Anda di halaman 1dari 14

PERNIKAHAN DINI DI MASYARAKAT DENGAN PENDEKATAN

ANTROPOLOGI HUKUM

FAKULTAS HUKUM
ANTROPOLOGI - D

Kelompok 1

Achmad Huzaifah ( 3022210178 )


Tiara Rizky Ardini ( 3022210182 )
Moch. Rafi Awalludin F. ( 3022210174 )
Ratna Pustika Kancana ( 3022210176 )
Andhika Adinata ( 3022210204 )
Syafira Rahma Aulia ( 3022210184 )

Disusun untuk memenuhi UAS mata kuliah Antropologi

Semester Gasal/Tahun 2022


ABSTRAK

Tulisan ini membahas tentang Pernikahan Dini di Masyarakat dari sudut perspektif
Antropologi Hukum. Hal tersebut dirasa sangat penting mengingat kajian terhadap usia anak
dalam pernikahan serta fenomena sosial yang seakan perkawinan dibawah usia 21 tahun
tergolong dalam perkawinan dini. Harmonisasi hukum dapat dilakukan ketika melihat
bagaimana sebenarnya karakter sosial masyarakat dalam hubungannya permasalahan yang
diangkat yaitu mencari batasan umur minimal untuk menikah.

Pendekatan Antropologi Hukum digunakan dalam harmonisasi hukum ini karena sebenarnya
kedua pisau tersebut mempergunakan optik deskriptif dalam melihat suatu masalah. Patut
menjadi perhatian ketika penentuan batasan usia harus mengacu kepada beberapa faktor
yang tidak hanya faktor hukum tetapi juga faktor-faktor lainnya dan demi memberikan
kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan hukum maka harus ada penyesuaian tentang
batasan umur terutama untuk anak bagi peraturan perundang-undangan lainnya.

Menurut ilmu Antropologi perkawinan adalah hubungan antara pria dan wanita yang sudah
dewasa dan saling mengadakan ikatan hukum, adat, agama, dengan maksud agar
perkawinan berlangsung dengan waktu yang relatif lama. Pada konteks hubungan sosial,
perkawinan tidak terjadi begitu saja tanpa diatur oleh norma yang ada dalam masyarakat.

Norma mengatur apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang. Norma
kemudian menjadi fakta sosial yang bersifat umum, memaksa dan eksternal melalui proses
interaksi antara individu, individu dan kelompok, antara kelompok dengan kelompok dalam
rangka mengatur memenuhi kehidupan mereka. Dalam konteks pernikahan, norma tersebut
dibicarakan dan akhirnya dapat diterima oleh masyarakat secara umum, sehingga kemudian
muncul lembaga perkawinan.

Dari konsep di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk suatu
rumah tangga yang bahagia dan kekal selama-lamanya. Kata Kunci: usia, perkawinan, izin
orang tua, norma, antropologi hukum
A. PENDAHULUAN
Dalam Pasal (2) disebutkan bahwa
LATAR BELAKANG
pernikahan yang dilangsungkan diluar dan
Pernikahan anak diusia dini dapat tanpa sepengetahuan serta pengawasan
dikatakan melangkahi aturan dari PPN dianggap tidak mempunyai kekuatan
pemerintah, misalnya Undang-Undang hukum. Pasal ini juga dapat diartikan
Perkawinan dan Undang-Undang sebagai ancaman bagi pelaku nikah usia
Perlindungan Anak yang dirumuskan dini yang dampaknya pada status
dengan mempertimbangkan analisis pernikahan yang dilakukan serta status
sosiologis dalam menjaga kemaslahatan di anak yang lahir dari hasil pernikahan
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu tersebut, sebagaimana disebutkan dalam
agar pernikahan diusia dini tidak Undang-Undang Perkawinan Pasal 41 poin
menyalahi aturan, perlu adanya izin atau b dan c tentang putusnya perkawinan dan
dispensasi nikah kepada Pengadilan atau akibatnya. Dalam poin b disebutkan bahwa
pejabat yang berkaitan dengan hal ini, bapak yang bertanggung jawab atas semua
sebagaimana telah diatur dalam Pasal 7 biaya pemeliharaan anak dan pendidikan
ayat (2) UUP No 1 Tahun 1974. yang diperlukan anak, bilamana bapak
dalam kenyataan tidak dapat memenuhi
Pada Undang-Undang Perkawinan No. 1 kebutuhan tersebut, maka pengadilan dapat
Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) disebutkan menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya
bahwa pernikahan yang sah apabila tersebut. Sedangkan untuk poin c
dilakukan menurut hukum masing-masing disebutkan bahwa pengadilan dapat
agama dan kepercayaanya. Akan tetapi mewajibkan kepada bekas suami untuk
pada ayat (2) pemerintah juga memberikan memberikan biaya penghidupan dan/atau
ketegasan bahwa setiap pernikahan harus menentukan suatu kewajiban bagi bekas
dicatatkan menurut perundang-undangan istri.
yang berlaku. Pencatatan pernikahan
bertujuan untuk melindungi hak-hak istri Pernikahan diusia dini tidak hanya
dan anak-anak yang diatur dalam menyalahi Undang-Undang Perkawinan
Kompilasi Hukum Islam Pasal (6) ayat 1, saja, akan tetapi juga menyalahi
dimana setiap pernikahan yang Undang-Undang Perlindungan Anak.
berlangsung harus dilakukan dihadapan Undang-Undang No.23 Tahun 2002
dan dibawah pengawasan Pegawai tentang Perlindungan Anak secara tegas
Pencatat Nikah (PPN). menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
anak adalah seseorang yang belum genap terhadap gejala-gejala hukum. Tanggapan
usia 18 tahun, termasuk yang masih dalam itu merupakan kesatuan pandangan
kandungan. terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum.
Jadi suatu budaya hukum menunjukkan
Di dalam Pasal 1 dan Pasal 26 ayat (1) tentang pola perilaku individu sebagai
poin c disebutkan, keluarga dan orang tua anggota masyarakat yang menggambarkan
berkewajiban untuk mencegah terjadinya tanggapan (orientasi) yang sama terhadap
pernikahan di usia anak-anak. Maka hal ini kehidupan hukum yang dihayati
bisa dipahami bahwa pernikahan tidak bisa masyarakat yang bersangkutan. Budaya
dilakukan oleh anak yang usianya masih hukum bukan merupakan budaya pribadi,
dibawah 18 tahun. Di dalam melainkan budaya menyeluruh dari
Undang-Undang Perkawinan No. 16 masyarakat tertentu sebagai satu kesatuan
Tahun 2019 Pasal 7 ayat (1) diatur, sikap dan perilaku.
perkawinan hanya diizinkan jika pihak
lai-laki dan perempuan sudah mencapai Perilaku hukum satu masyarakat berbeda
usia 19 tahun. Kebijakan pemerintah dengan perilaku hukum di masyarakat
dalam menetapkan batas minimal usia yang lain. Maka dari itu, budaya hukum
pernikahan tentunya tidak lepas dari bersifat bisa menerima ataupun menolak
berbagai pertimbangan sosiologis empirik terhadap suatu peristiwa hukum. Kaitan
dan berbagai pertimbangan dalam antara perilaku hukum dan budaya hukum
kehidupan masyarakat. Jika dilihat dari dalam masyarakat terletak pada
sudut pandang medis, pernikahan di usia tanggapanya terhadap hukum yang
dini ternyata memiliki dampak negatif bagi ideologis dan hukum yang praktis dengan
ibu dan anak yang dilahirkan. Sedangkan sudut pandang yang elektika. Praktik
dalam pandangan sosiolog pernikahan di pernikahan di usia dini di Masyarakat,
usia dini dapat menghalangi keharmonisan tidak terlepas dari budaya hukum yang
dalam keluarga, yang disebabkan karena membangun perilaku hukum di
belum siapnya mental dalam mengelola masyarakat. Untuk itu, dalam penelitian ini
dan mengatur emosi. peneliti akan mengkaji dan menganalisis
permasalahan dengan menggunakan
Menurut Hadikusuma (dalam Amrizal pendekatan Antropologi Hukum sebagai
Siagian, 2015: 51), mengatakan bahwa senjata untuk menganalisa.
Budaya Hukum merupakan tanggapan
umum yang sama dari masyarakat tertentu
Perkawinan dapat dipandang dari dua buah fakta dan realitas yang dihadapi, sekaligus
sisi, perkawinan sebagai sebuah perintah memberikan pemahaman dan pengertian
baru atas masalah tersebut sesudah
agama, sedangkan di sisi lain adalah
menganalisis data yang ada.
satu-satunya penyaluran seks yang
disahkan oleh agama. Pada saat orang B. PEMBAHASAN

melakukan perkawinan. Islam menyukai


Gambaran Umum Tentang Pernikahan
perkawinan dan segala akibat baik yang Usia Dini
berkaitan dengan perkawinan, baik bagi
Pernikahan usia dini (Nikah dibawah
yang bersangkutan, bagi masyarakat
Umur) sudah menjadi hal biasa di kalangan
maupun bagi kemanusiaan pada umumnya. remaja masa kini. Dengan berbagai macam
Perkawinan atau pernikahan merupakan alasan ataupun sebab dilakukannya
suatu perjanjian yang diadakan oleh dua pernikahan dini. Pada dasarnya masalah
pernikahan dini menjadi topik yang sering
orang, dalam hal ini perjanjian antara diperbincangkan sejak dulu hingga saat ini,
seorang pria dengan seorang wanita dengan namun permasalahan ini tidak ada habisnya
tujuan material, yakni membentuk suatu dan tidak memberikan solusi yang cerdas.
Tidak sedikit yang menilai bahwa
keluarga yang bahagia dan kekal. Dari sisi
pernikahan dini adalah solusi yang tepat
tersebut dapat dipahami bahwa, untuk memelihara kehormatan remaja,
perkawinan merupakan langkah awal untuk karena dengan alasan bahwa pernikahan
dini akan memberikan hubungan dan
membentuk suatu keluarga dan selanjutnya
pergaulan yang sah antara dua pribadi,
dari setiap keluarga akan membentuk suatu sehingga hal-hal yang dikhawatirkan dapat
kumpulan yang akan membentuk suatu dihindari. Bagi pribadi, dapat dipahami
bahwa mengingat akan pergaulan yang
kumpulan warga masyarakat serta pada
sangat bebas dikalangan remaja dan tidak
akhirnya kan membentuk sebuah negara. mengenal batas. Tidak sedikit yang
Dapat disimpulkan bahwa perkawinan melangsungkan pernikahan akibat dari
yang dilangsungkan atas dasar agama dan pergaulan yang bebas hubungan antara
laki-laki dan perempuan. Sehingga
Undang-Undang dapat dipastikan akan
menikah dalam kondisi hamil sudah
terbentuk sebuah keluarga yang baik. dianggap biasa, bukan lagi masalah yang
aneh dan tidak lagi merasa malu berada di
METODE PENELITIAN lingkungannya.

