Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH NIKAH SIRI

Mata Kuliah : Hukum Perkawinan


Dosen Pengampuh:Muh.Faried Samal,S,Ag.,M.Pd.

Disusun Oleh:
Irma Rahmadani:20511005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIDKAN
UNIVERSITAS YAPIS
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jayapura 29 Oktober 2022

Memateri
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................5
PENDAHULAAN.......................................................................................................................................5
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................7
A. Pengertian Nikah Siri.......................................................................................................................7
1.Bagaimana Tata Cara Pernikahan Menurut Islam.............................................................................7
2.Faktor Yang Melatarbelakangi Terjadinya Nika Siri........................................................................10
3. Sah Tidaknya Nikah Siri Menurut Hukum Agama Dan Hukum Positif Indonesia............................11
4. Bagaimana Pandangan Para Ulama Tentang Nikah Siri................................................................12
5. Bagai Mana Dampak Yang Ditimbulkan Dari Nikah Siri Terhadap Perempuan Dan Anaknya.....12
6. Pengertian poligami , Nikah Siri dan kawin Kontrak.....................................................................13
BAB III......................................................................................................................................................14
PENUTUP.................................................................................................................................................14
A. Kesimpulan.......................................................................................................................................14
B. Saran.................................................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULAAN

1.1 Latar Belakang

Allah menciptakan sesuatu dengan pasang-pasangan, laki-laki perempuan , hewan jantan


dan betina, siang dam malam dan sebagainya, manusia hidup berpasangan-pasangan menjadi
suami istri menbangun rumah tangga yang damai dan teratur. Untuk itu haruslah diadakan ikatan
dan pertalian yang kekal dan tidak mudah diputuskan, yaitu ikatan akad nikah atau
ijab Kabul perkawinan. Bilaakad nikah telah dilangsungkan maka mereka telah berjanji dan setia
akan membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah warohmah, yang natinya akan akan
lahir keturunan-keturunan dari mereka.

Dalam hukum islam tujuan perkawianan adalah menjalankan perintah allah SWT agar
meperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dan membentuk keluarga yang bahagia.
Artinya ketika seseorang memutuskan untuk menikah, maka lembaga perkawinan tersebut
pastilah bertujuan untuk untuk menciptakan ketenangan. Dan kedamaian bagi manusia yang
telah mampuh unuk melaksanakannya. Sebagai firman allah :
‫ﻴﺎﻤﻌﺳﺮﺍﻟﺷﺎﺐ ﻤﻦ ﺍﺳﺘﻁﺎﻉ ﻤﻧﻛﻢ ﺍﻟﺑﺎﺀﺓ ﻓﻠﻴﺘﺯ ﻮﺝ‬
“hai sekalian pemuda . siap yang sanggup bersetubu (Karena ada belanja nika), hendaklah
berkawin”
‫ﻓﺎﻧﻛﺣﻮ ﺍﻤﺎ ﻂﺎﺐ ﻠﻛﻢ ﻤﻦ ﺍﻠﻧﺴﺂﺀﻤﺛﻦ ﻮﺛﻠﺚ ﻮﺮﺑﺎﻉ ﺨﻔﺗﻡ ﺍﻻﺗﻌﺪ ﻠﻮ ﺍﻔﻮ ﺍﺣﺫﺓ‬
﴿ ٣: ‫﴾ﺍﻠﻧﺳﺎﺀ‬
“ Maka kawianlah perempuan yang kamu sukai, satu, dua, tiga dan emapat, tetapi kalau kamu
kautir tidak berlaku adil (diantara prempuan-prempuan Itu), hendaklah satu
saja”(QS.Anisa.ayat 3)

