Anda di halaman 1dari 3

SOAL 1

Pertanyaan:

1. Dalam konsep tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, dalam pandangan
Fidelis, silakan dianalisis terpenuhi atau tidak ketiga tujuan hukum tersebut? Berikan argumentasi
saudara!

Jawab:

1. Dalam konsep tujuan hukum, terdapat tiga tujuan utama yang harus terpenuhi, yaitu keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian hukum. Dalam kasus Fidelis Arie Sudewarto, sulit untuk
mengatakan bahwa ketiga tujuan tersebut terpenuhi secara menyeluruh. Keadilan tampaknya
tidak terpenuhi, karena Fidelis divonis lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum.
Meskipun alasan hukum harus ditegakkan, tetapi keadilan yang seharusnya menjadi tujuan
utama hukum tampaknya terabaikan dalam kasus ini. Sementara itu, kemanfaatan hukum juga
terlihat kurang terpenuhi karena Fidelis menanam ganja untuk keperluan pengobatan penyakit
langka syringomyelia yang diderita sang istri. Fidelis dan keluarganya berharap bahwa
penggunaan ganja tersebut dapat membantu mengurangi penderitaan sang istri. Namun,
keberadaan hukum yang melarang penggunaan ganja secara luas justru membuat mereka
terpaksa melakukan tindakan melanggar hukum untuk mendapatkan akses ke ganja. Terakhir,
kepastian hukum juga kurang terpenuhi, karena Fidelis divonis dengan hukuman yang lebih
berat dari tuntutan jaksa penuntut umum. Hal ini membuat masyarakat merasa tidak yakin
mengenai kepastian hukum yang ada.

SOAL 2

Berbicara tentang warisan, perlu juga diidentifikasi masalah pewaris, harta waris, dan ahli waris yang
berhak menerima karena secara hukum ada aturannya. Di Indonesia, ada 3 hukum waris yang berlaku,
yakni hukum adat, perdata, Islam.

Pertanyaan:

Jika kasus tersebut dilihat dari perspektif hukum adat, maka silakan dianalisis :

1. Kedudukan anak luar kawin menurut sistem kekerabatan patrilineal, matrilinial dan parental.
2. Pembagian harta warisan terhadap anak luar kawin berdasarkan sistem kekerabatan
patrilineal, matrilinial dan parental.
3. Pembagian harta warisan terhadap anak luar kawin berdasarkan sistem kekerabatan
patrilineal, matrilinial dan parental pasca terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
46/PUU-VIII/2010.

Jawab:
1. Dalam sistem hukum adat di Indonesia, kedudukan anak luar kawin dapat berbeda-beda
tergantung pada sistem kekerabatan yang digunakan. Pada sistem kekerabatan patrilineal,
anak luar kawin memiliki kedudukan yang rendah karena kekerabatan dihitung dari garis
ayah. Namun, pada sistem kekerabatan matrilineal, anak luar kawin memiliki kedudukan
yang lebih tinggi karena kekerabatan dihitung dari garis ibu. Sedangkan pada sistem
kekerabatan parental, anak luar kawin memiliki kedudukan yang sama dengan anak dalam
kawin karena kekerabatan dihitung dari kedua orang tua.
2. Pembagian harta warisan terhadap anak luar kawin juga dapat berbeda-beda tergantung
pada sistem kekerabatan yang digunakan. Pada sistem kekerabatan patrilineal, anak luar
kawin tidak memiliki hak atas harta warisan ayahnya, namun bisa menerima harta warisan
dari pihak ibu. Pada sistem kekerabatan matrilineal, anak luar kawin memiliki hak atas harta
warisan ibunya, namun tidak memiliki hak atas harta warisan ayahnya. Sedangkan pada
sistem kekerabatan parental, anak luar kawin memiliki hak atas harta warisan dari kedua
orang tua.
3. Menurut Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang pengujian Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 dalam amar putusan telah merubah makna Pasal 43 ayat 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu : Anak yang dilahirkan di
luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta
dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk
hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.
Maka dapat disimpulkan bahwasannya anak yang terlahir diluar penikahan sah ayahnya
tersebut berhak mendapatkan harta waris dari ayah tersebut

SOAL 3

Pertanyaan:

Silakan dianalisis:

1. Kedudukan isbat nikah yang sudah disahkan di Pengadilan Agama dan implikasinya terhadap
status perkawinan!
2. Dasar pengadilan Agama mengabulkan isbat nikah!

Jawab:
1. Kedudukan isbat nikah yang sudah disahkan di Pengadilan Agama adalah bahwa perkawinan
tersebut telah mempunyai kekuatan hukum dan memberikan jaminan lebih konkret secara
hukum atas hak isteri dalam perkawinan tersebut dan hak anak serta harta benda
dalam perkawinan. Isbat nikah adalah penetapan pernikahan yang dilakukan di Pengadilan
Agama karena disebabkan beberapa hal, seperti hilangnya akta nikah suami atau istri, serta
karena terdapat keraguan akan sahnya salah satu syarat dalam perkawinan. Kedudukan isbat
nikah yang sudah disahkan di Pengadilan Agama adalah penetapan dari pernikahan yang
dilakukan oleh suami istri yang tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah dan diajukan ke
Pengadilan Agama. Apabila permohonan isbat nikah dikabulkan oleh hakim, maka
perkawinan dinyatakan sah dan memiliki kekuatan hukum. Selanjutnya bukti
penetapan/putusan tersebut menjadi dasar KUA untuk melakukan pencatatan nikah yang akan
melahirkan akta nikah.
2. Hakim Pengadilan Agama dalam mengabulkan permohonan Isbat Nikah pada perkawinan
yang dilakukan setelah berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 berpedoman pada
Kompilasi Hukum Islam (KHI). KHI (Inpres No. 1 Tahun 1991) dilihat dari kedudukannya,
berada dibawah Undang-Undang No. 3 Tahun 2006.

Referensi:
BMP ISIP4131/ SISTEM HUKUM INDONESIA/

Anda mungkin juga menyukai