Anda di halaman 1dari 8

Desain Riset :

Perlindungan Hukum terhadap Kedudukan Anak dari Perkawinan Siri


Berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Oleh :
Chika Nabilla Ali (1808015150)
(Minat Studi Hukum Perdata)
Dibawah bimbingan :
....

Jumlah kata : 1675 Kata

A. Latar Belakang
Anak merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga
serta dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak-
hak sebagai manusia. Oleh sebab itu, untuk menjamin kepastian hukum
status dan kedudukan anak maka terhadap perkawinan orang tuanya harus
dilakukan sah secara agama dan negara yaitu dengan dilakukan pencatatan
perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perkawinan.
Anak yang dilahirkan dalam keluarga merupakan keturunan dari ayah
dan ibu dalam ikatan perkawinan yang sah. Selama dalam perkawinan
pengawasan anak sepenuhnya di bawah kekuasaan dan pengawasan orang
tua yang berlaku sejak anak dilahirkan atau sejak hari pengesahannya dan
berakhir ketika anak tersebut sudah dewasa atau saat anak sudah
melaksanakan perkawinan atau pada saat perkawinan orang tua nya berakhir
yaitu ketika terjadi perceraian orang tuanya.
Setiap anak memiliki hak dan kewajiban masing-masing maka dari itu
perlu mendapat perlindungan yang sebaik-baiknya secara fisik, mental
maupun sosial. Maka dari itu perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk
mewujudkan kesejahteraan dan keadilan untuk anak dengan memberikan
jaminan perlindungan hukum terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya
perlakuan tenpa diskriminasi.
“Mengenai KUHPerdata memberikan perbedaan terhadap anak sah dan
anak tidak sah atau anak luar kawin juga diatur dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan selanjutnya disebut UU No. 1
Tahun 1974.”1 Dalam Pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974 mengatakan bahwa
“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah.”
Bagi seorang anak yang dilahirkan dari suatu perkawinan yang sah
mempunyai kedudukan hukum yang jelas sehingga timbul kewajiban dan hak
antara orang tua dan anak. Dan untuk anak yang dilahirkan di luar
perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya.” Dengan demikian, maka kedudukan hukum anak luar kawin
tersebut tidak memilki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya.
“Posisi hukum perkawinan berada di bawah pengaturan Undang-undang
No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menjadi undang-undang payung
bagi seluruh hukum perkawinan agama di Indonesia.” 2 Dalam posisi seperti
inilah segala pengaturan mengenai hak dan kewajiban yang diatur oleh
hukum perkawinan Islam menjadi tidak berlaku apabila tidak memenuhi
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu dicatatkan menurut
ketentuan undang-undang.
Pencatatan nikah menyebabkan berubahnya status hukum perkawinan,
dari perkawinan Siri menjadi perkawinan yang legal menurut UU. “Dalam hal
ini perlu dipahami bahwa perkawinan Siri tetap sah karena sesuai dengan
hukum agama, tetapi merupakan perkawinan yang tidak legal (tidak diakui
oleh hukum yang berlaku) sebelum perkawinan itu dicatatan.” 3 Akibat hukum
dari status legal tersebut adalah adanya perlindungan hukum terhadap

1
Subekti, 1991, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta hal. 50.
2
Djubaidah, Neng, 2012, Pencatatan Perkawinan Dan Perkawinan Tidak Dicatat Menurut
Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islamµ, Sinar Grafika, Jakarta. Hal . 29.
3
Hadikusuma, Hilman. 2003, Hukum Perkawinan Indonesia menurut: Perundangan,
Hukum Adat dan Hukum Agama. Erlangga, Jakarta. Hal. 31.
perkawinan tersebut, dan terhadap anak-anak yang dilahirkan dalam
perkawinan tersebut, disamping terhadap harta dalam perkawinan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang lahir dari
perkawinan siri menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan ?
2. Bagaimana hak keperdataan anak hasil dari perkawinan siri menurut
sistem hukum Indonesia ?
C. Tujuan
Tujuan penelitian ini diarahkan untuk menjawab dua hal, Pertama, untuk
mengetahui perlindungan hukum terhadap anak yang lahir dari perkawinan
siri menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Kedua, untuk mengetahui hak keperdataan anak hasil dari perkawinan siri
menurut sistem hukum Indonesia.
D. Landasan Teori
1. Teori Tentang Perlindungan Hukum
Fitzgerald menjelaskan mengenai teori perlindungan hukum Salmond
bahwa hukum bertujuan mengintregasikan dan mengkoordinasikan berbagai
kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan,
perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan
cara membatasi berbagai kepentingan dipihak lain. “Perlindungan hukum
lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan
oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat
tersebut untuk mengatur hubungn perilaku antara anggota-anggota
masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap
mewakili kepentingan masyarakat.”4
2. Pengertian Perkawinan
Ketentuan tentang perkawinan telah jelas diatur dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam Undang-Undang

