Anda di halaman 1dari 8

BUKU JAWABAN TUGAS MATA

KULIAH TUGAS 1

Nama Mahasiswa : MUHAMMAD AULIANSYAH

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 049085523

Kode/Nama Mata : ISIP4131/Sistem Hukum Indonesia

Kuliah Kode/Nama : 13/UPBJJ BATAM

UPBJJ Masa Ujian : 2023/2024 Ganjil (2023.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Dalam pandangan Fidelis, ketiga tujuan hukum yakni keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian hukum harus terpenuhi agar sistem
hukum dapat berfungsi secara efektif dan efisien. Namun, dalam
kenyataannya, tidak selalu mudah untuk memenuhi ketiga tujuan ini
secara bersamaan.

Pertama, mengenai keadilan, tujuan utama dari hukum adalah untuk


menciptakan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam suatu
konflik atau sengketa hukum. Hal ini dapat tercapai dengan
memastikan bahwa keputusan hukum didasarkan pada prinsip-
prinsip yang adil dan objektif, dan dengan memperhatikan
kepentingan semua pihak yang terlibat. Namun, dalam
kenyataannya, keadilan seringkali sulit dicapai karena terdapat
berbagai faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan hukum,
seperti faktor kekuasaan, uang, dan politik.

Kedua, mengenai kemanfaatan, hukum haruslah bermanfaat bagi


masyarakat. Tujuan dari hukum adalah untuk menciptakan aturan
yang membantu mengatur perilaku masyarakat dan melindungi hak-
hak individu serta kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam hal ini, hukum harus dapat memberikan manfaat yang
konkret dan dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas. Namun,
terkadang kebijakan hukum yang dibuat tidak selalu memberikan
manfaat yang sama bagi seluruh masyarakat, sehingga dapat terjadi
ketidakadilan dalam pelaksanaannya.

Ketiga, mengenai kepastian hukum, hukum haruslah jelas dan dapat


dipahami oleh semua pihak. Kepastian hukum diperlukan agar
semua pihak dapat mengerti dan mematuhi aturan yang berlaku.
Dalam hal ini, hukum haruslah stabil dan dapat diprediksi, sehingga
masyarakat dapat merencanakan kehidupannya dengan lebih baik.
Namun, terkadang aturan hukum dapat berubah secara tiba-tiba
atau tidak konsisten, sehingga mengurangi kepastian hukum dan
membuat masyarakat sulit untuk memahami aturan yang berlaku.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketiga tujuan hukum tersebut,


yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum tidak selalu dapat
terpenuhi secara optimal. Namun, meskipun demikian, tujuan-tujuan
tersebut tetap harus menjadi prioritas bagi sistem hukum, sehingga upaya
terus dilakukan untuk meningkatkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian
hukum dalam pelaksanaannya.

Pembahasan

Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat
dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban
dan bersifat mengikat dengan sanksi tertentu bagi yang melangar.

Hukum mengatur kehidupan manusia, dan berguna untuk menjaga


masyarakat tetap tertib. Hukum dapat dibagi menjadi hukum tertulis dan
tidak tertulis.
2. a. Sistem kekerabatan patrilineal, yaitu masyarakat hukum adat
yang para anggotanya lebih mengutamakan garis keturunan laki-laki
daripada keturunan perempuan. Oleh karena itu kedudukan anak
laki-laki lebih diutamakan daripada anak perempuan. Kedudukan
anak laki-laki sebagai penerus keturunan orangtuanya (bapaknya),
sedangkan anak perempuan disiapkan untuk menjadi anak orang
lain yang akan memperkuat keturunan orang lain. Pada masyarakat
yang bertipe patrilineal, apabila tidak mempunyai keturunan laki-laki
dan lebih-lebih tidak punya keturunan sama sekali dikatakan putus
keturunan.
Sistem kekerabatan matrilineal yang lebih mengutamakan
garis keturunan perempuan daripada laki-laki, sehingga keturunan
perempuan sebagai penerus keturunan ibunya yang ditarik dari satu
ibu asal, sedangkan keturunan laki-laki seolah-olah hanya berfungsi
sebagai pemberi keturunan. Pada masyarakat matrilineal apabila
tidak mempunyai keturunan perempuan diibaratkan hidup tidak
berkesinambungan. Susunan masyarakat yang bersistem
kekerabatan materilineal terbesar di Indonesia ada di Minangkabau
Sumatera Barat.
Sistem kekerabatan parental atau dapat disebut dengan
sistem kekerabatan bilateral (dua sisi), dimana sistem keturunan
ditarik menurut garis orangtua atau garis dua sisi (bapak-ibu) dimana
kedudukan laki-laki dan perempuan tidak dibedakan. Susunan
masyarakat yang bersistem kekerabatan parental terdapat pada
masyarakat Jawa, Madura, Aceh, Melayu, Sunda, Kalimantan dan
Sulawesi.
b. Hak waris pada Masyarakat matrilineal untuk kedudukan anak
diluar nikah seperti masyarakat Minangkabau hanya ada
hubungannya dengan ibunya dan kerabat ibunya. Berkaitan dengan
ahli waris, anak laki-laki dan Perempuan mendapatkan warisan dari
ibunya. Serta harta pencaharian dari suami tidak diwaris oleh anak-
anaknya melainkan saudara-saudara dan ponakan Perempuan
sekandung suaminya,
Hak waris pada Masyarakat patrilineal untuk kedudukan anak
diluar nikah seperti Masyarakat Batak adalah yang mendapatkan
waeisam adalah anak yang sah namun untuk anak diluar nikah tetap
harus terjaga keamanannya, pendidikannya, kasing sayang dan lain
sebagainya, Sementara di Tapanuli pemberian warisan diberikan
hak yang sama antar anak sah dan anak diluar nikah.
Hak waris pada masyarakat parental untuk kedudukan anak
diluar nikah adalahjika mereka termasuk kedalamn pernikahan yang
sah maka mereka berhak menerima warisan dari harta yang
bersumber dari ayah dan ibunya. Sementara anak diluar nikah
hanya berhak mendapatkan warisan dari Ibunya. Namun dalam
menjalankan kewajibannya anak sah dan anak diluar nikah
mempunyai kewajiban yang sama dalam memenuhi kebutuhan
mereka.
c. Kedudukan anak diluar nikah berdasarkan system kekerabatan
patrilineal, matrilinieal dan parental menyatakan bahwa anak
yang dilahirkan dari seorang perempuan yang tidak terikat
perkawinan dengan seorang lelaki. Kedudukan anak diluar nikah
hanya mempunyai hubungan kekerabatan dengan ibunya dan
menjadi ahli waris ibunya. Oleh karena itu, anak luar nikah bukan
merupakan ahli waris dari bapaknya (biologis). Namun,
berdasarkan beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung tentang
kedudukan luar kawin, awalnya yang dalam hukum adat tidak
mengakui hak waris bagi anak diluar nikah sekarang berkembang
ke arah pemberian hak yang sama kepada anak-anak yang sah
dan anak-anak diluar nikah.
3. a. Dengan keluarnya Itsbat Nikah, status perkawinan tersebut sudah sah
menurut agama dan resmi tercatat sesuai perUndang-Undangan yang
berarti itu sudah dilengkapi dengan bukti hukum otentik adanya perkawinan
tersebut. Dengan demikian sejak itulah perkawinan tersebut sudah
mempunyai kepastian hukum, baik menurut hukum agama maupun hukum
di Indonesia. Hubungan antara laki-laki dan perempuan yang telah
ditetapkan sebagai suami isteri dalam Itsbat Nikah tersebut, sudah muncul
hubungan hak dan kewajiban antara suami isteri untuk bertindak hukum
selanjutnya begitu juga dengan keluarnya Itsbat Nikah, anak yang lahir
dalam perkawinan atau anak yang lahir akibat perkawinan yang sah atau
dinyatakan sah melalui Itsbat Nikah, dengan sendirinya merupakan anak
yang sah dari suami isteri yang perkawinannya telah disahkan tadi, sejak
tanggal perkawinan sesuai dengan Itsbat Nikah
Setelah dikabulkannya itsbat nikah, implikasinya terhadap status
perkawinan dimana perkawinan tersebut telah mempunyai kekuatan
hukum. Begitu pula anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut
mendapat pengakuan Negara, dimana anak-anak tersebut berhak atas
harta warisan dari bapaknya. Selain itu, harta yang diperoleh sejak
berlangsungnya perkawinan merupakan harta bersama.
b. Dasar pengadilan Agama mengabulkan isbat adalah
1. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974:
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.
2. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan
bahwa “untuk perkawinan dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum
undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan-
peraturan lama adalah sah”. (Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974).
Karena isbat nikah adalah bagian dari bidang perkawinan maka
jelaslah pasal tersebut termasuk bagian dari dasar pijakan Isbat nikah
yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama.” 3. Pasal 7 Kompilasi
Hukum Islam (KHI):
1. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat
oleh Pegawai Pencatat Nikah.
2. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah,
dapat diajukan isbath nikahnya ke Pengadilan Agama.
3. Isbath nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas
mengenai hal-hal yang berkenaan dengan :
a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
b. Hilangnya Akta Nikah;
c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat
perkawinan;
d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya
UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974;
e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak
mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974

Anda mungkin juga menyukai