Anda di halaman 1dari 11

HUKUM ANAK ZINA DAN ANAK ADOPSI DALAM

PERWALIAN DAN HUKUM KEWARISAN

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Problematika Hukum


Islam Kontemporer

Disusun Oleh : Neswara Alda Arifa (1917304007)

Eristrina Wijayanti (1917304042)

Dosen Pengampu : Drs. Mughni Labib, M.S.I.

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI

2022
A. Latar Belakang

Perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan
wanita sebagai suami atau istri dengan tujuan untuk membentuk suatu keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
yang harus dilaksanakan sesuai agamanya masing-masing, dan harus juga harus
dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 2 Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974),
menunjukkan bahwa perkawinan di Indonesia tidak semata-mata berkenaan dengan
hubungan keperdataan kodrati pribadi. Dalam pasal itu juga turut campurnya agama
atau kepercayaan individu bertujuan melaksanakan ibadah agamanya masing-
masing. Bagi yang tidak beragama, tetapi menganut suatu kepercayaan hendaknya
tetap berpendirian seperti itu, supaya sikap disiplin kepada dirinya selalu ada.
Dalam melaksanakan kodrati pribadi yakni melanjutkan keturunan dengan
membentuk keluarga, peristiwa itu akan dicatat, dan melalui pencatatan maka
masing-masing akan diberikan akta perkawinan.1

Perkembangan zaman yang terus berganti, berkembang dan semakin maju,


serta semakin besar pengaruh budaya barat dengan paham kebebasan, membawa
akibat terhadap perkembangan pola pergaulan anak muda zaman sekarang,dimana
norma hukum dan agama banyak yang terabaikan sehingga sering membawa
kepada hal-hal yang negatif, salah satunya adalah kehamilan yang terjadi di luar
perkawinan. Hamil sebelum menikah telah menjadi problematika dan kegelisahan
dalam masyarakat terutama pada orang tua yang bersangkutan, karena perbuatan
tersebut merupakan aib bagi keluarga. Salah satu hal yang penting tentang
keberadaan umat manusia di dunia adalah asal-usul anak yang dilahirkan, karena
asal-usul anak merupakan dasar untuk menunjukkan adanya hubungan nasab atau
hubungan hukum dengan ayahnya. Lahirnya seorang anak didahului oleh adanya

1
Lukman Hakim, “Kedudukan Anak Hasil ZIna Ditinjau Dari Hukum Islam dan Undang-Undang
N0. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, Jurnal : De Lega Lata , Volume 1, Nomor 2, Juli-
desember 2016. Hlm. 393
hubungan antara seorang laki-laki dengan perempuan, hubungan tersebut dapat
terjadi di dalam suatu ikatan perkawinan yang sah, tetapi hubungan itu dapat pula
terjadi berdasarkan hubungan biologis semata tanpa ikatan perkawinan yang sah
atau dapat disebut dengan zina. Hukum membedakan antara keturunan yang sah
dan keturunan yang tidak sah didasarkan atas adanya perkawinan yang sah atau
tidak.

Sebuah perkawinan yang sah terdapat anak yang tumbuh dan dilahirkan
sepanjang perkawinan disebut sebagai anak-anak sah dan ada anak-anak yang
tumbuh dan dilahirkan di luar perkawinan disebut anak-anak yang tidak sah. Anak
yang tumbuh atau dilahirkan sepanjang perkawinan orang tuanya disebut anak sah,
di mana ia secara otomatis akan mempunyai nasab dengan kedua orang tuanya.
Hubungan nasab tersebut nantinya akan melahirkan hubungan hokum antara orang
tua dan anak. Keturunan (anak-anak) sah tersebut dapat dibuktikan dengan akta
kelahiran mereka yang telah dibukukan dalam Kantor Catatan Sipil, yang di
dalamnya tersebut nama kedua orang tuanya. Anak yang dilahirkan dari orang
tuanya yang tidak terikat dalam suatu perkawinan disebut anak yang tidak sah atau
anak-anak luar nikah. Secara biologis anak tersebut memang mempunyai hubungan
darah dengan kedua orang tuanya, tetapi yang menjadi masalah adalah apakah anak
tersebut juga mempunyai hubungan hukum dengan kedua orang tuanya. Ketentuan
yang membedakan anak sah dan anak luar kawin terkadang dirasakan kurang adil,
karena anak-anak yang lahir ke dunia sama sekali tidak mempunyai dosa.
Seringkali anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau zina mendapat pandangan
negatif dari masyarakat yang terbawa dalam kehidupan sehari-hari anak tersebut,
baik dalam lingkungan masyarakat ataupun keluarganya sendiri.Keberadaan anak
luar nikah atau zina, telah menyebabkan banyak keluarga yang merasa malu dan
merasa terbebani dengan kehadiran anak luar nikah atau zina, sehingga sering kali
menyebabkan anak yang lahir di luar nikah atau zina diperlakukan secara tidak adil
oleh orang tua biologisnya.

Dalam kasus lain terdapat pula istilah yang familiar dengan Anak Adopsi.
Anak adopsi adalah anak yang hak nya dialihkan dari lingkungan kekuasaan orang
tua, wali, yang sah, orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan
dan membesarkana nak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua
angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.2 Anak adopsi mendapat
kedudukan istimewa di Indonesia, kedudukannya dipersamakan dengan anak
kandung dalam suatu keluarga, sehingga apabila orang tua angkatnya meninggal
dunia maka ia dapat menjadi ahli waris satu-satunya atau paling tidak dapat
memahjubkan saudara-saudara kandung pewaris. Hal ini dapat terlihat dalam
yurisprudensi pengadilan negri dan mahkamah agung RI. Pengukuhan anak adopsi
berdasarkan Hukum Islam secara akademis telah dikomentari oleh para hukum
islam di Indonesia dan membatasinya dengan “anak” sebatas pemeliharaan,
pendidikan, pengayoman, dan hak-hak anak pada umumnya, tidak boleh
memperlakukan atau mendudukannya seperti anak sendiri.3

Pengadopsian anak merupakan suatu lembaga hukum yang belum diatur


dalam undang-undang yang berlaku secara umum, sehingga sering merugikan anak
adopsi tersebut. Oleh karena itu, masalah hak waris anak adopsi perlu mendapat
pehatian dalam rangka membangun hukum nasional. Dengan kata lain, harus dicari
titik temu, sehingga kedudukan anak adopsi tersebut dilindungi oleh hukum.
Pengadopsian anak tidak terbatas dilakukan oleh orang-orang yang telah kawin atau
yang seudah berkeluarga, namun dapat dilakukan juga oleh orang-orang yang
belum kawin atau yang belum berkeluarga.

B. Pengertian Anak Zina dan Anak Adopsi

1. Anak Zina (Anak yang lahir tanpa perkawinan)

Anak zina adalah anak yang lahir akibat hubungan biologis antara
laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan. Meskipun terlahir

2
Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang pelaksanaan
Pengangkatan Anak
3
Habiburrohman, rekonstruksi Hukum kewarisan Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2011,
hlm.75
sebagai anak zina, ia tetap di lahirkan dalam keadaan suci dan tidak membawa dosa
turunan. Namun demikian anak hasil zina tetap tidak mempunyai hubungan nasab
dengan laki-laki yang menzinai ibunya, ia hanya menasabkan dengan ibu yang
melahirkannya, sabda Nabi SAW. Yang artinya “Nabi SAW bersabda tentang anak
hasil zina : Bagi keluarga Ibunya …” (HR.Abu Dawud). Dalam Hadits yang lain
Nabi SAW juga menyatakan tidak adanya hubungan kewarisan antara anak hasil
zina dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya, antara lain yang artinya:
“Dari ‘Amr Ibn Syuaib ra dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW
bersabda: “setiap orang yang menzinai perempuan baik merdeka maupun budak,
maka anaknya adalah anak hasil zina, tidak mewarisi dan tidak mewariskan”. (HR.
At-Turmudzi).

Pengertian anak zina atau anak luar nikah dalam Kompilasi Hukum Islam
adalah anak yang dibenihkan atau dilahirkan diluar pernikahan yang sah menurut
ajaran agama. Akad nikah yang sah antara ayah dan ibu lah yang menentukan
apakah anak tersebut termasuk anak zina ataukah anak sah mereka.

2. Anak Adopsi

Pengangkatan Anak secara Etimologi Pengangkatan anak disebut juga


dengan istilah lain yaitu adopsi. Adopsi berasal dari kata “adoptie” (bahasa
Belanda) yang artinya pengangkatan seorang anak untuk dijadikan sebagai anak
sendiri. Sedangkan menurut bahasa Inggris yaitu “adoption” yang berarti
pengangkatan anak atau mengangkat anak. Pengertian anak adopsi dalam
perundang-undangan Republik Indonesia dapat ditemukan dalam pasal 1 angka
9 UU RI Nomor 23 tahun 20222 tentang perlingungan anak. UU tersebut
memberikan pengertian bahwa yang dimaksud anak adopsi atau anak angkat
adalah anak yang hak nya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang
tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan,
pendidikan dan membesarkan anak terebut, dalam lingkungan keluarga orang
tua angkatnya atau penetapan pengadilan.4

4
Musthofa Sy. Op.Cit, Hlm.16
Pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam adalah pengangkatan anak
yang bersumber pada al-qur’an dan sunnah serta hasil ijtihad yang berlaku di
Indonesia yang diformulasikan dalam berbagai produk pemikiran hukum islam,
baik dalam bentuk fikih, fatwa, putusan pengadilan, maupun peraturan
perundang-undangan, termasuk di dalamnya kompilasi hukum islam.
Kompilasi hukum islam sebagai pedoman hukum materil peradilan agama
memberikan pengertian anak angkat dalam pasal 171 huruf (h) bahwa anak
angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari,
biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggungjawab dari orang tua asal
kepada orangtua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.5

C. Status Anak Zina dalam Perwalian dan Kewarisan

1. ) Status Anak Zina Dalam Perwalian

Apabila dalam suatu kasus bahwa anak lahir dari perbuatan zina atau
diluar perkawinan anak tersebut adalah perempuan, dan setelah dewasa anak tersbut
menikah, maka ayah atau bapak biologisnya tersebut tidak berhak atau tidak sah
untuk menikahinya (menjadi wali nikah), karena laki-laki tersebut sama sekali tidak
memiliki hubungan nasab dengan anak zinanya. Adapun jika anak tersebut hendak
melangsungkan pernikahan maka wali nikah yang bersangkutan adalah wali hakim.
Menurut Imam Malik, Syafi’I dan Hanbal, nahwa tidak sah perkawinannya yang
diwalikannya oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, perlindungan hukum atas anak
zina (kepala KUA) lah yang menjadi walinya, karena sesua dengan Hadis Nabi
SAW. 6 yang artinya “Penguasa adalah wali nikah bagi perempuan yang tidak
memiliki wali nikah”. (HR. Abu Dawud).

