DOSEN PENGAMPU :
Disusun oleh :
Kelompok VI
1.SILVIA MEILINA
4.WINDA MAULIDA
6.YUSFRINI DESILVA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam
yang senantiasa memberikan kemudahan, kelancaran beserta limpahan Rahmat
dan Karunia-Nya yang tiada terhingga. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang telah memberikan suri tauladan bagi
kita semua.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya terutama
bagi penulis dan pembaca. Begitu pula makalah ini tidak luput dari kekurangan
dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat
membangun.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang kompleks dan dinamis, segala hal semuanya sudah
diatur sedemikian rupa salah satu aturan dalam Islam tersebut termasuk dalam
ilmu fiqh muamalah. Di dalamnya mencakup seluruh sisi kehidupan individu dan
masyarakat, baik perekonomian, sosial kemasyarakatan, politik bernegara dan lain
sebagainya. Hukum-hukum fiqih terdiri dari hukum-hukum yang menyangkut
urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertikal antara manusia dengan
Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya, pada dasarnya hukum
muamalah mubah atau boleh selama tidak keluar dari koridor Al Quran dan Al-
Hadits.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Warisan
Warisan merupakan kata serapan dari bahasa Arab. Dalam KBBI,warisan
dapat diartikan sebagai sesuatu yang diwariskan,seperti nama baik,harta,dan
harta pusaka.1Sedangkan warisan dalam bahasa Arab yang akar katanya
terdiri huruf wa – ra – tsaa bermakna pusaka atau warisan,yaitu sesuatu yang
menjadi milik seseorang atau kelompok kemudian menjadi milik orang lain
karena keturunan atau sebab lain.
Menurut al-Manawi,warisan atau waratsah adalah perpindahan kepemilikan
harta terhadap seseorang tanpa ada transaksi atau sejenisnya.Oleh karena
itu,perpindahan kepemilikan harta dari orang yang telah meninggal disebut
waratsah.Sebagian berpendapat bahwa seseorang yang medapatkan suatu
barang tanpa susah payah disebut warisan.Namun warisan sebenarnya adalah
seseorang yang mendapatkan barang tertentu tanpa mempunyai konsekuensi
atau tanggung jawab dan pemeriksaan.
Ahli waris adalah orang yang berhak untuk menguasai atau menerima
harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan atau ikatan
pernikahan. Antara ahli waris yang satu dengan lainnya ternyata mempunyai
perbedaan derajat dan urutan sebagaimana yang telah di atur, misalnya :
1. Ashab al-Furud. Golongan inilah yang pertama diberi bagian harta
warisan. Mereka adalah orang-orang yang telah ditentukan dalam Al
Quran,hadis dan ijma.
2. Ashab al-Nasabiyah,yaitu setiap kerabat pewaris yang menerima sisa
harta warisan yang telah dibagikan. Misalnya anak laki-laki pewaris,cucu dari
anak laki-laki pewaris,saudara kandung pewaris dan seterusnya.
3. Penambahan dari Ashab al-Furud sesuai bagian/ aul (kecuali suami istri)
4. Mewariskan kepada kerabat. Yang dimaksud kerabat disini adalah
kerabat pewaris yang masih memiliki ikatan rahim,tetapi tidak termasuk ashab
al-furud dan ashabah
5. Tambahan hak waris dari suami atau istri,bila pewaris tidak mempunyai
ahli waris yang termasuk ashab al-furud dan ashabah
6. Ashabah karena sebab. Yang dimaksud para ashabah karena sebeb ialah
orang-orang yang memerdekakan budak
7. Orang yang diberi wasiat tidak lebih dari sepertiga harta pewaris
8. Bait al-mal (kas negara).4
Untuk lebih jelasnya, diuraikan tentang siapa yang berhak mendapat
warisan,baik dari laki-laki maupun dari perempuan.
Dari Pihak Laki Laki Dari perempuan
Anak laki laki Anak perempuan
Cucu laki laki Cucu perempuan dari anak laki laki
Bapak Ibu
Kakek dari pihak bapak Nenek dari ibu
Saudara laki laki sekandung Nenek dari bapak
Saudara laki laki sebapak Nenek ibunya kakek
Saudara laki laki seibu Saudari sekandung
Anak laki laki dari saudara laki Saudari sebapak
sekandung
Anak laki laki dari saudara laki Saudari seibu
sebapak
Suami Isteri
Paman sekandung Wanita yang memerdekakan seks
Paman sebapak
Anak dari paman laki laki sekandung
Anak dari paman laki laki sebapak
Laki laki yang memerdekakan seks
HUKUM HIBAH
Ibadah qurban memiliki hukun sunnah muakad yang artinya sunnah yang
sangat dianjurkan. Untuk itu bagi mereka yang mampu sangat dianjurkan
untuk berqurban dan memberikan sebagian hartanya untuk ibadah qurban.
Namun bagi mereka yang tidak mampu dan belum bisa untuk berqurban tentu
tidak lah menjadi berdosa.
Di sisi lain menurut ulama mahzab Imam Hanafi, Ibadah Qurban bisa
berhukum wajib bagi mereka yang mampu. Hal ini didasari dengan hadist
berikut, “Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban,
janganlah mendekati tempat shalat kami.” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al
Hakim).
Selain itu, pahala bagi yang berkurban juga tentunya sangat besar, apalagi
merupakan ibadah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. “Zaid bin Arqam
bertanya kepada Rasulullah saw.“Apakah yang kita peroleh dari berqurban?
“Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya pada setiap bulu yang menempel di
kulitnya terdapat kebaikan.”(HR Ahmad dan Ibnu Majah)ibadha
Adapun fungsi dari Ibadah Qurban adalah:
Menjadikan bentuk bukti dan realisasi dari Ketaqwaan kita terhadap Allah
Mendekatkan kepada Allah SWT dengan ibadah
Mengenang dan kilas balik sejarah Nabi Ibrahim dan Putranya, Nabi Ismail
Untuk Ibadah yang dikurbankan tentu bisa bermacam-macam seperti unta,
sapi,dan kambing. Hewan yang berkelamin jantan lebih diutamakan
ketimbang hewan betina.
Syarat-Syarat Penyembelihan Hewan Qurban
Hewan qurban maka hendaknya dilpilih dengan binatang yang baik.
Rasulullah mengutamakan hewan jika kambing, adalah yang besar, gemuk,
dan bertanduk. Sedangkan pemilihan hewan tidaklah boleh hewan yang cacat
misalnya hewan yang buta, hewan yang sakit, pincang, kurus atau tidak
berdaging. Tentu hewan seperti itu tidak layak nantinya untuk dikonsumsi
bagi manusia. Terkait usia hewan yang akan disembelih minimal 5 tahun
untuk Unta, 1 tahun untuk kambing, dan 2 tahun untuk sapi.
Pembagian hewan qurban juga lebih baik dibagikan dalam keadaan mentah
atau belum dimasak, dan pembagian ini tidak dilarang untuk dibagikan kepada
non muslim.
Untuk pelaksanaan aqiqah berbeda dengan qurban, bahwa lebih baik daging
aqiqah dibagikan dalam kondisi yang sudah dimasak, sebagaimana hadist
Rasulullah SAW.
“Sunahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing
untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu
dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh.” (HR
Baihaqi)
3. Abdul Fatah Idris, dkk, Fikih Islam Lengkap, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2004.
4. Beni Ahmad Saebani, Fiqih Mawaris, Bandung: Pustaka Setia,
2009
5. Chairuman dan Surahwardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,
Jakarta, Sinar Grafika, 1994.
6. M. Ali Hasan, Hukum Waris dalam Islam, cet. 6, Jakarta, PT. Bulan
Bintang, 1996.