Dalam firman Allah SWT dan sabda rosulnya mengajukan perkawinan. yang diatas sudah
jelas.
Namun akhir ini banyak temuan kasus perkawinan sirih di berbagai kalangan, misalnya media
cetak, maupun media elektronik dalam acara infotemen dalam siaran TV swasta, banyak sekali
tayangan-tanyangan maraknya tentang perkawinan sirih mulai dari kalangan tokoh politik,
selebritis maupun masyarakat biasa, meski perkawinan tersebut sah menurut agama namun
belum tentu secara hukum.
Berdarakan uraian latarbelakang diatas, maka penulis merasa perlu untuk mengangkatnya dalam
suatu judul makalah Yaitu: “ Nikah Siri Menuruut Pandangan Ulama Dan Perspektif Hukum
Islam dan Hukum Positif Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan nikah siri?
2. Bagaimana tata cara pernikahan menurut islam?
3. Faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya nika siri?
4. Sah tidaknya nikah siri menurut hukum agama dan hukum positif indonesia ?
5. Bagaimana pandangan para ulama tentang nikah sirih?
6. Bagai mana dampak yang ditimbulkan dari nikah siri terhadap perempuan dan anaknya?

C. Maksud dan Tujuan


1. Agar kita mengetahui yang dimaksud niakah siri.
2. Agar kita mengetahui tata cara pernikahan menurut islam.
3. Agar kita mengetahui sah tidahnya nikah sirih menurut hukum islam dan hukum posotifindonesia.
4. Agar kita mengetahui bagaimana pandangan ualam tentang nikah siri.
5. Agar kita mengetahui faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya nikah siri.
6. Agar kita mengetahui dampak yang ditimulkan dari nikah siri terhadap perempuan dan anaknya.

D. Metode Penulisan
BAB I PENDAHULAUAN : Latar belakang, Rumusan Masalah, Maksud dan Tujuan.
BAB II PEMBAHASAN : Apa yang dimaksud dengan nikah siri, Bagaimana tata cara pernikahan menurut
islam, Faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya nika siri, Sah tidaknya nikah siri menurut hukum
agama dan hukum positif Indonesia, Bagaimana pandangan para ulama tentang nikah siri, Bagai mana dampak
yang ditimbulkan dari nikah siri terhadap perempuan dan anaknya?
Bab III. PENUTUP : kesimpulan, saran,
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nikah Siri

Perkawinan adalah aqad antara calon laki istri untuk memenuhi hajat jenis kelamin yang
diatur oleh syari’at. Sedangkan pengertian dari ikah siri adalah nikah secara rahasia (sembunyi-
sembuyi). Disebut secara rahasia karena tidak dilaporkan kekantor urusan agama atau KAU bagi
muslim atau kantor catatan sipil bagi non muslain.
Biasanya nikah siri dilakukan karena dua pihak belum siap meresmikannya atau meramaikannya,
namun dipihak lain untuk menjadi agar tidak terjadi hal-hal yag tidak dinginkan atau terjerumus
kepada hal-hal yang dilarang agama.
Pendapat Imam Abu Hanifah, Yang dimaksud dengan nikah siri adalah nikah yang tidak bisa
menghadirkan wali dan tidak mencatatkan pernikahannya ke KUA dengan tiga imam madzab
lainnya. Beliau menetapkan bahwa wanita yang telah baligh dan berakal (dalam kondisi normal)
maka diperbolehkan memilih sendiri calon suaminya. Dia tidak hanya tergantung pada walinya
saja. Lebih lanjut beliau menjelaskan wanita baligh dan berakal juga diperbolehkan aqad nikah
sendiri baik dalam kondisi perawan atau janda.

1.Bagaimana Tata Cara Pernikahan Menurut Islam

Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan


memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Subhanallah.
Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain.
Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang. Kami akan mengungkap tata
cara penikahan sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang hanya dengan cara inilah
kita terhindar dari jalan yang sesat (bidah).
Jelas tentang ajaran agamanya karena meyakini kebenaran yang dilakukannya. Dalam masalah
pernikahan sesunggguhnya Islam telah mengatur sedemikian rupa. Dari mulai bagaimana
mencari calon pendamping hidup sampai mewujudkan sebuah pesta pernikahan.

Berikut ini kami akan membahas tata cara pernikahan menurut Islam secara singkat.Hal-
Hal Yang Perlu Dilakukan Sebelum Menikah

1 Minta Pertimbangan
Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting seorang wanita untuk
menjadi isterinya, hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat wanita tersebut yang
baik agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang hal ihwal wanita yang akan
dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan pertimbangan dengan jujur dan adil.
 Begitu pula bagi wanita yang akan dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan
dari kerabat dekatnya yang baik agamanya.

2.Shalat Istikharah
Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon isterinya, hendaknya ia
melakukan shalat istikharah sampai hatinya diberi kemantapan oleh Allah Taala dalam
mengambil keputusan. Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada Allah Taala agar
diberi petunjuk dalam memilih mana yang terbaik untuknya. Shalat istikharah ini tidak hanya
dilakukan untuk keperluan mencari jodoh saja, akan tetapi dalam segala urusan jika
seseorang  mengalami rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan tentang urusan yang
penting. Hal ini untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan hidup.
Insya Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan.

3.      Khithbah (peminangan)
Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita pilihannya, maka
hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari wanita
pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar ia direstui untuk
menikahi anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang adalah bilamana memenuhi dua syarat
sebagai berikut, yaitu:

a.    Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan.


syari yang menyebabkan laki-laki dilarang memperisterinya saat itu. Seperti karena suatu
hal sehingga wanita tersebut haram dini kahi selamanya(masih mahram) atau sementara (masa
iddah/ditinggal suami atau ipar dan lain-lain).

b.    Belum dipinang orang lain secara sah


Sebab Islam mengharamkan seseorang meminang pinangan saudaranya. Dari Uqbah bin
Amir radiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Orang mukmin
adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang
yang sudah dibeli saudaranya, dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang
saudaranya, sehingga saudaranya itu meninggalkannya." (HR. Jamaah)  Apabila seorang wanita
memiliki dua syarat di atas maka haram bagi seorang laki-laki untuk meminangnya. 

4. Melihat Wanita yang Dipinang


Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar untuk melihat wanita yang
dilamar dan mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat laki-laki yang meminangnya, agar
masing- masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala menjatuhkan pilihan pasangan
hidupnya Dari Jabir radliyallahu anhu, bersabda : Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, maka apabila ia mampu
hendaknya ia melihat kepada apa yang mendorongnya untuk menikahinya."
Jabir berkata: "Maka aku meminang seorang budak wanita  dan aku bersembunyi untuk bisa
melihat apa yang mendorong aku untuk  menikahinya. Lalu aku menikahinya." (HR. Abu Daud
dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Dawud, 1832).
Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam dalam masalah melihat pinangan ini di
antaranya adalah: 
a. Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa disertai mahram.
b. Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan dengan laki- laki yang meminangnya
5. Aqad Nikah
 Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya ijab qabul. Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan.

Qabul artinya menerima. Jadi Ijab qabul itu artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada
lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima. Dalam perkawinan yang
dimaksud dengan "ijab qabul" adalah seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan
mengemukakan kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di bawah
perwaliannya, untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil perempuan tersebut sebagai
isterinya. Lalu lelaki bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu. 

c.Adanya Mahar (mas kawin)


Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak menikahinya
menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan batasan nilai tertentu dalam mas
kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua belah pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga
lebihmenyukai mas kawin yang  mudah dan sederhana serta tidak berlebih-lebihan dalam
memintanya.
Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah shallallahualaihi wa sallam:
"Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan."
(HR.Al-Hakim dan Ibnu Majah, shahih, lihat Shahih
Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)

d. Adanya Wali
Dari Abu Musa radliyallahu anhu, Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda:
"Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh syaikh Al-
Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud.
Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian wali-wali yang ada adalah ayah dari
pengantin wanita. Kalau tidak ada barulah kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki
seayah seibu atau seayah, kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-kerabat
terdekat yang lainnya atau hakim.

e.Adanya Saksi-Saksi
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidak sah suatu pernikahan tanpa
seorang wali dan dua orang saksi yang adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah,
shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557).
Menurut sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, sebelum aqad nikah diadakan khuthbah lebih
dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah ataukhuthbatul-hajat.

6. Walimah
Walimatul Urus hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda  Rasulullah shallallahu alaih wa
sallam kepada Abdurrahman bin Auf:"....Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor
kambing." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud
no. 1854)
Memenuhi undangan walimah hukumnya juga wajib."Jika kalian diundang walimah, sambutlah
undangan itu (baik undangan perkawinan atau yang lainnya).

Barangsiapa yang tidak menyambut undangan itu berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan
Rasul-Nya." (HR. Bukhari 9/198, Muslim 4/152, dan Ahmad no. 6337 dan Al-Baihaqi 7/262 dari
Ibnu Umar).
Akan tetapi tidak wajib menghadiri undangan yang didalamnya terdapat maksiat kepada Allah
Taala dan Rasul-Nya, kecuali dengan maksud akan merubah atau menggagalkannya. Jika telah
terlanjur hadir, tetapi  tidak  mampu untuk merubah atau menggagalkannya maka wajib
meninggalkan tempat itu.  Dari Ali berkata: "Saya membuat makanan maka aku mengundang
Nabi shallallahu ?alaihi wa sallam dan beliaupun datang. Beliau masuk dan melihat tirai yang
bergambar maka beliau keluar dan bersabda:
"Sesungguhnya malaikat tidak masuk suatu rumah yang di dalamnya ada gambar." (HR. An-
Nasai dan Ibnu Majah, shahih, oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadii.

Adapun Sunnah yang harus diperhatikan ketika mengadakan walimah adalah sebagai berikut:
a) Dilakukan selama 3 (tiga) hari setelah hari dukhul (masuk- nya)
b) Hendaklah mengundang orang-orang shalih, baik miskin atau kaya
c) Sedapat mungkin memotong seekor kambing atau lebih, sesuai dengan taraf ekonominya.

2.Faktor Yang Melatarbelakangi Terjadinya Nika Siri

Bermacam alasan yang melatarbelakangi seseorang melakukan nikah siri. Ada yang menikah karena
terbentur ekonomi, sebab sebagian pemuda tidak mampu menanggung biaya pesta, menyiapkan rumah
milik dan harta gono gini, maka mereka memilih menikah dengan cara misyar yang penting halal, hal ini
terjadi di sebagian besar Negara Arab . Adajuga yang tidak mampu mengeluarkan dana untuk
mendaftarkan diri ke KUA yang dianggapnya begitu mahal. Atau malah secara finansial pasangan ini
cukup untuk membiayai, namun karena khawatir pernikahannya tersebar luas akhirnya mengurungkan
niatnya untuk mendaftar secara resmi ke KUA atau catatan sipil. Hal ini untuk menghilangkan jejak dan
bebas dari tuntutan hukum dan hukuman administrasi dari atasan, terutama untuk perkawinan kedua dan
seterusnya (bagi pegawai negeri dan TNI).

Menurut psikolog Ekorini Kuntowati, nikah siri juga dilatarbelakangi oleh model keluarg masing-
masing pasangan. Pernikahan siri ataupun bukan, tidak menjadi jaminan untuk mempertahankan komitmen.
Seharusnya orang lebih bijak, terutama bila hukum negara tidak memfasilitasinya. Nikah siri terjadi bukan
hanya karena motivasi pelaku/pasangan atau latar belakang keluarganya, lingkungan sosial atau nilai sosial
juga turut membentuknya. Sebut saja ketika biaya pencatatan bikah terlalu mahal sehingga ada kalangan
masyarakat tak mampu tidak memedulikan aspek legalitas.

Yaitu dengan menawarkan berbagai kemudahan dan fasilitas, dari hanya menikahkan secara siri
(bawah tangan) sampai membuatkan akta nikah asli tapi palsu (aspal). Bagi masyarakat yang berkeinginan
untuk memadu, hal itu dianggap sebagai jalan pintas atau alternatif yang tepat. Terlebih, di tengah kesadaran
hukum dan tingkat pengetahuan rata-rata masyarakat yang relatif rendah. Tidak dipersoalkan, apakah akta
nikah atau tata cara perkawinan itu sah menurut hukum atau tidak, yang penting ada bukti tertulis yang Faktor
lain, ada kecenderungan mencari celah-celah hukum yang tidak direpotkan oleh berbagai prosedur pernikahan
yang dinilai berbelit, yang penting dapat memenuhi tujuan, sekalipun harus rela mengeluarkan uang lebih
banyak dari seharusnya. UU 1/1974 tentang Perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya mengatur syarat
yang cukup ketat bagi seseorang atau pegawai negeri sipil (PNS) yang akan melangsungkan pernikahan untuk
kali kedua dan seterusnya, atau yang akan melakukan perceraian. Syarat yang ketat itu, bagi sebagian orang
ditangkap sebagai peluang ''bisnis'' yang cukup menjanjikan. menyatakan perkawinan tersebut sah. Penulis
menyebut fenomena itu sebagai ''kawin alternatif''.

3. Sah Tidaknya Nikah Siri Menurut Hukum Agama Dan Hukum Positif Indonesia

1. Hukum Agama
Hukum nikah sirih hukum nikah siri secara agama adalah sah atau legal dan dihalalkan
atau diperbolehkan jika sarat dan rukun nikanya terpenuhi pada saat ini nikah sirih digelar.
Rukun nikah yaitu 1). Adanya kedua mempelai ,2) adanya wali, 3) adanay saki nika, 4) adanay
mahar atau ma kawin, 5) adanay ijab gobul atau akad.

2. Hukum Positif Indonesia
Undang-Undang (UU RI) tentang Perkawinan No. 1 tahun 1974 diundang-undangkan
pada tanggal 2 Januari 1974 dan diberlakukan bersamaan dengan dikeluarkannya peraturan
pelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 tahun
1974 tentang Perkawinan. Menurut UU Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 UU
Perkawinan). Mengenai sahnya perkawinan dan pencatatan perkawinan terdapat pada pasal 2 UU
Perkawinan, yang berbunyi: "(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Dari Pasal 2 Ayat 1 ini, kita tahu bahwa sebuah perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Ini berarti bahwa jika suatu
perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun nikah atau ijab kabultelah dilaksanakan (bagi umat
Islam) atau pendeta/pastur telah melaksanakan pemberkatan atau ritual lainnya, maka
perkawinan tersebut adalah sah terutama di mata agama dan kepercayaan masyarakat. Tetapi
sahnya perkawinan ini di mata agama dan kepercayaan masyarakat perlu disahkan lagi oleh
negara, yang dalam hal ini ketentuannya terdapat pada Pasal 2 Ayat 2 UU Perkawinan, tentang
pencatatan perkawinan . Bagi mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam
pencatatan dilakukan di KUA untuk memperoleh Akta Nikah sebagai bukti dari adanya
perkawinan tersebut. (pasal 7 ayat 1 KHI "perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta
Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah"). Sedangkan bagi mereka yang beragama non
muslim pencatatan dilakukan di kantor Catatan Sipil, untuk memperoleh Akta Perkawinan.

Mengenai pencatatan perkawinan, dijelaskan pada Bab II Pasal 2 PP No. 9 tahun 1975
tentang pencatatan perkawinan. Bagi mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam,
pencatatan dilakukan di KUA. Sedangkan untuk mencatatkan perkawinan dari mereka yang
beragama dan kepercayaan selain Islam, cukup menggunakan dasar hukum Pasal 2 Ayat 2 PP
No. 9 tahun 1975. Tata cara pencatatan perkawinan dilaksanakan sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 3 sampai dengan Pasal 9 PP No. 9 tahun 1975 ini, antara lain setiap orang yang akan
melangsungkan perkawinan memberitahukan secara lisan atau tertulis rencana perkawinannya
kepada pegawai pencatat di tempat perkawinan akan dilangsungkan, selambat-lambatnya 10 hari
kerja sebelum perkawinan dilangsungkan. Kemudian pegawai pencatat meneliti apakah syarat-
syarat perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut UU.
Lalu setelah dipenuhinya tata cara dan syarat-syarat pemberitahuan serta tidak ditemukan suatu
halangan untuk perkawinan, pegawai pencatat mengumumkan dan menandatangani
pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan dengan cara
menempel surat pengumuman pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh
umum .

4. Bagaimana Pandangan Para Ulama Tentang Nikah Siri


Menurut pandangna mahzab hanfi dan hambali suatu penikahan yang sarat dan rukunya
mka sah menurut agama islam walaupun pernikah itu adalah pernikahn siri. Hal itu sesuai
dengan dalil yang berbunyi :
artinya “takutlah kamu terhadap wanita, kamu ambil mereka (dari orang tuanya ) dengan
amanah allah dan kamu halalkan percampuran kelamin dengan mereka dengan kalimat
allah(ijab qabul”)(rohil muslaim).