2. ) Status Anak Zina dalam Kewarisan

Pembagian harta waris anak di luar nikah menurut madzhab fikih


adalah sebagai berikut:

5
Musthofa Sy, Op.Cit, hlm.21
6
Siti Nurbaeti, Jurnal Holistic al-hadis, Vol.4. No. 2 (July-Desember) 2018. hlm. 122
a. Menurut imam Abu Hanifah, Menegaskan status sh nya anak zina di nasabkan
pada bapak biologisnya apabila kedua pezina itu menikah sebelum anak lahir.
Dalam kewarisan anak luar nikah menurut menurut madzhab hanafiyah adalah
sama dengan anak mula’anah yaitu tidak memiliki bapak dalam kewarisan, dalam
sebuah hadis disebutkan bahwa nabi SAW menghubungkan anak mul’anah dengan
ibunya, dan tiodak memiliki hubungan kerabat dengan pihak bapak, maka hanya
diwajibkan yang darinya adalah dari pihak kerabat ibunya dan mereka mewariskan
kepadanya.

b. Menurut madzhab Imam Malik, yaitu: dalam warisan anak diluar nikah terhadap
ayah biologisnya tidak mendapatkan warisan, karena tidak terhubung dengan laki-
laki yang menghamili perempuan yang melahirkan anak tersebut, tetapi ia bisa
mendapatkan warisan dari ibunya. Anak hasil zina tidak mendapatkan warisan dari
harta peninggalan bapak biologisnya dengan alasan tidak ada hubungan nasab.

c. Menurut Imam Syafi’i : hukum kewarisan anak luar nikah sama dengan anak
mula’anah yaitu tidak saling menghargai bapak biologi dan anak yang disebabkan
oleh terputusnya nasab, serta ahli keluarga pihak bapak biologi, yaitu ayah, ibu, dan
anak dari bapak biologi. Anak tersebut hanya menghargai dari pihak ibu, dan
keluarga ibunya. Dalam pengakuan nasab atas kewarisan, imam syafi’I
mengizinkan pewarisan yaitu dari pihak bapak biologi mengakui nasabnya namun
dengan syarat, anak tersbeut dapat memperoleh harta warisan atau diakui oleh
semua ahli waris, danya orang yang mengakui (mustalhiq) anak yang meninggal
(pewaris), tidak diketahui kemugnkinan nasab selain dari si pewaris, dan pihak
(mustalhiq) yang membenarkan anak tersbeut adalah yang berakal dan telah baligh.

d. Menurut Madzhab Ahmad ibn Hanbal yaitu: pembagian harta waris anak diluar
nikah tidak mendapatkan warisan dari bapaknya, karena tidak berhubung dengan
laki-laki yang telah menzinai ibunya, tetapi ia bisa mendapatkan warisan dari
ibunya.7

7
Asep Gunawa, Skipsi: “Pembagian harta waris anak diluar nikah dalam perspektif madzhab
fikih”, 2018, IAIN Metro
Keempat imam madzhab tersebut berpendapat sama bahwa anak tersebut
dapat mewarisidari ibunya dan kerabat ibunya, dan ibu serta kerabat ibunya pun
dapat mewarisi darinya. Anak yang lahir dari akibat perzinahan tidak memiliki hak
mendapatkan warisan dari seorang ayah yang menghamili ibunya. Akan tetapi anak
di zina itu hanya mempunyai hubungan saling mewarisi dengan ibunya dan pihak
ibunya.8

D. Status Hukum Anak Adopsi dalam Perwalian dan Kewarisan

Dalam hukum islam, pengankatan anak tidak membawa akibat


hukum dalam hala hubungan darah, hubungan wali me wali dan hubungan waris
mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua
kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya. Menurut
hukum islam pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan apabila memenuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua
biologis dan keluarga

2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua angkat,
melainkan tetap sebagai pewaris dari orang tua kandungnya, demikian juga orang
tua angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari anak angkatnya.

3. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya secara
langsung kecuali sebagai sekedar pengenal atau alamat.

4. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perwakinan terhadap
anak angkatnya .

Dalam hukum kewarisan, anak angkat tidak masuk dalam ahli waris, karena
secara biologis tidak ada hubungan kekeluargaan antara anak angkat dengan
orangtua angkatnya kecuali anak angkat itu diambil dari keluarga orangtua
angkatnya. Karena bukan ahli waris maka anak angkat tidak mendapatkan bagian

8
Amin Husein Nasution, “Hukum Kewarisan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2021). hlm. 191
sebagai ahli waris dari warisan orang tua angkatnya. Walaupun tidak mendapatkan
warisan dari orang tua angkatnya, akan tetapi anak angkat dapat mendapat wasiat
wajibat untuk mendapatkan harta warisan orang tua angkatnya. Hal ini dinyatakan
sebagaimana oleh KHI dalam pasal 209 ayat a “terhadap anak angkat yang tidak
menerima asiat maka ddiberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
warisan orang tua angkatnya.”.9

Terkait dengan masalah wasiat wajibah atau hibah yang diberikan kepada
anak angkat yang besarnya maksimal 1/3 bagian, sebenarnya orang tua angkat
dengan para ahli warisnya bisa saja memberikan kepada anak angkat tersebut
berupa harta melebihi 1/3 bagian asalkan ada kesepakatan dari para ahli waris dan
kesepakatan tersebut dibuat dan dicatat di depan notaris, hal ini juga sejalan dengan
bunyi pasal 138 KHI yang berbunyi: “Para ahli waris dapat sepakat melakukan
perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari
bagiannya.”. Menurut hukum islam anak angkat tidak diakui untuk dijadikan
sebagai dasar dan sebab mewaris, karena prisip pokok dalam kewarisan adalah
hubungan darah atau arham.10

9
http://www.pa-jakartatimur.go.id/beritapengadilan/332-anak-angkt-dan-sengketa-
waris#:.~.:text=dalam%20hukum%20kewarisan%20anak%20angkat,diambil%20dari%20keluarga
%20orangtua%20angkatnya
10
Jurnal Hukum Diktum, Vol.14, No.2, Desember 2016. hlm1.188
E. Kesimpulan

Pengertian anak zina atau anak luar nikah dalam Kompilasi Hukum Islam
adalah anak yang dibenihkan atau dilahirkan diluar pernikahan yang sah menurut
ajaran agama. Akad nikah yang sah antara ayah dan ibu lah yang menentukan
apakah anak tersebut termasuk anak zina ataukah anak sah mereka. Kemudian yang
dimaksud dengan anak adopsi atau anak angkat adalah anak yang hak nya dialihkan
dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak terebut,
dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya atau penetapan pengadilan.
Berkaitan dengan status hukum anak zina dan adopsi dalam perwalian dan
kewarisan banyak para ulama dan tokoh yang mengemukakan pendapatnya terkait
hal demikian, seperti dalam status hukum anak zinan dalam kewarisan yang
terdapat beberapa pandangan dari 4 Imam madzhab.
DAFTAR PUSTAKA

Hakim Lukman, “Kedudukan Anak Hasil ZIna Ditinjau Dari Hukum Islam dan
Undang-Undang N0. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, Jurnal :
De Lega Lata , Volume 1, Nomor 2, Juli-desember 2016. Hlm. 393
Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang
pelaksanaan Pengangkatan Anak
Habiburrohman, rekonstruksi Hukum kewarisan Islam di Indonesia, Kencana,
Jakarta, 2011, hlm.75

Musthofa Sy. Op.Cit, Hlm.16

Siti Nurbaeti, Jurnal Holistic al-hadis, Vol.4. No. 2 (July-Desember) 2018. hlm.
122
Asep Gunawa, Skipsi: “Pembagian harta waris anak diluar nikah dalam perspektif
madzhab fikih”, 2018, IAIN Metro
Amin Husein Nasution, “Hukum Kewarisan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2021). hlm. 191
Jurnal Hukum Diktum, Vol.14, No.2, Desember 2016. hlm1.188
http://www.pa-jakartatimur.go.id/beritapengadilan/332-anak-angkt-dan-sengketa-
waris#:.~.:text=dalam%20hukum%20kewarisan%20anak%20angkat,diambil%20
dari%20keluarga%20orangtua%20angkatnya

Anda mungkin juga menyukai