Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

NIKAH SIRRI DAN DI BAWAH TANGAN

Oleh :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUPANG
2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillahirabbil’alamin. Penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas berkah
dan Ridha –Nya makalah ini dapat penulis seleseikan. Shalawat dan salam kita
curahkan kepada junjungan kita Muhammad SAW. Nabi akhir zaman yang telah
memberikan akhwah kehidupan, semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya di
hari kemudian kelak, Aamiiin.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah fikih munakahat.
Kami sadar bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan, terutama disebabkan
oleh kurang spesifik nya informasi dan sumber yang penulis dapatkan, maka dari
itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk jadi lebih baik kedepannya.
Semoga Allah SWT selalu berbagi rahmat dan karunia-Nyaserta Kerhidoan-Nya
untuk kita semua. Aamiin
Wassalamu’alaikum wr.wb

Kupang, 14 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDU
L...............................................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan penulisan........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian Nikah Sirri................................................................................4
B. Dasar Hukum Nikah Sirri..........................................................................4
C. Hukum Nikah Sirri ....................................................................................5
D. Pengertian Nikah Di Bawah Tangan.........................................................6
E. Dasar Hukum Nikah Di Bawah Tangan...................................................8
F. Penyebab Terjadinya Pernikahan Sirri dan Di Bawah Tangan.............9
G. Dampak Hukum Nikah di Bawah Tangan dan Nikah Sirri..................10
1. Terhadap Istri..........................................................................................11
2. Terhadap Anak........................................................................................11
3. Terhadap Suami......................................................................................12
BAB III PENUTUP..............................................................................................13
A. Kesimpulan................................................................................................13
B. Saran..........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah dan Islam senantiasa
menganjurkan umatnya untuk menikah atau tidak hidup melajang. Dalam
hadits disebutkan bahwa orang yang menikah telah memenuhi separuh
agamanya dan tanpa menikah, agama seseorang tidaklah sempurna.
Pernikahan dalam Islam dipandang sebagai suatu ibadah dan hukumnya bisa
berbeda-beda tergantung kondisinya. Menurut pandangan Islam, di samping
perkawinan itu sebagai perbuatan ibadah. Ia juga merupakan sunatullah dan
sunnah Rasul. Sunnatullah, berarti menurut qodrat dan iradat Allah dalam
penciptaan alam ini, sedangkan sunnah Rasul berarti suatu tradisi yang telah
ditetapkan oleh rasul untuk dirinya sendiri dan untuk umatnya.
Pernikahan itu bisa wajib, sunnah, mubah dan haram disebabkan oleh
beberapa aturan kaidah dan saat menikah ada syarat-syarat akad nikah yang
harus dipenuhi. Tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk membangun
rumah tangga dan meneruskan garis keturunan dan boleh didahului dengan
pertunangan.
Pernikahan dalam Islam dianjurkan sesuai dengan firman Allah SWT
dalam Al-qur’an surat An-Nisa ayat 1 dan 3 yang artinya: “Hai sekalian
manusia, bertaqwalah kepada Tuhan yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya
Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (1)
Maka nikahlah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(nikahilah) seorang saja. (3) (QS. An-Nisa 1 dan 3”.
Melihat begitu pentingnya sebuah ikatan demi eksistensi kehidupan
manusia, maka perlu ada pemikiran yang matang sebelum menjalin ikatan

1
sebuah rumah tangga. Salah satu hal perlu dipikirkan adalah usia yang
dikategorikan dewasa. Karena dengan usia yang matang rumah tangga
nantinya akan terlaksana dengan baik. Untuk mewujudkan keluarga bahagia
dan sejahtera perlu dipersiapkan perkawinan yang matang.
Namun, fenomena yang terjadi di masyarakat pada kenyataannya
terkadang pasangan calon pengantin sengaja tidak mencatatkan
perkawinannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
bahkan sering melalaikannya, sehingga terjadilah perkawinan liar atau kawin
di bawah tangan atau yang lebih trend disebut nikah sirri.
Dalam Syariat Islam, mencatat hasil perkawinan dipandang suatu hal
yang baik, meskipun berlakunya bukan menjadi keharusan seperti halnya
rukun dan syarat pernikahan. Keleluasan ini membuka peluang bagi
masyarakat untu melakukan pernikahan secara sembunyi-sembunyi (nikah
sirri) tanpa diketahui orang lain melalui walimatul ’ursy, bahkan dalam hal ini
termasuk pegawai pencatat nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya
yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan nikah sirri?
2. Apa dasar hukum nikah sirri?
3. Apa hukum nikah sirri?
4. Apa yang dimaksud dengan nikah di bawah tangan?
5. Apa dasar hukum nikah di bawah tangan?
6. Apa penyebab terjadinya pernikahan sirri dan di bawah tangan?
7. Apa dampak hukum nikah di bawah tangan dan nikah sirri?
C. Tujuan penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk, menjelaskan mengenai :
1. Untuk mengetahui pengertian nikah sirri
2. Untuk mengetahui dasar hukum nikah sirri
3. Untuk mengetahui hukum nikah sirri
4. Untuk mengetahui pengertian nikah dibawah tangan

2
5. Untuk mengetahui dasar hukum nikah dibawah tangan
6. Untuk mengetahui penyebab terjadinya pernikahan sirri dan di bawah
tangan
7. Untuk mengetahui dampak hukum nikah dibawah tangan dan nikah
sirri

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nikah Sirri


Nikah sirri merupakan istilah yang sudah cukup lama dikenal di tengah
masyarakat Indonesia, sehingga sejarah awal keberadaannya dan kapan
muncul istilah tersebut tidak bisa disebutkan secara pasti. Istilah nikah sirri
(sebetulnya tidak dikenal dalam fiqih klasik dan bukan merupakan term yang
dapat di jumpai dalam beberapa literatul kegamaan.
Namun, istilah nikah sirri dalam literatur-literatur klasik Islam
adalah nama bagi sebuah proses pernikahan yang memiliki paling tidak
dua makna; Pertama, pernikahan yang tidak diumumkan atau dilakukan
secara tertutup bahkan terkesan disembunyikan. Kedua, perkawinan
yang cacat dari sisi saksinya. Artinya, syarat dipersaksikannya pernikahan
oleh dua orang saksi laki-laki, tidak terpenuhi.1
Mahmud Syalthut berpendapat bahwa nikah sirri merupakan jenis
pernikahan dimana akad atau transaksinya (antara laki-laki dan perempuan)
tidak dihadiri oleh para saksi, tidak dipublikasikan (i’lan), tidak tercatat
secara resmi, dan sepasang suami isteri itu hidup secara sembunyi-sembunyi
sehingga tidak ada orang lain selain mereka berdua yang mengetahuinya.
Dilihat dari segi etimologis, kata “sirri” berasal dari bahasa Arab yang
berasal dari infinitif sirran dan sirriyyun. Secara etimologi, kata sirran berarti
secara diam-diam atau tertutup, secara batin, atau di dalam hati. Sedangkan
kata sirriyyun berarti secara rahasia, secara sembunyi-sembunyi, atau
misterius, jadi nikah sirri, artinya nikah rahasia (secret marriage), pernikahan
yang dirahasiakan dari pengetahuan orang banyak.
Nikah sirri secara etimologis berarti nikah yang rahasia. Secara
terminologis, nikah sirri terdapat beberapa pengertian. Pertama, nikah sirri
adalah pernikahan yang dilakukan tanpa wali. Kedua, adalah pernikahan yang
dilakukan dengan secara sembunyi-sembunyi dengan tidak diadakannya
resepsi dan sebagainya dengan alasan pernikahannya tidak ingin diketahui
oleh orang banyak. Dengan kata lain nikah sirri adalah nikah yang
disembunyikan, dirahasiakan dan tidak diekspos ke dunia luar.

