Pendauluan
bertujuan untuk membantu mengatasi pasangan
Pada dua dekade terakhir ini, ilmu dan suami isteri yang tidak mampu melahirkan
teknologi di bidang kedokteran mengalami keturunan secara alami yang disebabkan karena ada
perkembangan yang sangat pesat. Salah satu hasil kelainan pada masing-masing suami isteri, seperti
di bidang ini, adalah dengan telah ditemu- kannya radang pada selaput lendir rahim, sperma suami
cara-cara baru dalam memproduksi manusia yang kurang baik, dan lain sebagainya. Dengan program
dalam istilah kedokteran disebut dengan fertilisasi bayi tabung ini, diharapkan akan mampu memberikan
in vitro atau lebih populer dengan istilah bayi kebahagiaan bagi pasangan suami isteri yang telah
tabung. Bayi tabung tersebut merupakan sebuah hidup bertahun-tahun dalam ikatan perkawinan
keberhasilan dari kerjasama antara pakar kedokteran yang sah tanpa keturunan.
dan pakar teknologi farmasi, dimana mereka Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran
mengawinkan sperma dan ovum di luar rahim dalam hal memproses kelahiran bayi tabung
dalam sebuah tabung yang dipersiapkan lebih dulu dengan cara asimilasi buatan, dari satu sisi dapat
untuk itu. Setelah terjadi pembuahan, barulah dipandang sebagai suatu keberhasilan untuk
ditempatkan ke dalam rahim wanita yang mengatasi kesulitan bagi pasangan suami isteri yang
dipersiapkan sebelum- nya. Dengan proses seperti ini telah lama mengharapkan keturunan. Tetapi dari sisi
akan menghasil- kan bayi sebagaimana yang lain, program bayi tabung tersebut di atas, telah
diperoleh dengan cara yang alami. banyak menimbulkan permasalahan di bidang
Pada prinsipnya, program bayi tabung itu hukum, khususnya bagi umat Islam.
Permasalahan-permasalahan yang pantas
*)
Drs. H. Syarif Zubaidah, M Ag. adalah Dosen Tetap ditampilkan antara lain mengenai bagaimana status
FIAI UII. hubungan nasab antara bayi tabung de- ngan orang
yang menjadi penyebab kelahiran- nya, bila terjadi
kelahiran bayi tabung itu dengan proses pengambilan
sperma dari suami dan ovum
Al Mawarid Edisi VII 2002 45
Syarif Zubaidah
Bayi Tabung, Status Hukum dan Hubungan Nasabnya dalam Perspektif Hukum Islam
atas secara teknologis sudah dapat dilakukan, pokok sperma dan sel telurnya dari pasangan
namun di dalam kasus-kasus penggunaan suami-isteri. Hal ini disebabkan perkembangan ilmu
teknologi bayi tabung baru mencakup 5 (lima) pengetahuan yang menjurus kepada bayi tabung
jenis, yaitu: jenis pertama, kedua, ketiga, keempat dan dengan positif patut disyukuri. Dan ini merupakan
ketujuh. Dan mengapa kelima jenis itu sudah karunia Allah SWT, sebab bisa dibayangkan
dapat ditetapkan, sedangkan jenis lain belum sepasang suami-isteri yang sudah 14 tahun
dilaksanakan? Hal ini disebabkan karena kondisi dari mendambakan seorang anak bisa terpenuhi”
pasangan suami-isteri pada saat meng-inginkan (Salim, 1993: 38).
anak memilih salah satu dari kelima jenis itu, dan
Husein Yusuf mengemukakan bahwa: “Bayi
pemilihannya tergantung pada faktor penyebab
tabung dilakukan bila sperma dan ovum dari
infertilitas masing-masing. (Salim, 1993: 9-10).
pasangan suami-isteri yang diproses dalam tabung,
setelah terjadi pembuahan kemudian disarangkan
Hukum Bayi Tabung dalam rahim isterinya sampai saat terjadi kelahiran,
maka secara otomatis anak tersebut dapat
dan Hubungan dipertalikan keturunannya dengan ayah beserta
Nasabnya ibunya, dan anak itu mempunyai kedudukan yang
Dari 5 (lima) jenis bayi tabung yang sudah sah menurut syari’at Islam. (Yusuf, 1989: 12).
teruji keberhasilannya, di dalam tulisan ini hanya Dua pandangan di atas menunjukkan secara
akan dibicarakan 3 (tiga) jenis saja, yaitu: jelas dan tegas kedudukan anak yang dila- hirkan
Pertama Anak yang dilahirkan melalui melalui proses bayi tabung menggunakan sperma
proses bayi tabung dengan menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri kemudian
dan ovum dari pasangan suami isteri, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri,
embrionya ditransfer ke dalam rahim isterinya. adalah sebagai anak sah dan mem-punyai hak dan
kewajiban yang sama dengan anak kandung. Dan
Walaupun persoalan anak menjadi urusan
kedua pendapat tersebut, sesuai Keputusan
Allah SWT, tetapi manusia (pasangan suami-
Muktamar Tarjih Muham-madiyah dan Keputusan
isteri) yang mandul tetap berusaha dan berikhtiar
Majlis Ulama Indonesia.
untuk mendapat-kan seorang keturunan. Salah satu
caranya dengan menggunakan teknik bayi tabung Kedua keputusan itu adalah: keputusan
yang menggunakan sperma dan ovum dari Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten
pasangan suami-isteri, kemudian embrionya yang diadakan dari tanggal 6-11 April 1980 dalam
ditransplantasikan ke dalam rahim isteri. Tetapi yang Sidang Seksi A (Bayi Tabung) menyebutkan bah- wa:
menjadi persoalan bagaimanakah status anak yang Bayi tabung menurut proses dengan sperma dan
dilahirkan oleh isteri tersebut? ovum dari suami-isteri yang menurut Hukum Islam,
adalah Mubah, dengan syarat:
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka
berikut ini dikemukakan pendapat para a. Teknis mengambil semen (sperma) dengan cara
ulama/tokoh/ pemimpin agama Islam. yang tidak bertentangan dengan Syari’at Islam.
Hasan Basri mengemukakan bahwa: “Pro- ses b. Penempatan zygota seyogyanya dilakukan
kelahiran melalui teknik bayi tabung menurut agama
Islam itu dibolehkan dan sah, asal yang
(bayi tabung), yang artinya: “Cara yang kelima Baqarah (2): 223).
dari itu dilakukan di luar kandungan antara dua biji Di dalam ayat lain Allah berfirman:
suami-isteri kemudian ditanamkan pada rahim “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
isteri yang lain (dari suami) hal itu dilarang menurut Hendaklah mereka menahan pandangannya dan
hukum Syara’”. (Salim, 1993:47). memelihara kemaluannya; yang demikian lebih suci
Hasil ijtihad itu senada dengan Surat Kepu- bagi mereka, sesunggunnya Allah menge- tahui apa
tusan Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep-952/ yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita
MUI/XI/1990 tentang Inseminasi Buatan/Bayi yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
Tabung. Di dalam keputusan itu disebutkan bahwa: pandangannya dan memelihara kemaluan. (QS
Inseminasi buatan/bayi tabung dengan sperma An-Nur (24): 30-31). Ayat di atas memerintahkan
dan ovum yang diambil secara muhtaram dari kepada suami (laki-laki) mukmin untuk menahan
pasangan suami-isteri untuk isteri-isteri yang pandangannya dan kemalu- annya, termasuk di
lain hukumnya haram/tidak dibenarkan dalam dalamnya memelihara jangan sampai sperma yang
Islam. keluar dari farjinya (alat kelamin) itu bertaburan
Kedua hasil ijtihad tersebut mengharamkan atau ditaburkan ke dalam rahim yang bukan
penggunaan teknik bayi tabung yang menggu- isterinya. Begitu juga wanita yang beriman
nakan sperma dan ovum dari pasangan suami- isteri diperintahkan untuk menjaga kemaluannya, artinya
lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim jangan sampai farjinya itu menerima sperma yang
isteri yang lain (isteri kedua, ketiga atau keempat). bukan berasal dari suaminya.
Dengan demikian jelaslah bahwa status anak yang Di dalam Hadis Nabi Muhammad saw
dilahirkan oleh isteri-isteri yang lain sebagai anak disebutkan bahwa: “Tidak ada suatu dosa yang lebih
zina. besar di sisi Allah sesudah syirik daripada seorang
Ketiga Anak yang dilahirkan melalui proses laki-laki yang meletakkan maninya ke dalam
bayi tabung dengan sperma dan atau ovum donor, rahim perempuan yang tidak halal baginya”. (H.R.
secara tegas tidak ditemukan di dalam Al- Qur’an, Abid Dunya dari Al-Haitamy Ibn Malik At Ta’i).
baik secara khusus tentang kedudukan anak yang Apabila ditelaah hadis ini maka jelaslah
dilahirkan melalui proses bayi tabung yang bahwa meletakkan sperma ke dalam rahim wanita
menggunakan sperma donor dan ovumnya berasal yang tidak sah bagi-Nya, adalah meru- pakan dosa
dari isteri, kemudian embrionya ditrans- plantasikan besar sesudah syirik kepada Allah SWT.
ke dalam rahim isteri. Tetapi yang ada, adalah Berdasarkan atas firman Allah SWT dan
adanya larangan penggunaan sper- ma donor, seperti Hadis Nabi Muhammad saw tersebut, maka
terdapat Surat Al-Baqarah : 223 dan Surat An-Nur: dapatlah dikemukakan bahwa seorang isteri tidak
30-31. diperkenankan untuk menerima sperma dari orang
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tem- pat lain, baik yang dilakukan secara fisik maupun dalam
bercocok tanam, datangilah tanah tempat bercocok bentuk pre-embrio. Dan hal yang terakhir ini analog
tanammu itu sebagaimana kamu ke- hendaki. Dan dengan penggunaan sperma donor. Karena di sini
kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan pendonor tidak melakukan
takwalah pada Allah dan ketahuilah bahwa kamu
kelak akan menemui-Nya. Berilah kabar gembira
orang-orang ber-iman. (QS. Al-
hubungan badan secara fisik dengan isteri, tetapi donor adalah sebagai anak zina.
isteri menerima sperma dalam bentuk pre-embrio.
Pandangan di atas senada dengan apa yang
Dan apabila hal ini juga dilakukan oleh isteri,
dikatakan oleh: Salim Dimyati yang menga- takan
maka ini juga termasuk dosa besar sesudah syirik.
bahwa: “Bayi tabung yang menggunakan sperma
Kedudukan anaknya adalah sebagai anak zina.
ayah donor, sedangkan sel telurnya dari ibu dan
Untuk menentukan sah atau tidaknya anak diperoleh dengan operasi langsung dari kandungan
yang dilahirkan melalui teknik fertilisasi in vitro telurnya. Di sini jelas ada unsur ketiga dalam tubuh si
yang menggunakan sperma dari donor, ovumnya ibu. Maka dalam hal ini telah terjadi perzinaan
dari isteri kemudian embrionya terselubung meskipun tidak melakukan perzinaan
ditransplantasikan ke dalam rahim isteri, maka secara fisik. Anak yang lahir karena- nya, termasuk
berikut ini dikemukakan pendapat dan pandangan anak zina”. (Dimyati, 1986: 64). Kesemuanya
ulama Islam: pendapat dan pandangan di atas dibantah oleh Said
Qardawi (1990: 312) mengatakan bahwa: Sabiq. Ia mengatakan bahwa: “Anak yang diproses
“Islam telah melindungi keturunan, yaitu dengan melalui bayi tabung yang menggunakan sperma
mengharamkan zina dan pengangkatan anak, donor bukanlah “anak zina”, sebab tidak melengkapi
sehingga dengan demikian situasi keluarga selalu unsur pokok, yaitu “bertemunya dua jenis alat vital”.
bersih dari anasir-anasir asing, maka untuk Islam Si bayi, adalah anak ghairu syar’i” atau “subhat”
juga mengharamkan pencangkokan sperma (bayi dari suami si perempuan yang mengerami jabang
tabung), apabila pencangkokan bukan dari sperma bayi itu. Anak itu adalah anak suami yang
suami” mengerami” (Salim, 1993: 43).Said Sabiq menilai
Syaltut berpendapat bahwa: “Pencangko- kan bahwa anak yang dilahirkan melalui teknik bayi
sperma (bayi tabung) yang dilakukan itu bukan tabung yang menggunakan sperma donor tidak dapat
sperma suami, maka tidak diragukan lagi adalah dikuali- fikasi sebagai anak zina, tetapi digolongkan
suatu kejahatan yang sangat buruk sekali, dan suatu kepa- da anak subhat (haram) dari suami, karena tidak
perbuatan yang mungkar yang lebih hebat daripada memenuhi syarat pokok, yaitu bertemunya dua jenis
pengangkatan anak. Sebab anak cangkokan dapat alat vital. Dan nasab anak itu dihubungkan kepada
menghimpun antara peng- angkatan anak, yaitu suami dari isteri yang mengerami.
memasukkan unsur asing dalam nasab, dan antara Menurut hemat penulis, bahwa pendapat yang
perbuatan jahat yang lain berupa perbuatan zina dikemukakan oleh Said Sabiq terlalu terpa- ku pada
dalam satu waktu yang ditentang oleh Syara’ dan konsepsi zina yang harus bertemunya dua jenis alat
Undang-undang, dan ditentang pula oleh kesusilaan vital. Tetapi apabila kita bertitik tolak pada Surat
yang tinggi, dan meluncur ke derajat binatang yang Al-Baqarah ayat (223), Surat An-Nur ayat (30-31)
tidak berprikemanusiaan dan adanya ikatan kemasya- dan Hadis Nabi Muhammad saw di atas, maka
rakatan yang mulia” (Qardawi, 1990: 312- 313). meletakkan sperma saja ke dalam rahim yang tidak
Dengan telah diharamkannya penggunaan sper- ma halal bagi seorang laki- laki adalah dosa besar
donor oleh Syekh Syaltut, maka akan mem- bawa sesudah syirik. Dan ini terma-suk dalam kategori
konsekuensi bahwa anak yang dilahirkan oleh zina. Oleh karena itu anak yang dilahirkan melalui
seorang isteri yang bibitnya berasal dari proses fertilisasi in vitro (bayi tabung) yang
menggunakan sperma donor dapat dikualifikasi
sebagai anak zina.
Al Mawarid Edisi VII 2002 51
Syarif Zubaidah
Bayi Tabung, Status Hukum dan Hubungan Nasabnya dalam Perspektif Hukum Islam
Hal ini disebabkan karena anak bukan produk rahim ibu pengganti (surrogate mother), baik ibu
(sperma) dari orangtua (suami-isteri) yang sah. pengganti itu terikat dengan perkawinan suami yang
diambil spermanya seperti isteri kedua, ketiga dan
keempat ataupun tidak terikat dengan perkawinan,
Faktor-faktor dominan seperti ibu pengganti sewaan.
yang menghubungkan anak Apabila dianalisa dari aspek moral, etika,
bayi tabung kepada kedua hukum dan agama, dimana setiap orang yang telah
terikat dengan perkawinan berarti juga terikat
orangtuanya.
dalam hal mu’asyarah bil ma’ruf antara suami-
Ada beberapa hal yang sangat dominan isteri, maka tidak pantas dan tidak layaklah apabila
untuk mene-tapkan hubungan nasab anak yang sepasang suami isteri yang hanya dengan modal
terlahir dengan proses inseminasi buatan (bayi mengeluarkan beberapa tetes sperma dan ovum yang
tabung) kepada kedua orang-tuanya yaitu: kemudian diserahkan kepada orang lain tanpa
Pertama ada ikatan perkawinan yang sah mereka menjalani proses kehamilan dan
antara laki-laki yang diambil spermanya dengan kelahirannya, tiba-tiba setelah orang lain
perempuan yang diambil ovumnya dan perem- puan (surrogate mother) melahirkan mereka (laki- laki
yang diambil ovumnya adalah perempuan yang dan perempuan yang diambil sperma dan
mengandung dan yang melahirkan bayi tabung. ovumnya) mendapat predikat sebagai seorang ayah
Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 42 UU No. 1 dan ibu.
Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan: Adapun dasar-dasar dan alasan-alasan
“anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam penolakan penulis terhadap pendapat tiga tokoh
atau sebagai akibat perkawinan yang sah”. (UU No. tersebut di atas, yang membolehkan proses bayi
1 tahun 1974, pasal 42). Dengan ketentuan ini, tabung dengan pengambilan sperma dan ovum dari
maka anak yang dilahirkan melalui proses bayi pasangan suami-isteri yang embrionya dititipakn
tabung dengan mengambil sperma dan ovum dari kepada ibu pengganti adalah:
pasangan suami-isteri yang kemudian embrionya 1. Dasar hukum yang membolehkan proses bayi
disarangkan ke dalam rahim isterinya adalah anak sah tabung tersebut di atas, memakai dasar qiyas,
yang mempunyai hak dan kewajiban sama dengan yaitu menyamakan ibu yang melahirkan bayi
anak yang lahir dengan proses alami. tabung dengan ibu susuan karena ada
Kedua ada materi (sperma dan ovum) yang persamaan illat hukum, yaitu sama-sama boleh
menjadi embrio secara yakin dapat dipastikan mengupahkan kepada orang lain.
berasal dari pasangan suami-isteri yang Menurut analisa penulis, dasar qiyas yang
mengandung dan yang melahirkannya. membolehkan proses bayi tabung dengan
Dengan ketentuan ini, penulis menolak atau mengambil sperma dan ovum yang embrionya
tidak sependapat dengan Dr. Ali Akbar, Prof. Drs. dititipkan kepada perempuan lain itu lemah.
Husein Yusuf dan H. Salim Dimyati yang Sebab qiyas yang mereka pakai itu qiyas al-
membolehkan proses bayi tabung yang mengam- bil adna, dimana illat hukum yang dijadikan dasar
sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri yang penetapan hukum yang terdapat pada hukum
kemudian embrionya ditransfer ke dalam cabang yaitu hukum bayi tabung itu lebih
rendah daripada illat yang terdapat
“walidaini” yang berarti ayah dan ibu dan kata segi hak dan kewajiban terhadap kedua
“ummun”, yang berarti ibu, adalah orang yang orangtuanya.
memberikan kelahiran atas seseorang (Hasan 2. Bayi tabung dengan ibu titipan (surrogate
Hathout. 1994: 117). mother) baik sperma dan ovumnya berasal dari
Atas dasar tersebut di atas, penulis selain suami-isteri atau donor, hukumnya haram
menolak seluruh pendapat yang membolehkan bayi dalam hukum Islam. Bayi tabung yang
tabung dengan proses surrogate mother, dilahirkan dengan cara ini nasabnya hanya
walaupun sperma dan ovumnya diambil dari dapat dipertalikan kepada ibu yang mengandung
pasangan suami-isteri juga penulis menolak bayi dan melahirkannya.
tabung dengan sperma dan atau ovum donor.
Jika terjadi demikian, maka bayi tabung
yang lahir itu hanya bernasab kepada ibu yang Daftar Pustaka
mengandung dan yang melahirkannya. Akbar, Ali. 1988. Etika Kedokteran dalam Islam.
Sedangkan kepada laki-laki yang diambil Jakarta: Pustaka Antara.
ovumnya, nasab tidak bisa dihubungkan Dawud, al-Imam al-Hafiz Abu Sulaiman as-
kepadanya. Hal ini sesuai dengan ungkapan Sajastani.1952. Sunan Abi Dawud,. Bairut:
Muhammad Jawad Muqniyah: Darul-Fikri.
Bilamana ada orang melakukan inseminasi dan Departemen Agama RI. 1985. Al-Qur’an dan
berhasil hamil, maka anak itu tidak bisa Terjemahnya. Jakarta: PT. Intermasa.
dinasabkan kepada suami yang mengandung Dimyati, H. Salim. 1986. Permainan Buatan
karena kandungan itu tidak berasal dan bernasab dan Bayi Tabung. Jakarta: Universitas
kepada yang mempunyai sperma, sebab dia tidak Muhammadiyah.
mengadakan hubungan seks dengan perempuan yang
Ghufron, Ali dan Sutomo, Adi Heru, 1993. Abortus
mengandungnya atas dasar perkawinan dan tidak
Bayi Tabung, Euthanasia, Transplantasi
pula atas dasar wati syubhat. Karena itu anak
Ginjal dan Operasi Kelamin dalam
dinasabkan kepada ibu yang mengandung saja
Tinjauan Medis Hukum Islam. Yogyakarta:
(Mugniyah, 1964: 92).
Aditya Media.
Hathout, Hassan. 1994. Revolusi Seksual
Penutup Perempuan Obstetri dan Ginekologi,.
Bandung: Mizan.
Dari pembahasan ini, dapat ditarik Mahmud, Kamal. 1980. “Permainan Buatan dan Fatwa
kesimpulan sebagai berikut:
MPKS”. Dalam Tempo. VI. Jakarta. Mertokusumo,
1.Bayi tabung dengan proses menggunakan
Sudikno.1986. Mengenal Hukum:
sperma dan ovum yang diambil dari pasangan
Suatu Pengantar. Yogyakarta: Lyberti
suami-isteri yang sah, yang kemudian
embrionya ditransfer ke rahim isterinya yang —————. 1990. Bayi Tabung ditinjau dari
diambil ovumnya hukumnya dibolehkan. Anak Hukum. Yogyakarta: FK UGM.
yang dilahirkan dengan proses ini, mempunyai MUI. 1990. Keputusan Majelis Ulama Indonesia
kedudukan yang sah menurut hukum Islam, baik tentang inseminasi buatan/bayi tabung
dari segi hubungan nasab maupun dari (No.
Kep. 952/MUI/ IX/1990). Jakarta. Subekti dan Tjitrosudibio. 1980. Kitab Undang-
Muqniyah, Muhammad Jawad. 1964. Al-Ahwalusy Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya
Syakhshiyyah ala’ Mazahibil Khamsah,. Perwita.
Bairut: Darul Ilmu. Tahar, M. Shaheb. 19871. Inseminasi Buatan
Zuhdi, Masyfuk. 1993. Masail Fiqhiyah. Jakarta: Menurut Hukum Islam. Surabaya: PT.
CV. Haji Masagung. Bina Ilmu.
Qardawi, Muhammad Yusuf Al-. 1990. Halal dan Tarjih, Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-21
Haram dalam Islam. alih bahasa di Klaten. Bayi Tabung dan
Muhammad Hamidy. Surabaya: Bina Ilmu. Pencangkokan dalam Sorotan Hukum
Salim HS. 1993. Bayi Tabung, Tinjauan Aspek Islam. Yogyakarta: Persatuan.
Hukum,. Jakarta: Sinar Grafika. Yusuf, HM. Husein. 1989. Eksistensi Bayi Tabung
Syaltut, Mahmud. Tanpa Tahun. Al-Fatawa. Mesir: ditinjau dari Aspek Agama Islam. Dalam
Darul Qalam. Makalah Simposium Nasional Fakultas
Hukum Unisri. Surakarta.