Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung menurut Hukum Perdata dan
Hukum Islam
Abstrak
Perkawinan adalah suatu lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri yang memiliki tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Suatu pernikahan tentunya kehadiran seorang anak
sungguh berarti, tanpa adanya anak dapat menimbulkan suatu ketimpangan dalam keluarga
tersebut. Tidak semua orang yang melangsungkan pernikahan yang sudah berlangsung lama
dapat memperoleh keturunan. Pada era modern saat ini, program bayi tabung menjadi jalan
alternatif bagi sebuah keluarga yang menginginkan keturunan karena mengalami kelainan fisik
entah pada suami ataupun istri. Program bayi tabung merupakan program pembuahan atau
mempertemukan sel sperma dan sel telur di luar rahim, keduanya dipertemukan di dalam tabung
dan nantinya akan ditransplantasikan kembali ke rahim.
Berbicara mengenai hak waris anak hasil bayi tabung menurut KUHPer dan Hukum
Islam, jika anak hasil bayi tabung benihnya berasal dari pasangan suami istri akan dianggap
sebagai anak yang sah, sedangkan anak yang benihnya berasal dari donor akan dianggap sebagai
anak zina. Hal ini juga berlaku mengenai ibu pengganti atau surrogate mother. Anak yang sah
berhak dalam menerima hak waris orang tua kandungnya, sedangkan anak yang tidak sah, tidak
berhak dalam menerima hak waris orang tuanya (ayah yuridis) karena ia hanya memiliki
keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya saja.
Kata Kunci: Perkawinan, Program Bayi Tabung, Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Islam.
Abstract
Marriage is an inner and outer relationship between a man and a woman as husband
and wife whose aim is to form a happy and eternal family based on the belief in the Almighty
God. In a marriage, of course, the presence of a child is very meaningful, without children it
can create inequality in the family. Not everyone who has a long-standing marriage can have
children. In today's modern era, the IVF program has become an alternative route for a family
who wants offspring because of physical abnormalities in either the husband or wife. The IVF
program is a fertilization program or bringing together sperm cells and egg cells outside the
uterus, both of which are met in a tube and will later be transplanted back into the uterus.
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 1
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007
Talking about the inheritance rights of children resulting from IVF according to the
Civil Code and Islamic Law, if a child resulting from IVF comes from a husband and wife, it
will be considered a legitimate child, while a child whose seeds come from a donor will be
considered an adulterous child. This also applies to surrogate mothers. A legitimate child has
the right to receive the inheritance rights of his biological parents, while an illegitimate child
has no right to receive the inheritance rights of his parents (juridical father) because he only
has civil rights with his mother and his mother's family.
Keywords: Marriage, IVF Program, Inheritance Rights of Children Results from IVF, Civil
Code, Islamic Law.
1. PENDAHULUAN
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 2
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007
2. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif
adalah penelitian hukum yang dilakukan melalui studi kepustakaan atau bahan
sekunder. Penelitian hukum normatif juga disebut sebagai hukum akademik. Menurut
Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum normatif adalah proses pencarian kaidah
hukum, prinsip hukum, dan doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum.
Dalam penelitian jenis ini, hukum sering dikonseptualisasikan sehingga hal-hal yang
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 3
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007
Pendekatan Masalah
Penulisan ini menggunakan Pendekatan Perundang-undangan (Statude
Approach). Pendekatan perundang-undangan adalah metode pemeriksaan dasar hukum
dan dokumen normatif, buku teks dan sumber resmi yang berkaitan mengenai
penelitian.
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 4
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007
4. Bayi tabung yang menggunakan sperma donor, sedangkan ovumnya berasal dari
istri lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istri.
5. Bayi tanung yang mengguanakan sperma dari donor, sedangkan ovumnya berasal
dari istri lalu embrionya ditranspantasikan ke dalam rahim surrogate mother.
6. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami, sedangkan ovumnya berasal
dari donor, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim surrogate
mother.
7. Bayi tabung menggunakan sperma dan ovum dari donor, lalu embrionya
ditransplantasikan ke dalam rahim istri.
8. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum berasal dari donor, kemudian
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim surrogate mother.