Metode Penelitian yang kami gunakan Berdasarkan uraian tersebut dapat


dalam pembuatan jurnal ini adalah dengan dipahami bahwa faktor usia tergantung
metode Kualitatif. Metode Penelitian pada situasi, kondisi lingkungan di mana
Kualitatif dapat membantu peneliti untuk seseorang bergaul dan beraktifitas. Dan
memperoleh jawaban atas suatu gejala, sangat besar pula faktor pendidikan dalam
menentukan kematangan dan kedewasaan
seseorang. Oleh karena itu, pernikahan dini sampai mereka sudah mencapai umur yang
merupakan hal yang bisa dipahami karena pantas. Perkawinan semacam ini disebut
bisa saja usianya masih muda akan tetapi “kawin gantung”. Alasan perkawinan
pemikirannya sudah matang dan dewasa, anak-anak ini dilangsungkan pada
demikian juga sebaliknya, bisa saja usia umumnya berkaitan dengan perekatan
sudah tua akan tetapi pemikirannya belum hubungan kekerabatan.
dewasa. Prosedur pemberian izin kepada
pelaku pernikahan usia dini yaitu pihak Alasan inilah yang kadang-kadang
yang ingin melangsungkan pernikahan menyebabkan adanya anak yang masih
akan tetapi umur calon mempelai belum dalam kandungan telah dijadikan ‘target’
memenuhi syarat sesuai yang tertera di untuk kelak dikawinkan dengan anak suatu
dalam Undang-undang, dengan cara keluarga, hanya karena terdorong oleh
mengajukan permohonan dispensasi kawin keinginan adanya ikatan keluarga dengan
di Pengadilan Agama. keluarga itu saja. Dan keinginan adanya
ikatan kekeluargaan itu sendiri timbul
1. BATAS USIA PERKAWINAN karena ikatan tersebut akan membawa
keuntungan-keuntungan bagi kedua belah
A. Perkawinan Anak-Anak dalam pihak. Meski dianggap perkawinan ini tabu
Pandangan Hukum Perkawinan tetapi pada kenyataannya memang masih
Indonesia ada yang melangsungkannya. Akan tetapi,
Wirjono Prodjodikoro dalam buku Hukum
Adanya pembatasan usia dan syarat materil Perkawinan di Indonesia cetakan ke 2
dalam perkawinan bertentangan dengan berpendapat lain tentang perkawinan
adanya perkawinan anak-anak. Perkawinan anak-anak:
ini masih dipercayai oleh beberapa
kelompok masyarakat. Sehingga Tetapi meskipun di kebanyakan daerah
perkawinan anak-anak dianggap dapat perkawinan anak-anak itu diperkenankan
dilangsungkan. Dalam bukunya Soerojo, di dalam kenyataan, biasanya tidak akan
kecuali di beberapa daerah yaitu kerinci, di terjadi bahwa orang tua atau wali dari
Roti dan pada suku Toraja, maka adat anak-anak itu akan memberi izin mereka
tidaklah melarang perkawinan antara kawin sebelum mereka masing-masing
orang-orang yang masih kanak-kanak. mencapai umur yang pantas yaitu 15 atau
Khususnya di pulau Bali perkawinan gadis 16 tahun bagi orang perempuan dan umur
yang belum dewasa itu merupakan suatu 18 atau 19 tahun bagi laki-laki.
perbuatan yang dapat dijatuhi hukuman.
Inti dari pokok persoalan perkawinan
Menurut Soerojo, perkawinan anak-anak anak-anak adalah adanya batasan usia
adalah apabila terjadi seorang anak dalam hukum perkawinan di Indonesia.
perempuan yang umurnya masih kurang Artinya anak-anak tersebut belum dapat
dari 15 tahun dikawinkan dengan dikatakan dewasa untuk melakukan
anak-anak laki-laki berumur kurang dari 18 perkawinan. Pengertian belum dewasa
tahun ataupun lebih, maka biasanya setelah (minderjarig) tidak sama dalam berbagai
menikah, hidup bersama antara dua kelompokan hukum. Misalnya dalam
mempelai sebagai suami istri ditangguhkan hukum adat tidak mengenal usia tertentu
untuk mengatakan apa seseorang belum membentuk suatu rumah tangga yang
atau sudah dewasa. Biasanya dalam hukum bahagia dan kekal selama lamanya. Maka
adat hanya dilihat apakah seseorang dari itu antara suami dan istri dituntut
tersebut sudah matang untuk untuk saling menyesuaikan diri serta
melangsungkan hubungan suami istri serta mampu bertindak dan berperilaku sesuai
dilihat dari kemampuan seseorang untuk dengan kewajiban dan peran masing
menafkahi dirinya sendiri. masing. Perkawinan mengandung beberapa
fungsi yaitu mengatur kelakuan kehidupan
B. Perspektif Antropologi seksual, memberi kebutuhan akan harta,
memenuhi akan gengsi dan naik kelas
Menurut ilmu Antropologi perkawinan dalam masyarakat dan pemeliharaan baik
adalah hubungan antara pria dan wanita antara kelompok-kelompok kerabat yang
