayat 21 “Dan diantara tanda-tanda kekuasaannya ialah Dia
menciptakan untuk mu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikannya diantara mu rasa
kasih saying (mawaddah Warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu
menjadi tanda-tanda kebesarannya bagi orang-orang yang berfikir”.
Mawaddah warahmah adalah anugerah Allahyang diberikan kepada manusia,
ketika manusia melakukan pernikahan.
Pernikahan merupakan sunah Nabi Muhammad SAW. Sunnah
dalam pengertian mencontoh tidak laku Nabi Muhammad SAW. Perkawinan
diisyaratkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah
menuju kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat, dibawah naungan cinta
kasih dan ridha Allah Swt, dan hal ini telah diisyaratkan dari sejak dahulu,
dan sudah banyak sekali dijelaskan didalam Al-Qur’an: “Dan kawinkanlah
orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sehayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan, jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan karynianya, dan Allah Maha luas(pemberiaanya) lagi maha
mengetahui” (QS. An-Nur, 24:32).

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa arti pernikahan dalam islam?
2. Apa nikah sebagai sunnah rasul?
3. Apa saja prinsip, rukun dan syarat pernikahan?
4. Apa isu-isu dalam pernikahan?
5. Bagaimana hikmah pernikahan?

C. TUJUAN
1. Untuk memahami arti dari pernikahan.
2. Untuk mengetahui nikah sebagai sunah rasul.
3. Untuk mengetahui prinsip, rukun dan syarat pernikahan.
4. Untuk mengetahu isu-isu dalam pernikahan.
5. Untuk mengetahui hikmah pernikahan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERNIKAHAN
1. Pengertian Perkawinan menurut Hukum Islam
Perkawinan adalah sunatullah, atau hukum alam di dunia yang
dilakukan oleh setiap mahluk yang Allah jadikan secara berpasang-pasanga,
sebagaimana firman Allah dalam surat Yasin ayat 36.
“Menuasia adalah makhluk yang Allah ciptakan lebuh mulia dari
makhluk yang lainnya sehingga karenanya Allah telah menetapkan adanya
aturan dan tata cara secara khusus sebagai landasan untuk mempertahakan
kelebihan derajat yang namanya makhluk menuasia disbanding dengan jenis
makhluk lainnya”
Secara Etimologi Pernikahan bentukan dari kata benda Nikah kata
itu berasal dari kata bahasa arab yaitu Nikkah yang berarti perjanjian
perkawinan ; berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam bahasa Arab
yaitu kata nikah yang berarti persetubuhan.Secara etimologi juga, nikah atau
ziwaj dalam bahasa Arab artinya adalah mendekap atau berkumpul.
Sedangkan secara terminologi, nikah adalah akad atau kesepakatan
yang ditentukan oleh syara’ yang bertujuan agar seorang laki-laki memiliki
keleluasaan untuk bersenang-senang dengan seorang wanita dan
menghalalkan seorang wanita untuk bersenang-senang dengan seorang laki-
laki.
Menurut Syara’, nikah adalah aqad antara calon suami isteri untuk
membolehkan keduanya bergaul sebagai suami isteri. Aqad nikah artinya
perjanjian untuk mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang wanita
dengan seorang laki-laki.
Menurut pengertian fukaha, perkawinan adalah aqad yang
mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadl
nikah atau ziwaj yang semakna keduanya.
2. Pengertian Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

3
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1,
Perkawinan adalah:
“Ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Pengertian perkawinan terdapat lima unsur di dalamnya adalah
sebagai berikut :
a. Ikatan lahir bathin.
b. Antara seorang pria dengan seorang wanita.
c. Sebagai suami isteri.
d. Membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal.
e. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1
merumuskan bahwa ikatan suami isteri berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa, perkawinan merupakan perikatan yang suci. Perikatan tidak dapat
melepaskan dari agama yang dianut suami isteri.

B. NIKAH SEBAGAI SUNAH RASUL


Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam
pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja jalan
yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan,
tetapi dapat juga dipandang sebagai salah satu jalan menuju pintu perkenalan
antara suatu kaum dengan kaum yang lain, dan perkenalan itu akan menjadi
jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya.
Faedah yang terbesar dalam pernikahan adalah untuk memelihara dan menjaga
perempuan yang bersifat lemah itu dari kebinasaan, sebab seorang perempuan,
apabila ia sudah menikah maka biayanya wajib ditanggung oleh suaminya.
Pernikahan juga merupakan sarana terbesar untuk memelihara manusia
agar tidak terjatuh ke dalam perkara yang diharamkan Allah swt, seperti zina,
liwath (homoseksual) dan lainnya.
Dalam firman Allah juga disebutkan salah satu tujuan perkawinan ialah
suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak,
berkembang-biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan

4
siap melakukan peranannya yang positip dalam mewujudkan tujuan
perkawinan.
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Ayyub Radhiyallahu anhu:
Artinya: “Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul: rasa-malu,
memakai wewangian, bersiwak, dan menikah."(HR. At-Tirmidzi: 1086)
Firman Allah: Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah
kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari
padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu
saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Q.S. An-Nisaa’:
1)
Artinya: “Alqamah berkata: Ketika aku bersama Abdullah bin Mas'uud
di Mina tiba-tiba bertemu dengan Usman, lalu dipanggil: Ya Aba
Abdirrahman, saya ada hajat padamu, lalu berbisik keduanya: Usman
berkata: Ya Aba Abdirrahman, sukakah anda saya kawinkan dengan gadis
untuk mengingatkan kembali masa mudamu dahulu. Karena Abdullah bin
Mas'uud tidak berhajat kawin maka menunjuk kepadanya dan dipanggil: Ya
Alqamali, maka aku datang kepadanya, sedang ia berkata: Jika anda katakan
begitu maka Nabi saw. bersabda kepada kami: Hai para pemuda siapa yang
sanggup (dapat) memikul beban perkawinan maka hendaklah kawin, dan siapa
yang tidak sanggup maka hendaknya berpuasa (menahan diri) maka itu untuk
menahan syahwat dari dosa”. (Bukhari, Muslim).
Adapun disini juga di jelaskan hadis tentang larangan membujang serta
melilih jodoh yang tepat. Arti tabattul (membujang), imam an-nawawi ra
berkata: “tabattul disini ialah menjauhkan diri dari wanita dan tidak menikah
karena ingin terus beribadah kepada Allah swt”
Suatu saat manusia berkhayal untuk hidup membujang dan menjauhkan
diri dari masalah duniawi, hidup hanya untuk shalat malam, berpuasa dan tidak
mau kawin selamanya sebagai hidupnya seorang pendeta yang menyalahi
tabi’at (naluri) manusia sehat. Islam memperingatkan bahwa hidup semacam

5
itu berlawanan dengan fitrah dan menyalahi ajaran Agama. Karena Nabi saw.
sebagai seorang yang paling takut dan bertaqwa kepada Allah, masih tetap
berpuasa dan berbuka, shalat malam dan tidur serta kawin pula. Dan orang
yang mau menyalahi tuntunan ini tidaklah patut digolongkan sebagai umat
beliau yang baik.
Artinya: “Dari Sa’ad Bin Abu Waqqash, ia berkata, “Sungguh
Rasulullah SAW telah melarang utsman untuk membujang. Seandainya beliau
mengizinkan, tentu kami akan mengebiri”
Artinya: “dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa rasul
sebelummu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan..”
(Q.S. Ar-Ra’d: 38)
sebaiknya menjadi perhatian bahwa tidak semua orang dapat mengatur
rumah tangga dan tidak semua orang dapat diserahi kepercayaan mutlak,
sebagai teman karib yang akan saling membela untuk selama-lamanya. Maka
sebelum, kita mengutarakan maksud yang terkandung di hati, sebaiknyalah kita
selidiki lebih dahulu, akan terdapat persesuaian paham, atau tidakkah setelah
bergaul. Nabi saw telah member petunjuk tentang sifat-sifat perempuan yang
baik, yaitu:
1. Yang beragama dan menjalankannya
2. Keturunan orang yang subur
3. Yang masih perawan
Artinya:“dari jabir,“sesungguhnya nabi saw. Telah bersabda,
‘sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, hartanya, dan
kecantikannya;maka pilihlah yang beragama’.”
Membujang tidak dianggap perilaku yang baik dalam Islam atau
merupakan cara untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah seperti yang
dilakukan oleh agama lain: Kristen, Budha dan Jainisme, dan lain-lain.
Tujuan perkawinan dalam Islam, secara luas adalah
1. Merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan emosi dan seksual yang sah dan
benar
2. Suatu mekanisme untuk mengurangi ketegangan
3. Cara untuk memperoleh keturunan yang sah

6
4. Memduduki fungsi sosial
5. Mendekatkan hubungan antàr keluarga dan solidaritas kelompok merupakan
perbuatan menuju ketaqwaan
6. Merupakan suatu bentuk ibadah, yaitu pengabdian kepada allah mengikuti
sunnah rasulullah saw.
Agama Islam menetapkan bahwa untuk membagunkan rumah tangga yang
damai dan teratur, itu haruslah dengan perkawinan dan aqad nikah yang sah,
serta diketahui oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi, bahkan dianjurkan
supaya diumumkan kepada tetangga dan karib kirabat dengan mengadakan
pesta perkawinan (walimah).
Dengan demikian terpeliharalah keturunàn tiap-tiap keluarga dan mengenal
tiap-tiap anak akan bapanya, terjauh dan bercampur aduk antara satu keluarga
dengan yang lain atau anak-anak jang tak kenal aan ajahnya. Lain dari pada itu
kehidupan laki isteri dengan keturunannya turun-temurun adalah berhubung
rapat dan bersangkut-paut bahkan bertali-temali, laksana rantai yang sama kuat
dan tak ada putusnya.

C. PRINSIP, RUKUN DAN SYARAT PERNIKAHAN


1. Prinsip – Prinsip Pernikahan
Dalam ajaran Islam ada beberapa prinsip-prinsip dalam perkawinan, yaitu :
a. Harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang
mengadakan perkawinan. Caranyanya adalah diadakan peminangan
terlebuh dahulu untuk mengetahui apakah kedua belah pihak setuju
untuk melaksanakan perkawinan atau tidak.
b. Tidak semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria, sebab ada
ketentuan larangan-larangan perkawinan antara pria dan wanita yang
harus diindahkan.
c. Perkawinan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan-
persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua belah pihak maupun
yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan itu sendiri.
d. Perkawinan pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga atau
rumah tangga tentram, damai, dan kekal untuk selam-lamanya.

7
e. Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga,
dimana tanggung jawab pimpinan keluarga ada pada suami.
Adapaun prinsip-prinsip atau asas-asas perkawinan menurut
Undang-undang Perkawinan, disebtkan didalam penjelasan umumnya
sebagai berikut:
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar
masing-masing dapat mengembangkan pribadinya, membantu dalam
mencapai kesejahteraan spiritual dan material.
b. Dalam Undang-Udang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah
sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat
menurut perturan perundang-undangan yang belaku, pencatatan tiap-tiap
perkawinan adalah sama halnya denagn pencatatan peristiwa-peristiwa
penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang
dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte resmi yang juga
dimuat dalam daftar pencatatan.
c. Undang-undang ini menganut asas monogami, hanya apabila
dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang
bersangkutan mengijinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari
seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari
seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai
persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan Agama.
d. Undang-Udang ini mengatur prinsip, bahwa calon sumai istri itu harus
masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar
supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir
dengan perceraian, dan mendapat keturunan yantg baik dan sehat, untuk
itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih
dibawah umur, karena perkawinan itu mempunyai hubungan dengan
masalah kependudukan, maka untuk mengerem lajunya kelahiran yang
lebih tinggi, harus dicegah terjadinya perkawinan antara calon suami istri

8
yang masih dibawah umur. Sebab batas umur yang lebuh rendah bagi
seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih
tinggi, jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi,
berhubungan dengan itu, maka Undang-Udang Perkawinan ini
menentukan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun bagi wanita,
ialah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita.
e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal dan sejahtera, maka Undang-Undang ini menganut
prinsip untuk mempersukar tejadinya perceraian. Untuk memungkin
perceraian harus ada alasan-alasan tertentu (pasal 19 Peraturan
Pemerintah N. 9 tahun 1975) serta harus dilakukan di depan sidang
Pengadilan Agama bagi orang Islam dan Pengadilan Negeri bagi
golongan luar Islam.
f. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan
bermasyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga
dapat dirundingkan dan diputuskan bersama suami istri.
Kalau kita bandingkan prinsip-prinsip dalam perkawinan menurut
Hukum Islam dan menurut Undang-Udang Perkawinan, maka dapat
dikatakan sejalan dan tidak ada perbedaan yang prinsipil atau mendasar.
Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari alquran dan
alhadist, yang kemudian di tuangkan dalam garis-garis hukum melalui
undang-undanhg no 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan kompilasi hukum
islam tahun 1991 mengandung 7 asas kaidah hukum yaitu sebagai berikut:
a. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
b. Asas keaabsahan perkawinan di dasarkan pada hukum agama dan
kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan dan harus di
catat oleh petugas yang berwenang
c. Asas monogami terbuka
d. Asas calon suami dan isteri telah matang jiwa raganya dapat
mel;angsungkan perkawinan, agar mewujudkan tujuan perkawinan secara