Kedelapan jenis bayi tabung tersebut secara teknologis sudah dapat dilakukkan,
namun dalam kasus-kasus penggunaan teknologi bayi tabung baru mencangkup lima
jenis, antara lain: pertama, kedua, ketiga, keempat, dan ketujuh. Mengapa kelima jenis
ini bisa diterapkan, sementara jenis lain belum bisa diterapkan? Hal ini disebabkan
karena kondisi dari pasangan suami istri pada saat menginginkan anak memilih salah
satu dari kelima jenis tersebut, dan dalam pemilihannya tergantung pada faktor
penyebab infertilitas masing-masing.
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 5
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007
semua anak yang telah lahir atau dibesarkan dalam perkawinan dan diperanakkan oleh
suaminya. Selain itu, mengacu dalam Pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974: “Anak sah adalah
anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah.” Pengertian
anak sah yang disebutkan dalam kedua Undang-Undang tersebut merupakan hasil dari
hubungan seksual yang alamiah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan,
dan laki-laki dengan perempuan itu terikat dalam perkawinan yang sah. Pasal 4 Ayat 2C
UU No. 1 Tahun 1974 mengatur mengenai yurisdiksi pengadilan yang memperbolehkan
suami melangsungkan lebih dari satu kali perkawinan jika istri memberikan izin dalam
melangsungkan pernikahan suami lebih dari satu kali apabila istri tidak mampu dalam
memberikan keturunan. Namun dengan adanya teknologi program bayi tabung,
masyarakat yang tercantum dalam Pasal 4 Ayat 2C UU No. 1 Tahun 1974 perlu
diadakan penyempurnaan. Oleh karena itu, setiap suami yang ingin bercerai
dikarenakan istri yang tidak mampu dalam memberikan keturunan secara alamiah
seperti kelainan fisik dalam bentuk sumbatan ganda atau endometriosis dapat meminta
petunjuk kepada hakim, ulama, dan orang tuanya.
Mengikuti program IVF yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan
suami istri, kemudian embrio dipindahkan ke rahim istri. Seperti inilah cara pasangan
yang tidak mampu dalam memperoleh keturunan dalam memiliki anak. Selain cara ini,
ada cara lain dalam memperoleh keturunan, yakni adopsi dengan mengangkat anak dan
mengakuinya sebagai anak yang sah. Jika metode IVF yang menggunakan sperma dan
ovum dari pasangan suami istri tidak berhasil dalam mendapatkan anak, satu-satunya
pilihan pasangan tersebut adalah perceraian. Sehingga dalam Pasal 4 Ayat 2C UU No. 1
Tahun 1974 yang berbunyi “Istri tidak dapat melahirkan keturunan”, dapat
disempurnakan menjadi “Istri tidak dapat melahirkan keturunan secara alamiah atau
melalui proses bayi tabung”. Jika pasangan suami istri berhasil dalam menjalani
program bayi tabung dengan menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri
itu sendiri, lalu memindahkan embrio ke dalam rahim istri tersebut dan mendapatkan
keturunan, maka anak tersebut dianggap sebagai anak yang sah dari pasangan suami
istri tersebut. Anak tersebut digolongkan sebagai anak yang sah jika sperma dan ovum
yang digunakan serta letak embrio yang dipindahkan ke dalam rahim istri tersebut,
dengan begitu dapat disimpulkan seperti berikut:
1. Anak tersebut secara biologis anak dari pasangan suami istri.
2. Anak tersebut dilahirkan oleh istri dari suami.
3. Orang tua anak tersebut terikat dalam perkawinan yang sah.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa anak yang lahir dengan proses bayi
tabung dengan menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami istri itu sendiri,
dan embrionya ditransplantasikan kepada istri, secara hukum dapat dianggap sebagai
anak kandung. Karena seorang anak lahir dalam perkawinan yang sah, maka sperma dan
ovum adalah dari pasangan suami istri tersebut. Intervensi teknis berfungsi dengan
eksklusif untuk mendukung pemupukan, dan pembuahan terjadi di dalam tabung kaca,
proses selanjutnya tetap berada di dalam rahim wanita.
