Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


“PERNIKAHAN DALAM ISLAM”

Oleh:
Kelompok 2
Iis Sholehati Fitri
Indah Permata Sari
Khairina
Marvia Afrita
Mitha Safitri
Sandra Ardylenia Murti
Suci Tsamratul A’in
Wirda Taufik

Dosen Pembimbing :

Drs. Nasrul HS, M.Ag

Universitas Negeri Padang


2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunianya
kita masih diberi kesehatan hingga kami dapat menyelesaikan makalah struktur hewan
dengan judul “Pernikahan Dalam Islam”. Makalah ini terdiri dari kata pengantar, daftar isi,
pendahuluan, pembahasan, penutup dan daftar pustaka. Makalah ini dibuat oleh kelompok 2
yang bersumber dari buku cetak dan internet dan media lainnya. Kami mengucapkan terima
kasih kepada anggota kelompok 2 yang telah membantu selesainya makalah ini. Selain itu,
kami pun mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan
Agma Islam bapak Drs. Nasrul HS, M.Ag. yang telah membimbing kami atas arahannya
dalam pembuatan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan membantu
kita lebih kompeten dalam peningkatan kualitas peembelajaran .

Padang, 02 Maret 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................

1.1 Latar Belakang.......................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................

1.4 Manfaat Penulisan..................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................

2.1 Pengertian Dan Hukum Nikah.............................................................

2.2 Syarat Dan Rukun Nikah......................................................................

2.3 Prosesi Pernikahan.................................................................................

2.4 Kedudukan Dan Tujuan Pernikahan....................................................

2.5 Hikmah Pernikahan................................................................................

2.6 Perempuan Yang Haram Dinikahi........................................................

2.7 Pernikahan Yang Dilarang.....................................................................

2.8 Pernikahan Zaman Jahiliyah.................................................................

2.9 Putusnya Pernikahan .........................................................................

BAB III PENUTUP...................................................................................................

3.1 Kesimpulan...............................................................................................

3.2 Saran..........................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Allah telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, ada lelaki ada
perempuan salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang biak yang bertujuan untuk
generasi atau melanjutkan keturunan. Oleh Allah manusia diberikan karunia berupa
pernikahan untuk memasuki jenjang hidup baru yang bertujuan untuk melanjutkan dan
melestarikan generasinya.
Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi sebuah
hubungan yang benar-benar manusiawi, maka Islam telah datang dengan membawa ajaran
pernikahan yang sesuai dengan syariat-Nya. Pernikahan adalah keindahan yang tidak
terlukiskan dengan untaian kalimat. Karenanya menjadi dambaan setiap insan. Betapa
nikmatnya dua hati yang sudah terpaut dalam jalinan cinta, duduk di pelaminan. Melakukan
ucapan Walimatul ‘Ursy, disaksikan oleh sanak kerabat dan handai toaln, direstui ayah
bunda, diridhai Allah dan disukai Rasul-Nya. Islam juga mengatakan bahwa dari lembaga
pernikahan itu akan lahir keturunan secara terhormat, oleh karena itu satu hal yang wajar jika
pernikahan dikatakan sebagai suatu peristiwa yang sangat diharapkan oleh mereka yang ingin
menjaga kesucian fitrah.
1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Manfaat Penulisan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN DAN HUKUM NIKAH


