Anda di halaman 1dari 5

Abdul Aziz Toyib

K1C017003
Fisika

STATUS ANAK DILUAR NIKAH MENURUT ISLAM DAN HUKUM


PERDATA INDONESIA

Tak jarang anak yang lahir diluar nikah mendapat julukan mengerikan dari
masyarakat yakni “anak haram”. Lalu dosa apa anak yang lahir dari hubungan terlarang,
mengapa anak yang menjadi korban? Kedua orang tuanya melakukan perbuatan
terlarang dan dosa. Tapi sejatinya Anak yang terlahir diluar nikah tak membuat status
anak disisi Allah berubah. Sebab anak yang terlahir didunia ini tidak menanggung
beban kedua orang tuanya, dia terlahir sesuai fitrahnya. Rasulullah SAW bersabda “
setiap yang dilahirkan terlahir diatas fitrah, maka kedua ibu bapaknyalah yang
menjadikannya sebagai yahudi, dan menjadikannya sebagai nasrani atau majusi” (HR.
Bukhori). Kalimat terlair diatas fitrah dalam hadist ini dimaknai Imam Bukhori dalam
syarah Shohih Muslim adalah bahwa setiap anak yang baru lahir siap menerima islam.
Oleh karena itu, tidak ada perbedaan bayi yang terlahir dari hubungan diluar nikah dan
dari pernikahan halal. Keduanya adalah hamba Allah yang ketika ‘akil baligh wajib
menjalankan syari’at islam.

Islam melarang hubungan diluar nikah. Larangan ini ditetapkan berbeda dengan
dosa lain seperti membunuh, mabuk, mencuri yang larangannya ditetapkan langsung ke
objek perbuatannya. Sedangkan larangan diluar nikah Allah melarangnya dengan kata
yang tidak langsung ke objeknya, yaitu dengan cara melarang dengan mendekatinya.
Secara logika mendekatinya saja sudah dosa apalagi melakukannya. Hal ini dilakukan
sebagai antisipasi agar perbuatan ini tidak dilakukan karna sudah barang tentu jika
terjadi akan mengakibatkan lahirnya anak diluar nikah. Terlahirnya anak diluar nikah
bukan kehendak dan kemauan anak. Jika ditelusuri lebih lanjut siapakah yang
bertanggung jawab jelaslah ibu dan bapak kandungnya sehingga anak diluar nikah
tidaklah menanggung dosa dari perbuatan zina yang dilakukan oleh kedua orangtuanya
dan berarti bahwa islam tidak berlaku dosa keturunan.
Kasus kelahiran yang terjadi diluar nikah banyak sekali terjadi di masyarakat,
kasus semacam ini seringkali disikapi dengan pertanggung jawaban pihak laki-laki
sehingga pihak perempuan secara langsung meminta pertanggung jawaban kepihak laki-
laki untuk dilakukan pernikahan terkadang juga laki-laki yang menodainya atau pria
yang lain dengan pertimbangan agar anak dalam kandungan memiliki bapak saat
dilakukan.

Menurut mayoritas ulama fiqih, wanita yang hamil diluar nikah boleh menikah
dengan laki-laki yang mekukan perbuatan itu, akan tetapi kebolehan ini terikat oleh dua
syarat:
1. Kedua calon mempelai itu harus terlebih dahulu melakukan taubat, menyesali
perbuatan yang telah dilakukannya, tidak melakukan perbuatan seperti itu lagi
dan menjauhinya dan apabila tidak taubat maka tidak sah nikahnya. Pendapat ini
di tentang oleh Imam Syafi’i bahwa beliau beranggapan taubat bukanlah syarat
sah tidaknya sebuah pernikahan. Namun lebih baik untuk berhati-hati sehingga
sepasang mempelai untuk taubat terlebih dahulu.
2. Setelah pasangan mempelai ini menikah, maka wanita yang hamil tersebut harus
terlebih dahulu melakukan istibra yaitu memastikan rahimnya bersih dari janin,
ini bisa dilakukan dengan cara menunggu datangnya haid atau menunggu sampai
melahirkan.

Jika dua hal diatas sudah dilakukan maka pasangan tersebut boleh bisa
berhubungan sebagaimana suami isteri. Sebagaimana nabi bersabda “ wanita yang
tengah hamil yidak boleh disetubuhi sampai ia melahirkan dan tidak boleh disetubuhi
sampai ia haid” (HR. Abu dawud).

Lalu bagai mana dengan nasan anak diluar nikah?. Nasab merupakan hal yang
penting bagi manusia. Nabi Muhammad SAW bersabda “Siapa saja yang
menghubungkan nasabnya kepada selain bapaknya sendiri, padahal ia mengetahui (itu
bukan bapaknya), maka surga haram hukumnya.” (HR. Bukhori). Atas dasar inilah
maka dosa besar jika seorang anak menisbatkan dirinya atau menghubungkan darahnya
kepada selain bapak kandungnya. Hal ini menggambarkan betapa tegasnya syari’at
dalam persoalan nasab seseorang. Bahkan menjaga nasab merupakan salah satu
perhatian dalam islam.

Nasab anak yang lahir diluar nikah tetap memiliki garis nasabnya sendiri, namun
yang menjadi masalah ialah kepada siapakah anak ini dihubungkan atau dinasabkan.
Apakah kepada ayah biologisnya atau kepada ibu?. Empat madzhab dalam islam yakni
Syafi’i, Maliki, Hanafi, dan Hambali menyepakati bahwa anak yang lahir dari hubungan
diluar nikah nasabnya dinisbatkan kepada ibunya bukan kepada bapaknya (biologis
maupun tidak). Dalam hadist nabi Muhammad SAW bersabda “ Anak dari hasil zina
adalah untuk keluarga ibunya” (HR. Abu Dawud).

Mayoritas ulama madzhab juga merujuk hadits lain sebagai penguat yakni “
Anak itu untuk pemilik ranjang, sedangkan pezina tercegah baginya hak anak” (HR.
Bukhori). Berdasarkan hadits tersebut Imam Nawawi berpendapat bahwa apabila
seseorang mempunyai istri yang sah maka istri menjadi ranjang suami, apabila terjadi
kelahiran dalam batas waktu yang memungkinkan untuk memiliki anak atau sekitar
enam bulan dari awal pernikahan maka anak itu dihubungkan ke pemilik ranjang yaitu
suaminya. Sedangkan nasab anak diluar nikah seharusnya menjadi tanggapan serius
karena akan berdampak pada masalah-masalah lain, misalnya anak diluar nikah tidak
akan mendapat warisan dari bapaknya yang menodai ibunya diluar nikah dan demikian
pula sebaliknya yaitu bapak dari anak diluar nikah tidak mendapat warisan dari anak
dari anaknya.

Ketika anak diluar nikah tersebut dewasa dan tiba waktunya untuk menikah
maka ia tidak mendapatkan wali nikah dari bapak biologisnya dan tidak juga dari pihak
ibunya. Para ulama berbicara masalah ini bahwa anak yang lahir diluar nikah mendapat
masalah hak masalah warisan hanya dari ibunya tapi tidak mendapat hak dalam
perwalian dan hal seperti ini menunjukkan bahwa anak diluar nikah tidak ada hubungan
apa-apa dengan bapak biologisnya sendiri. Sehingga para ulama sepakat bahwa yang
menjadi walinya ialah dalam hal ini yakni pemerintah atau di Indonesia biasanya di
wakilkan oleh KUA.

Lalu bagaimanakah dalam hukum perdata yang ada di indonesia. Menurut UU


perkawinan terdapat 5 jenis anak yakni :

1. Anak sah, yaitu anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang sah.
2. Anak angkat, tertuang dalam UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan
anak. Sseorang boleh mengangkat anak untuk kepentingan terbaik anak
sesuai dengan kebiasaan setempat dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Anak luar kawin/nikah, yaitu anak yang dilahirkan bukan dari sebuah
perkawinan yang sah. Anak luar kawin dapat di bedakan menjadi anak luar
kawin yang diakui dan tidak diakui. Anak luar kawin yang dapat diakui
sahnya badalah hubungan laki-laki dan perempuan yang belum kawin atau
tidak sedarah.
4. Anak sumbang dan anak zina, anak zina alah anak yang dilahirkan dari
hubungan luar nikah seseorang laki-laki dan perempuan dimana salah satu
diantara keduanya terikat perkawinan dengan orang lain.
5. Anak asuh, yaitu anak yang diasuh oleh seseorang, lembaga untuk diberikan
bimbingan, perawatan, kesehatan dan pendidikan karena orang tuanya tidak
mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.

Dari pembagian lima jenis anak diatas anak di luar nikah masuk pada kategori
anak luar kawin. Pencatatan perkawinan dilakukan oleh pegawai pencatatan nikah dari
KUA untuk mereka yang beragama islam. Jadi jika perkawinan tidak tercatat di KUA
dan kantor catatan sipil, maka perkawian tersebut tidak sah menurut hukum negara.
Sehingga anak yang lahir itu hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya. Hal
ini bermasalah bagi anak karena bukan tergolong sebagai anak sah yang dimata hukum
karena hanya memiliki hubungan dengan ibunya. Anak luar nikah tidak akan
memperoleh hak yang menjadi kewajiban ayahnya.

menurut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 46/PUU/IX/2011 yang


merubah pasal 43 ayat (1) undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang anak yang
dilahirkan diluar nikah dari bunyi asal “ anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya” menjadi “ anak
yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya
dan keluarga ibunya, serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan ayahnya”.

Anak luar nikah dapat memperoleh hubungan perdata dengan ayahnya dengan
cara memberi pengakuan terhadap anak luar nikah. Menurut pasal 280 dan pasal 281
KUHP menegaskan bahwa dengan pengakuan terhadap anak diluar nikah terlahirlah
hubungan perdata antara anak itu. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa status
keperdataan anak diluar nikah ialah mengikuti ibu (akta kelahiran dan status dalam
negara) akan tetapi bapak biologis juga berkewajiban bertanggung jawab atas anaknya
tersebuut.

Wallahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai