KELOMPOK 9
Nur Amna Nazelina (10070318041)
Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan
inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami sampaikan ucapan
terimakasih kepada sumber yang telah membantu menyediakan materi hingga dapat terselesaikan
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenaitu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah mengenai Pernikahan dalam Islam ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca serta dapat membantu dalam proses
Penyusun
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar............................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................2
PEMBAHASAN...........................................................................................................2
A.Pengertian Pernikahan........................................................................................2
BTujuan Pernikahan dalam Islam.........................................................................3
C.Hukum-Hukum Pernikahan...............................................................................4
D.Prinsip-prinsip perkawinan dalam Islam..........................................................5
BAB III.......................................................................................................................11
KESIMPULAN..........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah swt. telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, ada lelaki dan ada
perempuan. Salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang biak yang bertujuan untuk
generasi atau melanjutkan keturunan. Oleh Allah swt. manusia diberikan karunia berupa
pernikahan untuk memasuki jenjang hidup baru yang bertujuan untuk melanjutkan dan
melestarikan generasinya.
Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi sebuah
hubungan yang benar-benar manusiawi, maka Islam telah datang dengan membawa ajaran
pernikahan yang sesuai dengan syariat-Nya. Islam mejadikan lembaga pernikahan itu pulan akan
lahir keturunan secara terhormat, maka adalah satu hal yang wajar pernikahan dikatakan sebagai
suatu peristiwa dan sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terlepas dari ketergantungan dengan orang
lain. Menurut Ibnu Khaldun, manusia itu (pasti) dilahirkan di tengah-tengah masyaratakat, dan
tidak mungkin hidup kecuali di tengah- tengah mereka pula. Manusia memiliki naluri untuk
hidup bersama dan melestarikan keturunannya. Ini diwujudkan dengan pernikahan. Pernikahan
yang menjadi anjuran Allah swt. dan Rasul-Nya ini merupakan akad yang sangat kuat atau
mitssqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisa (4 : 3) :
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian
itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
1
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Pernikahan
Nikah (kawin) menurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut arti
majazi (mathaporic) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang menjadikan halal
hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita.
Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam
penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t.
menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan
mengharamkan zina.
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqih berbahasa Arab disebut dengan
dua kata, yaitu nikah ( ) ناكحdan zawaj ( ) زواج. Kedua kata ini yang terpakai dalam
kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Qur‟an dan hadist
Nabi. Kata na-ka-ha yang artinya kawin banyak terdapat dalam Al-Qur‟an,
seperti dalam Surah An-Nisa‟ ayat 3 :
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
2
3
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Secara arti kata nikah berarti “bergabung” ( ) مض, “hubungan kelamin”
( )وطءdan juga berarti “akad” ( ) ْعد. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti
berkumpul atau bersatu. Menurut istilah syarak, nikah itu berarti melakukan suatu
akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang
C. Hukum-Hukum Pernikahan
Hukum – Hukum Pernikahan Dalam Islam Berkaitan dengan hal diatas, maka disini perlu
dijelaskan beberapa hukum dilakukannya Pernikahan, yaitu :
3. Haram: Nikah yang haram adalah pernikaha bagi mereka yang tidak mempunyai
keinginan dan tidak mempunyai kemampuan untuk membangun rumah tangga
dan melaksanakan kewajiban-kewajiban selama berumah tangga , sehingga
apabila dia menikah akan menelantarkan istrinya dan istrinya atau bahkan hanya
menyakiti istrinya.
3. Meminang
Sebelum perkawinan dilaksanakan di dalam syariat Islam dianjurkan untuk
melakukan khitbah (meminang), yaitu menyatakan permintaan untuk perkawinan atau
perjodohan dari seorang pria kepada seorang wanita atau sebaliknya; secara langsung
atau dengan perantaraan seseorang yang dipercaya. Meminang dengan cara seperti itu
dalam syariat Islam dibolehkan terhadap gadis, atau terhadap janda yang telah habis masa
idahnya, dan yang tidak dalam lamaran orang lain.
Setelah seorang dipinang, hendaklah dia dapat menjaga diri dan membatasi
pergaulan dengan lawan jenisnya, hal ini penting untuk menghindari timbulnya saling
curiga atau cemburu di antara mereka.
Bapak atau ayah disebut juga sebagai wali mujbir, artinya bapak atau ayah
memiliki otoritas untuk mengawinkan anaknya yang masih gadis tanpa meminta
persetujuan dari anak gadisnya itu terlebih dahulu, dengan syarat :
a. Tidak terjadi pertentangan atau perselisihan antara bapak dan anak
b. Suami dari gadis itu, sanggup membayar mahar yang layak
c. Suani tidak mempunyai cacat, baik jasmani maupun rohani
d. Perjodohan ini dengan yang sekufu (setingkat)
1) Beragama Islam
2) Laki-laki (bukan banci)
3) Tertentu (jelas orangnya)
4) Tidak terkena halangan perkawinan, cakap bertindak hokum untuk hidup berumah
tangga/akil baligh
5) Tidak sedang melaksanakan ihram haji atau umrah, belum mempunyai empat
orang istri
6. Ijab Kabul
Ijab artinya kata-kata penyerahan dari pihak wali pengantin perempuan, sedang kabul
artinya kata-kata penerimaan dari pihak pengantin laki-laki.
a. Syarat-syarat Ijab Kabul
1) Harus terang dan tegas
2) Tidak terhalang oleh kata-kata lain artinya antara ijab dan kabul itu bersambung.
Boleh diucapkan dengan menggunakan Bahasa daerah atau Bahasa Indonesia,
namun pengucapan dan pemilihan kata-katanya perlu dilakukan dengan hati-hati
agar tidak menyimpang dari makna “tazwij’ atau “nikah”
Wali hakim, mereka adalah pegawai negeri sipil yang diangkat oleh pemerintah
Kementrian Agama Republik Indonesia yang menjabat selaku Petugas Pencatat Nikah
atau kepala Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan.
Untuk dapat menggunakan wali hakim, diperlukan alasan-alasan kuat bagi calon
pengantin wanita, yakni tidak mempunyai wali nasab samasekali (karena meninggal
dunia)
a. Anak zina
b. Wali tidak diketahui tempatnya
c. Walinya sendiri yang akan menjadi pengantin pria, sedang wali yang sederajat
dengan dia tidak ada
d. Wali berada dalam tahanan dan tidak diizinkan keluar
e. Walinya tidak mau menikahkan
f. Wali gila atau fisik
Wali Muhakkam yaitu mereka yang diangkat oleh kedua calon mempelai untuk
bertindak sebagai wali dalam akad nikah mereka
Mahram artinya wanita-wanita yang tidak boleh dikawin atau pria yang tidak boleh
mengawininya, mahram ini ada 2 macam:
1) Mahram muabad
Sifatnya abadi, selamanya tetap menjadi mahram. Mahram muabad ini disebabkan:
a. Pertalian darah, jumlahnya tujuh orang yaitu: ibu, dan seterusnya keatas, anak wanita
dan seterusnya kebawah, saudara wanita sekandung, seayah atau seibu, bibi dari
bapak, bibi dari ibu, anak wanita saudara laki-laki; anak wanita saudara wanita
b. Susuan, jumlahnya tujuh orang
c. Perkawinan, jumlahnya empat yaitu: mertua, menantu, ibu tiri dan anak tiri, apabila
telah bercampur dengan ibunya. Jadi mahram muabad seleuruhny ada 18 orang, 7
nasab, 7 karena susuan, 4 karena perkawinan
2) Mahram Muaqqat
10
KESIMPULAN
Setelah diuraikan pada bab terdahulu, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah
sebagai berikut:
1. Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia yang telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.
2. Tujuan dilakukannya perikahan adalah agar terpenuhinya kebutuhan fisiologis dan
memperoleh ketenangan secara psikologis juga social dengan jalan halal yang diridhai
Allah Subhanahu Wata’ala.
3. Selain melihan calon suami/istri dari agamanya, perlu sekali meminta pertimbangan dari
orang tua. Sebab pernikahan tidak hanya tentang bersatunya dua insan yang saling
mencintai atas nama Allah, tapi juga berbaurnya 2 keluarga dengan kultur dan kebiasaan
yang mungkin sangat berbeda.
4. Di lihat dari segi hukumnya pernikahan dalam islam terbagi menjadi:
a. Pernikahan wajib (az-zawaj al-wajib)
b. Pernikahan yang dianjurkan (az-zawaj al-mustahab)
c. Pernikahan yang kurang atau tidak disukai (az-zawaj al-makruh)
d. Pernikahan yang dibolehkan (az-zawaj al-mubah)
5. Sebuah pernikahan baru dikatakan sah saat memenuhi seluruh rukun nikah dan semua
syarat nikah yang telah ditentukan.
6. Adapun besaran mas kawin bukanlah hal yang mutlak. “Pernikahan yang paling besar
keberkahannya ialah yang palingmudah maharnya” HR. Ahmad.
Dari uraian tentang pernikahan di atas semoga dijadikan pembelajaran bagi kita agar dapat
melakukan pernikahan yang sesuai dengan islam dan menjauhi pernikahan-pernikahan yang di
larang dalam islam seperti dalam uraian di atas.
11
DAFTAR PUSTAKA
Atabik, A., & Mudhiiah, K. (2016). Pernikahan Dan Hikmahnya Perspektif Hukum
Islam. YUDISIA: Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam, 5(2).