Nikah secara bahasa artinya berhimpun. Menurut syara’ seperti yang dikemukakan
Wahbah az-Zuhaili dalam al-Fiqh al-islami wa Adilatuhu bahwa pernikahan artinya akad
atau perjanjian atau ikatan yang menghalalkan (membolehkan) pergaulan antara laki-laki
dengan perempuan hidup bersama sebagai suami isteri. Menurut kompilasi hukum islam
dinyatakan bahwa pernikahan adalah akad atau perjanjian antara kedua belah pihak
diwujudkan dalam bentuk ijab dan qabul seseorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dari perngertian tersebut, maka pernikahan adalah suatu ikatan lahir dan bathin
diantara seorang laki-laki dan perempuan yang menjamin halalnya pergaulan sebagai suami
isteri untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dan mendapatkan keturunan yang sah,
dan dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syari’at islam. Firman Allah dalam surat
An-nisa’ ayat 3 yakni :
Artinya : “maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi”
Apabila dikaitkan dengan niat dan kondisi setiap orang yang melakukan nikah, maka
hukum nikah itu ada lima macam, yaitu :
a. Mubah, merupakan hukum asal bagi seseorang yang kan melakukan pernikahan. Artinya,
setiap orang yang telah memnuhi syarat pernikahan, maka mubah atau boleh atau halal
terhadap orang yang tidak khawatir melakukan zina atau takut berbuat aniaya bila tidak
menikah.
b. Sunnah, seseorang yang telah mencapai usia dewasa, berkeinginan untuk menikah dan
mempunyai bekal atau mata pencaharian untuk membiayai hidup berkeluarga.
c. Wajib, terhadap orang yang sudah dewasa, memiliki biaya kehidupan yang cukup dan bila
tidak melangsungkan nikah akan jatuh ke perbuatan tercela (zina).
d. Makruh, bagi orang yang sudah dewasa sudah layak untuk kawin, akan tetapi tidak
mempunyai biaya untuk bekal hidup, untuk berumah tangga, atau tidak mempunyai
keinginan untuk menikah.
e. Haram, seseorang yang akan mengawini perempuan dengan maksud akan menyakiti,
menganiaya, dan mempermainkannya. Motif perkawinan semacam ini, hukumnya haram
meskipun perkawinan sahkarena telah memenuhi syarat dan rukun pernikahannya.
2.2 SYARAT DAN RUKUN NIKAH
Suatu perkawinan tidak sah, jika tidak memnuhi syarat-syarat dan rukunnya. Syarat
merupakan unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum, sementara rukun merupakan
unsur pokok yang mesti dipenuhi. Apabila kedua unsur itu tidak dipenuhi, maka perbuatan itu
dianggap tidak sah menurut hukum. Syarat-syarat pernikahan menurut kompilasi hukum
islam adalah sebagai berikut :
a. Adanya persetujuan antara kedua calon mempelai yaitu mempelai pria dan mempelai
wanita.
b. Bagi calon pengantin yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua
orang tuanya.
c. Antara kedua calon pengantin tidak ada larangan untuk menikah.
d. Masing-masing tidak terkait tali perkawinan, kecuali bagi calon pengantin laki-laki bila
mendapatkan izin dari pengadilan atas persetujuan isterinya.
e. Kedua calon pengantin tidak pernah terjadi 2 kali perceraian. Menurut ajaran islam, boleh
kawin dengan perempuan yang sudah dijatuhi talaq tiga tetapi dengan syarat bahwa
perempuan itu sudah kawin dengan laki-laki lain secara baik, telah terjadi perceraian dan
sudah habis masa iddahnya.
f. Telah lepas dari masa iddah atau jangka waktu tunggu karena putusnya perkawinan.
Rukun nikah sebagai berikut :
a. Adanya calon suami atau pengantin laki-laki. Untuk calon laki-laki kriterianya sebagai
berikut :
 Beragama islam.
 Terang laki-lakinya (bukan banci);
 Tidak di paksa atau terpaksa.
 Tidak beristeri empat orang.
 Bukan muhrimnya (pengantin perempuan baik muhrim nazhab, radlo’a, dan
mushoharoh. Muhrim nazhab adalah orang yang tidak boleh dinikahi karena
keturunan. Muhrim rodlo’a adalah sesusuan, dan muhrim mushoharoh yaitu kerena
sebab tali perkawinan.
 Tidak mempunyai isteri yang haram di madu dengan calon isterinya.
 Tidak dalam keadaan berihram haji atau umrah.
b. Adanya calon isteri atau pengantin perempuan. Adapun kriteria calon pengantin
perempuan antara lain sebagai berikut :
 Bukan perempuan musyrik
 Terang perempuannya (bukan banci)
 Telah mendapat izin dari walinya
 Tidak bersuami atau tidak dalam masa iddah
 Bukan mahramnya calon suami
 Belum pernah di li’an (sumpah li’an oleh suaminya)
 Jelas orangnya
 Bukan dalam keadaan berihram haji atau umrah
c. Wali dari calon pengantin perempuan. Orang yang dapat menjadi wali adalah :
 Bapak
 Kakek (datuk)
 Saudara laki-laki seibu sebapak
 Saudara laki-laki sebapak
 Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
 Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
 Paman dari pihak bapak
 Anak laki-laki dari paman dari pihak bapak
Jadi, yang menjadi wali harus laki-laki, sedangkan perempuan tidak boleh menjadi wali untuk
orang lain maupun untuk dirinya sendiri seperti sabda Rasulullah SAW :
“Perempuan jangan menikahkan perempuan lain, dan jangan pula menikahkan dirinya
sendiri”. (H.R. Ibnu Majah dan Daru Quthni)
d. Saksi-saksi, jumlah minimal 2 orang saksi, berdasarkan hadits nabi SAW :
“ Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil” (H.R. Ahmad)
e. Shigat Aqad (kalimat aqad) terdiri dari ijab dan kabul. Ijab adalah pernyataan wali
pengantin perempuan, seperti kata wali, “ Wahai Amir, aku nikahkan anak kandungku yang
bernama Halimah dengan engkau, maharnya seperangkat alat sholat dibayar tunai”.
Sedangkan kabul adalah jawaban dari pengantin laki-laki, misalnya dengan kata-kata “ saya
terima nikahnya Halimah binti Hasan dengan mahar seperangkat alat sholat tunai ”. Mahar
atau mas kawin merupakan kewajiban suami menyerahkannya kepada calon isterinya
sewaktu berlangsung akad nikah. Hal ini dijelaskan di dalam firman Allah surat An-nisa’ : 4
dan terjemahannya sebagai berikut :
“Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita-wanita yang kamu nikahi sebagai pemberiaan
yang penuh kerelaan”.
Mas kawin merupakan lambang kesiapan dan kesediaan suami untuk memberi nafkah lahir
kepada isteri dan anak-anaknya.
2.3 PROSESI PERNIKAHAN
Ada 3 faktor penting yang harus diperhatikan dalam prosesi pernikahan :
a. Prapernikahan dan meminang (memilih jodoh atau pasangan)
Syariat islam mengajarkan agar orang yang ingin menikah atau berkeluarga memilih
calon pasangannya dengan pertimbangan yang matang, keran memilih jodoh yang tepat
sudah setengah dari kesuksesan pernikahan. Menurut para sarjana ilmu pengetahuan sosial
peranan individu dalam suatu pernikahan sebagai pelaku-pelakunya sangatlah menentukan.
Faktor yang sangat penting dalam memilih jodoh adalah pertimbangan agama, dan agam
yang mampu memberikan pemecahan masalah yang akan terjadi dalam perjalanan
berkeluarga, serta menjadi landasan dari bangunan keluarga yang hendak dibangun. Pasangan
yang beragama akan sama-sama memiliki rujukan dan ukuran yang sama yaitu ajaran agama.
Dalam menetukan pasangan yang diutamakan sekali dari segi agamanya, yaitu beragama
islam serta memiliki pengalaman keberagamaan yang baik, keberagamaan seseorang akan
dapat dinilai secara konsistensi pelaksanaan ibadahnya, seperti sholat, puasa, dan sebagainya,
serta perilaku yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Perkawinan akan langgeng dan
tenteram jika tedapat kesesuaian pandangan hidup antara suami dengan isteri, karena
jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya atau perbedaan adat dan pendidikan pun
tidak jarang mengakibatkan terjadinya persengketaan di rumah tangga.
Meminang adalah suatu sikap menunjukkan atau menyatakan permintaan untuk
penjodohan seorang laki-laki terhadap seorang perempuan atau sebaliknya, baik secara
langsung ataupun dengan perantaraan seseorang yang dipercaya. Hukum meminang itu
mubah atau boleh seperti yang dijelaskan Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 235 yang
terjemahannya sebagai berikut :
“Dan tidak ada dosa bagimu meminang wanita-wanita itu dengan sendirian atau kamu
menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hati mu. Allah mengetahui bahwa
kamu akan menyebut-nyebut mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada
mereka) perkataan yang ma’ruf dan janganlah kamu ber’azam atau bertetap hati untuk
beraqad nikah, sebelum habis iddahnya, dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa
yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyantun.”
Dalam menentukan jodoh diperlukan pertimbangan sepadan, sebanding, dan setara
(kafa’ah) yang merupakan kesepadanan akhlak dan budi pekerti, pengetahuan, pendidikan
dan keturunan, merupakan faktor penting dalam suatu pernikahan, sehingga tercipta
pergaulan yang harmonis antara suami isteri dalam membina dan menuju keluarga bahagia
sejahtera.
b. Pencatatan pernikahan
Sekalipun tidak ada ayat Al-Qur’an atau sunnah Rasulullah yang secara tegas
mengharuskan adanya pencatatan suatu pernikahn, tapi kemaslahatan umat merupakan salah
satu sandaran untuk ditetapkannya suatu hukum dalam islam. Karena itu, pencatatan
pernikahan dapat dibenarkan, bahkan diwajibkan, jika kemaslahatan masyarakat yang
menghendaki demikian berbagai hal menuntut kejelasan hubungan tersebut terutama jika
terjadi sengketa, antara l;ain mengenai sah atau tidaknya anak yang dilahirkan, hak dan
kewajiban keduanya sebagai suami isteri dan banyak lagi hal-hal lain yang memerlukan
kebenaran data pernikahan seseorang. Bahkan dengan tidak tercatatnya hubungan suami
isteri, sangat memungkinkan salah satu pihak berpaling dari tanggung jawabnya dan
menyangkal adanya hubungannya sebagai suami isteri. Dari beberapa alasan tersebut, maka
hampir tak ada satu negara pun yang membiarkan pernikahan tanpa pencatatan. Di indonesia,
pencatatan pernikahan merupakan suatu kewajiban berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974,
walaupun tidak menentukan sahnya suatu pernikahan. Selain itu, kompilasi hukum islam juga
mengharuskan adanya pencatatan pernikahan. Alasannya adalah supaya terjamin ketertiban
dan hal ini diatur dalam pasal 5, dan pasal 6 ayat 2 yang menegaskan, “Perkawinan yang
dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.”
Sebagai bukti adanya pernikahan kepada kedua mempelai diberikan akata nikah oleh pegawai
pencatat nikah.
c. Walimatu ‘Ursy
Walimah merupakan pesta pernikahan yaitu upacara perjamuan makan yang diadakan
sewaktu atau sesudah pernikahan dilangsungkan. Inti dari acara tersebut adalah untuk
memberitahukan dan merayakan pernikahan yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur
dan kebahagiaan keluarga.
2.4 KEDUDUKAN DAN TUJUAN PERNIKAHAN
a. Kedudukan Pernikahan
Di dalm ajaran islam pernikahan di tempatkan di posisi terhormat dan mulia ia tidak
hanya sebagai legalisasi hubungan antara laki-laki dengan perempuan atau memuaskan
hubungan biologis seksual semata, melainkan wahana mewujudkan rasa kasih sayang, karena
itu islam menganjurkan agar pernikahan itu dipersiapkan secara matang lahirnya generasi
penerus, baik atau buruknya erilaku mereka sanghat dipengaruhi oleh peristiwa yang dimulai
dari pernikahan.
b. tujuan pernikahan menurut syariat islam
 Memenuhi kebutuhan biologis
 Mengikuti dan mentaati perintah Allah dan Rasul
 Mencari dan mengharapkan keturunan yang sholeh
 Menginginkan kebahagiaan dan ketentraman
Faktor yang menjadi kendala tidak terciptanya keluarga bahagia adalah :
 Akidah yang keliru atau sesat
 Makanan yang tidak halal dan thoyyib
 Kemewahan
 Pergaulan yang tidak terjaga kesopanannya
 Kebodohan
 Akhlak yang rendah
 Jauh dari agama atau tuntunan hidup
2.5 Hikmah Pernikahan
Pernikahan adalah ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri. Ia
merupukan pintu gerbang kehidupan berkeluarga yang mempunyai pengaruh terhadap
keturunan dan kehidupan masyrakat. Keluarga yang kokoh dan baik menjadi syarat penting
bagi kesejahteraan masyarakat dan kebahagiaan umat manusia pada umumnya.
Agama mengajarkan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang suci, baik, dan mulia.
Pernikahan menjadi dinding kuat yang memelihara manusia dari kemungkinan jatuh ke
lembah dosa yang disebabkan oleh nafsu birahi yang tak terkendalikan.
Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam pernikahan, antara lain sebagai kesempurnaan
ibadah, membina ketentraman hidup, menciptakan ketenangan batin, kelangsungan
keturunan, terpelihara dari noda dan dosa, dan lain-lain. Berikut beberapa hikmah pernikahan
yaitu:

1. Pernikahan Dapat Menciptakan Kasih Sayang dan ketentraman


Manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelengkapan jasmaniah dan rohaniah sudah pasti
memerlukan ketenangan jasmaniah dan rohaniah. Kenutuhan jasmaniah perlu dipenuhi dan
kepentingan rohaniah perlu mendapat perhatian. Ada kebutuhan pria yang pemenuhnya
bergantung kepada wanita. Demikian juga sebaliknya. Pernikahan merupakan lembaga yang
dapat menghindarkan kegelisahan. Pernikahan merupakan lembaga yang ampuh untuk
membina ketenangan, ketentraman, dan kasih sayang keluarga. Allah berfirman:
Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah dia meniptakan pasangan-pasangan untukmu
dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia
menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar
terhadap tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-Rum/30:21)

2. Pernikahan Dapat Melahirkan keturunan yang Baik.


Setiap orang menginginkan keturunan yang baik dan shaleh. Anak yang shaleh adalah
idaman semua orang tua. Selain sebagai penerus keturunan, anak yang shaleh akan selalu
mendoakan orang tuanya. Rasulullah saw. bersabda:Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw.,
bersabda: “Apabila telah mati manusia cucu Adam, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara,
yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya”. (HR.
Muslim)

3. Dengan Pernikahan, Agama Dapat Terpelihara. Menikahi perempuan yang shaleh, bahtera
kehidupan rumah tangga akan baik. Pelaksanaan ajaran agama terutama dalam kehidupan
berkeluarga, berjalan dengan teratur. Rasulullah saw. memberikan penghargaan yang tinggi
kepada istri yang shaleh. Mempunyai istri yang shaleh, berarti Allah menolong suaminya
melaksanakan setengah dari urusan agamnya. Beliau bersabda dari Anas bin malik ra.,
Rasulullah saw., bersabda: “Barang siapa dianugerahkan Allah Istri yang shalehah, maka
sungguh Allah telah menolong separuh agamanya, maka hendaklah ia memelihara
separuhyangtersisa”.(HR.At-Thabrani)

4. Pernikahan dapat Memelihara Ketinggian martabat Seorang Wanita. Wanita adalah teman
hidup yang paling baik, karena itu tidak boleh dijadikan mainan. Wanita harus diperlakukan
dengan sebaik-baiknya.Pernikahan merupakan cara untuk memperlakukan wanita secara baik
dan terhormat. Sesudah menikah, keduanya harus memperlakukan dan menggauli
pasangannya secara baik dan terhormat pula.Firman Allah dalam Al-Qur’an: 
Dan bergaulah dengan mereka menurut cara yang patut. (QS. An-Nisa/4:19)
Karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya dan berilah mereka maskawin yang pantas,
karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan
(pula) perempuan yang mengambil laki-laki sebagai piarannya. (QS. An-Nisa/4:25)

5. Pernikahan Dapat Menjauhkan PerzinahanSetiap orang, baik pria maupun wanita, secara
naluriah memiliki nafsu seksual. Nafsu ini memerlukan penyaluran dengan baik. Saluran
yang baik, sehat, dan sah adalah melalui pernikahan. Jika nafsu birahi besar, tetapi tidak mau
nikah dan tetap mencari penyaluran yang tidak sehat, dan melanggar aturan agama, maka
akan terjerumus ke lembah perzinahan atau pelacuran yang dilarang keras oleh
agama. Firman Allah dalam Surah Al-isra ayat 32:Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-
Isra/17:32)

2.6 PEREMPUAN YANG HARAM DINIKAHI

a. Larangan untuk selama-lamanya bagi seorang laki-laki dengan perempuan yaitu :

1. Hubungan pertaliaan darah terdekat terdiri dari :


 Ibu dan sterusnya ke atas baik drai pihak ibu maupun dari pihak bapak

 Anak perempuan dan seterusnya ke bawah

 Saudara perempuan

 Saudara perempuan sebapak

 Saudara perempuan seibu

 Anak perempuan sudara laki-laki

 Anak perempuan saudara perempuan

2. Hubungan sepersusuan

 Ibu sesusuan

 Saudara sesusuan, anak sesusuan, keponakan sesusuan, bibi sesusuan

 Anak suami sesusuan

 Bibi sesusuan, baik dari pihak ibu atau ibu susuan ataupun ayah susuan

 Anak dari saudara sesusuan

3. Hubungan pernikahan, yaitu :

 Bekas isteri bapak

 Bekas isteri anak (menantu)

 Isteri atau mertua

 Anak tiri

 Dilarang menikahi kembali bekas isteri yang telah di li’an

b. Ajaran Islam mengharamkan pernikahan untuk sementara waktu, seperti kriteria berikut :

1. Talaq bain qubra, seseorang laki-laki dilarang menikah kembali atau merujuk isterinya

yang telah di talak dengan talak bain qubra, yaitu talak 3 baik sekaligus maupun berturut-

turut.
2. Permaduaan, seorang laki-laki dilarang memperisterikan 2 orang perempuan bersaudara

dalam waktu bersamaan.

3. Jumlah poligami, seorang laki-laki yang sudah beristeri empat orang dilarang melakukan

pernikahan ke lima.

4. Masih bersuami atau dalam iddah.

5. Perbedaan agama

6. Ihram

2.7 PERNIKAHAN YANG TERLARANG

a. Nikah Mut’ah

Disebut juga dengan nikah muaqqad merupakan nikah untuk waktu tertentu atau

nikah terputus, maksudnya seorang laki-laki menikahi seorang perempuan untuk beberapa

hari misalnya seminggu atau sebulan. Nikah ini dikatakan Mut’ah, artinya senang-senang

karena akadnya hanya semata-mata untuk bersenang-senang saja antara laki-laki dengan

perempuan, serta untuk memenuhi kebutuhan biologis, tidak untuk mendapatkan keturunan

atau membina rumah tangga bahagia.

b. Nikah Tahlil

Nikah tahlil merupakan nikah yang dilakukan untuk menghalalkan orang yang sudah

melakukan talak 3 untuk segera kembali pada isterinya. Biasanya suami yang telah mentalak

isterinya 3 kali sering ingin kembali lagi kepada bekas isterinya, bila ditunggu dengan cara

biasa menurut ketentuan pernikahan maka masa tunggunya cukup lama. Lalu untuk

mempercepat maksudnya itu ia mencari jalan pintas dengan memebayar seorang laki-laki

untuk dapat menikahi bekas isterinya secara pura-pura, biasanya dengan suatu syarat bahwa

setelah berlangsungnya akad nikah segera diceraikannya sebelum sempat digaulinya.

Pernikahan ini tidak menyalahi rukun yang telah ditetapkan, namun karena niat orang yang
menikahi itu tidak ikhlas dan tidak dengan maksud yang sebenarnya maka pernikahan ini

dilarang oleh Rasulullah dengan memberikan laknat kepada pelakunya.

3. Pernikahan antar orang-orang yang berbeda agama.

2.8 PERNIKAHAN ZAMAN JAHILIYAH

Orang Arab pada masa jahiliyah mempunyai bermacam macam adat

pernikahan ,yaitu:

a. Nikah Al Khidm.Menurut anggapan mereka tidak apa apa asal tidak ketahuan,tetapi kalau

ketahuan baru dianggap tercela.Pernikahan ini misalnya seperti memelihara selir.

b. Nikah badal atau tukar istri ,seorang laki laki menawarkan kepada laki laki

lain:”Izinkanlah saya tidur bersama isteri mu dan isteriku boleh untukmu”.Pernikahan seperti

ini seperti jual beli tukar tambah.

c. Nikah Istibdha,nikah untuk mencari bibi tunggul,seorang laki laki menyuruh isterinya

supaya tidur dengan laki laki lain,dan kemudian si isteri harus memisahkan diri sampai nyata

kehamilannya,kemudian barulah suami boleh mencampuri istrinya kalau ia menyukainya.

d. Nikah dengan beberapa orang laki laki. Misalkan sepuluh orang bergiliran mencampuri

seorang perempuan,bila perempuan itu sudah hamil dan melahirkan,lalu perempuan itu

memanggil semua laki laki yang telah mencampurinya dan mereka wajib datang

semuanya.Setelah laki laki itu hadir semuanya di hadapan perempuan itu,maka perempuan itu

berkata,”Semua sudah tahu apa yang kamu perbuat terhadap ku,sekarang saya sudah

melahirkan,anak itu adalah anak mu dengan menyebutkan salah satu nama laki laki yang ia

sukai,maka laki laki itu lah yang menjadi ayah si anak dan dia tidak boleh membantahnya.

e. Nikah Syighar, seorang laki-laki (orang tua atau wali) mnikahkan anak perempuannya,

saudara perempuannya atau budak perempuannya kepada seorang laki-laki dengan syarat

laki-laki tersebut menikahkan pula anak perempuannya dan budak perempuannya kepada

bapak atau wali perempuan tersebut, baik ada atau tidak ada mas kawin.
2.9 Putusnya Pernikahan

