PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
membangun sebuah rumah tangga tersebut adalah adanya ikatan perkawinan yang
sah untuk membentuk keluarga. Akan tetapi, dalam kehidupan manusia tidak
pernah terlepas dari berbagai permasalahan sosial yang terus berkembang. Salah
membuat persoalan ini menjadi sulit dipecahkan hanya dari sisi hukum ataupun
dan perempuan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dan disahkan oleh
hukum yang berlaku, baik peraturan agama yang dianut maupun peraturan
bermasyarakat.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
mengenai pembatasan usia perkawinan. Pemberian batas usia ini pada dasarnya
kedewasaan dan mental yang siap secara lahir dan batin akan mengurangi resiko
secara tidak langsung menyiratkan bahwa pernikahan anak di bawah umur tidak
dalam kehidupan rumah tangga dan dapat menimbulkan dampak negatif dalam
hak-hak anak untuk menjalani kehidupan secara normal dan manusiawi tanpa
adanya eksploitasi ataupun tindakan lain yang dapat merusak anak baik secara
Meskipun telah ada undang-undang yang sifatnya umum dan wajib ditaati,
pernikahan anak di bawah umur masih saja terjadi. Hal ini menimbulkan
beragama Islam dan berpegang pada hukum Islam yang menganggap pernikahan
anak di bawah umur itu sah-sah saja, dengan alasan bahwa pernikahan seperti itu
juga pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Selain itu masih banyak
anak di bawah umur dan dampak negatif bagi anak yang bisa ditimbulkan dari
golongan masyarakat agar pernikahan anak di bawah umur tidak lagi dianggap
perbuatan yang sah, melainkan harus dicegah dan dihindari demi kepentingan dan
B. Permasalahan
sebagai berikut:
umur?
PEMBAHASAN MASALAH
“Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
dapat diartikan bahwa tujuan perkawinan adalah ingin mencapai bahagia dan
kekal. Arti bahagia sebenarnya yaitu untuk membentuk rumah tangga yang
bahagia dan saling mengasihi. Sedangkan defenisi kekal itu diartikan bahwa
perkawinan itu harus memiliki kesetian antara pasangan suami dan istri.
1
Azhar Basyir, Ahmad, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia, 1977, hlm. 10.
2
Undang-Undang Perkawinan di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaan, No. 1/1974, Jakarta: Pradya
Paramita, 1974, Pasal 1.
Sedangkan menurut Hukum Islam bahwa: ”Perkawinan bertujuan untuk
menyebutkan bahwa:
“Tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat
kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka
mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih
sayang, untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan
mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah di atur oleh syari’ah.”3
Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa pernikahan mempunyai
maksud dan tujuan yang baik bagi kedua pasangan dan juga nilai yang suci karena
melibatkan ritual agama yang sakral dalam proses pernikahan. Oleh karena itu,
pernikahan semestinya dilakukan dengan kesiapan mental dan niat yang suci dari
kedua pasangan termasuk segala persyaratan yang harus dipenuhi menurut hukum
itu”. Artinya adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama Islam,
Kristen, Budha, Hindu adalah sah menurut Undang-Undang ini. Akan tetapi,
3
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974),
Yogyakarta: Liberty, 1982, hlm. 27.
kejelasan mengenai batas umur bagi syarat perkawinan menjadi persoalan ketika
batasan umur yang diwajibkan bagi pasangan yang akan menikah. Namun, sejak
menyebutkan bahwa ”Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai
usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun”, maka hukum
Hukum Islam (KHI) sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, termasuk di
dalamnya mengatur perkawinan yang sah dan pembatasan umur perkawinan yang
Perkawinan.
umur pernikahan sesuai ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1) yang menerangkan
bahwa :
penyimpangan dalam Pasal 7 ayat (1) yaitu dimana terdapat pasangan calon
mempelai yang belum mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun untuk calon
mempelai laki-laki dan16 (enam belas) tahun untuk calon mempelai wanita, maka
dapat dimintakan dispensasi di pengadilan agama yang diminta oleh kedua orang
buruk yang lebih besar lagi di kemudian hari bagi kedua pasangan dan pihak
keluarga.
perkawinan bagi warga negaranya dimaksudkan agar orang yang akan menikah
yang cukup. Keuntungan lainnya yang diperoleh dari pembatasan umur ini adalah
dihindari, karena pasangan tersebut memiliki kesadaran dan pengertian yang lebih
matang mengenai makna suci perkawinan yang menekankan pada ikatan lahir dan
batin.
