Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................................ ii
BAB I.................................................................................................................................................................... - 1 -
PENDAHULUAN............................................................................................................................................... - 1 -
A. Latar Belakang................................................................................................................................... - 1 -
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................. - 2 -
1. Apa yang dimaksud dengan nikah sirri.........................................................................- 2 -
3. Bagaimana hukum nikah sirri ditinjau dari perspektif hukum Islam dan Peraturan
perundang-undangan yang berlaku?............................................................................................ - 2 -
BAB II.................................................................................................................................................................. - 3 -
PEMBAHASAN................................................................................................................................................ - 3 -
A. Pengertian Nikah Sirri..................................................................................................................... - 3 -
B. Faktor Pendorong Terjadinya Nikah Sirri...............................................................................- 5 -
1. Pengetahuan masyarakat terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam perkawinan
masih sangat kurang, mereka masih menganggap bahwa masalah perkawinan itu adalah
masalah pribadi dan tidak perlu ada campur tangan pemerintah / negara.................- 6 -
2. Adanya kekhawatiran dari seseorang akan kehilangan hak pensiun janda apabila
perkawinan baru didaftarkan pada pejabat pencatat nikah...............................................- 6 -
3. Tidak ada izin isteri atau isteri-isterinya dan pengadilan agama bagi orang yang
bermaksud kawin lebih dari satu orang...................................................................................... - 6 -
4. Adanya kekhawatiran orang tua terhadap anaknya yang sudah bergaul rapat dengan
calon isteri / suami, sehingga dikhawatirkan terjadi hal-hal negatif yang tidak diinginkan,
lalu dikawinkan secara diam-diam dan tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama.. - 6 -
5. Adanya kekhawatiran orang tua yang berlebihan terhadap jodoh anaknya, karena
anaknya segera dikawinkan dengan suatu harapan pada suatu saat jika sudah mencapai
batas umur yang ditentukan terpenuhi, maka perkawinan baru dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan....................................................................................- 6 -
C. Nikah sirri ditinjau dari perspektif hukum Islam dan Peraturan perundang-undangan
yang berlaku...................................................................................................................................................... - 6 -
1. Menurut Hukum Islam.......................................................................................................... - 6 -
PENUTUP........................................................................................................................................................ - 10 -
A. Kesimpulan....................................................................................................................................... - 10 -
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................................... -11-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum perkawinan dalam Islam menganggap bahwa perkawinan adalah sebagai aqad
antara pria dan wanita sebagai calon suami isteri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut
ketentuan yang diatur dalam syari’at.
surah Annur ayat 32 :
وأنكحوا األيمى منكم والصلحين من عباد كم وإم ا ءكم إن يكون وا فق راء يغنهم هللا من فض له وا هللا وا
سع عليم
“dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian1 diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin)
dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباء ة فليتزوج فإنه أغض للبصر و أحصن للفرج و من لم يستطع
فعليه با اصوم فإنه له وجاء
"Wahai sekalian pemuda, barang siapa diantara kalian yang telah mampu hendaklah dia menikah, karena
yang demikian itu lebih menjaga pandangan dan lebih menjaga kemaluannya, dan barang siapa yang
belum mampu hendaklah dia berpuasa, karena itu merupakan benteng baginya" (Muttafaq Alaihi)1
Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan sehingga disebut sebagai pasangan suami isteri berdasarkan akad nikah yang diatur
menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tujuan untuk
membentuk keluarga sakinah, mawwaddah, warrahmah atau dengan ungkapan lain menuju
rumah tangga yang bahagia sesuai hukum Islam.
Namun, fenomena yang terjadi dimasyarakat pada kenyataannya terkadang pasangan
calon pengantin sengaja tidak mencatatkan perkawinannya berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku bahkan sering melalaikannya, sehingga terjadilah perkawinan liar atau
kawin di bawah tangan atau yang lebih tren disebut nikah sirri.
Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau
masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia
untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai
1
Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar
mereka dapat kawin.
1
salah satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan
itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya. 2
Perkawinan adalah aqad antara calon laki istri untuk memenuhi hajat jenis kelamin
yang diatur oleh syari’at. Sedangkan pengertian dari nikah sirri adalah nikah secara rahasia
(sembunyi-sembunyi). Disebut secara rahasia karena tidak dilaporkan ke kantor urusan agama
atau KAU bagi muslim atau kantor catatan sipil bagi non muslim.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan nikah sirri
2. Apa latar belakang terjadinya nikh sirri?
3. Bagaimana hukum nikah sirri ditinjau dari perspektif hukum Islam dan Peraturan
perundang-undangan yang berlaku?
4. Bagaimanakah akibat yang akan timbul dari nikah sirri?
2
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Jakarta, Sinar Baru Algensindo th. 1964). Cet. Ke-53 hal 374
BAB II
PEMBAHASAN
3
Keputusan Ijtima‟ Ulama Komisi Fatwa MUI II Tahun 2006, Masail Asasiyah Wathaniyah, Masail Waqi’iyyah
Mu’ashirah, Masail Qanuniyyah, (Majelis Ulama Indonesia, 2006), h. 39
4
A. Wasit Aulawi, “Nikah Harus Melibatkan Masyarakat”, Jurnal Dua Bulanan Mimbar Hukum, Nomor 28 Thn. VII,
(September-Oktober1996), h. 20
pernikahan ini dilakukan secara rahasia tanpa adanya wali dari pihak wanita, maka
pernikahannya adalah batil dan tidak sah. Rukun dan syaratnya tidak sempurna sebagaimana
yang berlaku pada masa Umar bin Khattab dan hukumnya sama dengan perbuatan zina, dan
pernikahan itu harus dibatalkan
5
- Pedoman Hidup berumah Tangga dalam Islam , M. Ali Hasan , hlm: 295 – 298 .
Kemudian setelah kita memperhatikan ucapan Umar bin Khattab ‘’ pasti akan saya
rejam ‘’, maka seolah-olah perbuatan itu sama dengan perbuatan zina, bila kedua suami-istri
bercampur.
Imam Abu Hanifah dan Syafi’I berpendapat, bahawa nikah sirri tidak boleh dan jika
terjadi harus di fasakh ( dibatalkan ) oleh Pengadilan Agama.
Pendapat di atas diperkuatkan oleh hadis Rasulullah :
) البغايا الالتى ينكحن أنفسهن بغيربينة ( رواه الترمذى: عن ابن عباس أن النبي صلعم قال
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SWA. bersabda : ‘’ Pelacur adalah wanita yang
mengawinkan dirinya tanpa ( ada ) bukti ‘’.
Ibnu Abbas juga menegaskan :
6
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006),
Cet. Ke-1, Ed. Pertama, h. 47-48
C. Nikah sirri ditinjau dari perspektif hukum Islam dan Peraturan perundang-
undangan yang berlaku
1. Menurut Hukum Islam
Pernikahan yang syarat dan rukunnya terpenuhi sesuai aturan Islam, maka
pernikahan itu dianggap sah walaupun tidak dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN).
Hal ini dikuatkan dengan pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan No. 1/1974 yang berbunyi:
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya itu”,. Maka dari itu, perkawinan itu dianggap sah jika menurut agama calon
pengantin tersebut sah. Dapat ditarik kaidah hukum bahwa sah tidaknya perkawinan
ditentukan oleh ajaran agama, bukan oleh undang-undang. Jika menurut agama tidak sah, maka
menurut hukum negara pun tidak sah. Pasal 6 ayat 6 yang berbunyi: “Ketentuan tersebut ayat
(1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain”.
Dengan demikian perkawinan yang sah menurut agama maka sah menurut peraturan
perundang-undangan.
2. Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974
Pasal 2 ayat 2, berbunyi: “ Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku”.
Dalam Penjelasan Umum dinyatakan bahwa pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah
sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang.
Misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte resmi
yang dimuat dalam daftar pencatatan. Perkawinan yang tercatat di KUA memiliki kekuatan
hukum. Kekuatan hukum artinya kekuatan pembuktian secara legal formal dan kekuatan
mengikat kepada pihak-pihak yang berwenang. Perkawinan yang tidak memiliki kekuatan
hukum berdampak yuridis terhadap hak-hak pelayanan publik oleh instansi yang berwenang
bagi pelakunya. Mereka tidak memperoleh perlindungan dan pelayanan hukum oleh instansi
yang berwenang sebagaimana mestinya. Perkawinan mereka tidak diakui dalam daftar
kependudukan, tidak dapat memperoleh akte kelahiran bagi anak-anak mereka dan seterusnya.
Dengan kata lain, pernikahan sirri banyak membawa madharat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Karena perkawinan sirri banyak dampak buruknya maka peraturan perundang-
undangan menggariskan bahwa setiap perkawinan harus dilakukan di hadapan pejabat dan
didaftarkan dalam register yang disediakan untuk itu. Keharusan dilaksanakan di hadapan
pejabat dan dicatat dikandung maksud agar tercipta ketertiban dan kepastian hukum.
Perkawinan yang tidak dilaksanakan di hadapan pejabat dan atau tidak dicatat (di bawah
tangan) tidak memenuhi aspek hukum administrasi negara sehingga tidak memiliki dokumen
resmi dari negara (akte nikah) dan berimplikasi tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pencatatan nikah memiliki arti yang positif, karena akta nikah merupakan bukti yang
autetik sahnya perkawinan seseorang dan sangat bermanfaat bagi dirinya dan keluarganya,
seperti:
1. Untuk menolak kemungkinan dikemudian hari adanya pengingkaran atas
perkawinannya
2. Memudahkan pembagian harta bersama dalam perkawinan dan waris
3. Melindungi dari fitnah
A. Kesimpulan
Nikah sirri adalah nikah yang sah menurut agama tetapi tidak mempunyai kekuatan
hukum dikarenakan tidak tercatat di KUA atau Kantor catatan Sipil.
Sebab-sebab terjadinya nikah sirri :
1. Agar terhindar dari dosa. Walaupun kedua pihak belum siap meresmikannya atau
meramaikannya
2. Faktor ekonomi
3. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai dampak nikah sirri
4. Ketakutan orang tua terhadap anaknya karena belum menikah
5. Tidak diperbolehkannya PNS untuk beristri lebih dari satu dan tidak mendaptkan izin
dari pengadilan untuk berpoligami
Hukum nikah sirri menurut agama adalah sah sepanjang aturan terpenuhi syarat
dan rukunnya dan tidak bertentangan dengan aturan yang lain.
Menurut BW adalah bahwa karena menganut asas monogami, maka tidak
diperkenankan beristri lebih dari satu.
Menurut KHI adalah bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
Menurut UU No. 1/1974 : Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agama dan kepercayaa dan Tiap-tiap perkawinan dicatat
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Akibat hukum dari nikah sirri adalah bahwa status anak dan istri tidak jelas, anak dan
isteri tidak berhak atas nafkah dan warisan, serta anak hanya mempunyai hubungan
dengan ibu dan keluarga ibunya.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, C. H. Kompilasi Hukum Islam dan peradilan Agama dalam Tata Hukum Nasional.
Logos.
Hasan, M. A. (1996). Masail fiqhiyah al-haditsah-masalah-masalah kontemporer hukum
Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ichsan, A. Hukum perkawinan Bagi yang Beragama Islam-suatu tinjauan dan ulasan
secara sosiologi hukum. Pradnya Paramita .
Nafis, C. (2009). Fikih Keluarga (menuju keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah)-
keluarga sehat, sejahtera dan berkualitas. Jakarta: Mitra Abadi Press.
Rasjid, H. S. (2012). Fiqh Islam. Jakarta: Sinar baru Algensindo.
Subekti, R., & R. t. (2013). Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita.
- 11 -