Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN SOSIO YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN DIBAWAH

UMUR

(STUDI KASUS DI DESA ONGKO KECAMATAN MAIWA KABUPATEN

ENREKANG)

Dosen pengampuh mata kuliah; Muchtadin Al-Attas, SH.,MH

IRFAN KAMAJAYA

(I0119006)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Metode Penelitian Hukum

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

2021/2022
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan

bukan hanya ikatan antara dua orang yang melangsungkan ikatan saja, akan tetapi

ini juga ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi dan segenap

keluarga yang membentuk hubungan kekerabatan. Perkawinan umunya dimulai

dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dimulai

dengan maksud untuk membentuk keluarga. Dalam sebuah perkawinan

diperlukannya sesorang mengetahui syarat-syarat, prosedur, dan tujuan

perkawinan itu sendiri.

Tentang usia dewasa untuk melangsungkan perkawinan sebelum

berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak ditemukan keseragaman

syarat usia perkawinan. Kelahiran undang-undang perkawinan No 1 Tahun 1974

yang diundangkan pada tanggal 2 Januari Tahun 1994 yang merupakan unifikasi

hukum di bidang perkawinan tentunya membawa angin segar serta pengaruh yang

cukup berarti dalam sejarah perundang-undangan di Indonesia, terutama yang

berkaitan dengan masalah perkawinan, karena sebelumnya masyarakat masih


menikuti peraturan yang lama, sehingga dengankehadiran undang-undang

perkawinan ini sudah terdapat keseragaman hukum mengenai perkawinan.

Untuk menjembatani antara kebutuhan kodrati manusia dengan pencapaian

esensi dari suatu perkawinan, Undang-undang Perkawinan telah menetapkan dasar

dan syarat yang harus dipenuhi dalam perkawinan. Salah satunya yaitu dalam

Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Th. 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi :

“Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19

(sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam belas)

tahun.”

Asas perkawinan yang dianut dalam undang-undang no 1 tahun 1974 adalah

asas kematangan jiwa dan raga calon suami istri untuk melangsungkan

perkawinan. Asas ini secara tersirat dalam pasal 7 ayat (1) tersebut diatas.

Keraguan tentang batas umur, pada saat ini masih serinng terjadi dengan adanya

manipulasi unsur untuk mencapai tujuan yang diinginkan, meskipun sebenarnya

masih ada kelonggaran yang dibuat oleh pembuat undang-undang sesuai dengan

yang tercantum pada pasal 7 ayat (2) yaitu:

“dalam hal pinyampangan pada pasal 7 ayat(1) dapat diminta dispensasi

kepada pengadilan atau pejabat yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria

maupun pihak wanita”.

Oleh karena itu perkawinan seharusnya menjadi pertimbangan yang matang

sebelum memutuskan untuk menikah agar tidak terjadi perkawinan yang tidak
sesuai dari tujuan dasar perkawinan itu sendiri. Melihat perkawinan dibawah

umur dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak negatif.

Perkawinan yang dilangsungkan dengan calon suami isteri yang belum dewasa

atau belum cukup umur akan membawa dampak psikologis atau mental yang

belum siap berumah tangga, faktor ekonomi juga merupakan sesuatu yang harus

dipertimbangkan bagi mereka yang melangsungkan perkawinan. Berkenaan

dengan hal tersebut perkawinan dibawah umur juga berdampak pada lajunya

angka kelahiran. Muncul suatu permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, yaitu

hamil sebelum menikah. Dilihat dari faktor sosiologis yang terjadi saat ini

semakin bebas pergaulan anak yang menyebabkan anak luar kawin, hal ini dilatar

belakangi oleh faktor intern dalam keluarga yaitu kurangnya pengawasan dari

orang tua dan faktor ekstern yaitu dari faktor sosiologis yang kurang baik yang

menyebabkan anak terjerumus dalam pergaulan bebas.

Hal yang melatar belakangi terjadinya perkawinan di bawah umur ini di

dominasi oleh faktor ekonomi, di mana sebagian besar warga yang sebagian besar

petani belum mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhannya sehingga menjadikan

hal ini sebagai solusi, meskipun beberapa diantaranya menimbulkan akibat yang

tidak sesuai yang di harapkan. Kemudian selanjutnya adalah perbaiki kualitas

pendidikan, sadarilah bahwa pendidikan memiliki masa depan yang baik bagi

mereka yang menempuhnya. Kemudian perlu adanya kerjasama di antara berbagai

kalangan dalam mensosialisasikan dampak serta bahaya dari perkawinan di bawah

umur. (Ilham Laman, 2017).


Pada dasarnya telah diketahui bahwa adanya peraturan pemerintah yang

mengatur batasan-batasan umur untuk melakukan perkawinan. Namun, hal

tersebut saangat berbeda dengan yang terjadi di berbagai daerah khususnya di di

Desa Tolangi Kecamatan Sukamaju Kabupaten Luwu Utara yaitu masih banyak

terdapat perkawinan dibawah umur yang dianggap menyimpang dari aturan-

aturan yang ditentukan oleh pemerintah. Dimana ada sebagian yang melakukan

perkawinan dibawah umur dikarenakan hamil di luar nikah maupun akibat

perjodohan dari orang tua dimana rata-rata orng tua menyetujui adanya

perkawinan di bawah umur tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi

kedepannya. Faktor lingkungan dan kurangnya perhatian dari orang tua membuat

kebanyakan anak salah pergaulan yang mengakibatkan hamil diluar nikah

sehingga terjadi perkawinan di bawah umur.

Berdasarkan latar belakang diatas maka dari itu peneliti mengambil judul

“Tinjauan Sosio Yuridis Terhadap Perkawinan Dibawah Umur Di Desa Ongko

Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalahnya yakni :

1. Bagaimana tinjuan sosio yuridis terhadap perkawinan dibawah umur Di

Desa Ongko Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang?

2. Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan dibawah

umur Di Desa Ongko Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang?

C. METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menggambarkan

dan mendeskripsikan fenomena-fenomena yang terjadi berdasarkan hasil

penelitian dan pemaknaan terhadap data yang diperoleh dengan

menggunakan pendekatan normatif dan empiris, pendekatan normatif

adalah dimana hukum dikonsepkan sebagai yang tertulis dalam perturan

perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma

yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. dan

empiris adalah usaha mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum

yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.

b. Sumber Data

Untuk mengumpulkan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan

sumber data yang teerdiri dari:

1. Data primer

Merupakan data yang diperoleh dari obyek penelitian melalui

observasi yakni mengamati secara langsung serta mencatat peristiwa

penting yang berhubungan dengan pembahasan. Selanjutnya data yang

diperoleh melalui wawancara tersebut sebagai data primer.

Bahan hukum primer seperti:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Staatsblaad nomor 23 tahun 1874 tentang burgelijk wetboek voor

Indonesia atau biasa disingkat sebagai BW/KUHper.

3. Undang-undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan.


4. Undang-undang No. 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

5. Peraturan Pemerintah Repblik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975

Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang

Perkawinan.

2. Data sekunder

Data ini diperoleh melalui telaah dokumen yang ada kaitannya dengan

penelitian, data ini dapat melalui buku-buku hukum, bahan kepustakaan,

peraturan perundang-undangan dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai