Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur saya haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Indahnya Membangun Magligai Rumah Tangga (Manahakat)”
dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.
Makalah ini telah saya selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya sampaikan banyak terima kasih
kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian
makalah ini.

Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan
kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , saya selaku
penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Dengan karya ini penulis berharap dapat membantu pemerintah dalam


mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui pengembangan internet di desa-
desa.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

Sisumut, November 2023

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................................i
Daftar Isi.......................................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................... 2
BAB II Pembahasan
A. Dalil Yang Berkaitan dengan Manahakat(Pernikahan) Dalam Islam...................3
B. Hukum Pernikahan dalam Islam............................................................................5
C. Orang-Orang yang Tidak Boleh diNikahi...............................................................6
D. Rukun & Syarat Sah Nikah......................................................................................7
BAB III Penutup
A. Kesimpula .............................................................................................................10
B. Hikmah.................................................................................................................. 10
C. Saran..................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila kita berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita memandangnya dari
dua buah sisi. Dimana pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan di sisi
lain adalah satu-satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama. Berdasarkan
sudut pandang ini, maka ketika orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan
mereka bukan saja memiliki keinginan untuk melakukan perintah agama, namun juga
memiliki keinginan memenuhi kebutuhan biologisnya yang secara kodrat memang harus
disalurkan.
Sebagaimana kebutuhan lainnya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis
sebenarnya juga harus dipenuhi. Agama islam telah menetapkan bahwa satu-satunya jalan
untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan pernikahan,
pernikahan merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih mencermati
kandungan makna tentang masalah pernikahan ini. Di dalam al-Qur’an telah dijelaskan
bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa kedamaian dalam hidup seseorang
(litaskunu ilaiha). Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai
sarana penyaluran kebutuhan seks namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan
perdamaian hidup bagi manusia dimana setiap manusia dapat membangun surge dunia di
dalamnya. Semua hal itu akan terjadi apabila pernikahan tersebut benar-benar
dilaksanakan dengan cara yang sesuai serta jalur yang telah ditetapkan islam.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas timbul permasalahan yang perlu di dibahas sedikit
tentang:
1. Apa Dalil yang berkaitan dengan manahakat(pernikahan)?
2. Bagaimana hukum pernikahan dalam Islam?
3. Siapa saja orang yang tidak boleh dinikahi dalam hukum Islam?
4. Apa rukun dan syarat pernikahan dalam Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Dalil yang berkaitan dengan manahakat(pernikahan).
2. Untuk mengetahui bagaimana hukum pernikahan dalam Islam.
3. Untuk mengetahui siapa saja orang yang tidak boleh dinikahi dalam Islam.
4. Untuk mengetahui rukun dan syarat pernikahan dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dalil Yang Berkaitan dengan Manahakat(Pernikahan) Dalam Islam


Banyak sekali kita jumpai ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits yang yang berkaitan
dengan pernikahan, seperti anjuran menikah, hukum nikah, aturan dan segala hal yang
berkaitan dengan sebuah pernikahan.
1. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Pernikahan
Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan pernikahan diantaranya yaitu
sebagai berikut:
a. Surat An-Nisa Ayat 3
Artinya: “…Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja,
atau budak-budak yang kamu miliki“. (QS. An-Nisa: 3)

b. Surat An-Nisa ayat 4


Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu
sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya“. (QS. An-Nisa: 4)

c. Surat An-Nahl Ay
Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari
yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah?“. (QS. An-Nahl: 72)

d. Surat Ar-Rum Ayat 21


Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir“. (QS. Ar-Rum: 21)
2. Hadits Tentang Menikah
a. Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah bersabda:
Artinya: “Wanita dinikahi karena empat petkara yaitu karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya dan karena agamanya. Maka dapatkanlah wanita yang taat beragama
niscaya kamu akan beruntung“. (HR. Bukhari dan Muslim)

b. Dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda:


Artinya: “Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan.
Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku“. (Muttafaqun ‘Alaih)

Artinya: “Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya.


Karenanya, bertakwalah kepada Allah pada separuh yang lainnya“. (HR. Al-Baihaqi)

Artinya: “Empat perkara yang termasuk sunnah para rasul, yaitu sifat malu, memakai
wewangian, bersiwak dan menikah“. (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Artinya: “Barangsiapa yang Allah beri rezeki kepadanya berupa istri shalihah, berarti Allah
telah menolongnya atas separuh agamanya. Maka bertakwalah kepada Allah untuk separuh
yang lainnya“. (HR. At-Thabrani)

c. Dari Abdullah bin Mas’ud berkata, Rasulullah SAW bersabda:


Artinya: “Wahai para generasi muda, barangsiapa diantaramu sudah mampu berkeluarga,
hendaknya dia menikah. Karena hal itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga
kemaluannya. Dan barangiapa yang belum mampu, hendaknya dia berpuasa, karena puasa
dapat mengendalikanmu“. (Muttafaqun ‘Alaih)

Artinya: “Menikahlah, karena sesungguhnya aku akan membangga-banggakan jumlah


kalian kepada umat-umat lain pada hari Kiamat, dan janganlah kalian seperti para pendeta
Nasrani“. (HR. Al-Baihaqi)

Artinya: “Nikah itu adalah sunnahku. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku
berarti ia bukan golonganku“. (HR. Ibnu Majah)
B. Hukum Pernikahan dalam Islam
Hukum pernikahan bersifat kondisional, artinya berubah menurut situasi dan
kondisi seseorang dan lingkunganya.
1. Wajib
Bagi yang sudah mampu kawin, nafsunyan telah mendesak dan takut terjerumus
dalam perzinahan.Karena menjauhkan diri dari yang haram adalah wajib, sedang untuk itu
tidak dapat dilakukan dengan baik kecuali dengan jalan kawin. Dari ibnu mas’ud :
Rasulullah saw bersabda: “Hai, golongan pemuda! Jika di antara kamu ada yang mampu
kawin hendaklah ia kawin, karena nanti matanya akan lebih terjaga dan kemaluannya akan
lebih terpelihara, dan bilamana ia belum mampu kawin, hendaklah ia berpuasa, karena
puasa itu ibarat pengebiri.( HR. Jama’ah )
2. Sunnah
Bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu kawin, tetapi masih bisa
menahan dirinya dari berbuat zina. Dari Abu Umamah: Rasulullah saw bersabda: “kawinlah
kalian, karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian pada umat-umat lain.
Dan janganlah kalian seperti pendeta-pendeta Nasrani” HR. Baihaqi. Ibnu Abbas
berkata:”Ibadah seseorang belum sempurna, sebelum ia kawin.”
3. Haram:
Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan lahirnya kepada
istrinya serta nafsunya pun tidak mendesak.Qurthuby berkata: “ Bila seseorang laki-laki
sadar tidak mampu membelanjai istrinya atau membayar maharnya atau memenuhi hak-
hak istrinya, maka ia tidak dapat kawin, sebelum jujur menjelaskan kondisi sebenarnya.
Begitu pula kalau itu karena sesuatu hal menjadi lemah, tak mampu menggauli istrinya,
maka wajiblah ia menjelaskan dengan jujur agar perempuannya tidak tertipu olehnya.Juga
tidak bisa langsung ia menipunya dengan menyebut keturunan, harta dan pekerjaannya
secara tidak semestinya. Begitu juga sebaliknya bagi perempuan.Termasuk tidak
menyembunyikan cacat tubuh, kelainan pada alat kelamin atau hal-hal penyimpangan
kejiwaan. Bila ternyata salah satu pasangan mengetahui aib pada lawannya, maka ia berhak
untuk membatalkan, jika yang aib itu perempuannya, maka suaminya bisa
membatalkannya dan dapat mengambil kembali maharnya. Diriwayatkan bahwa Nabi
mengawini seorang perempuan Bani Bayadhah yang kemudian diketahui lambungnya
burik, lalu ia batalkan, seraya bersabda: Kalian semua (orang-orang Bani Bayadhah) telah
menipu saya.”
4. Makruh:
Bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu member belanja istrinya,
walaupun tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak memiliki keinginan syahwat yang
kuat.
5. Mubah:
Bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera kawin
atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk kawin.

C. Orang-Orang yang Tidak Boleh di Nikahi


Kenapa ada istilah mahram dalam islam, ternyata setelah diteliti pernikahan
dengan mahram itu terkadang bisa menyebabkan hasil keturunan yang tidak normal.
Begitulah islam mengetahui tentang apa-apa sebelum adanya laboratorium gen,
sebelum adanya mikroskop,sebelum adanya sesuatu yang canggih untuk melakukan
penelitian. Islam sudah melarang hal-hal dilarang yang pastinya akan menimbulkan
bahaya.
Maka dalam islam, hal pertama yang dilakukan seseorang adalah meyakininya
terlebih dahulu hal tersebut baru kemudian membuktikannya dengan sebuah penelitian.
Bagaimana bisa orang itu bisa membenarkan kebenaran islam tanpa dia
meyakininya terlebih dahulu. Yakin itu penting dalam islam, yakin itu Iman. Mahram
adalah seorang yang haram di nilahi. Dari pihak laki-laki ada tiga yaitu :
1. Sebab Nasab (hubungan darah) ada tujuh :
 Ibu terus ke atas
 Anak terus ke bawah
 Saudara
 Saudara bapak
 Saudara ibu
 Anak saudara laki-laki
 Anak saudara perempuan
2. Sebab susuan (menyusu pada waktu kita bayi) ada enam :
 Ibu yang menyusui terus ke atas
 Seorang yang menyusu pada istri
 Saudara suami ibu susuan
 Saudara ibu susuan
 Anak saudara sesusuan
3. Sebab pernikahan ada tiga :
 Ibunya istri
 Anaknya istri
 Itrinya anak
Di samping itu ada wanita yang haram dinikah, yaitu :
 Janda-janda para nabi
 Saudara dan bibi dari istri yang masih sah.

D. Rukun & Syarat Sah Nikah


1. Rukun nikah
 Pengantin lelaki (Suami)
 Pengantin perempuan (Isteri)
 Wali
 Dua orang saksi lelaki
 Ijab dan kabul (akad nikah)
2. Syarat Sah Nikah
a. Syarat bakal suami
 Islam
 Lelaki yang tertentu
 Bukan lelaki mahram dengan bakal isteri
 Mengetahui wali yang sebenar bagi akad nikah tersebut
 Bukan dalam ihram haji atau umrah
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa
 Mengetahui bahawa perempuan yang hendak dikahwini adalah sah dijadikan isteri
b. Syarat bakal isteri
 Islam
 Perempuan yang tertentu
 Bukan perempuan mahram dengan bakal suami
 Bukan seorang khunsa
 Bukan dalam ihram haji atau umrah
 Tidak dalam idah
 Bukan isteri orang
c. Syarat wali
 Islam, bukan kafir dan murtad\
 Lelaki dan bukannya perempuan
 Baligh
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Bukan dalam ihram haji atau umrah
 Tidak fasik
 Tidak cacat akal fikiran,gila, terlalu tua dan sebagainya
 Merdeka
 Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
Sebaiknya bakal isteri perlulah memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Sekiranya
syarat wali bercanggah seperti di atas maka tidak sahlah sebuah pernikahan itu. Sebagai
seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yang wajib seperti
ini. Jika tidak di ambil kira, kita akan hidup di lembah zina selamanya.
d. Syarat-syarat saksi
 Sekurang-kurangya dua orang
 Islam
 Berakal
 Baligh
 Lelaki
 Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
 Dapat mendengar, melihat dan bercakap
 Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa
kecil)
 Merdeka
e. Syarat ijab
 Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
 Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
 Diucapkan oleh wali atau wakilnya
 Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(nikah kontrak
e.g.perkahwinan(ikatan suami isteri) yang sah dalam tempoh tertentu seperti yang
dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)
 Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
* Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada bakal suami:"Aku
nikahkan/kahwinkan engkau dengan Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran
perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai".
f. Syarat qabul
 Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
 Tiada perkataan sindiran
 Dilafazkan oleh bakal suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
 Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
 Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
 Menyebut nama bakal isteri
 Tidak diselangi dengan perkataan lain
* Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima
nikah/perkahwinanku dengan Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran
perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai" ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel sebagai
isteriku".
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
1. Pernikahan yaitu ikatan dua orang hamba berbeda jenis dengan suatu ikatan akad
2. Hukum-hukumnya nikah adalah jaiz, sunnat, wajib, makruh, haram.
3. Diantaranya rukun-rukun nikah adalah mempelai laki-laki, mempelai perempuan, wali,
dua orang saksi, sighat.
4. Tujuan adanya pernikahanan ternyata sangat banyak ditinjau dari berbagai sisi

B. Hikmah
1. Pernikahan yang sah menjadikan hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan
yang bukan muhrim menjadi halal.
2. Pernikahan menjadi sah dengan rukun dan syarat nikah.

C. Saran
Akhirnya, pemakalah mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut
membantu di dalam menyelesaikan makalah kami ini. Disamping itu, kritik dan saran dari
siswa serta guru pengampu dan para pembaca sangat kami harapkan, demi kebaikan kita
bersama terutama bagi pemakalah.
DAFTAR PUSTAKA

https://aryandikaputera.blogspot.com/2016/09/makalah-tentang-indahnya-
membangun.html

http://mhraka.blogspot.com/2018/01/makalah-membangun-mahligai-rumah-tangga.html

https://www.slideshare.net/YolanMaulitaWiguna/makalah-mengenai-mahligai-rumah-
tangga

http://islammakalah.blogspot.com/p/blog-page_27.html

Anda mungkin juga menyukai