Anda di halaman 1dari 15

SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO.

XX, XX e-ISSN : 2621-7007

Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung menurut Hukum Perdata dan
Hukum Islam

Ibra Asa Sunakalis1, Agatha Alexandra Christabel Panjaitan2, Rahma Nur


Khalimatusa’diah3
1,2,3
Universitas Singaperbangsa Karawang; info@unsika.ac.id
1
Jurusan Hukum, Ilmu Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang
2
Jurusan Hukum, Ilmu Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang
3
Jurusan Hukum, Ilmu Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

e-mail: *1ibraasasnkls@gmail.com, 2agatha.panjaitan02@gmail.com,


3
rahmanurrrrr@gmail.com

Abstrak
Perkawinan adalah suatu lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri yang memiliki tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Suatu pernikahan tentunya kehadiran seorang anak
sungguh berarti, tanpa adanya anak dapat menimbulkan suatu ketimpangan dalam keluarga
tersebut. Tidak semua orang yang melangsungkan pernikahan yang sudah berlangsung lama
dapat memperoleh keturunan. Pada era modern saat ini, program bayi tabung menjadi jalan
alternatif bagi sebuah keluarga yang menginginkan keturunan karena mengalami kelainan fisik
entah pada suami ataupun istri. Program bayi tabung merupakan program pembuahan atau
mempertemukan sel sperma dan sel telur di luar rahim, keduanya dipertemukan di dalam tabung
dan nantinya akan ditransplantasikan kembali ke rahim.
Berbicara mengenai hak waris anak hasil bayi tabung menurut KUHPer dan Hukum
Islam, jika anak hasil bayi tabung benihnya berasal dari pasangan suami istri akan dianggap
sebagai anak yang sah, sedangkan anak yang benihnya berasal dari donor akan dianggap sebagai
anak zina. Hal ini juga berlaku mengenai ibu pengganti atau surrogate mother. Anak yang sah
berhak dalam menerima hak waris orang tua kandungnya, sedangkan anak yang tidak sah, tidak
berhak dalam menerima hak waris orang tuanya (ayah yuridis) karena ia hanya memiliki
keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya saja.

Kata Kunci: Perkawinan, Program Bayi Tabung, Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Islam.

Abstract
Marriage is an inner and outer relationship between a man and a woman as husband
and wife whose aim is to form a happy and eternal family based on the belief in the Almighty
God. In a marriage, of course, the presence of a child is very meaningful, without children it
can create inequality in the family. Not everyone who has a long-standing marriage can have
children. In today's modern era, the IVF program has become an alternative route for a family
who wants offspring because of physical abnormalities in either the husband or wife. The IVF
program is a fertilization program or bringing together sperm cells and egg cells outside the
uterus, both of which are met in a tube and will later be transplanted back into the uterus.

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 1
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007

Talking about the inheritance rights of children resulting from IVF according to the
Civil Code and Islamic Law, if a child resulting from IVF comes from a husband and wife, it
will be considered a legitimate child, while a child whose seeds come from a donor will be
considered an adulterous child. This also applies to surrogate mothers. A legitimate child has
the right to receive the inheritance rights of his biological parents, while an illegitimate child
has no right to receive the inheritance rights of his parents (juridical father) because he only
has civil rights with his mother and his mother's family.

Keywords: Marriage, IVF Program, Inheritance Rights of Children Results from IVF, Civil
Code, Islamic Law.

1. PENDAHULUAN

Pengertian Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974


(UU Nomor 1 Tahun 1974) tentang Perkawinan, “Perkawinan adalah suatu lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri yang mempunyai tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.” Perkawinan harus berlandaskan rasa saling cinta dan kasih sayang
antara suami dengan istri, diharapkan berjalan dengan baik, kekal, dan abadi dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti yang dirumuskan dalam Pasal 1
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Oleh karena itu, perkawinan mempunyai
hubungan erat dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan tidak hanya mempunyai
unsur lahir/jasmani, namun juga unsur batin yang mempunyai peranan yang sangat
penting.
Pengertian dari Perkawinan menurut Islam yang dikutip oleh M. Idris Ramulyo
mengatakan “Perkawinan menurut Islam ialah suatu perjanjian yang suci, kuat, dan
kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, aman
tentram, dan kekah.” Perkawinan merupakan suatu hal yang wajar dalam kehidupan
suatu mahluk hidup, termasuk juga di dalamnya adalah manusia. Perjalanan hidup
manusia, terdapat siklus kehidupan. Siklus tersebut dimulai dengan adanya proses
kelahiran seseorang, lalu masa kanak-kanak, masa dewasa, masa perkawinan, masa tua,
dan juga saat akhirnya meninggal dunia. Perkawinan adalah poros dari siklus tersebut.
Kehadiran seorang anak sungguh berarti dalam suatu keluarga. Dengan tanpa
adanya anak, hal ini dapat mendatangkan ketimpangan dalam keluarga tersebut. Ada
pula laki-laki yang berpoligami dan bahkan sampai menceraikan istrinya dengan
beralasan istri yang tidak mampu mengandung dan melahirkan seorang anak (mandul).
Namun tidak semua orang melangsungkan perkawinan akan memperoleh keturunan.
Maksud dari ini adalah ada suatu pernikahan yang telah berlangsung lama, namun
belum juga dikaruniai seorang keturunan satu pun. Jika hal tersebut terjadi, maka
pasangan suami istri yang bersangkutan akan berusaha dengan segala cara untuk
bagaimana mendapatkan keturunan. Cara yang dapat dilakukan di era modern pada saat
ini adalah dengan melalui program bayi tabung.
Dalam keadaan normal, kehamilan hanya dapat terjadi bila seorang wanita
mengadakan hubungan seksual dengan seorang laki-laki, dengan proses tersebut sel
sperma bertemu dengan sel telur (ovum), sehingga terjadi pembuahan. Kemudian

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 2
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007

terbentuklah embrio yang akan terus-menerus mengalami pertumbuhan sampai saat


kelahirannya. Jadi kehamilan perempuan harus didahului oleh hubungan seksual dengan
laki-laki. Saat ini sudah ditemukan penemuan baru bahwa embrio bisa terbentuk tanpa
adanya hubungan seksual antara perempuan dengan laki-laki. Penemuan ini dikenal
dengan istilah program bayi tabung, dengan kata lain perempuan bisa hamil tanpa harus
melakukan hubungan seksual dengan laki-laki, apabila perempuan tersebut menjalani
program bayi tabung.
Orang-orang melakukan program bayi tabung ini untuk mengatasi kesulitan
dalam terjadinya kehamilan. Pasangan suami istri yang telah bertahun-tahun lamanya
menikah, namun belum juga dikaruniai keturunan, mungkin disebabkan adanya hal
yang terdapat pada diri mereka (suami ataupun istri). Hal-hal tersebut antara lain:
1. Keadaan saluran indung telur pada istri tersumbat oleh daging atau lemak, sehingga
pada waktu coitus sperma dan ovum tidak dapat bertemu. Keadaan seperti ini tidak
mungkin akan terjadi kehamilan.
2. Keadaan batang penis suami yang terlalu kecil dan pendek sehingga penis tidak
mungkin dapat masuk ke dalam vagina pada saat melakukan hubungan seksual,
walaupun benihnya baik.
3. Keadaan batang penis suami yang terlalu besar, sehingga pada saat melakukan
hubungan seksual dapat mengakibatkan liang senggama robek atau rusak, sehingga
istri mengalami kesakitan.
4. Keadaan liang senggama istri yang terlalu sempit.
Penemuan program bayi tabung ini juga tidak luput dari orang-orang yang ingin
menyalahgunakannya, yaitu dengan adanya bank-bank sperma (donor sperma). Jadi
program bayi tabung dilakukan dengan mengambil sperma dari laki-laki lain. Dengan
demikian, ada tiga macam penyelenggaraan program bayi tabung, yaitu:
1. Bayi tabung di dalam rahim istri;
2. Bayi tabung di dalam rahim wanita lain;
3. Bayi tabung yang spermanya dari laki-laki lain.
Semua hal tersebut tentunya mengundang untuk timbulnya pertentangan.
Permasalahan-permasalahan yang terjadi di antaranya adalah:
1. Bagaimana pandangan Islam tentang bayi tabung, yaitu mengenai hukum
penyelenggaraannya dan status anak tersebut.
2. Kedudukan anak dalam pewarisan.
3. Bagaimana kedudukan anak hasil program bayi tabung dalam pewarisan menurut
hukum Islam.

2. METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif
adalah penelitian hukum yang dilakukan melalui studi kepustakaan atau bahan
sekunder. Penelitian hukum normatif juga disebut sebagai hukum akademik. Menurut
Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum normatif adalah proses pencarian kaidah
hukum, prinsip hukum, dan doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum.
Dalam penelitian jenis ini, hukum sering dikonseptualisasikan sehingga hal-hal yang

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 3
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007

tertulis dalam Undang-Undang dikonseptualisasikan sebagai aturan atau standar yang


berfungsi sebagai standar mengenai apa perilaku manusia yang dianggap tepat.

Pendekatan Masalah
Penulisan ini menggunakan Pendekatan Perundang-undangan (Statude
Approach). Pendekatan perundang-undangan adalah metode pemeriksaan dasar hukum
dan dokumen normatif, buku teks dan sumber resmi yang berkaitan mengenai
penelitian.

Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum


Teknik analisis yang digunakan dalam penulisan hukum normatif bersifat
preskriptif melalui metode interpretasi, harmonisasi, sistematisasi, dan penemuan
hukum. Permasalahan tersebut diatasi dengan menganalisis bahan hukum primer dan
sekunder dengan menggunakan metode deduktif, mengidentifikasi fakta-fakta hukum
terkait IVF (In Vitro Fertilization).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengertian Bayi Tabung


Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF)
adalah suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma
dan sel telur dalam suatu wadah khusus tanpa melalui senggama.
Penemuan program bayi tabung merupakan bukti dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pada dasarnya program bayi tabung bertujuan untuk
memberikan opsi baru bagi pasangan suami-isteri untuk mempunyai keturunan tanpa
harus melalui proses senggama. Sebagian pasangan suami-isteri akan merasa
diuntungkan karena tidak jarang ditemukan kelainan-kelainan yang membuat pasangan
suami istri tidak dapat melakukan hubungan badani untuk mendapatkan keturunan
secara alami. Misalnya saja terdapat kelainan pada saluran telur (tuba) isteri, radang
pada selaput lendir rahim (endometriosis), sperma suami kurang baik (oligospermia),
tidak dapat diterangkan sebabnya (unexplained infertility), dan adanya faktor
immunologic (faktor kekebalan). Program bayi tabung menjadi solusi yang baik dalam
menanggulangi permasalahan-permasalahan kesehatan organ reproduksi di atas,
sehingga pasangan suami istri sah yang telah hidup bertahun-tahun dalam ikatan
perkawinan dapat memiliki keturunan.

Macam-Macam Bayi Tabung


Jika ditinjau dari segi sperma dan ovum serta tempat embrio ditransplantasikan,
maka bayi tabung dapat dibagi, menjadi delapan jenis, yaitu:
1. Bayi tabung yang mrnggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri,
kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istri.
2. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum pasangan suami istri, lalu
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti (surrogate mother).
3. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami dan ovumnya berasal dari
donor, setelah embrio terbentuk lalu ditransplantasikan ke rahim istri.

