Diajukan oleh :
NIM : 19070527
Kepada
YOGYAKARTA
A. Latar Belakang
dari Allah SWT yang bertujuan untuk menyatukan dua insan manusia
Tahun 1974 perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria
lanjut lagi dalam pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa
perkawinan bisa dipandang sah menurut hukum Negara apabila setiap dari
1
berlaku. (UU. No. 1 Tahun 1974, Ps. 2) Pencatatan ini dimaksudkan untuk
berumah tangga.
usia senja, dan penerus hak orang tua ketika sudah tiada.(Saefi, 2018)
dilahirkan dari pernikahan yang sah.(UU No. 1 Tahun 1974, Ps. 42)
Pernikahan yang sah ini sebagaimana yang telah dipaparkan di atas yaitu
menurut UU No. 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (1) dan Kompilasi Hukum
oleh Syari’at Islam. Lebih lanjut lagi dalam pasal 2 ayat (2) UU No. 1
undangan yang berlaku, tak jarang banyak yang mengabaikannya. Hal ini
2
melangsungkan pernikahan secara agama, namun mereka tidak melakukan
bahwa pernikahan siri dipicu karena mempelai belum siap secara ekonomi
biasanya dilakukan oleh seorang suami yang tidak mendapat ijin dari
127) Tentu dari pernikahan yang tidak sesuai dengan prosedur peraturan
diantara pihak yang paling dirugikan adalah istri dan anak. Istri menjadi
pihak yang dirugikan karena pernikahan ini dianggap tidak pernah ada
oleh Negara. Hal ini terjadi karena pernikahan tersebut tidak tercatat di
dengan ibu tiri (Istri Pertama/Istri sah), saudara tirinya (Anak-anak Istri
3
sah) dan keluarga orang tua sirinya akan menyulitkannya karena anak dari
perkawinan siri tersebut tidak memilik dokumen dan bukti resmi dari
Negara.
bersih dan tidak menanggung beban dosa dari siapapun termasuk kedua
orang tuanya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-
An’am
ۚ
…اخرى وزر
ّ كل نفس ّاال عليها وال تزر وازرة
ّ وال تكسب...
dapat menanggung beban dosa orang lain maupun bertanggung jawab atas
dosa orang lain. Oleh karena itu, seorang anak yang terlahir di dunia tidak
mewarisi dosa yang telah diperbuat oleh kedua orang tuanya. Dengan
demikian, resiko dari perkawinan siri yang telah diperbuat oleh kedua
4
Persoalan waris pada umumnya adalah pewarisan antara orang tua
dengan anak yang lahir dari perkawinan yang sah. Sehingga masalah
seperti warisan dari anak jatuh ke orang tua, saudara, pamannya, bahkan
jatuh pada orang lain karena adanya wasiat. (Masitoh, 2018: 129) Dengan
perkawinan siri, maka pembagian harta warisan pun menjadi rumit. Status
masyarakat tentang boleh dan tidaknya memberi harta waris kepada anak
anak sah. Karena anak tersebut sah secara agama, sehingga harta warisan
tersebut dinyatakan hanya mendapat sebagian kecil harta atau malah tidak
wali nikah almarhum H. Mochtar Ibrahim dan disaksikan oleh dua orang
5
saksi, mereka adalah KH. M. Yusuf Usman dan Risman, dengan mahar
seperangkat alat shalat, uang 2.000 Riyal, satu set perhiasan emas dan
berlian dibayar tunai dengan prosesi ijab qabul dilakukan antara wali nikah
Secara syariat Islam dan pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 pernikahan
itu sah. Namun berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun
6
hukum anak yang lahir dari pasang laki-laki dan perempuan yang tidak
terikat dalam suati perkawinan yang sah. (Putusan MK No. 46 tahun 2010)
lahir dalam keadaan bersih dan tidak menanggung dosa orang tuanya.
Karena Islam tidak mengenal konsep dosa turunan. Sehingga dalam dua
Kedua negara tidak mengakui adanya pernikan siri sehingga negara tidak
bisa menjamin hak konstitusi dari anak yang lahir dari perkawinan siri.
Oleh karena itu, timbul suatu permasalahan mengenai hak waris anak dari
pernikahan siri.
B. Rumusan Masalah
Mahkamah Konstitusi?
7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
2. Untuk menjelaskan hak waris anak yang lahir dari hasil pernikahan siri
yang lahir dari hasil pernikahan siri. Sehingga anak tersebut tidak
D. Tinjauan Pustaka
8
persengketaan dan perselisihan dalam sebuah keluarga. Penelitian dan
karya tulis mengenai masalah kewarisan dan pernikahan siri ini telah
pustaka belum menemukan penelitian yang membahas hak waris anak dari
persoalan mawaris dan kedudukan anak dari perkawinan siri yang telah
bulan Desember 2018 yang ditulis oleh Ury Ayu Masitoh mahasiswa
fakultas hukum Universitas Islam Kadiri Kediri dengan judul “Anak hasil
perkawinan siri sebagai ahli waris ditinjau dari hukum perdata dan
hukum waris yang digunakan di Indonesia yaitu hukum waris perdata dan
hukum waris Islam untuk menganalisis hak waris anak yang dilahirkan
9
penulis juga membedakan keduanya yakni dari sisi identitas dan
memiliki kedudukan dan bagian waris yang sama dengan anak sah,
asalkan anak tersebut telah disahkan. Sedangkan dalam hukum Islam anak
hasil perkawinan siri dan anak sah memilki kedudukan yang sama
pencatatan nikah, dalam hal identitas anak tersebut dianggap sebagai anak
luar perkawinan.
menurut hukum Islam dan hukum adat” karya Muhammad Faisal Tambi.