1
Nurinayah Uin and Datokarama Palu, “Bantuan Kekuasaan Negara . Artinya , Bahwa Dalam
Rangka Implementasi Ataupun Termasuk Umat Islam Indonesia .,” n.d., 11.

4
B. Dasar Hukum Nikah Sirri
Nikah siri tidak hanya di kenal pada zaman sekarang ini saja, tetapi juga
telah ada pada zaman sahabat. Istilah itu berasal dari ucapan Umar bin
Khattab, pada saat beliau diberitahu, bahwa telah terjadi pernikahan yang
tidak dihadiri oleh saksi, kecuali hanya seorang laki-laki dan seorang
perempuan. Beliau berkata:
”ini nikah sirri, saya tidak membolehkannya, dan sekiranya saya tahu lebih
dahulu, maka pasti akan saya rajam”.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ”sesungguhnya Nabi SAW, bersabda:
”Pelacur adalah wanita yang mengawinkan dirinya tanpa (ada) bukti.” (HR.
Tirmidzi)
Ibnu Abbas juga menegaskan: ”Nikah ini tidak sah tanpa ada bukti”.
C. Hukum Nikah Sirri
Ulama berbeda pendapat tentang definisi dan hukum nikah sirri:2
1) Ulama hanafiyah berpendapat bahwa nikah sirri adalah pernikahan
yang tidak dihadiri oleh dua orang saksi. Sedangkan yang
dihadiri oleh dua orang saksi adalah nikah ‘alaniyah/terang-
terangan, karena setiap yang dihadiri oleh lebih dari dua orang
tidaklah disebut sirri. Jadi, jika kedua mempelai telah
menghadirkan dua orang saksi, berarti keduanya telah
mengumumkan pernikahan. Adapun perintah memukul
rebana hukumnya sunah, agar lebih meyakinkan pengumuman nikah.
2) Ulama malikiyah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Dardir
adalah jika para saksi diperintah untuk merahasiakan akad,
demikian pula jika hal yang sama juga diwasiatkan kepada selain
saksi ataupuntidak. Yang mewasiatkan haruslah suami, bekerja
sama dengan istri atau wali maupun tidak. Inilah maksud Ibn
Arafah terhadap nikah sirri. Adapun makna lain dari Al-Baji bahwa
meminta selain saksi untuk diam tetap saja disebut nikah sirri,
sebagaimana jika kedua suami-istri dan wali saling mewasiatkan
untuk merahasiakannya, sedangkan para saksi tidak. Menurut
malikiyah, jika nikah sirri dilakukan karena khawatir akan orang yang
zalim atau penyihir, maka tidak diharamkan dan tidak pula difasakh,
namun jika bukan karena itu maka haram, dan difasakh jika si
laki-laki belum menggauli istrinya, namun jika sudah digauli
maka dipisahkan dengan talak dan berlaku iddah.
3) Ulama Hanabilah berpendapat sama dengan Hanafiyah, namun
mereka menghukumi makruh nikah sirri.

2
Uin and Palu, 19.

5
Mahmud Syaltut salah seorang ulama kontemporer memberikan
pandangan yang lebih ketat mengenai pernikahan siri. Menurutnya, ulama
tradisional sudah sepakat bahwa pernikahan siri adalah akad nikah yang
dilakukan dua pihak tanpa ada saksi, tanpa pengumuman (i’lan) dan tanpa
penulisan dalam buku resmi, dan pandangan tetap hidup dalam kondisi status
perkawinan yang disembunyikan. Hal yang sama juga disebutkan Quraish
Shihab bahwa semua ulama sepakat tentang larangan merahasiakan
perkawinan.
Oleh karena itu, Syaltut menyebutkan bahwa para fuqaha tradisional
sepakat hukumnya haram untuk perkawinan yang tidak ada saksi. Sedangkan
perkawinan yang ada saksi tetapi ada usaha merahasiakan, hukumnya masih
diperdebatkan. Perdebatan ini disebabkan karena fungsi saksi itu adalah
pemberitahuan (i’lan). Pemberitahuan ini bertujuan untuk menjamin hak-hak
para pihak, menghilangkan keraguan dan untuk membedakan yang halal dan
dari yang haram sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis “untuk
membedakan perkawinan yang haram dari yang halal adalah dengan rebana
dan suara”. Maka persaksian yang bertujuan untuk informasi adalah
persaksian yang sama sekali tidak ada permintaan untuk dirahasiakan.
Pernikahan adalah hal yang berhak untuk disiarkan, agar diketahui
oleh khalayak, baik jauh maupun dekat dan menjadi motivasi bagi
sebagian orang yang lebih menikmati kesedirian. Tentunya dengan
diumumkannya pernikahan agar keluar dari makna nikah sirri yang dilarang.
I’lanyang dimaksud adalah yang berlaku secara umum dalam masyarakat,
dengan syarat tidak disertai dengan hal-hal yang dilarang dalam agama.
D. Pengertian Nikah Di Bawah Tangan
Sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah ”kawin di bawah tangan”
atau semacamnya, dann belum diatur dalam sebuah peraturan perundang-
undangan. Namun, secara sosiologis, istilah ”kawin di bawah tangan” atau
”kawin sirri” diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatat atau dilakukan
tanpa memenuhi ketentuan UU No.1 tahunn 1974 khusunya tentang
percatatan perkawinan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) UU No.1 tahun
1974. 3
Nikah di bawah tangan adalah pernikahan yang dilakukan dengan adanya
wali namun tidak dilaporkan atau di catatkan di KUA. Perkawinan yang tidak
ada bukti tetapi tidak dirahasiakan dikategorikan sebagai perkawinan yang
sah, jika dilaksanakannya sesuai dengan syariat islam, sepanjang tidak ada
motif ”sirih” (dirahasiakan nikahnya dari orang banyak) nikah semacam ini
bertentangan dengan ajaran islam dan bisa mengundang fitnah, serta dapat

3
Syarif Idris Iskandar, Jakaria, Fikih Munakahat, ed. Anton, 1st ed. (Makassar: Mitra Ilmu, 2023),
180.

6
mendatangkan mudarat atau resiko berat bagi pelakunya. Khususnya bagi
pihak wanita dan keluarganya.
Permohonan isbath nikah adalah sebuah keharusan yang dilakukan
pelaku perkawinan dibawah tangan. Doktrin pencatatan dalam
setiap perbuatan sesuai ajaran islam yang senantiasa harus
mencatatkan dalam bermuamalah transaksi hutang piutang seperti dalam
(QS: 2: 282). Dalam islam juga harus ada walimah dalam pernikahan,
tujuan dan alasannya adalah agar menjauhkan dari fitnah, begitu juga
dengan pernikahan seyogyanya harus dicatatkan. Karena isbath
nikah diperuntukkan bagi pernikahan dibawah tangan. Hal ini
sangat bertentangan dengan islam yang mengharuskan untuk menikahkan
dalam pernikahannya. Sehingga masyarakat menjadi tahu dan menjamin
keberlangsungan hubungan pernikahan itu. Bahwa ketika permohonan
itsbat nikah diajukan ke Pengadilan Agama dengan berbagai alasan di
antaranya: 1) Itsbat nikah untuk melengkapi persyaratan akta kelahiran
anak; Itsbat nikah untuk melakukan perceraian secara resmi di pengadilan; 3)
Itsbat nikah untuk mendapatkan pensiunan janda; 4) Itsbat nikah isteri
poligami; maka dengan alasan tersebut isbath nikah dapat diajukan ke
pengadilan agama. Setidaknya terdapat dua alasan pengadilan agama
dapat menerima dan memutus perkara itsbat nikah terhadap perkawinan
pasca berlakunya Undang-Undang Perkawinan.4
Hukum agama dan hukum nasional tidak ada menyebut atau tidak
mengatur perkawinan dibawa tangan ”istilah dibawah tangan ditemukan
dalam KUH perdata tentang akte autentik dan akte dibawah tangan”.
1. Akte auntentik adalah akte (surat) yang dibuat secara resmi
dihadapan atau oleh pejabat umum yang berwenang untuk itu
ditempat dimana akte itu dibuatnya sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku (pasal 1868 KUH perdata).
2. Akte di bawah tangan adalah akte yanng dibuat tidak boleh tanpa
perantaraan seorang pejabat umum, melainkan dibuat dan ditanda
tangani sendiri oleh para pihak yang mengadakan perjanjian atau oleh
pejabat yang tidak berwenang untuk itu.
Istilah nikah dibawah tangan timbul dalam masyarakat Indonesia setelah
lahirnya UU perkawinan nomor 1 tahun 1974 perkawinan di bawah tangan
dimaksudkan adalah perkawinan yang dilakukan hanya berdasarkan pada
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Akan tetapi tidak di
catat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku hal ini didasarkan
pada pasal 2 ayat (1) UU nomor 1 tahun 1974, sebuah perkawinan adalah sah
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu. Hal ini berarti bahwa jika suatu perkawinan telah
memenuhi syarat dan rukun nikah atau ijab kabul telah dilaksanakan bagi
4
Sindi Yorita et al., “Tinjauan Yuridis Status Anak Di Bawah Tangan Dalam Hak Menerima
Warisan” 1, no. 1 (2023): 26.