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 4
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007

4. Bayi tabung yang menggunakan sperma donor, sedangkan ovumnya berasal dari
istri lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istri.
5. Bayi tanung yang mengguanakan sperma dari donor, sedangkan ovumnya berasal
dari istri lalu embrionya ditranspantasikan ke dalam rahim surrogate mother.
6. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami, sedangkan ovumnya berasal
dari donor, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim surrogate
mother.
7. Bayi tabung menggunakan sperma dan ovum dari donor, lalu embrionya
ditransplantasikan ke dalam rahim istri.
8. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum berasal dari donor, kemudian
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim surrogate mother.
Kedelapan jenis bayi tabung tersebut secara teknologis sudah dapat dilakukkan,
namun dalam kasus-kasus penggunaan teknologi bayi tabung baru mencangkup lima
jenis, antara lain: pertama, kedua, ketiga, keempat, dan ketujuh. Mengapa kelima jenis
ini bisa diterapkan, sementara jenis lain belum bisa diterapkan? Hal ini disebabkan
karena kondisi dari pasangan suami istri pada saat menginginkan anak memilih salah
satu dari kelima jenis tersebut, dan dalam pemilihannya tergantung pada faktor
penyebab infertilitas masing-masing.

Proses Bayi Tabung


Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF)
adalah suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma
dan sel telur dalam suatu wadah khusus tanpa melalui senggama (sexual intercourse).
Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran tuba. Dalam proses
bayi tabung atau IVF, sel telur yang sudah matang diambil dari indung telur lalu dibuahi
dengan sperma di dalam sebuah medium cairan. Setelah berhasil, embrio kecil yang
terjadi dimasukkan ke dalam rahim dengan harapan dapat berkembang menjadi bayi.
Proses yang berlangsung di laboratorium ini dilaksanakan sampai menghasilkan suatu
embrio yang akan ditempatkan pada rahim ibu. Embrio ini juga dapat disimpan dalam
bentuk beku dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan. Bayi tabung merupakan pilihan
untuk memperoleh keturunan bagi ibu-ibu yang memiliki gangguan pada saluran
tubanya. Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh indung
telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel
sperma yang akan membuahi. Jika terdapat gangguan pada saluran tuba maka proses ini
tidak akan berlangsung sebagaimana mestinya. Bayi tabung pertama lahir ke dunia ialah
Louise Brown. Ia lahir di Manchester, Inggris, 25 Juli 1978 atas pertolongan Dr. Robert
G. Edwards dan Patrick C. Steptoe. Sejak itu, klinik untuk bayi tabung berkembang
pesat. Teknik bayi tabung ini telah menjadi metode yang membantu.

Perspektif Hukum Positif Indonesia Penyelenggaraan Bayi Tabung


Melakukan berbagai upaya kehamilan di luar cara yang alamiah harus dilakukan
berdasarkan hukum, norma agama, standar moral, dan standar kesusilaan. Puskesmas
tertentu merupakan fasilitas kesehatan dengan staf dan peralatan yang ditunjuk
pemerintah dengan memenuhi kebutuhan perawatan kehamilan alami. Sampai saat ini
belum ada Undang-Undang mengenai bayi tabung di Indonesia. Pasal 250 KUHPer
mengatur apa yang dimaksud dengan anak yang telah menikah. Aanak sah merupakan

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 5
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007

semua anak yang telah lahir atau dibesarkan dalam perkawinan dan diperanakkan oleh
suaminya. Selain itu, mengacu dalam Pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974: “Anak sah adalah
anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah.” Pengertian
anak sah yang disebutkan dalam kedua Undang-Undang tersebut merupakan hasil dari
hubungan seksual yang alamiah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan,
dan laki-laki dengan perempuan itu terikat dalam perkawinan yang sah. Pasal 4 Ayat 2C
UU No. 1 Tahun 1974 mengatur mengenai yurisdiksi pengadilan yang memperbolehkan
suami melangsungkan lebih dari satu kali perkawinan jika istri memberikan izin dalam
melangsungkan pernikahan suami lebih dari satu kali apabila istri tidak mampu dalam
memberikan keturunan. Namun dengan adanya teknologi program bayi tabung,
masyarakat yang tercantum dalam Pasal 4 Ayat 2C UU No. 1 Tahun 1974 perlu
diadakan penyempurnaan. Oleh karena itu, setiap suami yang ingin bercerai
dikarenakan istri yang tidak mampu dalam memberikan keturunan secara alamiah
seperti kelainan fisik dalam bentuk sumbatan ganda atau endometriosis dapat meminta
petunjuk kepada hakim, ulama, dan orang tuanya.
Mengikuti program IVF yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan
suami istri, kemudian embrio dipindahkan ke rahim istri. Seperti inilah cara pasangan
yang tidak mampu dalam memperoleh keturunan dalam memiliki anak. Selain cara ini,
ada cara lain dalam memperoleh keturunan, yakni adopsi dengan mengangkat anak dan
mengakuinya sebagai anak yang sah. Jika metode IVF yang menggunakan sperma dan
ovum dari pasangan suami istri tidak berhasil dalam mendapatkan anak, satu-satunya
pilihan pasangan tersebut adalah perceraian. Sehingga dalam Pasal 4 Ayat 2C UU No. 1
Tahun 1974 yang berbunyi “Istri tidak dapat melahirkan keturunan”, dapat
disempurnakan menjadi “Istri tidak dapat melahirkan keturunan secara alamiah atau
melalui proses bayi tabung”. Jika pasangan suami istri berhasil dalam menjalani
program bayi tabung dengan menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri
itu sendiri, lalu memindahkan embrio ke dalam rahim istri tersebut dan mendapatkan
keturunan, maka anak tersebut dianggap sebagai anak yang sah dari pasangan suami
istri tersebut. Anak tersebut digolongkan sebagai anak yang sah jika sperma dan ovum
yang digunakan serta letak embrio yang dipindahkan ke dalam rahim istri tersebut,
dengan begitu dapat disimpulkan seperti berikut:
1. Anak tersebut secara biologis anak dari pasangan suami istri.
2. Anak tersebut dilahirkan oleh istri dari suami.
3. Orang tua anak tersebut terikat dalam perkawinan yang sah.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa anak yang lahir dengan proses bayi
tabung dengan menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri itu sendiri,
dan embrionya ditransplantasikan kepada istri, secara hukum dapat dianggap sebagai
anak kandung. Karena seorang anak lahir dalam perkawinan yang sah, maka sperma dan
ovum adalah dari pasangan suami istri tersebut. Intervensi teknis berfungsi dengan
eksklusif untuk mendukung pemupukan, dan pembuahan terjadi di dalam tabung kaca,
proses selanjutnya tetap berada di dalam rahim wanita.

Penyelenggaraan Bayi Tabung dengan Ketentuan Hukum Positif


Dasar hukum dilaksanakannya bayi tabung di Indonesia adalah Undang-Undang
Kesehatan No. 23 Tahun 1992. Undang-Undang ini menyatakan:

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 6
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007

1. Menurut Pasal 16 Ayat 1, kehamilan selain dengan cara yang wajar dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir dalam mendukung keturunan pasangan tersebut.
2. Hanya pasangan suami istri sah yang dapat mencoba kehamilan dengan cara lain
seperti apa yang disebutkan pada poin pertama:
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum pasangan suami istri tersebut ditanamkan
di dalam rahim istri, di mana ovum tersebut berasal.
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan
untuk itu.
c. Pada sarana kesehatan tertentu.
d. Persyaratan kehamilan di luar kehamilan tersebut pada Ayat 1 dan 2 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 16 menyatakan bahwa jika secara medis dapat dibuktikan
suami istri ternyata tidak dapat hamil secara alamiah, maka suami istri dapat
menggunakan obat-obatan dan teknologi pembuahan sebagai upaya terakhir dalam
menginduksi kehamilan di luar cara yang normal.
Di Indonesia, peraturan perundang-undangan tentang teknologi reproduksi
buatan adalah Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009, Pasal 127 Ayat 1, yang
menyatakan bahwa hanya pasangan suami istri sah yang dapat mencoba untuk
kehamilan kecuali dengan cara alamiah, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Hasil pembuahan sperma dan ovum pasangan tersebut ditanamkan di dalam rahim
istri yang merupakan tempat asal ovum tersebut.
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan.
3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 72/Menkes/II/1999 tentang
Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan yang meliputi ketentuan umum,
perizinan, pembinaan dan pengawasan, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Selain itu, Departemen Rumah Sakit Khusus dan Swasta Kementerian Republik
Indonesia menerbitkan Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah Sakit dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang berbunyi:
1. Pelayanan buatan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan ovum dan sperma
dari pasangan yang bersangkutan.
2. Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas,
sehingga kerangka pelayanan merupakan bagian dari keseluruhan manajemen
pelayanan infertilitas.
3. Tidak lebih dari tiga embrio yang mampu ditransfer ke dalam rahim pada saat yang
bersamaan, maksimal empat embrio yang dimungkinkan.
4. Dilarang melakukan penitipan pada wanita lain dalam bentuk apa pun.
5. Dilarang dalam memperjual belikan embrio, ovum, dan sperma.
6. Penciptaan embrio manusia hanya untuk tujuan penelitian adalah dilarang.
Penelitian terhadap embrio manusia atau sejenisnya hanya dapat dilakukan jika
tujuan penelitian dirumuskan dengan sangat jelas.
7. Penelitian atau penggunaan embrio manusia lebih dari 14 hari setelah pembuahan
adalah dilarang.
8. Sel telur atau ovum yang dibuahi dengan sperma manusia tidak dapat dibiakkan
secara in vitro selama lebih dari 14 hari (kecuali suhu sangat
rendah/cryopreservasi).

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 7
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007

Status Anak Hasil Bayi Tabung Perspektif Hukum Positif


IVF adalah singkatan dari In Vitro Fertilization yang mana artinya
menggabungkan sperma dan ovum di luar tubuh. Pada pembuahan, hasilnya
dikembalikan ke rahim istri atau embrio ditransplantasikan sehingga dapat tumbuh
menjadi janin seperti pada kehamilan normalnya. Ada tiga jenis IVF, yakni:
1. Inseminasi buatan dengan sperma suami;
2. Inseminasi buatan dengan sperma donor;
3. Inseminasi buatan dengan dititipkan ke wanita lain.
Dengan demikian, adapun beberapa tinjauan hukum perdata mengenai program
bayi tabung:
1. Jika sperma dan ovum berasal dari pasangan suami istri, maka dilakukan prosedur
di mana istri dan anak tersebut memiliki status fisik atau hukum dari pasangan
tersebut. Dalam IVF, transfer embrio kemudian ditanamkan di dalam rahim.
2. Namun, jika embrio ditanamkan dalam rahim istri setelah istri berpisah dari
pasangannya, maka status anak dari pasangan tersebut adalah sah jika anak tersebut
lahir 300 hari sebelum perceraian. Akan tetapi, jika anak tersebut lahir 300 hari
setelah perceraian, itu bukanlah anak hasil perkawinan mantan suami si istri, dan
istri juga tidak memiliki hubungan keperdataan dengan mantan suaminya.
3. Jika embrio ditanamkan di dalam rahim wanita lain yang memiliki suami, anak
tersebut memiliki status anak yang sah dari yang penghamil, bukan dari pasangan
yang memiliki benih.
4. Jika semua benih itu berasal dari orang lain, dan sperma atau ovumnya berasal dari
pasangan yang terikat pada suatu hubungan perkawinan yang sah, namun embrio
yang ditransplantasikan ke dalam rahim seorang perempuan yang terikat dalam
perkawinan, dan anak yang lahir memiliki status anak yang sah dari pasangan
suami istri tersebut, karena sudah dilahirkan dari rahim seorang perempuan yang
sudah terikat dalam perkawinan yang sah.
5. Jika embrio ditanamkan dalam rahim seorang gadis, maka anak tersebut berstatus
anak haram (di luar kawin), karena gadis tersebut belum menikah secara sah.
Hukum positif tidak memperbolehkan pemindahan embrio ke dalam rahim wanita
lain yang tidak terikat dalam hubungan perkawinan yang sah, karena bangsa
Indonesia tetap menjaga nilai-nilai budaya dan agama. Pemindahan embrio ke
dalam rahim wanita lain tidak diatur oleh Undang-Undang atau peraturan apa pun.

