Abstrak: The book on early marriage in the perspective of marriage law explains
how the situation is old enough to face a marriage and there are no definite provisions
for marriage at a very young age, but it is wiser to marry according to the age set by
state law. about marriage.
This method develops to research and see from the point of view of marriage law.
Pendahuluan
Dalam agama maupun secara adat memang tidak ada ketentuan yang pasti dalam
melakukan sebuah pernikahan. Akan tetapi, lebih bijaksana apabila melakukan
pernikahan sesuai dengan usia yang ditetapkan oleh Undang-undang negara tentang
perkawinan.
Menikah di usia yang matang tentu telah siap secara fisik dan mental sudah siap untuk
berumah tangga serta mampu untuk menghadapi berbagai persoalan sebagai suami istri
Pertunya juga kesadaran para orang tua akan pernikahan anaknya. Faktor agama dan
budaya tentu tidak lantas menjadi pegangan untuk menikahkan anak-anak mereka yang
masih dibawah umur. Sebagai warga negara yang patuh terhadap hukum dan undang
undang tentu harus patuh menjalankannya khususnya mengenal pernikahan.
Hal tersebut juga harus diawali dengan pengawasan terhadap pergaulan anak Kemudian
bagaimana orang tua memberikan pengetahuan tentang seks secara dasar guna
menghindari pergaulan yang dapat melampaui batas Peran pemerintah tentu sangat
dihrapkan untuk melakukan penanganan tentag pernikahan dini.
1
PERNIKAHAN DINI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB 1
A. Pengertian Pernikahan
Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 pengertian pernikahan atau
perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Dalam kepustakaan, perkawinan lalah agad
yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara keduanya bukan muhrim.
B. Pernikahan Dini
Menurut Huda, pengertian pernikahan dini lebih dikaitkan dengan waktu yang terlalu
awal. Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan
Undang undang perkawinan tahun 1974 yang menyebutkan bahwa batas minimal usia
bagi perempuan yaitu 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. Undang-undang ini tentu menjadi
sebuah dasar bagi seluruh warga negara di Indonesia yang ingin melangsungkan
pernikahan. Kebijakan mengenai undang-undang pernikahan tentunya melalui proses
panjang dengan berbagai pertimbangan, misalnya secara fisik, psikologis, dan mental
calon mempelai. Bidang kedokteran memiliki sudut pandang bahwa terdampat dampak
negatif terhadap kesehatan dan ibu yang melakukan pernikahan dini. Kehamilan yang
dialami para ibu muda rentan menimbulkan kematian bagi calon anak dan ibunya. Para
sosiolog juga menambahkan bahwa pernikahan dini juga dapat berpengaruh terhadap
harmonisasi keluarga kelak. Sifat labil dan masih belum matang secara mental dinilai
menjadi pemicunya.
C. Syarat Pernikahan
Adapun syarat-syarat perkawinan menurut Undang-Undang no. 1 Tahun 1974 sebagai
berikut:
Pasal 6
1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai;
3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam
keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2)
pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua
yang mampu menyatakan kehendaknya.
2
Pasal 7
(1) Perkawinan banya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas)
tahun.
(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (2) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang
tua pihak pria maupun pihak wanita.
(3) Ketentuan-ketentuan mengenali keadaan salah seorang atau kedua orang tua
tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini berlaku juga dalam
hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi
yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).
Pasal 8
(a) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas.
(b) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara,
antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara
neneknya.
(c) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri.
(d) Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan saudara susuan
dan bibi/paman susuan.
(e) Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari
isteri, dalam hal seorang suami beristen lebih dari seorang.
(f) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku,
dilarang kawin.
Pasal 9
Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin
lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-
undang ini.
3
Pasal 10
Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan
berceral lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak boleh
dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Pasal 11
(1) Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu
(2) Tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah lebih lanjut.
Pasal 12
1. Menurut Undang-Undang
Permasalahan pernikahan dini di Indonesia pasti bertabrakan dengan
Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-undang
Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002. Di dalam bab II pasal 6 dan pasal 7
Undang-undang No. 1 tentang perkawinan sudah dijelaskan mengenai syarat
dan ketentuan perkawinan di Indonesia. Dalam pasal-pasal tersebut
menjelaskan perkawinan yang harus disetujui dan disepakati terhadap kedua
calon mempelai dan usia bagi pria yang minimal harus berusia 19 tahun dan
bagi perempuan minimal 16 tahun. Dasar inilah yang harus dijadikan
rujukan bagi seluruh warga negara yang ingin melakukan perkawinan atau
pernikahan. Apabila sudah tidak sesuai dengan Undang undang tersebut akan
menyalahi peraturan yang berlaku terhadap Undang-undang perkawinan.
4
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak adalah generasi penerus
bangsa yang juga berhak mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan
dan diskriminasi dalam kelangsungan hidupnya, serta berhak untuk
berkembang dan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Anak diharapkan meneruskan cita-cita bangsa di masa depan.
5
hendaklah ia berpuasa sesungguhnya puasa itu akan meredakan gejolak
hasrat seksual" (HR Imam yang Lima).
Dalam perkawinan adat tidak ada aturan yang tegas mengenai usia seseorang
untuk diperbolehkan menikah. Hanya sebuah pemaparan mengenai kedua
belah pihak harus sudah mencapai batas usia tertentu. Seperti dalam adat
masyarakat Jawa yang menjelaskan bahwa persyaratan pernikahan kepada
laki-laki yang sudah harus dapat bekerja dan bagi perempuan apabila sudah
mengalami masa menstruasi. Apabila terjadi sebuah pernikahan dengan usia
calon mempelai dibawah ketetapan Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang
perkawinan, tentu perkawinan ini akan bersebarangan dengan undang-
undang tersebut dan melanggar peraturan yang berlaku.
7
BAB 2
8
6. Dampak media komunikasi terhadap pergaulan remaja, Kekhawatiran para
orang tua terhadap kemajuan teknologi yang berdampak pada pergaulan anaknya
dapat pula dijadikan alasan bagi orang tua untuk menikahkan sang anak
walaupun usia mereka masih dibawah umur. Pergaulan yang anak mereka
lakukan dinilai telah melebihi batas pertemanan menurut orang tua mereka.
7. Pemahaman anak sebagai beban ekonomi, Kondisi ekonomi sebuah keluarga
pasti akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Status sosial ekonomi
keluarga yang mapan membuat seluruh kebutuhan mereka terpenuhi, tidak
terkecuali kebutuhan sang anak. Dari kemapanan perekonomian keluarga
tersebut anak dapat memilki sebuah kesempatan yang luas untuk mendapatkan
pendidikan yang baik serta mampu untuk mengembangkan kemampuannya. Hal
ini bertolak belakang dengan kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu
memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Status pekerjaan dan penghasilan yang
tidak mencukupi membuat beban keluarga menjadi berat. Posisi orang tua harus
bertanggung jawab mengenai kondisi tersebut. Kondisi ini pula yang dapat
merenggut kesempatan anak untuk mengenyam pendidikan untuk mencapai apa
yang mereka cita-citakan. Putus sekolah terkadang menjadi pilihan yang berat.
Bahkan hal yang paling memprihatinkan ialah mereka segera menikahkan
anaknya, khususnya anak perempuan yang masih belum cukup umur.
Dampak negatif
- Melanggar ketentuan UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
- Melanggar ketentuan UU No.23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak.
- Kehilangan masa remaja.
- Dari segi kesehatan tingginya angka kematian ibu melahirkan.
- Pendidikan menjadi dikorbankan.
- Psikologi.
- Rentan KDRT.
Dampak positif
- Ekonomi akan mengajarkan kepada pasangan muda.
- Menghindarkan zina.
9
BAB 3
10
Kesimpulan
Buku Pernikahan Dini Dalam Perspektif Hukum Perkawinan memberi pandangan
bahwasanya pernikahan merupakan hal yang harus dilaksanakan. Akan tetapi, lebih
bijaksana apabila melakukan pernikahan yang sesuai dengan usia yang telah ditetapkan
oleh undang-undang tentang perkawinan. Agar dapat menjadi pasangan yang siap
secara fisik dan mental.
Daftar Pustaka
Adhim, Mohammad Fauzil. 2002. Indahnya Pernikahan Dini. Jakarta: Gema Insani
Press.
Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur. 1991. Dasar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ali, Zainuddin. 2010. Kajian Sosiologi Hukum Terhadap Perkawinan Dibawah Umur.
Jakarta: Pardiyanto UID.
Ahmad Hanafi, 1993, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Ali Moertopo, 1978. Strategi Kebudayaan. Jakarta: Centre For Strategic And
International Studies (CSIS).
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2012, Kajian Pernikahan Dini Pada
Beberapa Provinsi Di Indonesia: Dampak Over population, Akar Masalah Dan Peran
Kelembagaan Di Daerah. Jakarta: Pokja Analisis Dampak Sosial Ekonomi terhadap
Kependudukan Ditdamduk BKKBN.
Bahari, Adib. 2012. Prosedur Gugatan Cerai dan Pembagian Harta Gono-Gini dan
Hak Asuh Anak. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia.
11
Fatmawati, Erma. 2012. Pernikahan Dini Pada Komunitas Muslim Madura Di
Kabupaten Jember, Jurnal Edu Islamika,Vol.3. No 1 Maret 2012.
Halim, Abdul. 2000, Menuju Keluarga Bahagia. Majalah perkawinan dan keluarga.
12