atas secara teknologis sudah dapat dilakukan, pokok sperma dan sel telurnya dari pasangan
namun di dalam kasus-kasus penggunaan suami-isteri. Hal ini disebabkan perkembangan
teknologi bayi tabung baru mencakup 5 (lima) ilmu pengetahuan yang menjurus kepada bayi
jenis, yaitu: jenis pertama, kedua, ketiga, keempat tabung dengan positif patut disyukuri. Dan ini
dan ketujuh. Dan mengapa kelima jenis itu merupakan karunia Allah SWT, sebab bisa
sudah dapat ditetapkan, sedangkan jenis lain dibayangkan sepasang suami-isteri yang sudah
belum dilaksanakan? Hal ini disebabkan karena 14 tahun mendambakan seorang anak bisa
kondisi dari pasangan suami-isteri pada saat terpenuhi” (Salim, 1993: 38).
meng-inginkan anak memilih salah satu dari Husein Yusuf mengemukakan bahwa:
kelima jenis itu, dan pemilihannya tergantung “Bayi tabung dilakukan bila sperma dan ovum
pada faktor penyebab infertilitas masing-masing. dari pasangan suami-isteri yang diproses dalam
(Salim, 1993: 9-10). tabung, setelah terjadi pembuahan kemudian
disarangkan dalam rahim isterinya sampai saat
terjadi kelahiran, maka secara otomatis anak
Hukum Bayi Tabung dan tersebut dapat dipertalikan keturunannya dengan
Hubungan Nasabnya ayah beserta ibunya, dan anak itu mempunyai
kedudukan yang sah menurut syari’at Islam.
Dari 5 (lima) jenis bayi tabung yang sudah
(Yusuf, 1989: 12).
teruji keberhasilannya, di dalam tulisan ini hanya
akan dibicarakan 3 (tiga) jenis saja, yaitu: Dua pandangan di atas menunjukkan
secara jelas dan tegas kedudukan anak yang dila-
Pertama Anak yang dilahirkan melalui
hirkan melalui proses bayi tabung menggunakan
proses bayi tabung dengan menggunakan
sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri
sperma dan ovum dari pasangan suami isteri,
kemudian embrionya ditransplantasikan ke
kemudian embrionya ditransfer ke dalam rahim
dalam rahim isteri, adalah sebagai anak sah
isterinya.
dan mem-punyai hak dan kewajiban yang sama
Walaupun persoalan anak menjadi urusan
dengan anak kandung. Dan kedua pendapat
Allah SWT, tetapi manusia (pasangan suami-
tersebut, sesuai Keputusan Muktamar Tarjih
isteri) yang mandul tetap berusaha dan berikhtiar
Muham-madiyah dan Keputusan Majlis Ulama
untuk mendapat-kan seorang keturunan. Salah
Indonesia.
satu caranya dengan menggunakan teknik bayi
Kedua keputusan itu adalah: keputusan
tabung yang menggunakan sperma dan ovum
Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di Klaten
dari pasangan suami-isteri, kemudian embrionya
yang diadakan dari tanggal 6-11 April 1980 dalam
ditransplantasikan ke dalam rahim isteri. Tetapi
Sidang Seksi A (Bayi Tabung) menyebutkan bah-
yang menjadi persoalan bagaimanakah status
wa: Bayi tabung menurut proses dengan sperma
anak yang dilahirkan oleh isteri tersebut?
dan ovum dari suami-isteri yang menurut Hukum
Untuk menjawab pertanyaan tersebut,
Islam, adalah Mubah, dengan syarat:
maka berikut ini dikemukakan pendapat para
a. Teknis mengambil semen (sperma) dengan
ulama/tokoh/ pemimpin agama Islam.
cara yang tidak bertentangan dengan Syari’at
Hasan Basri mengemukakan bahwa: “Pro-
Islam.
ses kelahiran melalui teknik bayi tabung menurut
b. Penempatan zygota seyogyanya dilakukan
agama Islam itu dibolehkan dan sah, asal yang
(bayi tabung), yang artinya: “Cara yang kelima Baqarah (2): 223).
dari itu dilakukan di luar kandungan antara dua Di dalam ayat lain Allah berfirman:
biji suami-isteri kemudian ditanamkan pada “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
rahim isteri yang lain (dari suami) hal itu dilarang Hendaklah mereka menahan pandangannya dan
menurut hukum Syara’”. (Salim, 1993:47). memelihara kemaluannya; yang demikian lebih
Hasil ijtihad itu senada dengan Surat Kepu- suci bagi mereka, sesunggunnya Allah menge-
tusan Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep-952/ tahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah
MUI/XI/1990 tentang Inseminasi Buatan/Bayi kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka
Tabung. Di dalam keputusan itu disebutkan menahan pandangannya dan memelihara
bahwa: Inseminasi buatan/bayi tabung dengan kemaluan. (QS An-Nur (24): 30-31). Ayat di atas
sperma dan ovum yang diambil secara muhtaram memerintahkan kepada suami (laki-laki) mukmin
dari pasangan suami-isteri untuk isteri-isteri yang untuk menahan pandangannya dan kemalu-
lain hukumnya haram/tidak dibenarkan dalam annya, termasuk di dalamnya memelihara
Islam. jangan sampai sperma yang keluar dari farjinya
Kedua hasil ijtihad tersebut mengharamkan (alat kelamin) itu bertaburan atau ditaburkan
penggunaan teknik bayi tabung yang menggu- ke dalam rahim yang bukan isterinya. Begitu
nakan sperma dan ovum dari pasangan suami- juga wanita yang beriman diperintahkan untuk
isteri lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam menjaga kemaluannya, artinya jangan sampai
rahim isteri yang lain (isteri kedua, ketiga atau farjinya itu menerima sperma yang bukan berasal
keempat). Dengan demikian jelaslah bahwa dari suaminya.
status anak yang dilahirkan oleh isteri-isteri Di dalam Hadis Nabi Muhammad saw
yang lain sebagai anak zina. disebutkan bahwa: “Tidak ada suatu dosa yang
Ketiga Anak yang dilahirkan melalui proses lebih besar di sisi Allah sesudah syirik daripada
bayi tabung dengan sperma dan atau ovum seorang laki-laki yang meletakkan maninya
donor, secara tegas tidak ditemukan di dalam Al- ke dalam rahim perempuan yang tidak halal
Qur’an, baik secara khusus tentang kedudukan baginya”. (H.R. Abid Dunya dari Al-Haitamy Ibn
anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung Malik At Ta’i).
yang menggunakan sperma donor dan ovumnya Apabila ditelaah hadis ini maka jelaslah
berasal dari isteri, kemudian embrionya ditrans- bahwa meletakkan sperma ke dalam rahim
plantasikan ke dalam rahim isteri. Tetapi yang wanita yang tidak sah bagi-Nya, adalah meru-
ada, adalah adanya larangan penggunaan sper- pakan dosa besar sesudah syirik kepada Allah
ma donor, seperti terdapat Surat Al-Baqarah : 223 SWT.
dan Surat An-Nur: 30-31. Berdasarkan atas firman Allah SWT dan
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tem- Hadis Nabi Muhammad saw tersebut, maka
pat bercocok tanam, datangilah tanah tempat dapatlah dikemukakan bahwa seorang isteri
bercocok tanammu itu sebagaimana kamu ke- tidak diperkenankan untuk menerima sperma
hendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dari orang lain, baik yang dilakukan secara fisik
dirimu, dan takwalah pada Allah dan ketahuilah maupun dalam bentuk pre-embrio. Dan hal yang
bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Berilah terakhir ini analog dengan penggunaan sperma
kabar gembira orang-orang ber-iman. (QS. Al- donor. Karena di sini pendonor tidak melakukan
hubungan badan secara fisik dengan isteri, donor adalah sebagai anak zina.
tetapi isteri menerima sperma dalam bentuk Pandangan di atas senada dengan apa
pre-embrio. Dan apabila hal ini juga dilakukan yang dikatakan oleh: Salim Dimyati yang menga-
oleh isteri, maka ini juga termasuk dosa besar takan bahwa: “Bayi tabung yang menggunakan
sesudah syirik. Kedudukan anaknya adalah sperma ayah donor, sedangkan sel telurnya dari
sebagai anak zina. ibu dan diperoleh dengan operasi langsung dari
Untuk menentukan sah atau tidaknya kandungan telurnya. Di sini jelas ada unsur ketiga
anak yang dilahirkan melalui teknik fertilisasi dalam tubuh si ibu. Maka dalam hal ini telah terjadi
in vitro yang menggunakan sperma dari donor, perzinaan terselubung meskipun tidak melakukan
ovumnya dari isteri kemudian embrionya perzinaan secara fisik. Anak yang lahir karena-
ditransplantasikan ke dalam rahim isteri, maka nya, termasuk anak zina”. (Dimyati, 1986: 64).
berikut ini dikemukakan pendapat dan pandangan Kesemuanya pendapat dan pandangan di atas
ulama Islam: dibantah oleh Said Sabiq. Ia mengatakan bahwa:
Qardawi (1990: 312) mengatakan bahwa: “Anak yang diproses melalui bayi tabung yang
“Islam telah melindungi keturunan, yaitu dengan menggunakan sperma donor bukanlah “anak
mengharamkan zina dan pengangkatan anak, zina”, sebab tidak melengkapi unsur pokok, yaitu
sehingga dengan demikian situasi keluarga “bertemunya dua jenis alat vital”. Si bayi, adalah
selalu bersih dari anasir-anasir asing, maka anak ghairu syar’i” atau “subhat” dari suami si
untuk Islam juga mengharamkan pencangkokan perempuan yang mengerami jabang bayi itu.
sperma (bayi tabung), apabila pencangkokan Anak itu adalah anak suami yang mengerami”
bukan dari sperma suami” (Salim, 1993: 43).Said Sabiq menilai bahwa anak
Syaltut berpendapat bahwa: “Pencangko- yang dilahirkan melalui teknik bayi tabung yang
kan sperma (bayi tabung) yang dilakukan itu menggunakan sperma donor tidak dapat dikuali-
bukan sperma suami, maka tidak diragukan fikasi sebagai anak zina, tetapi digolongkan kepa-
lagi adalah suatu kejahatan yang sangat buruk da anak subhat (haram) dari suami, karena tidak
sekali, dan suatu perbuatan yang mungkar yang memenuhi syarat pokok, yaitu bertemunya dua
lebih hebat daripada pengangkatan anak. Sebab jenis alat vital. Dan nasab anak itu dihubungkan
anak cangkokan dapat menghimpun antara peng- kepada suami dari isteri yang mengerami.
angkatan anak, yaitu memasukkan unsur asing Menurut hemat penulis, bahwa pendapat
dalam nasab, dan antara perbuatan jahat yang yang dikemukakan oleh Said Sabiq terlalu terpa-
lain berupa perbuatan zina dalam satu waktu ku pada konsepsi zina yang harus bertemunya
yang ditentang oleh Syara’ dan Undang-undang, dua jenis alat vital. Tetapi apabila kita bertitik
dan ditentang pula oleh kesusilaan yang tinggi, tolak pada Surat Al-Baqarah ayat (223), Surat
dan meluncur ke derajat binatang yang tidak An-Nur ayat (30-31) dan Hadis Nabi Muhammad
berprikemanusiaan dan adanya ikatan kemasya- saw di atas, maka meletakkan sperma saja ke
rakatan yang mulia” (Qardawi, 1990: 312- 313). dalam rahim yang tidak halal bagi seorang laki-
Dengan telah diharamkannya penggunaan sper- laki adalah dosa besar sesudah syirik. Dan ini
ma donor oleh Syekh Syaltut, maka akan mem- terma-suk dalam kategori zina. Oleh karena itu
bawa konsekuensi bahwa anak yang dilahirkan anak yang dilahirkan melalui proses fertilisasi in
oleh seorang isteri yang bibitnya berasal dari vitro (bayi tabung) yang menggunakan sperma
donor dapat dikualifikasi sebagai anak zina.