Kedudukan Kewarisan Anak Hasil Bayi Tabung Perspektif Hukum Positif


Hak waris anak yang lahir dari proses IVF (In Vitro Fertilization) dibagi
menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
1. Hak mewarisi anak yang lahir melalui bayi tabung dengan menggunakan sperma
suami.
2. Hak mewarisi anak yang diperoleh melalui bayi tabung dengan sperma donor.
3. Hak mewarisi anak hasil proses bayi tabung dengan perempuan lain (surrogate
mother).
Dalam hukum perdata kedudukan anak dalam hukum waris adalah yang paling
utama, pewarisan anak yang lahir melalui IVF (In Vitro Fertilization) tidak diatur secara
khusus, hanya pewarisan anak yang lahir secara alami, seperti pewarisan anak sah dan

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 8
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007

tidak sah. Kedudukan seorang anak dalam hal pewarisan diatur dalam Pasal 852
KUHPer. Sebelumnya telah ditetapkan bahwa status anak yang lahir melalui proses bayi
tabung dengan menggunakan sperma suami adalah anak yang sah sebagai akibat
perkawinan yang sah, sekalipun pembuahan itu dilakukan dengan cara yang tidak alami.
Anak jenis ini bisa disamakan dengan anak kandung. Anak kandung berhak dalam
mewarisi dari orang tua kandungnya jika orang tuanya (ahli waris) telah meninggal
dunia (Pasal 830 KUHPer). Bagian yang diterima ahli waris bagi laki-laki dan
perempuan adalah sama dan tidak berbeda antara anak pertama dan anak kedua.
Status hukum anak yang lahir dengan proses bayi tabung dengan sperma donor
dan ovum dari istri, yang kemudian ditransplantasikan ke dalam rahim istri dapat
dibedakan menjadi dua jenis anak, yaitu:
1. Anak sah dengan pengakuan pada saat izin suami untuk menggunakan sperma
donor didapat.
2. Jika sperma donor digunakan tanpa persetujuan suami, maka anak tersebut
berstatus anak hasil zina.
Menurut Hukum Perdata pada Pasal 280 KUHPer, pengakuan seorang anak
menimbulkan hubungan hukum perdata antara anak dengan Bapak atau Ibu yang
mengakuinya. Dengan kata lain, pengakuan seorang anak memberikan anak status
sebagai anak sah dengan konsekuensi hak dan tanggung jawab seperti menerima surat
nikah, pembayaran tunjangan anak, hak orang tua, hak untuk menggunakan nama
keluarga orang tua yang mereka kenal untuk mewarisi, dan lain-lain. Dengan
pengakuan, anak yang sah memiliki hak untuk mewarisi, sedangkan anak yang
mengalami zina tidak dapat hak waris dari orang tuanya yang sah dan hanya berhak
dalam mendapat nafkah menurut Pasal 867 Ayat 1 KUHPer.
Menurut KUHPer, anak yang lahir dari sperma dan ovum pasangan suami istri
yang embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti (surrogate mother),
secara hukum diklasifikasikan sebagai anak angkat. Menurut hukum adat, status anak
yang lahir dari ibu pengganti sesuai dengan terminologi yang sama dengan status ibu
pengganti. Orang yang mengasuh dan mebesarkan anak angkat, maka ibu angkat berhak
menerima gaji dari orang tua yang mengangkat anak tersebut. Oleh karena itu, orang tua
kepada anak yang dititipkan harus bertanggung jawab sepenuhnya atas pemeliharaan
dan pendidikan anak tersebut, sehingga dengan begitu anak tersebut memperoleh hak
waris dengan sendirinya dari orang tua kandung yang menitipkannya. Hak waris anak
yang lahir dengan proses IVF (In Vitro Fertilization) dibagi menjadi tiga, yakni:
1. Hak waris anak yang lahir sebagai hasil dari proses bayi tabung dengan sperma
suami, status anak jenis ini disebut sebagai anak sah dan dapat disamakan dengan
anak kandung yang berhak dalam mewarisi orang tua kandungnya yang apabila
orang tuanya (sebagai ahli waris) telah meninggal dunia (Pasal 830 KUHPer).
2. Hak waris anak yang dilahirkan melalui IVF (In Vitro Fertilization) dengan
menggunakan sperma donor, kedudukan anak dalam perkawinan apabila sebagai
akibat pengakuan itu berhak dalam warisan dari orang tua yang mengakuinya
(Pasal 280 KUHPer). Seorang anak yang telah lahir dari hasil perzinaan tidak
berhak dalam menerima warisan dari orang tuanya yang sah, tetapi berhak dalam
menerima nafkah sebagai kebutuhannya (Pasal 867 Ayat 1 KUHPer).
3. Hak mewarisi anak hasil proses bayi tabung dengan ibu pengganti (surrogate
mother), sah apabila anak tersebut dianggap atau diakui sebagai anak yang sah, dan

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 9
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007

berhak menerima hak waris dari orang tua kandung yang dititipkannya (Pasal 830
KUHPer).

Pengertian Anak dalam Islam


Dalam sudut pandang agama Islam, keberadaan anak merupakan karunia dan
titipan Allah SWT melalui proses penciptaan kepada kedua orang tua, masyarakat
bangsa dan negara yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lil‘alamin
dan sebagai pewaris. Anak adalah amanat dan sekaligus karunia Allah SWT yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, maka anak harus
diperlakukan secara manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga
kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat
bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhan
hidupnya di masa mendatang.

Pengertian Warisan dalam Islam


Kompilasi Hukum Islam memaparkan sesuai dengan Pasal 171 Ayat (a) KHI
bahwa yang dimaksud dengan Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur
pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa
yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing. Untuk itu di
kalangan para ulama juga terjadi perbedaan pendapat dalam memberikan definisi
mengenai kewarisan, di antaranya adalah Muḥammad ‘Ali-aș-Șabūni yang memberikan
definisi kewarisan Islam sebagai perpindahan hak kepemilikan dari si mati kepada ahli
warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkannya itu berupa harta maupun hak
(Muhammad Ali as-Shabuni, 2009). Dalam redaksi lain, Hasbi Ash-Shiddieqy
menyatakan bahwa waris, yaitu suatu perpindahan hak dan kewajiban serta harta
kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup
(Muhammad Hasbi As-Shidiqi, 2010).

Perspektif Islam Penyelenggaraan Bayi Tabung


Pada saat ini pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin
berkembang dan pada hakikatnya islam menyambut baik dengan prestasi dan penemuan
ilmu-ilmu baru bahkan islam menganjurkan manusia untuk mempersenjatai diri dengan
ilmu untuk menghadapi alam semesta. Penemuan prosedur bayi tabung merupakan
salah satu dari banyaknya pencapaian manusia dalam kolaborasi teknologi dan
kedokteran yang sangat diminati oleh masyarakat yang membutuhkan, yaitu mereka
yang sudah lama menikah tetapi belum dikarunia anak.
Fatwa MUI yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 13 Juni 1979
menyimpulkan sebagai berikut:
1. Sperma dan sel telur dari pasangan suami istri yang sah hukumnya mubah atau
diperbolehkan. Ini juga termasuk upaya berdasarkan prinsip-prinsip agama.
2. Bayi tabung dari pasangan suami istri dengan kandungan istri kedua (misalnya istri
kedua yang dititpkan ke istri pertama) adalah haram hukumnya. Hal itu didasarkan
pada kaidah Sadd Az-zari’ah (penolakan terhadap akibat buruk/mudharat) karena
hal ini akan menyebabkan persoalan yang kompleks terkait dengan urusan hak
waris. Khususnya antara anak dan ibu yang menerima sel telur dan ibu yang
mengandung lalu melahirkan, begitu pula sebaliknya.

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 10
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007

3. Bayi tabung dari sperma beku almarhum suami adalah haram berdasarkan kaidah
Sadd Az-Zari’ah. Karena hal ini menimbulkan permasalahan yang kompleks baik
dalam menentukan keturunan maupun dalam persoalan pewarisan.
4. Bayi tabung yang sperma dan sel telurnya dikumpulkan selain dari pasangan suami
istri yang sah adalah haram. Oleh karena itu, statusnya sama dengan hubungan
seksual antara lawan jenis di luar perkawinan yang sah (zina).
Sesuai ketentuan dari Islam yang berdasar pada kaidah Sadd Az-Zari'ah, maka
haram hukumnya jika melaksanakan metode bayi tabung dengan mengambil sperma
selain milik suami dan sel telur selain milik istri atau donor, serta rahim selain milik istri
atau ibu pengganti. Dalam Islam bayi tabung hanya dapat dilakukan dengan syarat
sperma dan sel telur tersebut berasal dari pasangan suami istri yang sah, dan embrio
bayi tersebut tidak ditempatkan di dalam rahim wanita lain (Suta, 2016).

Penyelenggaraan Bayi Tabung Ketentuan Hukum Islam


Tujuan mulia dari pernikahan adalah mendapatkan keturunan, dengan memiliki
anak keturunan akan memberikan jalan bagi kelanjutan generasi kemanusiaan di muka
bumi. Akan tetapi tidak jarang pasangan suami istri yang telah lama menikah belum
dikaruniai anak, proses bayi tabung dapat membantu pasangan suami istri yang sah
dalam mendapatkan keturunan. Kesulitan mendapatkan keturunan biasanya terjadi
karena adanya kelainan pada pria atau wanita. Keanehan yang biasanya terjadi dapat
berupa:
1. Saluran indung telur tersumbat;
2. Penis pria terlalu besar;
3. Penis pria terlalu kecil;
4. Vagina wanita terlalu sempit.
Dengan kondisi di atas, kehamilan secara alami tidak mungkin terjadi, karena
kecil kemungkinannya sel sperma dan sel telur akan bertemu. Inseminasi buatan pada
manusia dengan sperma dari pasangan suami istri yang sah baik dengan cara sperma
ataupun ovum suami istri yang sah tersebut dengan cara mengambil sperma suami
kemudian disuntikan ke rahim istri maupun dengan pembuahan diluar rahim (tabung),
maka hukumnya boleh apabila sudah berusaha secara biasa tidak berhasil, sebab hal ini
termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama. Karena keturunan merupakan salah
satu bentuk keperluan yang penting, sehingga berlaku kaidah hukum: “Hajat kebutuhan
yang sangat penting diperlakukan seperti keadaan darurat.”
Pembuahan itu sendiri hanya dapat terjadi selama hubungan seksual antara laki-
laki dan perempuan, di mana hubungan seksual tersebut harus berdasarkan perkawinan
yang sah dan menggunakan sperma dan sel telur dari pasangan yang telah menikah
dengan sah. Satu-satunya hal yang membenarkan adalah pernikahan yang sah. Maka
bagi pasangan suami istri yang telah lama menikah dan belum dikaruniai anak proses
IVF seperti itu hukumnya adalah mubah (boleh) dalam Islam karena sesuai dengan
Hukum Islam.
Dalam Al-Qur’an Surah At-Tin Ayat 4 yang menyatakan “Bahwa manusia
diciptakan oleh Allah adalah sebagai makhluk yang sangat mulia, serta memilki
keistimewaan dan kelebihan melebihi makhluk Tuhan yang lainnya”. Untuk itu manusia
juga berkewajiban untuk memuliakan dirinya sendiri dan menghormati martabat sesama
manusia. Maka bayi tabung/inseminasi buatan yang sperma dan ovumnya diambil dari

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 11
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007

selain istri atau suami yang sah, maka hukumnya adalah haram, karena statutusnya sama
dengan hubungan kelamin antar lawan jenis diluar nikah yang sah, berarti sama dengan
zina.
Dalam inseminasi buatan dengan cara donor pada hakikatnya dapat
merendahkan harkat dan martabat manusia itu sendiri sejajar dengan hewan ataupun
tumbuh-tumbuhan. Hadits dari Rasulullah SAW. yang dibawa oleh Ibnu Hiban dan
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Imam Tirmidzi yang menyatakan “Tidak halal bagi
seorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan air maninya pada
tanaman orang lain.”

Status Anak Hasil Bayi Tabung Perspektif Islam


Ada beberapa pihak yang terlibat dalam proses IVF, masing-masing memiliki
tanggung jawab hukum. Yang pertama adalah pasangan suami istri yang ingin
mempunyai anak, yang kedua adalah kelompok peneliti seperti ilmuwan, peneliti,
dokter, dan pihak yang ketiga adalah anak yang dilahirkan. Dalam kasus ini metode
yang digunakan adalah dengan menggunakan benih yang berasal dari kedua orang tua
yang sah maka anak tersebut dianggap anak sah sehingga menimbulkan hak saling
mewarisi antara keduanya.
Keabsahan anak tergantung pada sah tidaknya perkawinan orang tua yang
melahirkan anak itu, yaitu saat pembuahan terjadi. Pembuahan terjadi setelah atau
sebelum perkawinan (ijab). Jika pembuahan terjadi setelah perkawinan, maka anak yang
dilahirkan adalah anak sah, jika pembuahan terjadi sebelum perkawinan, maka anak
yang dilahirkan adalah anak luar nikah. Hal yang sama berlaku untuk anak yang lahir
sebagai hasil IVF. Dia diberi status anak sah jika sel telur dan spermanya berasal dari
suami dan istri yang menikah secara sah. Pembuahan dilakukan setelah pasangan
tersebut menikah, dan setelah terbentuknya zigot. Zigot tersebut ditanamkan di dalam
rahim wanita hingga ia dilahirkan. Status anak yang lahir dalam proses tersebut adalah
anak sah. Dia memiliki hubungan keluarga dengan Bapak dan Ibunya. Ia memiliki hak
dan kewajiban yang sama kepada orang tuanya sebagai anak kandung.

Kedudukan Kewarisan Anak Hasil Bayi Tabung Perspektif Hukum Islam


Pelaksanaan proses bayi tabung yang berbeda mengakibatkan perbedaan status
dan pewarisan anak yang mereka lahirkan. Anak hasil proses bayi tabung ini berstatus
anak sah jika prosesnya menurut Hukum Islam. Namun jika dalam pelaksanaannya
tidak sesuai dengan syariat Islam dan peraturan yang ada, maka anak yang dilahirkan
berstatus anak haram. Anak luar kawin tidak berhak atas harta peninggalan ayahnya dan
keluarga ayahnya.
Dengan demikian proses bayi tabung dari dalam rahim istri ini mengacu pada
proses IVF di mana sperma dan sel telur dikumpulkan dari pria dan wanita yang
menikah secara resmi. Kehamilan terjadi setelah berakhirnya perkawinan yang sah
(ijab). Setelah pembuahan, hasil pembuahan yaitu zigot ditanamkan di dalam rahim istri
sah.
Anak yang lahir melalui bayi tabung berstatus sebagai anak sah, mereka
memiliki hubungan darah atau hubungan ayah dan ibunya, seperti halnya anak kandung.
Hak dan kewajiban anak terhadap orang tuanya juga sama dengan anak kandung, anak
berhak mewarisi harta kedua orang tuanya. Hak partisipasi sama dengan hak anak

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 12
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007

kandung. Yaitu jika dia laki-laki yang tempat tinggalnya adalah ahli waris Ashabah dan
jika wanitanya adalah ahli waris Dzawil Furudh. Wanita juga dapat mewarisi ashabah,
yaitu jika mereka mewarisi bersama dengan saudara laki-lakinya.
Misalnya, A meninggal dunia meninggalkan B (istrinya), C dan D (dua orang
anak wanitanya), dan seorang anak laki-laki hasil proses bayi tabung, yaitu E. Anak
laki-laki hasil proses bayi tabung ini sebagai ahli waris ashabah. Dua anak wanita,
karena mewaris bersama-sama dengan saudara laki-lakinya, maka mereka sebagai ahli
waris ashabah bil ghair, dan istrinya sebagai ahli waris dzawil furudh. Pembagiannya,
istri mendapatkan 1/8 dan sisanya jatuh pada anak-anaknya, karena anak-anak tersebut
sebagai ashabah, dengan ketentuan bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua
bagian seorang anak wanita, bagian masing-masing adalah:
B (istri) mendapatkan 1/8 = 4/32, sisanya adalah 7/8 = 23/32 seluruhnya jatuh
pada anaknya, dengan ketentuan bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua bagian
seorang anak wanita. C mendapatkan 7/32, I mendapatkan 7/32, dan E mendapatkan
14/32. Apabila anak yang dilahirkan itu wanita, dia sebagai ahli waris dzawil furudh
atau sebagai ahli waris ashabah bil ghair. Misalnya A meninggal dunia meninggalkan B
(istrinya), seorang anak wanita kandung, yaitu C dan seorang anak wanita hasil proses
bayi tabung, yaitu D. Di sini B (istrinya) mendapatkan 1/8, dua orang anak wanita
mendapatkan 1/2 = 4/8, masing-masing mendapatkan 2/8. C mendapatkan 2/3 dan D
juga 2/8. Sisanya jatuh pada baitulmal yang menampung harta warisan yang sebesar 3/8.

4. PENUTUP

Penutup terdiri dari kesimmpulan dan Saran. Kesimpulan erupakan jawaban singkat dari
pertanyaan penelitian. Dibuat dalam bentuk narasi dan disesuaikan dengan jumlah
pertanyaan penelitian. Kesimpulan harus menjawab permasalahan dan tujuan penelitian.
Kesimpulan bukan ringkasan dan bukan pula tulisan ulang dari pembahasan. Saran
Berisi Saran-saran yang perlu di sampaikan terkait Tema Penulisan yang diangkat,
dibuat dalam bentuk pointers.
Kesimpulan
Berdasarkan dari segala uraian yang telah dijelaskan mengenai hak waris anak
hasil bayi tabung, maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut:
1. Program bayi tabung telah membantu banyak pasangan yang mengalami masalah
infertilitas untuk dapat memiliki keturunan. Metode ini melibatkan penggabungan
sel telur dan sperma di luar tubuh, kemudian embrio hasilnya ditanamkan kembali
ke rahim wanita. Program bayi tabung mencerminkan kemajuan teknologi dalam
bidang reproduksi. Teknik ini terus mengalami perkembangan untuk meningkatkan
tingkat keberhasilan dan mengurangi risiko komplikasi.
2. Program bayi tabung memberikan pilihan bagi pasangan atau individu yang tidak
dapat memiliki anak secara alami. Ini dapat menjadi alternatif bagi mereka yang
menginginkan keluarga tetapi menghadapi hambatan biologis. Meskipun
memberikan harapan bagi banyak pasangan, program bayi tabung juga
memunculkan sejumlah isu etika dan moral. Misalnya, program bayi tabung yang
benihnya merupakan hasil donor dari orang lain, ataupun seperti ditransplantasikan
ke dalam rahim wanita lain (surrogate mother).

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 13
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007

3. Program bayi tabung sering kali melibatkan biaya yang tinggi, yang dapat menjadi
hambatan bagi beberapa pasangan. Aksesibilitas terhadap layanan ini dapat
bervariasi di berbagai wilayah atau negara. Meskipun tingkat keberhasilan program
bayi tabung terus meningkat, tidak semua percobaan berhasil. Faktor seperti usia,
kesehatan umum, dan kondisi reproduksi dapat mempengaruhi hasilnya. Proses
program bayi tabung ini dapat memberikan dampak psikologis dan emosional pada
pasangan, termasuk stres dan kecemasan. Dukungan psikologis selama dan setelah
prosedur dapat menjadi faktor penting.

Saran
Berdasarkan dari segala uraian yang telah dijelaskan mengenai hak waris anak
hasil bayi tabung, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai program bayi
tabung. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye informasi, seminar, dan literatur
yang mudah diakses. Pemahaman yang lebih baik akan membantu mengurangi
pandangan buruk dan meningkatkan dukungan sosial bagi mereka yang memilih
program ini. Mendorong pendekatan pandangan terhadap kesehatan reproduksi,
termasuk pendidikan seksual yang komprehensif dan layanan kesehatan reproduksi
yang menyeluruh. Hal ini dapat membantu mencegah masalah reproduksi sejak
dini dan mengurangi kebutuhan akan program bayi tabung.
2. Mendorong kebijakan yang meningkatkan aksesibilitas terhadap program bayi
tabung. Memberikan subsidi atau bantuan keuangan bagi pasangan yang
membutuhkan dapat membantu mengatasi hambatan ekonomi yang mungkin
muncul. Terus mendorong penelitian dan pengembangan dalam bidang reproduksi
manusia. Inovasi baru dapat membawa perbaikan dalam tingkat keberhasilan,
meminimalkan risiko, dan mengurangi biaya program bayi tabung.
3. Membangun kolaborasi yang kuat antara berbagai spesialis kesehatan, termasuk
ahli reproduksi, ahli genetika, dan psikolog. Pendekatan tim dapat menyediakan
perawatan yang lebih terintegrasi dan menyeluruh bagi pasangan yang menjalani
program bayi tabung. Menyediakan penyuluhan yang jelas tentang risiko dan
tingkat keberhasilan program bayi tabung. Pasangan perlu memahami dengan baik
prosedur yang akan mereka jalani, dan memiliki ekspektasi yang realistis terkait
hasilnya. Menyediakan dukungan psikologis yang memadai bagi pasangan yang
menjalani program bayi tabung. Proses ini dapat menjadi perjalanan emosional
yang sulit, dan memiliki dukungan dari profesional kesehatan mental dapat
membantu mengelola stres dan kecemasan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Nafis, Febby Aynun, 2023. Analisis Bayi Tabung Kedudukan Waris Anak Hasil dari
Bayi Tabung dengan Tiga Orang Tua Biologis Perspektif Hukum Islam dan
Positif. Surabaya: UBHARA Repository.

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 14
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007

Betha, Saputri, 2021. Tinjauan Hukum Islam tentang Bayi Tabung Setelah Kematian
Suami (Analisis Fatwa MUI Tahun 1979 tentang Bayi Tabung/Inseminasi
Buatan). Lampung: Raden Intan Repository.

Jurnal
Astuti, Ketut S. A., 2016. Hak Waris Anak Hasil Proses Bayi Tabung Ditinjau dari
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jurnal Harian Regional.
Mailensun, Lavenia T. et al., 2021. Kedudukan Hukum Bayi Tabung dalam Hukum
Positif Indonesia. E-Journal UNSRAT.
Lahia, David, 2017. Aspek Hukum terhadap Bayi Tabung dan Sewa Rahim dari
Perspektif Hukum Perdata. E-Journal UNSRAT.

Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 15

Anda mungkin juga menyukai