7
umat Islam atau pendeta/pastur telah melaksanakan pemberkatan dan ritual
dinyatakan telah sah menurut agama dan kepercayaan yang bersangkutan.
Timbulnya kewajiban untuk mencatatkan perkawinan didasarkan pasal 2
ayat (2) UU nomor 1 tahun 1974, yang menegaskan bahwa : tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hukum nikah di bawah tangan menurut fatwa MUI yang dikeluarkan
pada tahun 2006 dan 2008 melahirkan ketentuan hukum bahwa:
1. Pernikahan di bawah tangan hukumnya sah karena terpenuhi
syarat dan rukun nikah, tetapi haram jika terdapat mudharrah.
2. Pernikahan harus dicatatkan secara resmi pada instansi
berwenang, sebagai langkah preventif untuk menolak dampak
negatif/madharrah (saddan lizzariah).
Menurut MUI, nikah dibawah tangan yang dimaksud dalam fatwa ini adalah
pernikahan yang terpenuhi semua rukun dan syarat yang ditetapkan dalam
fiqh (hukum Islam). Namun, nikah ini tanpa pencatatan resmi di instansi
berwenang sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Atas dasar
pengertian tersebut, MUI menegaskan bahwa pernikahan dibawah tangan
adalah sah akan tetapi menjadi haram apabila ada mudharrah.
E. Dasar Hukum Nikah Di Bawah Tangan
1. QS. Ar-rum/ 30:21
‫ًۗة‬
‫َو ِمْن ٰا ٰي ِتٖٓه َاْن َخ َلَق َلُك ْم ِّم ْن َاْن ُفِس ُك ْم َاْز َو اًج ا ِّلَت ْس ُك ُنْٓو ا ِاَلْيَه ا َو َج َع َل َبْي َنُك ْم َّ َو َّد ًة َّو َر ْح َم‬
‫ِاَّن ِفْي ٰذ ِلَك ٰاَل ٰي ٍت ِّلَق ْو ٍم َّي َت َفَّك ُرْو َن‬
Artinya: ”Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar
kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.”
2. HR. Ibnu Majah, Ahmad, dan al-Tirmizi
Artinya: ”Umumkan pernikahan, lakukanlah pernikahan dan pukullah
duff (sejenis alat musik pukul)”.
3. Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
Dalam UU ini disebutkan bahwa (1) perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu. (2) tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
4. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 4 KHI
Menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
Hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) UU No.1 tahun 1974 tentang
perkawinan.5
5
Iskandar, Jakaria, Fikih Munakahat, 187.

8
F. Penyebab Terjadinya Pernikahan Sirri dan Di Bawah Tangan
Fenomena pernikahan dibawa tangan dan pernikahan sirri bagi umat
Islam di Indonesia masih terbilang banyak. Bukan saja dilakukan oleh
kalangan masyarakat bawah tapi juga oleh nasyarakat menengah keatas.
Kondisi demikian terjadi karena beberapa faktor yang melatarbelakanginya.
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perkawinan di bawah tangan
adalah sebagai berikut:6
1. Kurangnya kesadaran hukum masyarakat
Masih banyak diantara masyarakat kita yang belum memahami
sepenuhnya betapa pentingnya pentatan perkawinan. Kalaupun dalam
kenyataannya perkawinan itu dicatatkan di KUA sebagian dari
mereka boleh jadi hanya sekedar ikut-ikutan belaka, menganggapnya
sebagai tradisi yang lazim dilakukan oleh msyarakat setempat; atau
pencatatan perkawinan itu hanya dipandang sekedar soal
administrasi; belum dibarengi dengan kesadaran sepenuhnya akan
segi-segi manfaat dan pencatatan perkawinan tersebut.
2. Hamil diluar nikah
Di era globalisasi sekarang ini informasi dengan begitu mudah
didapat, mulai dari gaya hidup, perilaku sosial suatu masyarakat
tertentu dapat ditiru dengan mudahnya. Hal ini berpengaruh besar
dalam merubah perilaku dan polan pikir seseorang tanpa disaring
terlebih dahulu. Akibatnya pergaulan yang mereka lakukan terkadang
melampaui batas, tidak lagi mengindahkan norma-norma dan kaidah-
kaidah agama. Akibatnya ada hal-hal lain yang timbul akibat
pergaulan bebas, seperti hamil diluar nikah.
Kehamilan yang terjadi diluar nikah tersebut, merupakan aib bagi
keluarga, yang akan mengundang cemoohan masyarakat, dari sinilah
orang tua menikahkan anaknya dengan laki-laki yang
menghamilinya, dengan alasan menyelamatkan nama baik keluarga,
dan tanpa melibatkan tugas PPN, tetapi hanya dilakukan oleh mualim
atau kyai tanpa melakukan pencatatan.
3. Menghindari tuntutan hukum
Untuk menghindari tuntutan hukum dari istrinya dibelakang hari,
karena perkawinan yang tidak catat oleh kantor urusan agama, tidak
dapat dituntut secara hukum di pengadilan. Kasus ini terjadi oleh
pelaku perkawinan siri untuk menikah kedua kalinya (poligami).
4. Ketentuan pencatatan perkawinan yang tidak tegas

6
Universitas Halu Oleo-kendari, “Penyebab Perkawinan Di Bawah Tangan ( Studi Di Desa
Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna ) Causes of Underhand Marriage ( Study in
Kontumere Village , Kabawo District , Muna Regency )” 16, no. 2 (2023): 22.