yang sudah dewasa dan saling mengadakan tertentu. Adapun umur ideal melakukan
ikatan hukum, adat, agama, dengan maksud perkawinan dalam berbagai literatur adalah
agar perkawinan berlangsung dengan pada wanita diatas usia 18 tahun dan 20
waktu yang relatif lama, sedangkan tahun pada laki-laki.
menurut undang-undang perkawinan, yakni
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 Di bawah dari usia tersebut dapat dikatakan
disebutkan bahwa perkawinan ialah: dengan perkawinan usia muda. Ada
bermacam-macam alasan wanita untuk
Ikatan lahir batin antara seorang pria dan menikah muda. Kebanyakan wanita lebih
seorang wanita sebagai suami istri dengan senang memilih status menikah daripada
tujuan membentuk keluarga (rumah tidak menikah. Dari segi naluri, dorongan
tangga) yang bahagia dan kekal terkuat bagi wanita memilih menikah
berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. karena cinta dan ingin mendapatkan
keturunan dari orang yang dicintainya.
Pada konteks hubungan sosial, perkawinan Selain itu wanita merasa harga diri kurang
tidak terjadi begitu saja tanpa diatur oleh (inferior). Jika tidak menikah tidak pantas,
norma yang ada dalam masyarakat. Norma ingin bebas dari ikatan orang tua, ingin
mengatur apa yang boleh dan apa yang mempunyai anak karena merasa salah satu
tidak boleh dilakukan oleh seseorang. tugas wanita adalah menjadi ibu dan ingin
Norma kemudian menjadi fakta sosial yang mendapat suami yang kaya dan berpangkat.
bersifat umum, memaksa dan eksternal
melalui proses interaksi antara individu, Asril Saidina Ali dalam tulisannya
individu dan kelompok, antara kelompok mengemukakan bahwa rata-rata umur
dengan kelompok dalam rangka mengatur perkawinan pertama diklasifikasikan atas 4
memenuhi kehidupan mereka. Dalam bagian, yaitu:
konteks pernikahan, norma tersebut 1. Child Marriage yaitu rata-rata umur
dibicarakan dan akhirnya dapat diterima pertama kali kecil dari 18 tahun.
oleh masyarakat secara umum, sehingga 2. Early Marriage yaitu rata-rata umur
kemudian muncul lembaga perkawinan. 18-19 tahun.
3. Marrige at Muturity yaitu rata-rata umur
Dari konsep di atas dapat disimpulkan 20/21 tahun.
bahwa tujuan perkawinan adalah
4. Late Marrige yaitu rata-rata umur yang masih hidup atau dari orang tua yang
perkawinan pertama besar dari 22 tahun. mampu menyatakan kehendaknya.
4. Dalam hal kedua orang tua telah
Dengan demikian mereka yang meninggal dunia atau dalam keadaan tidak
melangsungkan perkawinan di bawah umur mampu untuk menyatakan kehendaknya
20 tahun berarti mereka belum mencapai maka ijin diperoleh dari wali, orang yang
umur yang matang untuk kawin. Mereka memelihara atau keluarga yang mempunyai
termasuk dalam golongan yang kawin hubungan darah dalam garis keturunan
dalam usia muda. Perkawinan bagi wanita lurus ke atas selama mereka masih hidup
usia muda bagaimanapun juga akan dan dalam keadaan dapat menyatukan
membawa pengaruh serta kehendaknya.
perubahan-perubahan menyangkut aktivitas 5. Dalam hal ada perbedaan
hidup berkeluarga, kerabat dan masyarakat pendapat-pendapat antara orang-orang
luas. Dalam hal ini perkawinan tidak hanya yang disebut dalam ayat 2, 3 dan 4 pasal ini
menyebabkan seorang wanita menjadi atau salah seorang atau lebih di antara
berubah status dari seorang perawan mereka tidak menyatakan kehendaknya,
menjadi ibu rumah tangga, tetapi juga maka pengadilan dalam daerah hukum
terjadi perubahan peranan dan tangung tempat tinggal orang yang akan
jawab. Berubahnya status, peranan dan melangsungkan perkawinan atas
tanggung jawab tersebut sekaligus permintaan orang tersebut dapat
menyebabkan berubahnya pula struktur memberikan izin setelah lebih dahulu
keluarga yang selanjutnya akan mendengarkan orang-orang tersebut dalam
mempengaruhi pula lingkungan sosialnya. ayat 2, 3 dan 4 pasal ini.
6. Ketentuan tersebut ayat 1-5 pasal ini
C. Perkawinan dalam Hukum Positif berlaku sepanjang hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu dari
Sebelum melangsungkan perkawinan, yang bersangkutan tidak menentukan lain.
maka calon mempelai harus memenuhi
syarat-syarat perkawinan yang ditentukan Sedangkan izin melakukan perkawinan
oleh undang undang sebagaimana diatur bagi orang yang belum berusia 21 (dua
pasal 6 sampai 12. Adapun syarat-syarat puluh satu) tahun, dalam hal orang tua atau
pada pokoknya adalah sebagai berikut: wali atau keluarga dalam garis lurus ada
perbedaan pendapat, yaitu sebagai berikut:
1. Perkawinan harus didasarkan atas
persetujuan kedua calon mempelai. 1. Undang-undang No.1 Tahun 1974
2. Untuk melangsungkan perkawinan orang tentang Perkawinan Pasal 6 ayat (2), (3),
yang belum mencapai umur 21 tahun harus (4), (5) dan (6):
mendapat izin dari kedua orang tua. A. Ayat (2) Untuk melaksanakan
3. Dalam hal salah seorang dari kedua perkawinan seorang yang belum mencapai
orang tua telah meninggal dunia atau dalam umur 21 tahun harus mendapat izin kedua
keadaan tidak mampu menyatakan orang tua.
kehendaknya maka ijin dimaksud ayat (2) B. Ayat (3) Dalam hal salah seorang dari
pasal ini cukup diperoleh dari orang tua kedua orang tua telah meninggalkan dunia
atau dalam keadaan tidak mampu
menyatakan kehendaknya, maka izin keduanya belum mencapai 21 (dua puluh
dimaksud ayat (2) pasal ini cukup satu) tahun.
diperoleh dari orang tua yang masih hidup
atau dari orang tua yang mampu 3. Kompilasi Hukum Islam
menyatakan kehendaknya. (2) bagi calon mempelai yang belum
C. Ayat (4) Dalam hal kedua orang tua mencapai umur 21 tahun harus mendapat
telah meninggal dunia atau dalam keadaan izin sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6
tidak mampu menyatakan kehendaknya, ayat (2) ,(3), (4) dan (5) UU No. 1 Tahun
maka izin diperoleh dari wali, orang yang 1974.
memelihara atau keluarga yang mempunyai
hubungan darah dalam garis keturunan 4. Undang-undang No. 23 Tahun 2002
lurus ke atas selama mereka masih hidup tentang Perlindungan Anak
dan dalam keadaan dapat menyatakan Undang-undang tersebut menyatakan
kehendaknya. secara tegas, Pasal 1:
D. Ayat (5) Dalam hal ada perbedaan
pendapat antara orang-orang yang "Anak adalah seseorang yang belum
disebutkan dalam ayat (2), (3), dan (4) berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
pasal ini, atau salah seorang atau lebih di anak yang masih dalam kandungan"
antara mereka tidak menyatakan
pendapatnya, maka Pengadilan dalam Pasal 26 ayat (1) poin c disebutkan,
daerah hukum tempat tinggal orang yang keluarga dan orang tua berkewajiban untuk
akan melaksanakan perkawinan atas mencegah terjadinya perkawinan di usia
permintaan orang tersebut dapat anak-anak. Secara jelas undang-undang ini
memberikan izin setelah lebih dahulu mengatakan, tidak seharusnya pernikahan
mendengar orang-orang tersebut dalam dilakukan terhadap mereka yang usianya
ayat (2), (3) dan (4) pasal ini. masih di bawah 18 tahun.
E. Ayat (6) Ketentuan tersebut ayat (1)
sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku Keanekaragaman dalam menentukan batas
sepanjang hukum masing-masing usia kedewasaan diakibatkan oleh tidak
agamanya dan kepercayaannya itu dan adanya patokan yang dapat digunakan
kepercayaannya itu dan yang bersangkutan secara akurat untuk menentukan batas
tidak menentukan lain. kedewasaan manusia. Usia dan tindakan
perkawinan memang bisa menjadi salah
2. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun satu penentu kedewasaan. Namun tidak
1975 tentang Pelaksanaan selalu menjadi ukuran yang tepat karena
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 kedewasaan sendiri merupakan suatu
tentang Perkawinan keadaan dimana seseorang telah mencapai
Pasal 6 ayat (2) huruf c: Ayat (2) selain tingkat kematangan dalam berpikir dan
penelitian terhadap hal sebagai dimaksud bertindak, sedangkan tingkat kematangan
dalam ayat (1), Pegawai Pencatat Nikah itu hadir pada masing-masing orang secara
meneliti pula: Huruf (c) Izin tertulis/izin berbeda-beda, bahkan ada pendapat yang
Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal mengatakan bahwa mungkin saja sampai
6 ayat (2), (3), (4) dan (5) Undang-undang, dengan akhir hayatnya manusia tidak
apabila salah seorang calon mempelai atau pernah mengalami kedewasaan karena
kedewasaan tidak selalu berbanding lurus (makanan, pakaian, pendidikan dan
dengan usia. sebagainya) (soekanto, 1992 : 65).

Memang tidak semua peraturan Tapi, sebab diatas sudah semakin


perundang-undangan menyebutkan secara berkurang sekarang ini. Namun, mengapa
tegas tentang batas kedewasaan. Namun jumlah pernikahan dini masih tetap tinggi?
dengan menentukan batasan umur bagi Ada faktor penyebab lainnya yang
suatu perbuatan hukum tertentu, maka membuat pernikahan dini masih tetap
sesungguhnya faktor kedewasaanlah yang marak.
sedang menjadi ukuran. Misalnya dalam
beberapa undang-undang hanya Berikut beberapa faktor penyebab
mencantumkan batasan umur bagi mereka pernikahan dini:
yang disebut anak, sehingga di atas batas
umur tersebut harus dianggap telah dewasa, Faktor Ekonomi
atau undang-undang membolehkan Biasanya ini terjadi ketika keluarga si gadis
seseorang untuk melakukan suatu berasal dari keluarga kurang mampu.
perbuatan tertentu setelah melampaui batas Orang tuanya pun menikahkan si gadis
umur yang ditentukan. Semua pengaturan dengan laki-laki dari keluarga mapan. Hal
tersebut pada akhirnya tertuju pada maksud ini tentu akan berdampak baik bagi si gadis
dan pengertian tentang kedewasaan. maupun orang tuanya. Si gadis bisa
mendapat kehidupan yang layak serta
2. FAKTOR PENYEBAB beban orang tuanya bisa berkurang.
TERJADINYA PERNIKAHAN DINI
Faktor Pendidikan
Secara umum, penyebab utama Pernikahan Rendahnya tingkat pendidikan orang tua,
Dini adalah sebagai berikut: anak dan masyarakat membuat pernikahan
dini semakin marak. Menurut saya, Wajib
- Keinginan untuk segera mendapat Belajar 9 Tahun bisa dijadikan salah satu
tambahan anggota keluarga. 'obat' dari fenomena ini, dimisalkan
- Tidak adanya pengetahuan mengenai seorang anak mulai belajar di usia 6 tahun,
akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik maka saat dia menyelesaikan program
bagi mempelai maupun keturunannya. tersebut, dia sudah berusia 15 tahun.
- Mengikuti adat secara mentah-mentah
Di usia 15 tahun tersebut, seorang anak
Sementara, menurut Hollean dan Suryono, pastilah memiliki kecerdasan dan tingkat
perkawinan di usia muda terjadi karena emosi yang sudah mulai stabil. Apalagi
sebab sebagai berikut : bila bisa dilanjutkan hingga Wajib Belajar
12 tahun. Jika program wajib belajar
Masalah ekonomi keluarga terutama di tersebut dijalankan dengan baik, angka
keluarga si gadis. Orang tuanya meminta pernikahan dini pastilah berkurang.
keluarga laki-laki untuk mengawinkan
anak gadisnya, sehingga dalam keluarga Faktor Orang tua
gadis akan berkurang satu anggota Entah karena khawatir anak menyebabkan
keluarga yang jadi tanggung jawab aib keluarga atau takut anaknya melakukan
'zina' saat berpacaran, maka ada orang tua Faktor ini sudah mulai jarang muncul,
yang langsung menikahkan anaknya tetapi masih tetap ada.
dengan pacarnya. Niatnya memang baik,
untuk melindungi sang anak dari perbuatan Adapun faktor penyebab Pernikahan Dini
dosa, tapi hal ini juga tidak bisa lainnya secara khusus, yaitu:
dibenarkan.
Pengetahuan Hukum Masyarakat
Faktor Media Massa dan Internet Dalam Masyarakat yang tinggal dalam
Disadari atau tidak, anak di zaman daerah pelosok minimnya pengetahuan
sekarang sangat mudah mengakses segala hukum yang didapatkan. Oleh karena itu,
sesuatu yang berhubungan dengan seks dan dalam mengimplementasikan dalam
semacamnya, hal ini membuat mereka jadi kehidupannya pun tidak bisa dilakukan
"terbiasa" dengan hal-hal berbau seks dan secara baik. Karena nya muncul berbagai
tidak menganggapnya tabu lagi. masalah yang melanggar hukum di
masyarakat, seperti Pernikahan Dini.
Faktor Biologis Dengan minimnya pengetahuan akan
Faktor biologis ini muncul salah satunya hukum, dan adanya faktor adat di dalam
karena Faktor Media Massa dan Internet masyarakat/desa tersebut, maka masyarakat
diatas, dengan mudahnya akses informasi semakin yakin dan percaya untuk
tadi, anak-anak jadi mengetahui hal yang melaksanakan Pernikahan Dini baik kepada
belum seharusnya mereka tahu di usianya. dirinya sendiri maupun anak-anaknya
dengan doktrin adat yang sudah melekat
Maka, terjadilah hubungan di luar nikah pada setiap individunya.
yang bisa menjadi hamil di luar nikah.
Maka, mau tidak mau, orang tua harus Kepatuhan Hukum Masyarakat
menikahkan anak gadisnya. Dalam masalah kepatuhan, yang menjadi
faktor utama Masyarakat tidak patuh dalam
Faktor Hamil di Luar Nikah hukum adalah karena dari aparatur
Kenapa saya pisahkan dengan faktor pemerintah daerahnya yang kurang
biologis? Karena hamil di luar nikah bukan memaksimalkan dalam mengadakan
hanya karena "kecelakaan" tapi bisa juga penyuluhan tentang hukum yang bertujuan
karena (maaf) diperkosa sehingga untuk mengajak masyarakatnya agar
terjadilah hamil di luar nikah. Orang tua mampu menciptakan kepatuhan terhadap
yang dihadapkan dalam situasi tersebut hukum di Indonesia. Oleh karena itu,
pastilah akan menikahkan anak gadisnya, banyaknya masyarakat bersifat acuh tidak
bahkan bisa dengan orang yang sama sekali acuh dengan hukum yang berlaku di
tidak dicintai orang si gadis. Indonesia (hukum positif).

Hal ini semakin dilematis karena ini tidak SOLUSI KASUS PERNIKAHAN DINI
sesuai dengan UU Perkawinan. Rumah DI INDONESIA
tangga berdasarkan cinta saja bisa goyah,
apalagi karena keterpaksaan. Berikut upaya Masyarakat dan Pemerintah
dalam memerangi kasus Pernikahan Di
Faktor Adat Usia Dini:
"menikah untuk memperbaiki ekonomi
Memberdayakan anak dengan keluarga".
informasi, keterampilan, dan jaringan
pendukung lainnya. Membuat dan mendukung kebijakan
Program ini berfokus pada diri anak terhadap pernikahan dini.
dengan cara pelatihan, membangun Program yang bisa dilakukan selanjutnya
keterampilan, berbagi informasi, adalah memodifikasi kurikulum sekolah
menciptakan lingkungan yang aman, dan dengan cara menambahkan materi tentang
mengembangkan jejaring dukungan yang dampak negatif pernikahan dini. Materi
baik. Program ini bertujuan agar anak pelajaran diberikan secara berjenjang sejak
memiliki pengetahuan yang baik mengenai SD, SMP, dan SMA, dengan konten materi
diri mereka dan agar mereka mampu yang disesuaikan dengan adat dan
mengatasi kesulitan sosial dan ekonomi kebiasaan serta usia anak. Semakin dini
baik secara jangka panjang maupun jangka anak dipaparkan terhadap isu-isu
pendek. pernikahan dini, maka harapannya aspek
kognitif anak terkait dengan persepsi
Mendidik dan mengarahkan orang tua pernikahan dini juga berubah.
dan anggota komunitas
Keterlibatan orangtua dan komunitas C. PENUTUP
adalah strategi kedua yang paling banyak
digunakan dalam penelitian. Tujuan utama Pernikahan adalah proses pengikatan janji
dari strategi ini ialah untuk menciptakan suci antara kaum laki-laki dan perempuan.
suatu lingkungan yang baik, disebabkan Ibadah yang mulia dan Suci. Pernikahan
karena ditangan keluarga dan anggota tidak boleh dilakukan sembarangan karena
masyarakat yang tua-lah keputusan ini merupakan bentuk ibadah terpanjang
pernikahan anak dilakukan atau tidak. dan dapat dijaga hingga maut memisahkan.
Tujuan pernikahan adalah untuk
Meningkatkan akses dan kualitas menciptakan rasa bahagia. Di mana, sudah
pendidikan formal bagi anak seharusnya suami istri saling memberi
Penelitian banyak yang menemukan bahwa kasih sayang serta perasaan aman satu
pendidikan bagi anak perempuan sangat sama lain. Menikah membuat kita
berkorelasi dengan penundaan usia mendapatkan sahabat atau pendamping
menikah. Di sekolah, anak dapat hidup, yang di dalamnya dipenuhi oleh
mengembangkan keterampilan sosial kasih sayang dan perasaan cinta. Namun,
sehingga memungkinkan adanya untuk mencapai kebahagiaan tersebut tidak
perubahan norma mengenai pernikahan bisa dilaksanakan dengan asal-asal an.
dini. Perlu persiapan yang matang antara kedua
belah pihak agar mencapai kebahagiaan
Menawarkan dukungan ekonomi dan dari suatu pernikahan, baik dari segi
pemberian insentif pada anak dan jasmani, rohani, dan materi.
keluarganya
Memberikan sejumlah bantuan dari segi Dalam kasus pernikahan dini atau
ekonomi kepada keluarga yang kekurangan pernikahan dibawah umur yang sudah
agar terhindarnya dari yang namanya ditetapkan dalam hukum tertulis, marak
terjadi di Negara Indonesia. Hal ini Meliala, Djaja S., Himpunan Peraturan
disebabkan karena beberapa faktor, seperti: Perundang-undangan tentang Perkawinan.
Faktor Ekonomi, Faktor Pendidikan, Faktor Bandung : PT Nuansa Aulia, t.t.
Orang Tua, Faktor Internet, Faktor
Biologis, Faktor Hamil Di Luar Nikah, dan Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional,
Faktor Adat. Serta adapun faktor Jakarta: Renika Cipta, 2005
khususnya, seperti: Pengetahuan Hukum
Di Masyarakat dan Kepatuhan Hukum Di Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum
Masyarakat. Faktor-faktor inilah yang Indonesia (Bandung: Alumni, 2006).
menyebabkan masih tingginya kasus
pernikahan dini di Negara Indonesia. Taufiqurohman, Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Implementasi Mediasi pada
Dengan besar harapan dari penelitian ini Proses Perceraian Pasangan TKI di
semoga masyarakat lebih memperhatikan Pengadilan Agama Ponorogo, 2013
kesiapan dirinya atau anaknya dalam hal
menikah. Antropologi memandang Suyono Ariyanto, Kamus Antropologi,
perkawinan sebagai pelebaran Jakarta: Pressindo 1985.
menyamping tali ikatan antara dua
kelompok himpunan yang tidak bersaudara Blog
atau pengukuhan keanggotaan di dalam Ari, Faktor Penyebab Pernikahan Dini,
satu kelompok endogen bersama. Oleh 2014
karena itu, pernikahan harus dilakukan https://genbagus.blogspot.com/2014/05/fak
secara siap dan matang dari antara kedua tor-penyebab-pernikahan-dini.html?m=1
belah pihak agar terciptanya persatuan
yang harmonis. Anwar, S. D. (2016). Kebijakan dan
program pemerintah dalam mengatasi
D. DAFTAR PUSTAKA perkawinan anak. From
http://kajiangender.pps.ui.ac.id
Buku
Fadlyana Eddy, Shinta Larasaty. Jurnal
Pernikahan Usia Dini dan Siagian, Amrizal. 2020. "Nikah Usia Dini
Permasalahannya, Sari Pediatri 11, No. 2, Di Masyarakat Dalam Perspektif Kajian
Agustus 2009. Budaya Hukum", dalam Aufklarung: Jurnal
Pendidikan, Sosial, dan Humaniora.
Soemiyati. Hukum Perkawinan dan
Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 Hamzah. "Pernikahan Dibawah Umur".
Tentang Perkawinan, Yogyakarta: Liberty, al-daulah Vol. 6 (2017).
2007.
Marilang “Dispensasi Kawin Anak di
Sudarsono. 2010. Hukum Perkawinan Bawah Umur”. al-daulah Vol. 7. No. 1
Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta. (2018).
Widiasworo, Erwin. 2018. Mahir Penelitian
Pendidikan Modern. Yogyakarta: Araska. Permana, Sugiri. 2019. "Dominasi Saksi
Pernikahan Dalam Tradisi Desa Terpencil",
Sebuah Catatan Antropologi Hukum
Keluarga Dari Desa Bunglai, Danau Riam
Kanan Kalimantan Selatan.

Perundang-Undangan
Departemen Agama RI, Instruksi Presiden
R.I Nomor 1 Tahun 1991 Kompilasi
Hukum Islam, Jakarta : Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
1997/1998.

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang


Perkawinan

UU No. 23 Tahun 2002 tentang


Perlindungan Anak pasal 26 ayat (1) huruf
c

UU No. 23 Tahun 2002 tentang


Perlindungan Anak pasal 11

Anda mungkin juga menyukai