4
Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal. 53.
tersebut ditetapkan mengenai perkawinannya sendiri. Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan
lahir batin antara seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Pengertian perkawinan terdapat lima unsur didalamnya yaitu :
a. Ikatan lahir batin.
b. Antara seorang pria dan wanita.
c. Sebagai suami istri.
d. Membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
e. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 merumuskan
bahwa ikatan suami istri berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, perkawinan
merupakan perikatan yang suci. “Perikatan tidak dapat melepaskan dari
agama yang dianut suami istri.”5
3. Pengertian Nikah Siri
Nikah siri adalah nikah yang berlangsung tanpa penyerahan wali atau dua
orang saksi. Hukum nikah sirri jelas tidak dapat dibenarkan dari sudut
pandang fiqih, karena bertentangan dengan hadits Nabi SAW yang
mensyaratkan adanya wali dan dua orang saksi dalam akad nikah. Oleh
karena itu, terminologi nikah siri dalam masyarakat Indonesia sangat berbeda
dengan konsep nikah siri dalam perspektif fiqh. Hal ini karena pengertian
nikah siri dalam pandangan masyarakat tidak lebih dari nikah atau nikah yang
tidak tercatat di KUA.
4. Pengertian Anak
Secara umum apa yang dimaksud dengan anak adalah keturunan atau
generasi sebagai suatu hasil dari suatu hubungan antara seorang pria dengan
wanita baik dalam ikatan perkawinan maupun diluar perkawinan. 6 Mengenai

5
Dr.H. Moch. Isnaeni,S.H.,M.H, 2016, Hukum Perkawinan Indonesia, Refika Aditama,
Bandung, Hal. 35.
6
Irwanto, 2009, Perlindungan anak dan Prinsip Mendasar, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, hal. 34.
pembahasan tentang anak, di Indonesia masih banyak pendapat mengenai
pengertian tentang anak sehingga menimbulkan kebingungan untuk
menentukan seseorang sebagai anak atau bukan. Hal ini dikarenakan sistem
perundang-undangan di Indonesia yang bersifat pluralism sehingga anak
mempunyai pengertian dan batasan yang berbeda antara satu undang-
undang dengan undang-undang yang lain.
5. Pengertian Mengenai Hak Keperdataan Anak
Hak keperdataan anak dalam peraturan Perundang-Undang diatur
secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hak keperdataan
anak merupakan hak yang melekat pada setiap anak yang diakui oleh hukum
dalam hubungan hukum dengan orang tua dan keluarga orang tuanya,
meliputi hak mengetahui asal usulnya, hak mendapatkan pemeliharaan, dan
pendidikan dari orang tuanya, hak diwakili dalam segala perbuatan hukum
didalam dan diluar pengadilan dan hak mengurus harta benda anak, serta
hak mendapatkan warisan. “Menurut Konvensi Hak Anak kepentingan terbaik
bagi anak adalah pertimbangan yang terpenting dan tertinggi.” 7
Waris merupakan salah satu bagian dari hukum keperdataan secara
keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan.
Hukum waris erat kaitannya dengan ruang dengan ruang lingkup kehidupan
manusia, sebab setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang
dinamakan kematian mengakibatkan masalah bagaimana penyelesaian hak-
hak dan kewajiban. Sebagaimana diatur dalam KUHPerdata buku kedua
tentang kebendaan.
E. Keaslian Penelitian
Sebagai perbandingan dapat dikemukakan beberapa hasil penelitian
oleh beberapa peneliti terdahulu sebagai berikut :
1. Uni Hanifah, Universitas Muhammadiyah Mataram
a. Judul :
TINJAUAN YURIDIS NIKAH SIRI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

7
Ima Susilowati, 1999, Konvensi Hak Anak, Sahabat Remaja PBKI, Yogyakarta, hal. 50.
DAN HUKUM POSITIF
b. Rumusan Masalah :
1) Bagaimana hak sirri untuk menikah dalam perspektif hukum
positif Indonesia?
2) Apa akibat hukum dari pernikahan sirri bagi anak ?
2. Fitria Olivia, Universitas Esa Unggul
a. Judul :
AKIBAT HUKUM TERHADAP ANAK HASIL PERKAWINAN SIRI PASCA
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
b. Rumusan Masalah
1) Bagaimana Kedudukan Hukum Nikah Siri Dilihat Dari Undang-
Undang No 1 Tahun 1974 ?
2) Bagaimana hak anak hasil perkawinan Siri dalam kehidupan
masyarakat ?
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum doctrinal atau penelitian
yuridis normatif. Keterkaitan dengan penelitian yuridis normatif,
pendekatan yang digunakan dalam penulisan penelitian ini ialah
pendekatan Perundangundangan (statute approach). “Pendekatan
undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkutan paut dengan isu hukum
yang sedang ditangani.”8
2. Sumber Bahan Hukum
Jenis bahan hukum dapat dibedakan menjadi 3, yaitu bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Sumber bahan
hukum yang digunakan sesuai dengan metode penelitian yang di gunakan
untuk penulisan penelitian ini, yaitu :
a. Bahan Hukum Primer

8
Peter Mahmud Marzuki, 2017, Penelitian Hukum, Cet. XIII, Penerbit Kencana, Jakarta, hal. 133
Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan,
catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundangundangan.9 Bahan hukum primer yang digunakan dalam
penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
7. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum yang berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum
yang dimaksud meliputi buku-buku hukum, kamus-kamus dan internet.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier ini dapat berupa semua literatur yang berasal
dari buku-buku diluar ilmu hukum, sepanjang berkaitan atau mempunyai
relevansi dengan topik penelitian dan wawancara tidak terstruktur.
3. Analisis Data
Setelah bahan-bahan hukum terkumpul dan diolah secara
sistematis,kemudian di analisis dengan teknik analisis sebagai berikut:
a. Deskriptif (gambaran)
Penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa
adanya.
b. Interpretasi (penafsiran)
Interpretasi (penafsiran) yaitu proses komunikasi melalui lisan
atau gerakan antara dua atau lebih pembicaraan yang tidak dapat
menggunakan simbol-simbol yang sama, atau berurutan yang hanya

9
Ibid., hal. 181
digunakan dalam satu metode jika diperlukan.
4. Alokasi Waktu
Penelitian akan dilaksanakan selama 6 (enam) bulan mulai dari
penyusunan Desain riset, Seminar Desain Riset, Studi Pustaka,
Penyusunan Laporan, dan Publikasi. (Tanggal 19 Juli – 19 Januari 2022).
G. Daftar Referensi
Djubaidah, Neng, 2012, Pencatatan Perkawinan Dan Perkawinan Tidak
Dicatat Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islamµ ,
Sinar Grafika, Jakarta.

Dr.H. Moch. Isnaeni,S.H.,M.H, 2016, Hukum Perkawinan Indonesia,


Refika Aditama, Bandung.

Hadikusuma, Hilman. 2003, Hukum Perkawinan Indonesia menurut:


Perundangan, Hukum Adat dan Hukum Agama. Erlangga, Jakarta.

https://id.wikipedia.org./wiki/teori, diakses pada tanggal 19 Juli 2022,


pukul 11.00 WITA.

Ima Susilowati, 1999, Konvensi Hak Anak, Sahabat Remaja PBKI,


Yogyakarta.

Irwanto, 2009, Perlindungan anak dan Prinsip Mendasar, Yayasan Obor


Indonesia, Jakarta.

Peter Mahmud Marzuki, 2017, Penelitian Hukum, Cet. XIII, Penerbit


Kencana, Jakarta.

Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Subekti, 1991, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai