Anda di halaman 1dari 17

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

APLIKASI SYARI’AH
(Pernikahan dalam Islam)

KELOMPOK 9
Disusun Oleh:
Joko Purnomo (19058058)
M. Aditya Aldiansyah (19058062)
Rara (19136152)

Dosen Pembina: Fery Irawan M.Pd.I

UNIVERSITAS NEGERI
PADANG 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini dapat selesai pada waktunya.

Terimakasih kami ucapkan juga kepada rekan-rekan yang telah


memberikan dukungan dan ide-ide sehingga makalah ini dapat selesai dengan
baik dan rapi.

Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kaliamat maupun kata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan keritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Padang, 30 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2
2.1 Konsep dan Hukum Pernikahan dalam Islam..........................................2
2.2 Tujuan dan Hikmah Pernikahan..............................................................4
2.3 Bentuk-bentuk Pemutusan Hubungan Pernkahan dalam Islam...............6
2.4 Kewarisan dalam Islam..........................................................................10

BAB III PENUTUP.....................................................................................12


3.1 Kesimpulan............................................................................................12
3.2 Saran......................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun


keinginan didalam dirinya. Pernikahan merupakan salah satu naluri serta
kewajiban bagi manusia. Dalam Islam, pernikahan merupakan suatu
anjuran dari Allah SWT. dan didalamnya sudah ada tata cara dan aturan
yang harus diikuti dan ditaati oleh pemeluknya.
Dari pengertian di atas, pernikahan memliki tujuan membentuk
keluarga yang Bahagia dan kekal. Sehingga baik suami mapun istri harus
saling melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan
material.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa konsep dan hukum pernikahan dalam Islam?


2. Apa tujuan dan hikmah pernikahan?
3. Apa bentuk-bentuk pemutusan hubungan pernikahan dalam islam
seperti talak, iddah, dan rujuk?
4. Bagaimana kewarisan dalam Islam?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep dan hukum pernikahan dalam Islam


2. Untuk mengetahui tujuan dan hikmah pernikahan
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pemutusan hubungan pernikahan
dalam Islam
4. Untuk mengetahui dan memahami kewarisan dalam Islam

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan Hukum Pernikahan dalam Islam


Menurut Hukum Islam perkawinan (pernikahan) adalah suatu akad
yaitu akad yang menghalalkan pergaulan (hubungan suami isteri) dan
membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara laki-laki dan
seorang perempuan yang dua-duanya bukan muhrim, artinya apabila
seorang pria dan seorang perempuan bersepakat diantara mereka untuk
membentuk suatu rumah tangga, maka hendaknya kedua calon suami isteri
tersebut terlebih dahulu melakukan akad nikah.
Menurut pandangan masyarakat, perkawinan merupakan tali ikatan
yang melahirkan keluarga sebagai dasar kehidupan masyarakat dan negara.
Guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagian masyarakat, perlu
adanya landasan yang kokoh dan kuat sebagai titik tolak pada masyarakat
yang adil dan makmur, hal ini dituangkan dalam suatu Undang-undang
Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara di wilayah negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai Negara Hukum Indonesia telah
mengatur tentang perkawinan yang tertuang dalam Undang-undang
Perkawinan dan telah dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9
tahun 1975 yaitu tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, dan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan peraturan-peraturan lainnya
mengenai perkawinan. Perkawinan mempunyai tujuan antara lain
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1
Undang-undang Perkawinan.
Di dalam Fiqh para ulama menjelaskan bahwa menikah
mempunyai hukum sesuai dengan kondisi dan faktor pelakunya. Hukum
tersebut adalah (As-Sayyid Sabiq, 1973:15):

2
a) Wajib
Bagi orang yang sudah mampu menikah, nafsunya telah
mendesak dan takut terjerumus dalam perzinaan, maka ia wajib
menikah. Karena menjauhkan diri dari perbuatan haram adalah wajib
Allah berfirman dalam QS An-Nur/24:33, yang artinya, “Dan orang-
orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian
(diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-
Nya.”
b) Sunnah
Bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mampu
menikah, tetapi masih dapat menahan dirinya dari perbuatan zina,
maka sunnah baginya menikah. Nikah baginya lebih utama daripada
bertekun diri beribadah.
c) Haram
Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin
dan lahirnya kepada istri serta nafsunyapun tidak mendesak, maka ia
haram menikah.
d) Makruh
Makruh menikah bagi seseorang yang lemah syahwat dan
tidak mampu memberi belanja kepada istrinya. Walaupun tidak
merugikan istri, karena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan
syahwat yang kuat
e) Mubah
Bagi orang yang tidak terdesak oleh alas analasan yang
mengharamkan untuk menikah, maka nikah hukumnya mubah baginya.

