Anda di halaman 1dari 10

HUKUM ISLAM

“ASAS-ASAS HUKUM PERKAWINAN”

OLEH :

PUANG MAHAPUTRI 21909072


YOGI WITMA SARITMA 21909114
LAODE MUHLIS MUHAIMIN 21909148
ABDURROHIM RIMBU 21909121
NDARU WASES WIRARAEYA 21909120
SURAHMAN WICAKSONO 21909125
ABDUL MAHIB TAUFIQ 21909097
MUH. RESKY ALAM 21909061
MUH. RIVAL ZULKIFLY 21909162
SUSY SASMIRA SARI 21909063
HASBIN 21909158
ANNISA APRILIA 21909071

PRODI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiratTuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufikdan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Asas Asas
Hukum Perkawinan” dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Saya berterima
kasih kepada Bapak Dosen mata kuliah Hukum Islam yang telah memberikan bimbingan dalam
penyelesaian tugas ini. Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.Sekiranya makalah
yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya.
Selanjutnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Kendari November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................................................

DAFTAR ISI...............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG......................................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................
C. TUJUAN..........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. ASAS ASAS HUKUM PERKAWINAN.........................................................................

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN...............................................................................................................
B. SARAN............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Perkawinan menurut hukum adat di Indonesia pada umumnya bukan hanya memiliki arti
sebagai perikatan perdata, tetapi juga merupakan perikatan adat dan sekaligus merupakan
perikatan kekerabatan dan ketetanggaan. Terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata
membawa akibat terhadap hubungan-hubungan keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami
istri, harta bersama, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut
hubungan-hubungan adat istiadat, kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan dan ketentanggan serta
menyangkut kewajiban menaati perintah dan larangan keagamaan baik dalam hubungan manusia
dengan Tuhannya (ibadah) maupun hubungan sesama manusia (mu’amalah) dalam pergaulan
hidup agar selamat di dunia dan akhirat.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan dan diundangkan di


Jakarta pada tanggal 2 Januari 1974 (Lembaran Negara Tahun 1974) Nomor, Tambahan
Lembaran Negara 3019. Perkawinan sebagai salah satu bentuk perjanjian suci antara pria dan
wanita mempunyai segi-segi hukum yang didalamnya ada beberapa asas seperti asas
kesukarelaan, persetujuan kedua belah pihak, kebebasan memilih, kemitraan suami istri, untuk
selamanya dan monogami terbuka.

Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 mengartikan bahwa perkawinan adalah


ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat
atau miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, dan rahmah.

iv
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja asas dalam perkawinan

C.    Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui asas yang ada dalam hukum perkawinan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asas-Asas Hukum Perkawinan

Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera
melaksanakannya, karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan baik dalam bentuk
penglihatan maupun perzinaan. Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari Al-
Qur’an dan Al-Hadis yang kemudian dituangkan dalam garis-garis hukum melalui Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukun Islam Tahun 1991
mengandung 7 asas atau kaidah hukum :

a. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal;


b. Asas keabsahan perkawinan yang didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan
bagi pihak yang melaksanakan perkawinan dan harus dicatat oleh petugas yang
berwenang;
c. Asas monogami terbuka;
d. Asas calon suami dan calon istri telah matang jiwa raganya dapat melangsungkan
perkawinan, agar mewujudkan tujuan perkawinan secara baik dan mendapat
keturunan yang baik dan sehat, sehingga tidak berpikir kepada perceraian;
e. Asas mempersulit terjadinya perceraian;
f. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami istri;
g. Asas pencatatan perkawinan.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan memuat asas-asas hukum


sebagaimana dijelaskan dalam bagian penjelasan umumnya, yaitu sebagai berikut :

Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami
istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membentuk dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

Dalam Undang-Undang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu. Disamping itu, tiap-
tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. pencatatan
tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam
kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat
keterangan, surat akte resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.

vi
Undang-Undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang
bersangkutan, karena hukum dan agama yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami
dapat beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari
seorang istri, meskipun dikehendaki oleh pihak- pihak yang bersangkutan hanya dapat dilakukan
apabila memenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.

Undang-Undang ini mengandung prinsip, bahwa calon suami istri itu harus telah masak
jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan
perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan
sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih dibawah
umur. Karena perkawinan itu mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan, maka untuk
mengurangi laju kelahiran yang lebih tinggi, harus dicegah terjadinya perkawinan antara calon
suami istri yang masih dibawah umur. Sebab batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita
untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandngkan dengan batas
umur yang lebih tinggi. Berhubung dengan itu, maka Undang-Undang ini menentukan batas
umur untuk kawin baik bagi pria maupun wanita, yaitu 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi
perempuan.

Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera,
maka Undnag-Undang ini menganut prinsip untuk mempersulit terjadinya perceraian. Untuk
memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan di depan sidang
pengadilan.

Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam
kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat. Sehingga dengan demikian
segala sesuatu dalam keluarga dapat dimusyawarahkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 memiliki 3 ciri khas, yaitu sebagai berikut :

Asasnya, bahwa dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 asasnya adalah agama.
Agama atau hukum agama yang dipeluk oleh seseorang yang menentukan sah tidaknya suatu
perkawinan. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah
sah apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaan itu.

Tujuannya, sesuai dengan Pasal 1 bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Membentuk keluarga bahagia itu dalam penjelasannya berkaitan erat dengan keturunan,
pemeliharaan, dan pedidikan (keturunan) yang menjadi hak dan kewajiban kedua orang tua.

Sifatnya, yaitu mengangkat harkat dan derajat (kedudukan) kaum wanita, yaitu para istri
dengan adanya ungkapan jelas dalam Undang-Undang tersebut bahwa hak dan kedudukan suami
adalah seimbang dengan hak dan kedudukan istri dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 diperuntukkan bagi warga negara
Indonesia agar menjadi keluarga yang tentram dan bahagia. Selain itu juga bertujuan untuk
mengubah tatanan aturan yang telah ada dengan aturan yang menjamin cita-cita luhur dari
perkawinan melalui 6 (enam) asas atau prinsip yang dominan berikut ini:

Asas sukarela. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Untuk itu, suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat
mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

Asas partisipasi keluarga dan dicatat. Perkawinan merupakan peristiwa penting.


Partisipasi orang tua diperlukan terutama dalam hal pemberian izin sebagai perwujudan
pemeliharaan garis keturunan keluarga. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum agama dan kepercayaan masing-masing, jugan harus dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Asas monogami. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ini menganut asas monogami.
Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan , karena hukum dan agama dari yang
bersangkutan mengizinkan seorang suami beristri lebih dari seorang. Dengan kata lain, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengandung asas mempersulit poligami. Khusus bagi Pegawai
Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983.

Asas perceraian dipersulit. Jika tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga
yang bahagia, kekal dan sejahtera, maka mempersulit terjadinya perceraian dikedepankan.
Perceraian merupakan perbuatan halal yang dibenci oleh Allah SWT. Meskipun perceraian itu
diperbolehkan, namun akan dipersulit terjadinya perceraian tersebut. Karena dampak dari
perceraian begitu banyak, selain pada anak hasil perkawinan juga secara umum berdampak pada
masyarakat.

Asas kematangan calon mempelai. Calon suami istri harus sudah matang jiwa dan
raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan. Hal ini ditujukan agar dapat mewujudkan
tujuan perkawinan secara baik tanpa berpikir pada perceraian.

Asas memperbaiki derajat kaum wanita. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang
dengan hak dan kewajiban suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan
masyarakat.

viii
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukun Islam Tahun
1991 mengandung 7 asas atau kaidah hukum :

a. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal;


b. Asas keabsahan perkawinan yang didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan
bagi pihak yang melaksanakan perkawinan dan harus dicatat oleh petugas yang
berwenang;
c. Asas monogami terbuka;
d. Asas calon suami dan calon istri telah matang jiwa raganya dapat melangsungkan
perkawinan, agar mewujudkan tujuan perkawinan secara baik dan mendapat
keturunan yang baik dan sehat, sehingga tidak berpikir kepada perceraian;
e. Asas mempersulit terjadinya perceraian;
f. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami istri;
g. Asas pencatatan perkawinan.
DAFTAR PUSTAKA

http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2011/05/14/asas-asas-perkawinan/, diakses
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiSwc30zvXsAhW
Ce30KHRMeB08QFjAHegQICRAC&url=https%3A%2F%2Ffhuiguide.files.wordpress.com
%2F2012%2F08%2Fori-asas-asas-hukum-
perkawinan.ppt&usg=AOvVaw3AptoRdOBlW4TT9Ou-jQQl

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/12447/6.BAB%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y

http://repository.unpas.ac.id/13158/4/bab%20II.p

Anda mungkin juga menyukai