Menurut ajaran agama islam ikatan pernikahan dapat saja putus yang disebabkan oleh

beberapa hal diantaranya yaitu :

a. Kematian

Diantara suami atau isteri yang telah meninggal dunia, maka putuslah ikatan

pernikahannya. Seorang suami dapat melakukan pernikahan lagi dengan wanita lain, begitu

pula sebaliknya. Isteri dapat melakukan pernikahan dengan laki-laki lain setelah habis masa

iddahnya. Iddah bagi isteri yang ditinggal mati oleh suaminya, kalau sedang hamil sampai

dengan melahirkan, dan empat bulan sepuluh hari (empat kali suci) bila ditinggalkn mati

dalam keadaan suci.

b. Thalaq

Thalaq artinya lepas ikatan. Menurut syara’ ikrar yang diucapkan oleh suami kepada

isteri untuk menyatakan putusnya ikatan pernikahan mereka. Thalaq adalah suatu yang

dibenci bukanlah disukai Allah SWT, meskipun tidak diharamkan seperti dijelaskan Nabi

SAW :

‘Rasulullah bersabda : barang halal yang amat dibenci oleh Allah adalah Thalaq.” (H.R.

Abu Daud, Ibnu Majjah, disahkan Hakim dan Abu Hatim menguatkan mursalnya).

Apabila ditinjau dari segi keadaan isteri yang dijatuhi thalaq, maka thalaq itu ada dua

macam yaitu :

1. Thalaq Sunni, yaitu thalaq yang dijatuhkan oleh suami kepada isterinya dalam keadaan

suci dan belum dicampuri oleh suami,

2. Thalaq Bid’i, yaitu thalaq yang dijatuhkan oleh suami kepada isterinya dalam keadaan haid

atau dalam keadaan suci tetapi sudah dicampuri, thalaq semacam ini hukumnya haram.
Apabila dilihat dari segi boleh tidaknya suami rujuk kembali dengan bekas isterinya, maka

thalaq dibedakan atas dua macam yaitu :

1. Thalaq Raf’i yaitu thalaq yang membolehkan bekas suami untuk merujuk kepada bekas

isteri sebelum masa iddah si isteri habis.

2. Thalaq Ba’in yaitu thalaq yang tidak membolehkan suami merujuk bekas isterinya tetapi

harus dengan pernikahan baru.

3. Khuluq yaitu perceraian antara suami isteri dengan iwad atau tebusan dengan cara pihak

isteri menebus dirinya dari suami dengan membayar sejumlah harta benda atau uang.

4.Fasakh, perceraian yang diputuskan olehhakim atas permintaan si isteri.

5. Syiqaq, perceraian yang diakibatkan oleh pertengkaran diantara suami isteri serta tidak

dapta didamaikan lagi.

6. Pelanggaran Ta’liq thalaq, thalaq yang dikaitkan dengan sesuatu, jika sesuatu itu terjadi

maka thalaq dianggap jatuh.


BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Pernikahan yaitu ikatan dua orang hamba berbeda jenis dengan suatu ikatan akad

2. Hukum-hukumnya nikah adalah jaiz, sunnat, wajib, makruh, haram.

3. Diantaranya rukun-rukun nikah adalah mempelai laki-laki, mempelai perempuan, wali,


dua orang saksi, sighat.

4. Tujuan adanya pernikahanan ternyata sangat banyak ditinjau dari berbagai sisi,

3.2 SARAN

Kami sebagai mahasiswa mengharapkan bimbingan dosen karena kurangnya

pengetahuan kami tentang materi yang terdapat dalam makalah ini, agar meningkatkan

pemahaman kami tentang materi tersebut. Untuk itu kami sangat mengharapkan masukan

yang bermanfaat dari berbagai pihak agar semakin baik dikemudian harinya.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan terjemahnya. Toha Putra

Drs. H. Muh. Rifa’i. Fiqih Islam Lengkap. (Semarang: PT Karya Toha Putra)

H. Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam. (Bandung: Sinar Baru Algesindo) 381-383

Mughniyah, Muhammad Jawad. 2006. Fiqih Lima Madzhab. Jakarta: Lentera

Rasjid, H. Sulaiman. 2008. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Rifa’I, H. Moh. Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra

Tim Dosen Pendidikan Agama Islam.2017.Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum. Padang : UNP PRESS

http://rumahabi.info, http://id.shvoong.com, http://www.eramuslim.com

Anda mungkin juga menyukai