9
baik dan mendapat keturunan yang baik dan sehat sehingga tidak
berfikifr kepada perceraian
e. Asas mempersulit terjadinya perceraian
f. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan isteri baik
dalam kehidupan rumah tangga dan kehidupan masyrakat
g. Asas pencatatan perkawinan.
2. Rukun Pernikahan
Rukun dan syarat adalah sesuatu bila ditinggalkan akan menyebabkan
sesuatu itu tidak syah.
Perkawinan sebagai perbuatan hukum tentunya juga harus memenuhi
rukun dan syarat-syarat tertentu. Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus
dipenuhi pada waktu melangsungkan perkawinan. Rukun nikah merupakan
bagian dari hakekat perkawinan, artinya bila salah satu dari rukun nikah
tidak terpenuhi maka tidak terjadi suatu perkawinan.Rukun adalah bagian
dari sesuatu, sedang sesuatu itu takkan ada tanpanya.Dengan demikian,
rukun perkawinan adalah ijab dan kabul yang muncul dari keduanya berupa
ungkapan kata (shighah). Karena dari shighah ini secara langsung akan
menyebabkan timbulnya sisa rukun yang lain:
a. Ijab: ucapan yang terlebih dahulu terucap dari mulut salah satu kedua
belah pihak untuk menunjukkan keinginannya membangun ikatan.
b. Qabul: apa yang kemudian terucap dari pihak lain yang menunjukkan
kerelaan/ kesepakatan/ setuju atas apa yang tela siwajibkan oleh pihak
pertama.Dari shighah ijab dan qabul, kemudian timbul sisa rukun
lainnya, yaitu:
c. Adanya Pihak-pihak yang melaksanakan akad nikah yaitu mempelai
pria dan wanita. Adanya wali dari calon istri.
d. Adanya dua orang saksi.
Perkawinan di atas menurut hukum Islam sudah dianggap sah, apabila
perkawinan tersebut dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang
Nomor 1 pasal 2 ayat 2 tahun 1974 tentang perkawinan itu berbunyi: "Tiap-
tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku." Dipertegas dalam dalam undang-undang yang sama pada pasal 7

10
ayat 1 yang menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria
mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita telah mencapai usia 16 tahun. Jika
masih belum cukup umur, pada pasal 7 ayat 2 menjelaskan bahwa
perkawinan dapat disahkan dengan meminta dispensasi kepada pengadilan
atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak
wanita.
3. Syarat-Syarat Pernikahan
Syarat nikah adalah segala sesuatu yang pasti dan harus ada ketika
pernikahan berlangsung,tetapi tidak termasuk pada salah satu bagian dari
hakekat pernikahan.
Syarat-syarat perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 meliputi :
a. syarat-syarat materiil.
1) Syarat materiil secara umum adalah sebagai berikut :
a) Harus ada persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai.
b) Usia calon mempelai pria sekurang-kurangnya harus sudah
mencapai 19 tahun dan pihak calon mempelai wanita harus sudah
berumur 16 tahun.
c) Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain.
2) Syarat materiil secara khusus, yaitu :
a) Tidak melanggar larangan perkawinan yang diatur Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 pasal 8, pasal 9 dan pasal 10, yaitu larangan
perkawinan
b) Izin dari kedua orang tua bagi calon mempelai yang belum berumur
21 tahun.
b. Syarat-syarat Formil.
1) Pemberitahuan kehendak akan melangsungkan perkawinan kepada
pegawai pencatat perkawinan.
2) Pengumuman oleh pegawai pencatat perkawinan.
3) Pelaksanaan perkawinan menurut hukum agama dan kepercayaan
masing-masing.
4) Pencatatan perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan.

11
Adapun Syarat-syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam, Perkawinan
dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan.
Rukun adalah unsur pokok (tiang) sedangkan syarat merupakan unsur
pelengkap dalam setiap perbuatan hukum.
Menurut Hukum Islam syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu
perkawinan dinyatakan sah adalah :
a. Syarat Umum.
Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan larangan perkawinan dalam
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat (221) tentang larangan perkawinan
karena perbedaan agama dengan pengecualiannya dalam Al-Qur’an surat
Al-Maidah ayat (5) yaitu khusus laki-laki Islam boleh mengawini
perempuan-perempuan, Al-Qur’an surat An-Nisa ayat (22), (23) dan (24)
tentang larangan perkawinan karena hubungan darah, semenda dan
saudara sesusuan.
b. Syarat Khusus.
1) Adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan.
2) Harus ada wali nikah.
3) Saksi.
4) Ijab Kabul.

D. ISU-ISU DALAM PERNIKAHAN


Sejak Islam muncul pertama kali sebagai risalah Ilahi terakhir, musuh-
musuh Islam di sepanjang masa dan di manapun mereka berada, senantiasa
mengintai dan menunggu-nunggu kesempatan untuk melancarkan ancaman-
ancaman terhadap kaum Muslimin dan menempuh segala cara guna
menjauhkan umat Islam dari agama mereka. Di antara cara yang ditempuh para
musuh Islam, baik dari kalangan orang-orang kuffar maupun orang-orang yang
menjadi corong mereka di negeri Islam ialah melalui pencorengan syariat Islam
di mata kaum Muslimin agar keragu-raguan terhadap kebaikan syariat Islam
hinggap di hati umat. Termasuk di dalam usaha mereka adalah melontarkan
tuduhan-tuduhan buruk terhadap aturan syariat yang berkaitan dengan
keluarga dalam Islam.

12
Islam sangat menghendaki terbentuknya keluarga Muslim yang baik dan
menginginkan bertambah banyaknya generasi Islam melalui pernikahan yang
syar’i. Hal ini bertujuan agar anak-anak Islam dapat hidup bersama kedua
orang tua mereka dan meraih kehangatan, perhatian dan kasih-sayang mereka
dengan baik.
Riset ilmiah modern telah membuktikan bahwa anak-anak yang hidup
bersama kedua orang tua mereka akan menjadi orang-orang yang lebih kuat
secara fisik, akal, empati daripada anak-anak yang terpisah dari orang tua.
Hikmah pernikahan dalam Islam tidak hanya terbatas pada poin penting
di atas semata. Bahkan mencakup berbagai aspek kemaslahatan yang banyak,
seperti memelihara kehormatan suami dan istri, memperbanyak jumlah umat
Islam dan mewujudkan kebanggaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan banyaknya jumlah umat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Sementara musuh-musuh Islam memanfaatkan beberapa isu yang terkait
dengan aturan pernikahan dalam Islam.
1. Isu Pertama Dan Paling Utama, Isu Poligami
Para musuh Islam dan orang-orang yang menjadi corong mereka
menjadikan isu poligami untuk menyerang kaum Muslimin, utamanya
keluarga Muslim. Ketika mereka tak berdaya melawan kaum Muslimin
dengan cara-cara jantan melalui peperangan, mulailah mereka melancarkan
tikaman terhadap Islam dan aturan-aturan syariatnya. Aturan-aturan syariat
dalam Islam sebenarnya tidak ada yang berbentuk syubhat (kerancuan yang
pantas dipermasalahkan) maupun memuat syubhat. Musuh-musuh Islam
sangat serius untuk mengangkatnya sebagai usaha dari mereka demi
mencoreng Islam.
Di antara syubhat mereka terkait syariat poligami ialah:
a. Bahwa aturan bolehnya lelaki berpoligami dalam menikahi wanita hanya
terbatas pada bangsa-bangsa yang menganut Islam dan poligami tidak
berkembang kecuali pada etnis-etnis yang terbelakang dalam peradaban.
b. Aturan bolehnya berpoligami hanyalah sekedar mengakomodasi
keinginan-keinginan syahwat kaum lelaki saja. Poligami juga
menghancurkan kemuliaan kaum Hawa dan mengesampingkan hak-

13
haknya. Sebagaimana pada syariat poligami juga terdapat pelenyapan
prinsip persamaan antara lelaki dan perempuan yang semestinya
berkonsekuensi seorang suami hanya milik seorang wanita saja secara
khusus, sebagaimana sang istri milik suami seorang.
c. Poligami akan memantik perselisihan secara terus-menerus antara suami
dengan istri-istrinya, dan antara sebagian istri dengan sebagian lainnya.
Poligami menurut mereka juga berandil menjadi sumber perpecahan dan
saling benci yang pada gilirannya akan membangkitkan suasana kacau,
instabilitas dalam kehidupan rumah tangga, dan anak-anak pun sebagai
eksesnya akan hidup dalam suasana yang tidak kondusif.
d. Poligami itu menghinakan derajat wanita.
Telah disebutkan di muka, bahwa pernyataan-pernyataan di atas tidak
benar adanya. Pernyataan-pernyataan tersebut hanyalah tuduhan-tuduhan
yang dilontarkan untuk menggocang kepercayaan umat Islam terhadap
syariat Allâh Azza wa Jalla . Untuk itu, harus ada sanggahan-sanggahan
untuk mematahkan syubhat-syubhat tersebut yang terkadang ditelan
mentah-mentah oleh sebagian orang dari kaum Muslimin.
2. Kezhaliman dalam Syarat Talak
Dalam kehidupan berumah-tangga, terjadinya perselisihan pendapat
atau cekcok ringan merupakan sesuatu hal yang susah dihindari. Bahkan
sebagian menyebutnya sebagai bumbu dalam hidup berumah-tangga. Akan
tetapi, terkadang perbedaan yang terjadi antara mereka berdua sangat
tajam, sehingga susah untuk dipadukan dan disatukan kembali. Maka,
syariat talak menjadi solusi untuk memfasilitasi perbedaan yang sudah tidak
terkendali dengan berpisah. Mereka berdua dipisahkan dengan baik-baik,
agar masing-masing tidak menzhalimi atau menjadi pihak yang terzhalimi.
Namun demikian, musuh Islam yang memang menyimpan kebencian
dan kedengkian terhadap Islam, menyerang syariat talak yang diperbolehkan
Islam untuk mengurai hubungan pernikahan. Menurut akal mereka, dalam
aturan talak ini, kehormatan wanita (istri) diabaikan dan talak menjadi
faktor penyebab anak-anak terlunta-lunta.
Berikut jawaban terhadap opini salah mereka tentang talak:

14
a. Bahwa ketika memperbolehkan aturan talak, Islam tidak menyukai hal
tersebut terjadi.
b. Islam lebih menyukai langkah ash-shulhu (perdamaian) antara suami-istri
dan dicari terlebih dahulu solusi-solusi problematika mereka berdua,
sebelum memutus tali pernikahan dengan talak. Sebab, penyebab cekcok
atau pertengkaran bisa berasal dari faktor-faktor dari luar yang
mengintervensi kehidupan rumah-tangga mereka. Dan masalah seperti ini
masih dimungkinkan untuk dicarikan jalan keluarnya sehingga urusan
rumah-tangga akan kembali normal. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
“maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang
juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu)
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allâh akan memberi taufik
kepada suami-istri itu. [An-Nisa/4:35]”
Jika semua pintu untuk menemukan jalan damai tertutup, dan sudah
tidak mungkin lagi mereka berdua disatukan, maka talak menjadi solusi
akhir bagi perselisihan mereka yang tak kunjung selesai dan kian tajam.
Dan Allâh Azza wa Jalla akan memberikan jalan terbaik bagi masing-
masing dari mereka.
Dan jika keduanya bercerai, maka Allâh akan memberi kecukupan
kepada masing-masing dari karunia-Nya. [An-Nisa/4:130].
Meskipun demikian, Islam memberi kesempatan bagi pasangan suami-
istri untuk berpikir dan kembali merajut hubungan berkeluarga. Islam
mensyariatkan adanya talak raj’i, di mana masih suami masih mungkin
merujuk istrinya tanpa mahar atau akad yang baru, selama masih dalam
masa iddah.
c. Tatkala memperbolehkan talak terjadi, dengan itu, sebenarnya Islam
telah sejalan dengan fitrah manusia yang lurus dengan menjadikan talak
itu sebagai jalan keluar bagi sebuah masalah sosial yang kadang terjadi
lantaran perbedaan tajam dan ketidakakuran antara suami-istri, dan tidak
ada cara bagi mereka untuk menyelesaikan problematika mereka itu
kecuali talak. Berpisahnya mereka berdua itu lebih baik bagi mereka
berdua daripada mereka mesti hidup dalam kehidupan yang sengsara, di

15
mana masing-masing merasakan ketidaknyamanan hidup bersama
pasangannya dan dampaknya akan berpengaruh pada keluarga dan karib-
kerabat.
d. Anggapan para musuh Islam yang menyatakan bahwa talak akan
menyebabkan anak-anak di dunia Islam terlunta-lunta tanpa harapan dan
kasih-sayang, ini tidak benar. Dan tidak ada fakta yang
membenarkannya. Sebab, data statistik terkait talak di dunia Islam
menunjukkan bahwa kebanyakan talak itu terjadi pada tahun pertama
pernikahan dan sebelum kelahiran anak-anak disebabkan oleh kegagalan
dalam dalam memilih pasangan hidup. Data menunjukkan bahwa 77%
kasus talak terjadi sebelum istri melahirkan, dan sebanyak 17% kasus
talak terjadi setelah pasangan memiliki satu anak. Dan prosentasi talak
tersebut kian menurun seiring bertambahnya jumlah anak.
Dan lagi, ketika talak itu terjadi, sementara pasangan sudah memiliki
anak-anak, Islam telah menjamin kehidupan yang baik bagi anak-anak yang
mesti menghadapi orang tua yang berpisah. Islam menentukan bahwa anak-
anak akan hidup di bawah perawatan salah seorang dari kedua orang tuanya,
dan mewajibkan nafkah atas sang ayah. Bahkan Islam mewajibkan ayah
untuk memberi imbalan bagi mantan istrinya yang mengurus anak-anaknya
termasuk ketika sang wanita itu menyusui anak-anak yang masih kecil.
Allâh Azza wa Jalla berfirman: “Dan jika mereka (istri-istri yang ditalak) itu
sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka
melahirkan kandungannya. Kemudian jika mereka menyusukan (anak-
anak)mu, maka berikanlah imbalannya kepada mereka. Dan
musyarawahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika
kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak
itu) untuknya”. [Ath-Thalaaq/65:6]
Dan sebagai penutup, kita katakan kepada para aktifis perempuan,
“Sebelum kalian bicara tentang problematika wanita dalam naungan Islam,
kalian harus memulai pembicaraan dengan satu kalimat saja,
‘Bagaimanakah nasib wanita sebelum Islam datang?”. Dan kalian harus
ingat-ingat betul bagaimana kedudukan dan martabah wanita yang rendah

16
sebelum Islam dan pada zaman pertengahan di Eropa. Bila ini kalian
lakukan, kalian akan menyampaikan pengakuan kepada dunia bahwa Islam
telah bersikap baik kepada wanita dan mendudukkannya di tempat yang
terhormat.
Demikianlah, umat Islam harus menyakini bahwa syariat Islam itu
benar dan mendatangkan kemaslahatan sepanjang masa dan di manapun
manusia berada. Karena syariat Islam berasal dari Allâh Azza wa Jalla ,
Dzatt Yang Menciptakan manusia dan Maha Mengetahui kemaslahatan bagi
mereka.

E. HIKMAH PERNIKAHAN
Hikmah Menikah dalam Agama Islam, sebagaimana diketahui, anak
menjadi idaman dan harapan Ayah dan Ibu. Anak yang kelak menjadi penerus
dan pelanjut generasi Bapak dan Emak. Dari keluarga kemudian terbentuk
masyarakat, bangsa dan peradaban umat manusia. Peradaban umat manusia
akan terus langgeng dan eksistensi manusia dapat terjaga. Aspek regenerasi
inilah sangat ditekankah oleh Allah Ta’ala dan penerus anak cucu Adam.
Hikmah menikah dalam agama disebutkan dalam Al-qur’an bahwa
manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Perjumpaan antara laki-laki
dan perempuan merupakan sunnatullah. Kualitas generasi ditentukan oleh
keluarga. Perhatian pada pendidikan moral, intelektual (kognitif), emosional
(afektif), dan psikomotorik (kreatifitas) menjadi penting. Bobot peradaban
manusia akan lebih utuh.
Sunnah Rasulullah SAW, rumah tangga dan peradaban umat manusia
sangat berhubungan erat. Dengan menikah, sebuah keluarga terbentuk, dan dari
keluarga itu lahirlah generasi. Anak adalah generasi manusia yang melanjutkan
peradaban manusia. Peradaban manusia yang menjanjikan sangat tergantung
sejauhmana kualitas generasi pelanjutnya. Generasi yang buruk berarti
melahirkan peradaban buruk.
Calon suami istri yang menikah karena Allah Ta’ala akan senantiasa
menghasilkan kehidupan rumah tangga yang bahagia. Namun bila tujuan yang
diniatkan pada awalnya buruk, maka mungkin saja akan muncul hal-hal yang
tidak diinginkan dalam pernikahan. Oleh karena itu, banyak orang tua yang

17
selalu menanyakan tujuan pernikahan kepada anak mereka karena ingin
memastikan bahwa apa yang dicita-citakan oleh anak mereka dalam suatu
hubungan pernikahan adalah hal yang baik.
Membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warohmah merupakan
tujuan mulia bagi sepasang suami isteri. Pondasi akidah yang kuat serta
tsaqofah Islam yang luas akan memudahkan jalan untuk menggapai kemuliaan
dalam berumah tangga. Menggali dan terus belajar tentang ilmu islam dapat
memperkokoh bangunan keluarga, sebab setiap keluarga akan menemui
masalah kehidupan dan solusinya dengan mengembalikannya kepada Alqur’an
dan As Sunah.
Anak merupakan investasi yang sangat berharga bagi keluarga dan
masyarakat. Anak-anak yang saat ini masih kecil nantinya akan menjadi
generasi penerus bangsa. Di pundak merekalah masa depan kesejahteraan
ummat akan dibebankan. Memberikan mereka bekal tauhid dan akhlak semasa
kecil akan menjadikan mereka sosok yang dapat diandalkan saat menginjak
dewasa. Dibawah ini adalah beberapa hikmah menikah dalam agama Islam:
1. Rejeki Makin Melimpah
Dari Abu Hurairah ra., Nabi saw. bersabda : “Allah enggan untuk
tidak memberi rezeki kepada hamba-Nya yang beriman, melainkan pasti
diberinya dengan cara yang tak terhingga.” (HR. Al-Faryabi dan Baihaqi)
Dari Jabir ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda : ‘Ada tiga hal bila
orang melakukannya dengan penuh keyakinan kepada Allah dan
mengharapkan pahala-Nya, Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk
membantunya dan memberinya berkah. Orang yang berusaha
memerdekakan budak karena imannya kepada Allah dan mengharapkan
pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya membantunya dan
memberinya berkah. Orang yang menikah karena iman kepada Allah dan
mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya
membantunya dan memberinya berkah …..’” (HR. Thabarani).
Dari Jabir ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda : ‘Tiga golongan yang
berhak mendapatkan pertolongan dari Allah ta’ala, yaitu : seorang budak
yang berjanji menebus dirinya dari majikannya dengan penuh iman kepada

18
Allah ta’ala, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk membelanya dan
membantunya; seorang lelaki yang menikah guna menjauhkan diri dari hal-
hal yang diharamkan Allah (zina), maka Allah mewajibkan diri-Nya untuk
membantunya dan memberinya rezeki …..’.” (HR. Dailami)
“Carilah oleh kalian rezeki dalam pernikahan (dalam kehidupan
berkeluarga).” (HR Imam Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus).
2. Memperoleh Pertolongan Allah Swt
Bila cowok dan cewek menikah maka akan mendapatkan pertolongan
dari Allah di hari kiamat kelak: “Tiga golongan yang berhak ditolong oleh
Allah:
a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah.
b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya.
c. Perempuan dan laki-laki yang menikah karena mau menjauhkan dirinya
dari yang haram” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)
3. Mendapat Pahala Berlipat Ganda
Hikmah pernikahan dalam Islam selanjutnya adalah memperoleh
pahala berlipat ganda. Pahala orang yang menikah itu lebih banyak
dibanding yang belum menikah dalam perkara beramal. Semangat beibadah
dalam keluarga akan otomatis berdampak positif kepada perkembangan
anak. Sang anak akan mendapatkan tauladan dari orang tuanya tentang
pentingnya belajar Islam.
Mendirikan shalat wajib 5 waktu bersama seluruh anggota keluarga
dapat dijadikan salah satu sarana untuk memperoleh pahala berlipat ganda
dengan semangat keislaman. “Dua rakaat yang dilakukan orang yang sudah
berkeluarga lebih baik dari tujuh puluh rakaat shalat sunah yang dilakukan
orang yang belum berkeluarga.” (HR. Ibnu Adiy dari Abu Hurairah)
4. Dosa Diampuni Ketika Bermesraan Dengan Pasangan
“Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan
istrinya memperhatikan suaminya,” kata Nabi Saw menjelaskan, “maka
Allah memperhatikan mereka berdua dengan perhatian penuh Rahmat.
Manakala suaminya merengkuh telapak tangannya (diremas-remas), maka

19
berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela-sela jari jemarinya.”
(Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi dari Abu Sa’id Al-Khudzri r.a)
5. Menggenapkan Setengah Agama Islam
“Apabila seorang hamba telah berkeluarga, berarti dia telah
menyempurnakan setengah dari agamanya maka takutlah kepada Allah
terhadap setengahnya yang lainnya.” (HR At-Thabrani)
Imam Al Ghazali mengatakan bahwa hadits diatas memberikan isyarat
akan keutamaan menikah dikarenakan dapat melindunginya dari
penyimpangan demi membentengi diri dari kerusakan. Dan seakan-akan
bahwa yang membuat rusak agama seseorang pada umumnya adalah
kemaluan dan perutnya maka salah satunya dicukupkan dengan cara
menikah.” (Ihya Ulumuddin).

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Menikah merupakan suatu kewajiban yang dianjurkan oleh Nabi
Muhammad Saw, gunanya untuk menghindarkan kita kepada jalan
kemaksiatan. Menikah juga merupakan sarana untuk memperoleh keturunan.
Perkawinan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk
Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Membujang tidak dianggap perilaku yang baik dalam Islam atau
merupakan cara untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah seperti yang
dilakukan oleh agama lain: Kristen, Budha dan Jainisme, dan lain-lain.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1, Perkawinan
adalah :“Ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari alquran dan
alhadist, yang kemudian di tuangkan dalam garis-garis hukum melalui
undang-undanhg no 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan kompilasi hukum
islam tahun 1991 mengandung 7 asas kaidah hukum.
B. SARAN
Semoga apa yang kami sampaikan ini dapat berguna bagi kita semua,
apabila ada kesalahan dalam penulisan kami mohon maaf. Kepada Allah saya
memohon ampun. Saran dan kritikan yang membangun sangat kami harapkan
guna penyempurnaan makalah ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abu hafsh usamah bin kamal bin ‘abdir rozzaq. Panduan lengkap nikah. Pustaka ibnu
katsir. 1998. Hal: 17

Amir Syarifuddin, 2007.Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Kencana:


Jakarta.

HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah. Al-Hafzih Ibnu
Hajar berkata dalam Bulughul Maram pada hadits no.978, “Sanadnya
shahih”.

H. Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam. Sinar Baru Algensindo. Bandung. 2012. Hal: 374-375

https://almanhaj.or.id/8862-dua-isu-yang-menyerang-keluarga-muslim.html

Muhammad Fu’ad Abdul Baqi. Al Lu’lu’ Wal Marjan. PT Bina Ilmu. Surabaya.
Hal: 477

Muhammad Fu’ad Abdul Baqi. Al Lu’lu’ Wal Marjan. PT Bina Ilmu. Surabaya.
Hal: 478

22

Anda mungkin juga menyukai