9
Sebagai mana kita ketahui, ketentuan pasal 22 UU No.1/1974
merupakan azas pokok dari sah nya perkawinan. Ketentuan ayat (1)
dan (2) dalam pasal tersebut harus dipaham, sebagai syarat kumulatif,
bukan syarat alternatif, sahnya perkawinan. Dari fakta hukum
dan/atau norma hukum tersebut sebenarnya sudah cukup menjadi
dasar bagi umat Islam terhadap wajibnya pencatatan perkawinan
mereka. Akan tetapi ketentuan tersebut mengandung kelemahan
karena pasal tersebut multi tafsir dan juga tidak disertai sanksi bagi
mereka yang melanggarnya. Dengan kata lain pencatatan perkawinan
dalam Undang-Undang tersebut bersifat tidak tegas.
Itulah sebabnya beberapa tahun terakhir pemerintah telah membuat
RUU hukum terapan pengadilan agama bidang perkawinan yang
sampai saat ini belum disahkan parlemen. Dalam RUU tersebut
kewajiban pencatatan perkawinan dirumuskan secara tegas dan
disertai sanksi yang jelas bagi yang melanggarnya.
Pasal 4 RUU menegaskan, setiap perkawinan yang wajib dicatat oleh
PPN berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian pasal 5 ayat (1) menyatakan: untuk memenuhi ketentuan
pasal 4, setiap perkawinan wajib dilangsungkan dihadapan PPN.
Kewajiban pencatatan sebagaimana ketentuan pasal 4 dan pasal 5
ayat (1) tersebut disertai ancaman pidana bagi yang melanggarnya.
G. Dampak Hukum Nikah Di Bawah Tangan dan Nikah Sirri
Akibat hukum dari perkawinan dan perceraian di bawah tangan dan
perkawinan siri, meski secara agama atau kepercayaan dianggap sah, namun
perkawinan yang dilakukan di luar pengetahuan dan pengawasan pegawai
pencatatan nikah tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap dan dianggap
tidak sah di mata hukum Negara. Akibat hukum perkawinan tersebut
berdampak sangat merugikan bagi istri dan perempuan umumnya, baik secara
hukum maupun sosial, serta bagi anak yang dilahirkan.7
Dampak hukum perkawinan di bawa tangan dan perkawinan sirri:
1) Perkawinan dianggap tidak sah
Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan,
namun dimata negara perkawinannya di anggap tidak sah jika
belum dicatat oleh kantor urusan agama dan kantor urusan sipil.
2) Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan
keluarga ibu
Anak yang dilahirkan diluar perkawinan atau perkawinan yang
tidak dicatat selain dianggap anak tidak sah, juga hanya
mempunyai hubungan perdata dengan ibu atau keluarga ibu
7
Iskandar, Jakaria, Fikih Munakahat, 190.

10
(pasal 42 dan 43 UU No.1 1974) sedang hubungan perdata
dengan ayah tidak ada.
3) Anak dan ibunya tidak berhak atas nafkah dan warisan
Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah baik
istri maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut
tidak berhak menuntut nafkah atau warisan dari ayahnya.
Namun dampak lain dari perkawinan sirri dan perkawinan di bawah
tangan baik terhadap istri maupun anak-anak
1. Terhadap Istri
Perkawinan di bawah tangan dan perkawinan sirri berdampak sangat
merugikan bagi istri dan perempuan umumnya. Tidak secara hukum
maupun sosial.
Secara hukum :
a) Tidak dianggap sebagai istri sah
b) Tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika ia meninggal
dunia
c) Tidak berhak atas gono gini jika terjadi perpisahan karena secara
hukum perkawinan dianggap tidak pernah terjadi.
Secara sosial: secara sosial sang istri sangat sulit bersosialisasi karena
perempuan yang melakukan perkawinan melakukan perkawinan di bawah
tangan dan perkawinan sirri sering dianggap telah tinggal serumah dengan
laki-laki tanpa ikatan perkawinan (alias kumpul kebo) atau dianggap istri
simpanan. Tidak sahnya perkawinan di bawah tangan dan perkawinan sirri
menurut hukum negara dan memiliki dampak negatif bagi status anak
yang dilahirkan di mata hukum, status anak yang dilahirkan di anggap
sebagai anak yang tidak sah, konsekuensinya, anak hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu.
2. Terhadap Anak
Anak-anak yang dilahirkan diluar perkawinan atau perkawinan yang tidak
tercatat, selain dianggap anak tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ayahnya tidak ada. Tidak sahnya perkawinan di bawah
tangan dan perkawinan sirri menurut hukum negara dan memiliki dampak
negatif bagi status anak yang dilahirkan dimata hukum, yakni:
a) Status anak yang dilahirkan pada perkawinan bawah tangan
dianggap anak luar kawin. Konsekuensinya, anak hanya
mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu.
Artinya, si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap
ayahnya (pasal 42 dan pasal 43 UU perkawinan, pasal 100 KHI).
Didalam akte kelahirannya pun statusnya dianggap sebagai anak
luar nikah, sehingga hanya dicantumkan nama ibu yangg