3
2.2 Tujuan dan Hikmah Pernikahan
Islam telah menganjurkan kepada manusia unutk menikah. Dan ada
banyak hikmah d balik anjuran tersebut. Antara lain hikmah dari
pernikahan yaitu:
a) Sunnah para Nabi dan Rasul
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum
kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturuan.
Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat
melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada kitab. (QS. Ar-
Ra’d/13:38)
Dan hadits Nabi:
Dari Abi Ayyub ra bahwa Rasulullah SAW bersabda. “Empat hal
yang merupakan sunnah para rasul: [1] Hinna’, [2] berparfum, [3]
siwak, dan [4] menikah. (HR. At-Tirmizi 1080)
b) Nikah merupakan bagian dari tanda kekuasaan Allah
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum/30:21)
c) Salah satu jalan untuk menjadi kaya
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang Lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
akan menampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas
lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur/24:32)
d) Nikah merupakan ibadah dan setengah dari agama
Dari Anas ra bahwa RAsulullah SAW bersabda, “orang yang
diberi rizki oleh Allah SWT seorng istri shalihah berarti telah dibantu
oleh Allah SWT pada separuh agamanya. Maka dia tinggal
menyempurnakan separuh sisanya.” (HR. Thabarani dan Al-Hakim
2/161)

4
e) Tidak ada pembujangan dalam Islam

5
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman! Jangan
kamu mengharamkan yang baik-baik dari apa yang dihalalkan Allah
untuk kamu dan jangan kamu melewati batas. Karena sesungguhnya
Allah tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas. (QS. Al-
Maidah/5:87)
f) Menikah itu ciri khas makhluk hidup
Selain itu secara filosofis, menikah atau berpasangan itu adalah
merupakan ciri dari makhluk hidup. Allah SWT telah menegaskan
bahwa makluk-makhluk ciptaan-Nya ini diciptakan berpasangan satu
sama lain. “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya
kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS. Az-Zariyat/51:49)
Orang yang menikah sepantasnya tidak hanya bertujuan untuk menunaikan
syahwatnya semata, sebagaimana tujuan kebanyaakan manusai pada hari ini.
Namun hendaknya ia menkah karena tujuan-tujuan berikut ini:
a) Melaksanakan anjuran Rasulullah SAW. Dalam sabdanya, “Wahai
sekalian para pemuda! Siapa di antara kalian yang telah mampu untuk
menikah maka hendaknya ia menikah..”
b) Memperbanyak keturunan umat ini, karena Rasulullah SAW. Bersabda,
“Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur, karena
(pada hari kiamat nanti) aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di
hadapan umat-umat yang lain”.
c) Menjaga kemaluannya dan kemaluan istrinya, menundukkan pandangan
nya dan pandangan istrinya dari yang haram. Karena Allah SWT.
berfirman, “Katakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman:
‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan
memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka.
Seusungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’. Dan
katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka
menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan
mereka…’. “ (An-Nur: 30-31)

6
2.3 Bentuk-bentuk Pemutusan Hubungan Pernikahan dalam Islam
Berikut merupakan bentuk-bentuk pemutusan hubungan
pernikahan dalam Islam, yaitu salah satunya talak, iddah, dan rujuk.
a) Talak
Secara etimologis, talak berarti melepas ikatan. Talak berasal dari
kata itlaq yang berarti melepaskan atau meninggalkan. Sedangkan menurut
istilah shara’, talak yaitu “melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri
hubungan suami istri.” Abdul Djamali dalam bukunya, hukum Islam,
mengatakan bahwa perceraian merupakan putusnya perkawinan antar
suami istri dalam hubungan keluarga.
Dari definisi yang telah penulis kemukakan di atas, maka dapat
penulis simpulkan bahwa yang dimaksud talak adalah melepas adanya tali
perkawinan antara suami-istri dengan menggunakan kata khusus yaitu kata
talak atau semacamnya sehingga istri tidak halal baginya setelah ditalak
dalam arti tidak boleh mengadakan hubungan suami-istri tanpa diadakan
rujuk terlebih dahulu dalam masa iddah nya.
Permasalahan perceraian atau talak dalam hukum Islam
dibolehkan dan diatur dalam dua sumber hukum Islam, yakni Alquran dan
Hadis. Hal ini dapat dilihat pada sumber-sumber dasar hukum berikut ini,
dalam QS. Al-Baqarah/2:231, yang artinya, “Apabila kamu mentalak istri-
istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddah nya, maka rujukilah mereka
dengan cara yang ma'ruf atau ceraikanlah mereka dengan cara ma'ruf
(pula). Janganlah kamu rujuki mereka (hanya) untuk memberi
kemudaratan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang
siapa takut berbuat zalim pada dirinya sendiri, janganlah kamu jadikan
hukum Allah suatu permainan dan ingatlah nikmat Allah padamu yaitu
hikmah Allah memberikan pelajaran padamu dengan apa yang di
turunkan itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya
Allah maha mengetahui segala sesuatu”.
Mengenai hukum talak, terdapat perbedaan pendapat ahli fiqh.
Syekh Shalih Al-Fauzan menulis dalam kitabnya al mulakhos al fiqhiy :

7
“Adapun hukumnya berbeda-beda sesuai dengan perbedaan keadaan,
terkadang hukumnya mubah, terkadang hukumnya makruh,
terkadanghukumnya sunah, terkadang hukumnya wajib, dan terkadang
hukumnya haram. Hukumnya sesuai dengan hukum yang lima”.
1) Makruh,
Talak yang hukumnya makruh yaitu ketika suami menjatuhkan
talak tanpa ada hajat (kebutuhan) yang menuntut terjadinya
perceraian. Padahal keadaan rumah tangganya berjalan dengan
baik
2) Haram
Talak yang hukumnya haram yaitu ketika dijatuhkan tidak sesuai
petunjuk sh ar’i . Yaitu suami menjatuhkan talak dalam keadaan
yang dilarang dalam agama kita. dan terjadi pada dua keadaan:
Pertama: Suami menjatuhkan talak ketika istri sedang dalam
keadaan haid.
Kedua: Suami menjatuhkan talak kepada istri pada saat suci
setelah digauli tanpa diketahui hamil/tidak
3) Mubah
Talak yang hukumnya mubah yaitu ketika suami berhajat atau
mempunyai alasan untuk menalak istrinya. Seperti karena suami
tidak mencintai istrinya, atau karena perangai dan kelakuan yang
buruk yang ada pada istri sementara suami tidak sanggup
bersabar kemudian menceraikannya, namun bersabar lebih baik.
4) Sunah
Talak yang hukumnya sunnah ketika dijatuhkan oleh suami demi
kemaslahatan istrinya serta mencegah kemudaratan jika tetap
bersama dengan dirinya, meskipun sesungguhnya suaminya masih
mencintainya. Seperti sang istri tidak mencintai suaminya, tidak
bisa hidup dengannya dan merasa khawatir tidak bisa menjalankan
tugasnya sebagai seorang istri. Talak yang dilakukan suami pada
keadaan seperti ini terhitung sebagai kebaikan terhadap istri.