Sardjono mengatakan, bahwa “ikatan lahir” berarti bahwa para pihak yang
bersangkutan karena perkawinan itu secara formil merupakan suami istri baik
bagi mereka dalam hubungannya satu sama lain maupun bagi mereka dalam
pernikahan berarti bahwa dalam batin suami istri yang bersangkutan terkandung
niat yang sungguh-sungguh untuk hidup bersama sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk dan membina keluarga bahagia dan kekal. Jelasnya bahwa
dalam suatu pernikahan tidak boleh hanya ada ikatan lahir saja atau ikatan batin
Anak yang menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
menyebutkan bahwa:
“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain
mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat
perlindungan dari perlakuan:
a. Diskriminasi;
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
4
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama tinjauan dari undang-undang perkawinan No.1/1974,
Jakarta: Dian Rakyat, 1986, hlm. 19.
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan; dan
f. Perlakuan salah lainnya.”
Pemerintah juga telah mencantumkan secara tegas dalam Pasal 288 KUHP
yang berbunyi:
Perdata. Kalaupun terjadi tindak pidana dalam perkawinan seperti disebut pasal
sama sekali. Sebab, terkait dengan rahasia ataupun kehormatan rumah tangga.
tindakan para orang tua yang mengeksploitasi atau ‘mengorbankan’ anak mereka
telah merendahkan derajat serta martabat anak perempuan. Hal ini dapat
perempuan.
buah hati dengan berbagai masalahnya.5 Jadi, seorang anak di bawah umur dinilai
belum matang secara biologis ataupun menanggung beban tanggung jawab dalam
kehidupan rumah tangga yang seharusnya hanya layak bagi mereka yang cukup
mental dan emosional anak. Selain itu, hal yang seharusnya paling dikhawatirkan
adalah anak-anak akan menjadi korban kekerasan seksual oleh suami yang
timbul akibat pernikahan anak di bawah umur baik secara biologis, psikologis dan
pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon suami atau calon isteri tidak
5
Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Malang: UIN Malang Press, 2008, hlm.
110.
memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam
(1) Yang dapat mencegah perkawinan adalah para keluarga dalam garis
keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali
pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang
berkepentingan.
(2) Mereka yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah
berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai
berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut
nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang
lain, yang mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti yang
tersebut dalam ayat (1) pasal ini.
1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari
suami atau isteri. (vide pasal 62)
2. Suami atau isteri; (vide pasal 63)
3. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut
Undang-Undang; (vide pasal 64)
4. Para pihak berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun
dan syarat perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan perundangan-
undangan (vide pasal 73)
antara lain adanya pelanggaran dari ketentuan batas umur minimum pernikahan.
umur. Sehingga diharapkan generasi muda khususnya anak perempuan tidak lagi
wawasan untuk mengejar pendidikan demi masa depan keluarga dan kematangan
A. Kesimpulan
dari sisi kesehatan yang berhubungan dengan alat reproduksi ataupun masalah
kehidupan sosial yang terganggu di usia muda. Selain itu, anak-anak yang
Undang Perkawinan. Dalam hal ini secara tegas dinyatakan bahwa pegawai
B. Saran
1. Apabila memang tidak ada jalan lain misalkan terjadi suatu kehamilan di usia
pengawasan oleh para orang tua mereka dan meminta dispensasi dari
dilaksanakan.
2. Orang tua harus lebih memikirkan kebahagiaan dan pendidikan anak. Selain
yang rendah tingkat pendidikannya dan angka kemiskinan yang tinggi bisa
menjadi pemicu terjadinya pernikahan anak di bawah umur. Oleh karena itu,
kesadaran bahwa pernikahan usia muda memiliki resiko yang sangat tinggi
A. Perundang-Undangan:
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).
B. Buku:
Malang Press.