11
melahirkannya. Keterangan berupa status sebagai anak luar nikah
dan tidak tercantumnya nama si ayah akan berdampak sangat
mendalam secara sosial dan psikologis bagi si anak dan ibunya.
b) Ketidakjelasan status si anak di muka hukum mengakibatkan
hubungan antara ayah dan anak tidak kuat sehingga bisa saja suatu
waktu ayahnya menyangkal bahwa anak tersebut adalah anak
kandungnya.
c) Yang jelas merugikan adalah anak tidak berhak atas biaya
kehidupan dan pendidikan, nafkah dan warisan dari ayahnya.
3. Terhadap Suami
a) Hampir tidak ada dampak mengkhawatirkan atau merugikan bagi
diri laki-laki atau suami yang menikah bawah tangan dan nikah
sirri dengan seorang perempuan. Yang terjadi justru
menguntungkan dia, karena:
b) Suami bebas untuk menikah lagi, karena perkawinan sebelumnya
yang di bawah tangan atau nikah sirri dianggap tidak sah di mata
hukum.
c) Suami bisa berkelit dan menghindar dari kewajibannya
memberikan nafkah baik kepada istri maupun kepada anak-
anaknya.
d) Tidak di pusingkan pembagian harta gono-gini, warisan dan lain-
lain.
Berdasarkan pemaparan diatas, terlihat jelas betapa pernikahan di
bawah tangan dan nikah siri sangat merugikan bagi kaum perempuan dan
anaknya kelak yang dilahirkannya dalam pernikahan tersebut. Oleh karena
itu, bagi yang sudah terlanjur menempuh jalan dengan pernikahan di bawah
tangan maupun nikah sirri, hendaknya melaporkan ke pengadilan agama dan
mengukuhkan perkawinannya melalui isbat nikah. Begitupun halnya dengan
pembuktian asal usul anak yang dilahirkan dalam nikah sirri dan nikah di
bawah tangan.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dalam terminologi agama, ulama berbeda pendapat tentang maksud dari
nikah sirri, demikian juga dengan hukumnya. Bagi yang berpendapat
bahwa nikah sirri adalah nikah yang disembunyikan maka pernikahan
haruslah diumumkan. Namun bagi yang berpendapat
bahwa nikah sirri adalah tidak sempurnanya saksi, maka dengan
dihadirkannya saksi secara sempura baik dua orang laki-laki atau
seorang lelaki dan dua orang wanita, meskipun tidak disiarkan maka
tidaklah dinamakan nikah sirri.
2. Rasulullah menganjurkan untuk mengumumkan perkawinan dan
menyertakan hiburan-hiburan di dalamnya.
3. Dalam pandangan hukum positif Indonesia, perkawinan di bawah tangan
adalah sah secara agamajika memenuhi segala rukun dan
syaratnya,namun cacat hukum.
B. Saran
Kedua jenis pernikahan ini rentan terhadap penyalahgunaan, eksploitasi,
dan konsekuensi hukum yang serius. Sebagai alternatif, individu sebaiknya
memilih untuk melangsungkan pernikahan secara sah dan transparan sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku.

13
DAFTAR PUSTAKA

Iskandar, Jakaria, Syarif Idris. Fikih Munakahat. Edited by Anton. 1st ed.
Makassar: Mitra Ilmu, 2023.

Oleo-kendari, Universitas Halu. “Penyebab Perkawinan Di Bawah Tangan ( Studi


Di Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna ) Causes of
Underhand Marriage ( Study in Kontumere Village , Kabawo District , Muna
Regency )” 16, no. 2 (2023): 93–99.

Uin, Nurinayah, and Datokarama Palu. “Bantuan Kekuasaan Negara . Artinya ,


Bahwa Dalam Rangka Implementasi Ataupun Termasuk Umat Islam
Indonesia .,” n.d., 75–89.

Yorita, Sindi, Ahmad Sofyan, Astrid Zalsa Yulinda, S Safitri, E Ernawati, and H
Hardiani. “Tinjauan Yuridis Status Anak Di Bawah Tangan Dalam Hak
Menerima Warisan” 1, no. 1 (2023): 26–32.

14

Anda mungkin juga menyukai