8
5) Wajib
Talak yang hukumnya wajib yaitu bagi suami yang meng-ila’
istrinya (bersumpah tidak akan menggauli istrinya) setelah masa
penangguhannya selama empat bulan telah habis, bilamana ia
enggan kembali kepada istrinya. Hakim berwenang memaksanya
untuk mentalak istrinya pada keadaan ini atau hakim yang
menjatuhkan talak tersebut.

b) Iddah
Menurut Bahasa kata iddah berasal dari kata al-‘adad, yang artinya
menghitung.menurut Sayyid Sabiq Shahibul Fiqh Sunnah yang
dimaksud dengan iddah dari segi Bahasa adalah perempuan (istri)
menghitung hari-harinya dan masa bersihnya. Maksud dari iddah itu
sendiri ialah masa tunggu yang ditetapkan bagi perempuan setelah
kematian suami atau putus prkawinan baik berdasarkan masa haid atau
suci, bilangan bulan atau dengan melahirkan baik untuk mengetahui
kesucian Rahim, beribadah (ta’abbud) maupun bela sungkawa (tafajju’)
atas suaminya. Selama masa tersebut perempuan (istri) dilarang
menikah dengan laki-laki lain.

c) Rujuk
Rujuk menurut bahasa artinya kembali, Rujuk dalam pengertian
fikih menurut al-Mahalli sebagaimana dikutip oleh Amir Syarifuddin
ialah kembali ke dalam hubungan perkawinan dari cerai yang bukan
ba’in, selama dalam masa iddah.
Pengertian rujuk ini juga diisyaratkan dalam pasal 163 KHI yaitu:
seorang suami dapat merujuk istrinya yang dalam masa iddah.
Dengan demikian jelas bahwa rujuk hanya dapat dilakukan ketika
mantan istri dalam masa iddah, bukan dari talak ba’in.
Hukum rujuk ada lima, yakni:
a) Wajib, apabila Suami yang menceraikan salah seorang istrinya dan

9
dia belum menyempurnakan pembagian waktunya terhadap istri
yang diceraikan itu.
b) Haram, apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan
kepada istri tersebut.
c) Makruh, apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
d) Jaiz (boleh), ini adalah hukum rujuk yang asli.
e) Sunah, Sekiranya mendatangkan kebaikan

1
2.4 Kewarisan dalam Islam
Waris menurut hukum Islam adalah hukum yang mengatur tentang
peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta
akibatnya bagi para ahli warisnya. dan juga berbagai aturan tentang
perpidahan hak milik, hak milik yang dimaksud adalah berupa harta,
seorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Dalam istilah
lain waris disebut juga dengan fara‟id. Yang artinya bagian tertentu yang
dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak menerimanya dan
yang telah di tetapkan bagianbagiannya.
Ada beberapa sebab dalam kewarisan dalam islam terkait hak
seseorang mendapatkan warisan yaitu hubungan kekerabatan dan hubngan
perkawinan. Kedua bentuk hubungan itu adalah sebagai berikut.
I. Hubungan kekerabatan
Hubungan kekerabatan atau biasa disebut hubungan nasab
ditentukan oleh adanya hubungan darah, dan adanya hubungan darah
dapat diketahui pada saat adanya kelahiran, seorang ibu mempunyai
hubungan kerabat dengan anak yang dilahirkannya dan si anak
mempunyai hubungan kekerabatan dengan kedua orang tuanya.
Hubungan kekerabatan antara anak dengan ayahnya
ditentukan oleh adanya akad nikah yang sah antara ibunya dengan
ayahnya, dengan mengetahui hubungan kekerabatan antara ibu
dengan anaknya dan anak dengan ayahnya, dapat pula diketahui
hungan kekerabatan ke atas yaitu kepada ayah atau ibu dan
seterusnya, kebawah, kepada anak beserta keturunanya. Dari
hubungan kerabat yang demikian, dapat juga diketahui struktur
kekerabatan yang tergolong ahli waris bilamana seorang mninggal
dunia dan meninggalkan harta warisan.
II. Hubungan perkawinan
Kaitan hubungan perkawinan dengan hukum kewarisan
Islam, berarti hubungan perkawinan yang sah menurut Islam.
Apabila

1
seorang suami meninggalkan harta warisan dan janda, maka istri yang
dinggalkan itu termasuk ahli warisnya demikian pula sebaliknya .