perbandingan dan persamaan hukum waris Islam dan hukum waris adat.
persamaan antara hukum waris Islam dan Hukum waris adat yang sama-
ahli waris dan menetapkan anak dan keturunannya sebagai ahli waris
10
hukum kewarisan adat selain sistem kewarisan individual juga dikenal
dari hukum positif dan hukum Islam” karya dari Yolanda Andriyani
membahas tentang hak waris anak hasil perkawinan siri yang tumbuh dan
menurut hukum perdata secara kedudukan dan bagian waris anak tersebut
memiliki hak yang sama dengan anak sah asalkan anak tersebut telah
kedudukan dan hak waris yang sama meskipun tidak disahkan. Adapun
11
waris pada anak hasil perkawinan siri adalah karena kurangnya rasa
berkaitan dengan hak-hak dan kedudukan anak dalam kandungan istri siri
ini juga dilakukan studi komparasi tentang hukum Islam dan hukum
hukum perdata anak yang masih di dalam kandungan istri siri dapat
12
Penelitian ini membahas tentang kedudukan anak dari hasil perkawinan
siri dan mengupas tentang dampak yang ditimbulkan dari hasil perkawinan
siri. Pisau analisis dalam menjawab persoalan ini penulis mengacu pada
XVII, Nomor 2, Agustus 2015. Dalam karya tulis ini, penulis mengkaji
sistem hukum, yaitu hukum Islam, hukum adat, dan hukum Barat.
Kesimpulan dari penelitian ini, bahwa sampai saat ini pelaksanaan hukum
waris di Indonesia sangat dipengaruhi oleh hukum adat dan syari’at. Hal
13
Indonesia”. Peneliatian ini membahas tentang putusan Mahkamah
Jurnal Yuridis Vol. 6 No. 1 yang terbit pada bulan Juni 2019, dengan
Kudrat Abdillah Mahasiswa IAIN Madura. Dalam karya tulis ini, penulis
terletak pada semangat para hakim untuk terus menggali dan mencari
14
peraturan perundang-undangan (rule breaking), demi memenuhi rasa
telah ada adalah pembagian hak waris anak perspektif hukum Islam,
yang membahas mengenai persoalan hak waris anak dari perkawinan siri,
VIII/2010.
E. Kerangka Teoritik
Fokus penelitian ini adalah mengkaji tentang hak waris anak dari
15
1. Sebab-sebab menjadi ahli waris
Abu Hanifah waktu masa kehamilan wanita adalah enam bulan dari
16
Oleh karena itu, dari proses perkawinan dan masa mengandung
akan lahir keturunan dari pasangan suami istri tersebut. Dalam Islam
seorang anak dianggap sah apabila terlahir dari hasil perkawinan yang
الولد للفراش
dianggap sah apabila terlahir dari hasil perkawinan yang sah. Hal ini
perkawinan yang sah.” Jadi anak yang terlahir dari rahim seorang
2. Keabsahan Perkawinan
dengan ijab dilakukan oleh wali nikah calon istri dan qobul diucapkan
17
oleh calon suami. Ucapan ijab dan qobul yang diucapkan oleh kedua
belah pihak tersebut harus terdengar dengan jelas di hadapan dua orang
saksi akad nikah. (Hilman, 1990: 29) Jadi menurut hukum Islam
perkawinan yang sah adalah perkawinan yang diucapkan ijab oleh wali
nikah dan qobul oleh mempelai pria di hadapan dua orang saksi dalam
18
pencatatan perkawinan. Pada waktu itu perkawinan yang telah
segi hak nafkah, hubungan orang tua dan anak, kewarisan dan lain-
19
akta perkawinan diqiyaskan kepada pencatatan dalam persoalan
ْٓ
ّ منوا اذا تداينتم بديْن ااٰل اجل ّم
...سمى فاكتبوه ْْٓ اٰييّها الّذين ا
akan tetapi perjanjian yang sangat sakral dan kuat. Oleh karena itu,
semestinya akad nikah yang begitu sakral, luhur, dan agung harus
oleh kedua mepelai, kedua saksi, wali nikah dan pegawai pencatatan
20
pencatatan. Kemudian kedua mempelai diberikan kutipan akta
21
keabsahan perkawinan, adanya perkawinan sebelum berlakunya UU
F. Metode Pembahasan
menganalisis data, dan cara memaparkan data. (Sofia, 2017: 92) Adapun
1. Jenis Penelitian
perkawinan siri menurut hukum waris adat dan hukum waris Islam.
22
2. Sumber Data
sumber primer dan sumber sekunder. Data primer dalam penelitian ini
serta jurnal dan artikel yang berkaitan dengan penelitian ini. Di mana
penulis kaji.
23
G. Sistematika Pembahasan
bab ini juga terdapat tujuan dan kegunaan penelitian yang hendak dicapai
pada bab ini juga membahas tentang pengertian perkawinan, rukun dan
syarat sah perkawinan, dan perkawinan yang terlarang dalam hukum Islam
dan perundang-undangan.
24
menguraikan tentang putusan MK berupa permasalahan yang melatar
tentang hak waris anak dari perkawinan siri menurut hukum Islam dan
masalah yang sedang diteliti. Selain itu pada bab penutup ini berisi saran
25
DAFTAR PUSTAKA
Azhar Basyir, Ahmad. Hukum Waris Islam. Yogyakarta: UII Press, 2013
Masitoh, Ury Ayu. Anak Hasil Perkawinan Siri Sebagai Ahli Waris Ditinjau dari
Hukum Perdata dan Hukum Islam. Jurnal Hukum. Vol. IV/No.
2/Des/2018
Sofia, Adib. Metode Penelitian Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: Bursa Ilmu, 2017