Sedangkan menurut kiayai hisen muhamad seorang komisioner komnas prempuan


mnyatakan pernikahan pria dewasa dengan wanita secara sirih merupakan pernikahan terlarang
karena pernikahn tersebut dapat merugikan si perempauan, sedangkan islam jusru melindungi
prempuan bukan malah merugikannya.
Menurut kalangan Ulama Syiah memang membolehkan cara pernikahan seperti itu. Yaitu nikah
siri, sebih baik ketimbang berjinah yang sangat dilaknat oleh Allat SWT.
Kalangan Ulama Suni di Indonesia yang berpendapat bahwa Nikah sirih adalah Halal
berdasarkan nash Al Qur’an (Anisa:3), dan bahkan tidak sedikit diantaranya yang melakukannya,
bukan semata-mata karena kebutuhan seksual, tetapi guna menunjukan ke-halalan Nikah sirih itu
sendiri.

5. Bagai Mana Dampak Yang Ditimbulkan Dari Nikah Siri Terhadap Perempuan Dan
Anaknya
R Valentina, dalam Perihal Perkawinan menulis , dampak yang akan timbul dari
perkawinan yang tidak dicatatkan secara Yuridis Formal.
Pertama, perkawinan dianggap tidak sah. Meski perkawinan dilakukan menurut agama
dan kepercayaan, namun di mata negara perkawinan tersebut dianggap tidak sah jika belum
dicatat oleh KUA atau Kantor Catatan Sipil (KCS).

Kedua, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu (pasal 42
dan 43 UU Perkawinan). Sedangkan hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada. Ini artinya
anak tidak dapat menuntut hak-haknya dari ayah. Dengan dilahirkan dalam perkawinan yang
tidak dicatatkan, kelahiran anak menjadi tidak tercatatkan pula secara hukum dan hal ini
melanggar hak asasi anak (Konvensi Hak Anak). Anak-anak ini berstasus anak di luar
perkawinan.

Ketiga, akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, baik istri maupun
anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah ataupun
warisan dari ayahnya.
Secara garis besar, perkawinan yang tidak dicatatkan sama saja dengan membiarkan
adanya hidup bersama di luar perkawinan, dan ini sangat merugikan para pihak yang terlibat
(terutama perempuan), terlebih lagi kalau sudah ada anak-anak yang dilahirkan. Mereka yang
dilahirkan dari orang tua yang hidup bersama tanpa dicatatkan perkawinannya, adalah anak luar
kawin yang hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya, dalam arti tidak mempunyai
hubungan hukum dengan bapaknya. Dengan perkataan lain secara yuridis tidak mempunyai
bapak (Wila Chandrawila, 2001). Sebenarnya, tidak ada paksaan bagi masyarakat untuk
mencatatkan perkawinan. Dalam artian, jika kita tidak mencatatkan perkawinan, bukan berarti
kita melakukan suatu kejahatan. Namun jelas pula bahwa hal ini memberikan dampak atau
konsekuensi hukum tertentu yang khususnya merugikan perempuan dan anak-anak.

Bersinggungan dengan pentingnya pencatatan perkawinan, seperti juga pembuatan KTP


atau SIM, kita sesungguhnya membicarakan pelayanan publik yang menjadi tanggung jawab
negara. Sehingga sudah semestinya memperhatikan prinsip good governance, salah satunya
adalah menetapkan biaya yang sesuai dengan taraf kehidupan masyarakat dan prosedur yang
tidak berbelit-belit (user-friendly). Dengan prosedur yang tidak berbelit-belit dan biaya yang
sesuai masyarakat diajak untuk mencatatkan perkawinannya.

6. Pengertian poligami , Nikah Siri dan kawin Kontrak


Poligami adalah uangkapan bagi seorang lelaki yang beristri lebih dari satu, dan ini dalam ajaran
Islam tidak dilarang meski untuk melakukannya harus memenuhi syarat dan kriteria tertentu. Dalam
perkembangannya poligami terkadang hanya dijadikan alasan oleh sebagian orang sebagai legalisasi, namun
tidak sedikit penganut poligami yang Rumah tangganya bahagia karena di dasari dengan ajaran Agama yang
diyakini kebenarannya.

Nikah Siri adalah sebuah perbuatan dalam melakukan pernihakan sesuai aturan agama dalam hal ini
Ajaran Islam namun karena berbagai hal yang menghalanginya menjadikan tidak terjadinya pencatatan secara
syah atau legal oleh aparat yang berwenang dalam hal ini Pemerintah yang di wakili Departemen Agama.

Kawin Kontrak adalah sebuah perkawinan yang di batasi waktu sehingga akan berakhir sesuai
ketentuan waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang melakukan perkawinan itu sendiri. Kawin
kontrak yang dalam ajaran Islam di kenal dengan Istilah Nikah Mut’ ah yang dalam perkembangan syari’at
Islam nikah model ini telah dilarang.
Ketiga type perkawinan tersebut kini telah digodog rancangan undang-undangnya oleh Pemerintah yang di
wakili oleh Departemen Agama dengan sebuah Rancangan Undang-undang , yang didalamnya diatur bagi
orang yang melakukannya akan di kenai sangsi hukum. Akankah RUU tersebut efektif, mungkinkah ini akan
menjadi sebuah solusi atau hanya akan menjadi masalah baru ? dalam kehidupan masyarakat kita, setujukah
rekan-rekan semua dengan rancangan Undang-undang tersebut, sesuatu yang di halalkan oleh Tuhan
mungkinkah dilarang oleh Manusia, wallahu Alam.
Berikut cuplikan beberapa pasal tentang draft RUU tersebut yang menjadi kontroversi

Pasal 142 ayat 3 menyebutkan, calon suami yang berkewarganegaraan asing harus membayar uang jaminan
kepada calon istri melalui bank syariah sebesar Rp 500 juta.

Pasal 143, setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat
nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi. Mulai dari enam bulan hingga tiga tahun dan denda
mulai dari Rp 6 juta hingga Rp 12 juta.

Pasal 144, setiap orang yang melakukan perkawinan mutah dihukum penjara selama-lamanya 3 tahun dan
perkawinannya batal karena hukum Selain mengatur tentang Perkawinan Siri, Mutah/Kontrak, RUU ini juga
mengatur soal perkawinan campur (berbeda kewarganegaraan).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan.

Pernikah siri adalah nika dibawah tangan atau nikah secara sembunyi-sembunyi. Disebut
secara embunyi karena tidak dilaporakan kekantor urusan agama bagi muslaim atau
catatan sipil non muslim. Pendapat Imam Abu Hanifah, Yang dimaksud dengan nikah
sirih adalah nikah yang tidak bisa menghadirkan wali dan tidak mencatatkan
pernikahannya.
Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan
memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata casra atau aturan-aturan Allah
Subhanallah. Penikahan sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam yang hanya dengan cara inilah kita terhindar dari jalan yang sesat (bidah).

Hukum nikah sirih secara aturan agama adalah sah. Dan dihalalkan atau diperbolehkan
jika sarat dan rukun nikanya terpenuhi. Namun secara hukum yang berlaku di Negara kita
tentang perundang-undangan pernikahan itu tidak sah karena di dalam perundangan ada
yang tidak lengkap secara administrasi.
Dampak yang ditimbulkan dari nikah sirih lebih banyak faktor kerugaiannya
dibandingkan faktor keuntungannya. Kerugaian yang terbesar dari nikah siri berdampak
pada pihak perempuan dan anaknya untuk masa depannya.

Faktor yang melatarbelakangi adanya nikah sirih yaitu 1) faktor ekonomi, 2) proses
admisntrasi pernikahan yang dianggap terlalu sukar, 3) bagi pria yang yang ingin
menukah lagi atau poligami tetap tidak mendapat persetujuan atau disetujui dari istri ke
pertama, 4) dari awal baik siwanita atau pria yang melakukan nikah siri mempunyai
itikad tidak baik, hanya sekedar menghalalkan hubungan persetubuhan saja.

B. Saran
Kepada pemuda pemudi islam tidak mengikuti tata cara perkawinan sirih karena dapat
merugikan. Dan berusaha menghindari pernikahan sirih. Juga kepada pemerintah
melakukan penyuluhan dan dapat menghimbau masyarakat tentang kerugian nikah siri.

Anda mungkin juga menyukai