Adapun yang dimaksud sebab hilangnya hak keawarisan adalah hal-hal


yang menggugurkan hak ahli waris untuk mendapatkan harta warisan dari
pewaris. Ada beberapa sebab yang mengakibatkan ahli waris kehilangan haknya
yaitu:
1. Perbudakan
Seorang yang berstatus sebagai budak tidaklah mempunyai hak
untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab segala sesuatu yang
dimiliki budak menjadi milik tuannya juga.
2. Perbedaan agama
Adapun yang dimaksud perbedaan agama ialah keyakinan yang
dianut antara ahli waris dan muaris (orang yang mewarisi) ini menjadi
penyebab hilangnya hak kewarisan sebagaimana ditegaskan dalam hadis
Rasulullah dari Usama bin Zaid, diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu
Daud, At-Tirmizi dan Ibn Majah. Yang telah disebutkan bahwa seorang
muslim tidak bisa menerima warisan dari yang bukan muslim.23 Dari
hadis tersebut dapat diketahui bahwa hubungan antara kerabat yang
berbeda agama dalam kehidupan sehari-hari hanya nenyangkut hubungan
sosial saja.
3. Pembunuhan
Pembunuhan menghalangi seseorang untuk mendapatkan warisan
dari pewaris yang dibunuhnya. Ini berdasarkan hadis Rosulullah dari Abu
Hurairah yang di riwayatkan oleh Ibn Majah, bahwa seseorang yang
membunuh pewarisannya tidak berhak menerima warisan dari orang yang
dibunuhnya. Dari hadis tersebut menegaskan bahwa pembunuhan
menggugurkan hak kewarisan.
4. Berlainan negara
Yang dimaksud dengan negara dalam hal ini ialah ibarat suatu
daerah yang ditempat tinggali oleh muarris dan ahli waris, baik daerah itu
berbentuk kesultanan, kerajaan, maupun republic

5. Murtad
Adapun yang dimaksud Murtad ialah orang yang keluar dari agama
Islam, dan tidak dapat menerima harta pusaka dari keluarganya yang
muslim. Begitu pula sebaliknya

1
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan


perempuan yang bukan muhrimnya sehingga menimbulkan kewajiban
dan hak di antara keduanya melalui kata-kata secara lisan,
sesuai dengan peraturan-peraturan yang diwajibkan secara Islam.
Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Rasulullah, “Empat hal yang merupakan sunnah para
rasul: [1] Hinna’, [2] berparfum, [3] siwak, dan [4] menikah. (HR. At-
Tirmizi 1080)

Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi


pernikahan yang mengikuti aturan yang dianjurkan oleh ajaran agama
Islam. Adapun cangkupan pernikahan yang dianjurkan dalam Islam
yaitu adanya Rukun Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat sebuah
Pernikahan, Perminangan, dan dalam pemilihan calon suami/istri.
Islam sangat membenci sebuah perceraian, tetapi dalam pernikahan itu
sendiri terkadang ada hal-hal yang menyebabkan kehancuran dalam
sebuah rumah tangga. Islam secara terperinci menjelaskan mengenai
perceraian yang berdasarkan hukumnya.

3.2 Saran
Berdasarkan apa yang telah kami jelaskan dalam makalah
mengenai pernikahan ini pasti ada kekurangan maupun kelebihannya.
Mudah- mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
dapat menambah wawasan pembaca mengenai pernikahan berdasarkan
Islam. Adapun kritik maupun saran dapat disampaikan ke penulis agar
dapat memperbaiki makalah ini baik dari segi penulisan, materi,
maupun tata bahasa yang disampaikan. Penulis mengharapkan pembaca
dapat mengambil manfaat dari makalah yang telah dibuat.

1
DAFTAR PUSTAKA

Atabik, A., & Mudhiiah, K. (2016). Pernikahan Dan Hikmahnya Perspektif


Hukum Islam. YUDISIA: Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam, 5(2).

Wibisana, W. (2016). Pernikahan dalam islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam-


Ta'lim, 2016.

Muawikin, M. (2017). Analisis hukum Islam terhadap pandangan tokoh Agama


tentang kebolehan rujuk talak ba'in kubra tanpa muhallil di Desa Kalipadang
Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel
Surabaya).

Hartono, H. (2012). Kompilasi fatwa ulama tentang iddah wanita hamil karena
zina dan kebolehan menikahinya: Studi komparatif madzhab Syafi'iyyah dan
madzhab Hanabilah (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim).

Anda mungkin juga menyukai