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 6
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007
1. Menurut Pasal 16 Ayat 1, kehamilan selain dengan cara yang wajar dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir dalam mendukung keturunan pasangan tersebut.
2. Hanya pasangan suami istri sah yang dapat mencoba kehamilan dengan cara lain
seperti apa yang disebutkan pada poin pertama:
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum pasangan suami istri tersebut ditanamkan
di dalam rahim istri, di mana ovum tersebut berasal.
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan
untuk itu.
c. Pada sarana kesehatan tertentu.
d. Persyaratan kehamilan di luar kehamilan tersebut pada Ayat 1 dan 2 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 16 menyatakan bahwa jika secara medis dapat dibuktikan
suami istri ternyata tidak dapat hamil secara alamiah, maka suami istri dapat
menggunakan obat-obatan dan teknologi pembuahan sebagai upaya terakhir dalam
menginduksi kehamilan di luar cara yang normal.
Di Indonesia, peraturan perundang-undangan tentang teknologi reproduksi
buatan adalah Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009, Pasal 127 Ayat 1, yang
menyatakan bahwa hanya pasangan suami istri sah yang dapat mencoba untuk
kehamilan kecuali dengan cara alamiah, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Hasil pembuahan sperma dan ovum pasangan tersebut ditanamkan di dalam rahim
istri yang merupakan tempat asal ovum tersebut.
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan.
3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 72/Menkes/II/1999 tentang
Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan yang meliputi ketentuan umum,
perizinan, pembinaan dan pengawasan, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Selain itu, Departemen Rumah Sakit Khusus dan Swasta Kementerian Republik
Indonesia menerbitkan Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah Sakit dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang berbunyi:
1. Pelayanan buatan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan ovum dan sperma
dari pasangan yang bersangkutan.
2. Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas,
sehingga kerangka pelayanan merupakan bagian dari keseluruhan manajemen
pelayanan infertilitas.
3. Tidak lebih dari tiga embrio yang mampu ditransfer ke dalam rahim pada saat yang
bersamaan, maksimal empat embrio yang dimungkinkan.
4. Dilarang melakukan penitipan pada wanita lain dalam bentuk apa pun.
5. Dilarang dalam memperjual belikan embrio, ovum, dan sperma.
6. Penciptaan embrio manusia hanya untuk tujuan penelitian adalah dilarang.
Penelitian terhadap embrio manusia atau sejenisnya hanya dapat dilakukan jika
tujuan penelitian dirumuskan dengan sangat jelas.
7. Penelitian atau penggunaan embrio manusia lebih dari 14 hari setelah pembuahan
adalah dilarang.
8. Sel telur atau ovum yang dibuahi dengan sperma manusia tidak dapat dibiakkan
secara in vitro selama lebih dari 14 hari (kecuali suhu sangat
rendah/cryopreservasi).
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 7
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 8
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007
tidak sah. Kedudukan seorang anak dalam hal pewarisan diatur dalam Pasal 852
KUHPer. Sebelumnya telah ditetapkan bahwa status anak yang lahir melalui proses bayi
tabung dengan menggunakan sperma suami adalah anak yang sah sebagai akibat
perkawinan yang sah, sekalipun pembuahan itu dilakukan dengan cara yang tidak alami.
Anak jenis ini bisa disamakan dengan anak kandung. Anak kandung berhak dalam
mewarisi dari orang tua kandungnya jika orang tuanya (ahli waris) telah meninggal
dunia (Pasal 830 KUHPer). Bagian yang diterima ahli waris bagi laki-laki dan
perempuan adalah sama dan tidak berbeda antara anak pertama dan anak kedua.
Status hukum anak yang lahir dengan proses bayi tabung dengan sperma donor
dan ovum dari istri, yang kemudian ditransplantasikan ke dalam rahim istri dapat
dibedakan menjadi dua jenis anak, yaitu:
1. Anak sah dengan pengakuan pada saat izin suami untuk menggunakan sperma
donor didapat.
2. Jika sperma donor digunakan tanpa persetujuan suami, maka anak tersebut
berstatus anak hasil zina.
Menurut Hukum Perdata pada Pasal 280 KUHPer, pengakuan seorang anak
menimbulkan hubungan hukum perdata antara anak dengan Bapak atau Ibu yang
mengakuinya. Dengan kata lain, pengakuan seorang anak memberikan anak status
sebagai anak sah dengan konsekuensi hak dan tanggung jawab seperti menerima surat
nikah, pembayaran tunjangan anak, hak orang tua, hak untuk menggunakan nama
keluarga orang tua yang mereka kenal untuk mewarisi, dan lain-lain. Dengan
pengakuan, anak yang sah memiliki hak untuk mewarisi, sedangkan anak yang
mengalami zina tidak dapat hak waris dari orang tuanya yang sah dan hanya berhak
dalam mendapat nafkah menurut Pasal 867 Ayat 1 KUHPer.
Menurut KUHPer, anak yang lahir dari sperma dan ovum pasangan suami istri
yang embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti (surrogate mother),
secara hukum diklasifikasikan sebagai anak angkat. Menurut hukum adat, status anak
yang lahir dari ibu pengganti sesuai dengan terminologi yang sama dengan status ibu
pengganti. Orang yang mengasuh dan mebesarkan anak angkat, maka ibu angkat berhak
menerima gaji dari orang tua yang mengangkat anak tersebut. Oleh karena itu, orang tua
kepada anak yang dititipkan harus bertanggung jawab sepenuhnya atas pemeliharaan
dan pendidikan anak tersebut, sehingga dengan begitu anak tersebut memperoleh hak
waris dengan sendirinya dari orang tua kandung yang menitipkannya. Hak waris anak
yang lahir dengan proses IVF (In Vitro Fertilization) dibagi menjadi tiga, yakni:
1. Hak waris anak yang lahir sebagai hasil dari proses bayi tabung dengan sperma
suami, status anak jenis ini disebut sebagai anak sah dan dapat disamakan dengan
anak kandung yang berhak dalam mewarisi orang tua kandungnya yang apabila
orang tuanya (sebagai ahli waris) telah meninggal dunia (Pasal 830 KUHPer).
2. Hak waris anak yang dilahirkan melalui IVF (In Vitro Fertilization) dengan
menggunakan sperma donor, kedudukan anak dalam perkawinan apabila sebagai
akibat pengakuan itu berhak dalam warisan dari orang tua yang mengakuinya
(Pasal 280 KUHPer). Seorang anak yang telah lahir dari hasil perzinaan tidak
berhak dalam menerima warisan dari orang tuanya yang sah, tetapi berhak dalam
menerima nafkah sebagai kebutuhannya (Pasal 867 Ayat 1 KUHPer).
3. Hak mewarisi anak hasil proses bayi tabung dengan ibu pengganti (surrogate
mother), sah apabila anak tersebut dianggap atau diakui sebagai anak yang sah, dan
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 9
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007
berhak menerima hak waris dari orang tua kandung yang dititipkannya (Pasal 830
KUHPer).
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 10
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007
3. Bayi tabung dari sperma beku almarhum suami adalah haram berdasarkan kaidah
Sadd Az-Zari’ah. Karena hal ini menimbulkan permasalahan yang kompleks baik
dalam menentukan keturunan maupun dalam persoalan pewarisan.
4. Bayi tabung yang sperma dan sel telurnya dikumpulkan selain dari pasangan suami
istri yang sah adalah haram. Oleh karena itu, statusnya sama dengan hubungan
seksual antara lawan jenis di luar perkawinan yang sah (zina).
Sesuai ketentuan dari Islam yang berdasar pada kaidah Sadd Az-Zari'ah, maka
haram hukumnya jika melaksanakan metode bayi tabung dengan mengambil sperma
selain milik suami dan sel telur selain milik istri atau donor, serta rahim selain milik istri
atau ibu pengganti. Dalam Islam bayi tabung hanya dapat dilakukan dengan syarat
sperma dan sel telur tersebut berasal dari pasangan suami istri yang sah, dan embrio
bayi tersebut tidak ditempatkan di dalam rahim wanita lain (Suta, 2016).
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 11
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007
selain istri atau suami yang sah, maka hukumnya adalah haram, karena statutusnya sama
dengan hubungan kelamin antar lawan jenis diluar nikah yang sah, berarti sama dengan
zina.
Dalam inseminasi buatan dengan cara donor pada hakikatnya dapat
merendahkan harkat dan martabat manusia itu sendiri sejajar dengan hewan ataupun
tumbuh-tumbuhan. Hadits dari Rasulullah SAW. yang dibawa oleh Ibnu Hiban dan
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Imam Tirmidzi yang menyatakan “Tidak halal bagi
seorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan air maninya pada
tanaman orang lain.”
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 12
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007
kandung. Yaitu jika dia laki-laki yang tempat tinggalnya adalah ahli waris Ashabah dan
jika wanitanya adalah ahli waris Dzawil Furudh. Wanita juga dapat mewarisi ashabah,
yaitu jika mereka mewarisi bersama dengan saudara laki-lakinya.
Misalnya, A meninggal dunia meninggalkan B (istrinya), C dan D (dua orang
anak wanitanya), dan seorang anak laki-laki hasil proses bayi tabung, yaitu E. Anak
laki-laki hasil proses bayi tabung ini sebagai ahli waris ashabah. Dua anak wanita,
karena mewaris bersama-sama dengan saudara laki-lakinya, maka mereka sebagai ahli
waris ashabah bil ghair, dan istrinya sebagai ahli waris dzawil furudh. Pembagiannya,
istri mendapatkan 1/8 dan sisanya jatuh pada anak-anaknya, karena anak-anak tersebut
sebagai ashabah, dengan ketentuan bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua
bagian seorang anak wanita, bagian masing-masing adalah:
B (istri) mendapatkan 1/8 = 4/32, sisanya adalah 7/8 = 23/32 seluruhnya jatuh
pada anaknya, dengan ketentuan bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua bagian
seorang anak wanita. C mendapatkan 7/32, I mendapatkan 7/32, dan E mendapatkan
14/32. Apabila anak yang dilahirkan itu wanita, dia sebagai ahli waris dzawil furudh
atau sebagai ahli waris ashabah bil ghair. Misalnya A meninggal dunia meninggalkan B
(istrinya), seorang anak wanita kandung, yaitu C dan seorang anak wanita hasil proses
bayi tabung, yaitu D. Di sini B (istrinya) mendapatkan 1/8, dua orang anak wanita
mendapatkan 1/2 = 4/8, masing-masing mendapatkan 2/8. C mendapatkan 2/3 dan D
juga 2/8. Sisanya jatuh pada baitulmal yang menampung harta warisan yang sebesar 3/8.
4. PENUTUP
Penutup terdiri dari kesimmpulan dan Saran. Kesimpulan erupakan jawaban singkat dari
pertanyaan penelitian. Dibuat dalam bentuk narasi dan disesuaikan dengan jumlah
pertanyaan penelitian. Kesimpulan harus menjawab permasalahan dan tujuan penelitian.
Kesimpulan bukan ringkasan dan bukan pula tulisan ulang dari pembahasan. Saran
Berisi Saran-saran yang perlu di sampaikan terkait Tema Penulisan yang diangkat,
dibuat dalam bentuk pointers.
Kesimpulan
Berdasarkan dari segala uraian yang telah dijelaskan mengenai hak waris anak
hasil bayi tabung, maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut:
1. Program bayi tabung telah membantu banyak pasangan yang mengalami masalah
infertilitas untuk dapat memiliki keturunan. Metode ini melibatkan penggabungan
sel telur dan sperma di luar tubuh, kemudian embrio hasilnya ditanamkan kembali
ke rahim wanita. Program bayi tabung mencerminkan kemajuan teknologi dalam
bidang reproduksi. Teknik ini terus mengalami perkembangan untuk meningkatkan
tingkat keberhasilan dan mengurangi risiko komplikasi.
2. Program bayi tabung memberikan pilihan bagi pasangan atau individu yang tidak
dapat memiliki anak secara alami. Ini dapat menjadi alternatif bagi mereka yang
menginginkan keluarga tetapi menghadapi hambatan biologis. Meskipun
memberikan harapan bagi banyak pasangan, program bayi tabung juga
memunculkan sejumlah isu etika dan moral. Misalnya, program bayi tabung yang
benihnya merupakan hasil donor dari orang lain, ataupun seperti ditransplantasikan
ke dalam rahim wanita lain (surrogate mother).
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 13
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007
3. Program bayi tabung sering kali melibatkan biaya yang tinggi, yang dapat menjadi
hambatan bagi beberapa pasangan. Aksesibilitas terhadap layanan ini dapat
bervariasi di berbagai wilayah atau negara. Meskipun tingkat keberhasilan program
bayi tabung terus meningkat, tidak semua percobaan berhasil. Faktor seperti usia,
kesehatan umum, dan kondisi reproduksi dapat mempengaruhi hasilnya. Proses
program bayi tabung ini dapat memberikan dampak psikologis dan emosional pada
pasangan, termasuk stres dan kecemasan. Dukungan psikologis selama dan setelah
prosedur dapat menjadi faktor penting.
Saran
Berdasarkan dari segala uraian yang telah dijelaskan mengenai hak waris anak
hasil bayi tabung, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai program bayi
tabung. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye informasi, seminar, dan literatur
yang mudah diakses. Pemahaman yang lebih baik akan membantu mengurangi
pandangan buruk dan meningkatkan dukungan sosial bagi mereka yang memilih
program ini. Mendorong pendekatan pandangan terhadap kesehatan reproduksi,
termasuk pendidikan seksual yang komprehensif dan layanan kesehatan reproduksi
yang menyeluruh. Hal ini dapat membantu mencegah masalah reproduksi sejak
dini dan mengurangi kebutuhan akan program bayi tabung.
2. Mendorong kebijakan yang meningkatkan aksesibilitas terhadap program bayi
tabung. Memberikan subsidi atau bantuan keuangan bagi pasangan yang
membutuhkan dapat membantu mengatasi hambatan ekonomi yang mungkin
muncul. Terus mendorong penelitian dan pengembangan dalam bidang reproduksi
manusia. Inovasi baru dapat membawa perbaikan dalam tingkat keberhasilan,
meminimalkan risiko, dan mengurangi biaya program bayi tabung.
3. Membangun kolaborasi yang kuat antara berbagai spesialis kesehatan, termasuk
ahli reproduksi, ahli genetika, dan psikolog. Pendekatan tim dapat menyediakan
perawatan yang lebih terintegrasi dan menyeluruh bagi pasangan yang menjalani
program bayi tabung. Menyediakan penyuluhan yang jelas tentang risiko dan
tingkat keberhasilan program bayi tabung. Pasangan perlu memahami dengan baik
prosedur yang akan mereka jalani, dan memiliki ekspektasi yang realistis terkait
hasilnya. Menyediakan dukungan psikologis yang memadai bagi pasangan yang
menjalani program bayi tabung. Proses ini dapat menjadi perjalanan emosional
yang sulit, dan memiliki dukungan dari profesional kesehatan mental dapat
membantu mengelola stres dan kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Nafis, Febby Aynun, 2023. Analisis Bayi Tabung Kedudukan Waris Anak Hasil dari
Bayi Tabung dengan Tiga Orang Tua Biologis Perspektif Hukum Islam dan
Positif. Surabaya: UBHARA Repository.
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 14
SUPREMASI JURNAL HUKUM VOL. XX, NO. XX, XX e-ISSN : 2621-7007
Betha, Saputri, 2021. Tinjauan Hukum Islam tentang Bayi Tabung Setelah Kematian
Suami (Analisis Fatwa MUI Tahun 1979 tentang Bayi Tabung/Inseminasi
Buatan). Lampung: Raden Intan Repository.
Jurnal
Astuti, Ketut S. A., 2016. Hak Waris Anak Hasil Proses Bayi Tabung Ditinjau dari
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jurnal Harian Regional.
Mailensun, Lavenia T. et al., 2021. Kedudukan Hukum Bayi Tabung dalam Hukum
Positif Indonesia. E-Journal UNSRAT.
Lahia, David, 2017. Aspek Hukum terhadap Bayi Tabung dan Sewa Rahim dari
Perspektif Hukum Perdata. E-Journal UNSRAT.
Ibra Asa Sunakalis et al., Hak Waris Anak Hasil Bayi Tabung….. Page 15