Al Mawarid Edisi VII 2002 51
Syarif Zubaidah
Bayi Tabung, Status Hukum dan Hubungan Nasabnya dalam Perspektif Hukum Islam
Hal ini disebabkan karena anak bukan produk rahim ibu pengganti (surrogate mother), baik ibu
(sperma) dari orangtua (suami-isteri) yang sah. pengganti itu terikat dengan perkawinan suami
yang diambil spermanya seperti isteri kedua,
ketiga dan keempat ataupun tidak terikat dengan
Faktor-faktor dominan perkawinan, seperti ibu pengganti sewaan.
yang menghubungkan anak Apabila dianalisa dari aspek moral, etika,
bayi tabung kepada kedua hukum dan agama, dimana setiap orang yang
orangtuanya. telah terikat dengan perkawinan berarti juga
terikat dalam hal mu’asyarah bil ma’ruf antara
Ada beberapa hal yang sangat dominan suami-isteri, maka tidak pantas dan tidak layaklah
untuk mene-tapkan hubungan nasab anak yang apabila sepasang suami isteri yang hanya dengan
terlahir dengan proses inseminasi buatan (bayi modal mengeluarkan beberapa tetes sperma dan
tabung) kepada kedua orang-tuanya yaitu: ovum yang kemudian diserahkan kepada orang
Pertama ada ikatan perkawinan yang sah lain tanpa mereka menjalani proses kehamilan
antara laki-laki yang diambil spermanya dengan dan kelahirannya, tiba-tiba setelah orang lain
perempuan yang diambil ovumnya dan perem- (surrogate mother) melahirkan mereka (laki-
puan yang diambil ovumnya adalah perempuan laki dan perempuan yang diambil sperma dan
yang mengandung dan yang melahirkan bayi ovumnya) mendapat predikat sebagai seorang
tabung. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 42 ayah dan ibu.
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang Adapun dasar-dasar dan alasan-alasan
menyatakan: “anak yang sah adalah anak yang penolakan penulis terhadap pendapat tiga tokoh
dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan tersebut di atas, yang membolehkan proses bayi
yang sah”. (UU No. 1 tahun 1974, pasal 42). tabung dengan pengambilan sperma dan ovum
Dengan ketentuan ini, maka anak yang dilahirkan dari pasangan suami-isteri yang embrionya
melalui proses bayi tabung dengan mengambil dititipakn kepada ibu pengganti adalah:
sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri 1. Dasar hukum yang membolehkan proses
yang kemudian embrionya disarangkan ke dalam bayi tabung tersebut di atas, memakai dasar
rahim isterinya adalah anak sah yang mempunyai qiyas, yaitu menyamakan ibu yang melahirkan
hak dan kewajiban sama dengan anak yang lahir bayi tabung dengan ibu susuan karena ada
dengan proses alami. persamaan illat hukum, yaitu sama-sama
Kedua ada materi (sperma dan ovum) boleh mengupahkan kepada orang lain.
yang menjadi embrio secara yakin dapat Menurut analisa penulis, dasar qiyas yang
dipastikan berasal dari pasangan suami-isteri membolehkan proses bayi tabung dengan
yang mengandung dan yang melahirkannya. mengambil sperma dan ovum yang embrionya
Dengan ketentuan ini, penulis menolak dititipkan kepada perempuan lain itu lemah.
atau tidak sependapat dengan Dr. Ali Akbar, Prof. Sebab qiyas yang mereka pakai itu qiyas
Drs. Husein Yusuf dan H. Salim Dimyati yang al-adna, dimana illat hukum yang dijadikan
membolehkan proses bayi tabung yang mengam- dasar penetapan hukum yang terdapat pada
bil sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri hukum cabang yaitu hukum bayi tabung itu
yang kemudian embrionya ditransfer ke dalam lebih rendah daripada illat yang terdapat
“walidaini” yang berarti ayah dan ibu dan kata segi hak dan kewajiban terhadap kedua
“ummun”, yang berarti ibu, adalah orang yang orangtuanya.
memberikan kelahiran atas seseorang (Hasan 2. Bayi tabung dengan ibu titipan (surrogate
Hathout. 1994: 117). mother) baik sperma dan ovumnya berasal
Atas dasar tersebut di atas, penulis selain dari suami-isteri atau donor, hukumnya
menolak seluruh pendapat yang membolehkan haram dalam hukum Islam. Bayi tabung
bayi tabung dengan proses surrogate mother, yang dilahirkan dengan cara ini nasabnya
walaupun sperma dan ovumnya diambil dari hanya dapat dipertalikan kepada ibu yang
pasangan suami-isteri juga penulis menolak bayi mengandung dan melahirkannya.q
tabung dengan sperma dan atau ovum donor.
Jika terjadi demikian, maka bayi tabung
yang lahir itu hanya bernasab kepada ibu
Daftar Pustaka
yang mengandung dan yang melahirkannya. Akbar, Ali. 1988. Etika Kedokteran dalam Islam.
Sedangkan kepada laki-laki yang diambil Jakarta: Pustaka Antara.
ovumnya, nasab tidak bisa dihubungkan Dawud, al-Imam al-Hafiz Abu Sulaiman as-
kepadanya. Hal ini sesuai dengan ungkapan Sajastani.1952. Sunan Abi Dawud,. Bairut:
Muhammad Jawad Muqniyah: Darul-Fikri.
Bilamana ada orang melakukan inseminasi Departemen Agama RI. 1985. Al-Qur’an dan
dan berhasil hamil, maka anak itu tidak bisa Terjemahnya. Jakarta: PT. Intermasa.
dinasabkan kepada suami yang mengandung Dimyati, H. Salim. 1986. Permainan Buatan
karena kandungan itu tidak berasal dan bernasab dan Bayi Tabung. Jakarta: Universitas
kepada yang mempunyai sperma, sebab dia tidak Muhammadiyah.
mengadakan hubungan seks dengan perempuan
Ghufron, Ali dan Sutomo, Adi Heru, 1993. Abortus
yang mengandungnya atas dasar perkawinan
Bayi Tabung, Euthanasia, Transplantasi
dan tidak pula atas dasar wati syubhat. Karena itu
Ginjal dan Operasi Kelamin dalam
anak dinasabkan kepada ibu yang mengandung
Tinjauan Medis Hukum Islam. Yogyakarta:
saja (Mugniyah, 1964: 92).
Aditya Media.
Hathout, Hassan. 1994. Revolusi Seksual
Penutup Perempuan Obstetri dan Ginekologi,.
Bandung: Mizan.
Dari pembahasan ini, dapat ditarik
Mahmud, Kamal. 1980. “Permainan Buatan dan
kesimpulan sebagai berikut:
Fatwa MPKS”. Dalam Tempo. VI. Jakarta.
1. Bayi tabung dengan proses menggunakan
Mertokusumo, Sudikno.1986. Mengenal Hukum:
sperma dan ovum yang diambil dari pasangan
Suatu Pengantar. Yogyakarta: Lyberti
suami-isteri yang sah, yang kemudian
—————. 1990. Bayi Tabung ditinjau dari
embrionya ditransfer ke rahim isterinya yang
Hukum. Yogyakarta: FK UGM.
diambil ovumnya hukumnya dibolehkan. Anak
yang dilahirkan dengan proses ini, mempunyai MUI. 1990. Keputusan Majelis Ulama Indonesia
kedudukan yang sah menurut hukum Islam, tentang inseminasi buatan/bayi tabung (No.
baik dari segi hubungan nasab maupun dari
Kep. 952/MUI/ IX/1990). Jakarta. Subekti dan Tjitrosudibio. 1980. Kitab Undang-
Muqniyah, Muhammad Jawad. 1964. Al-Ahwalusy Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya
Syakhshiyyah ala’ Mazahibil Khamsah,. Perwita.
Bairut: Darul Ilmu. Tahar, M. Shaheb. 19871. Inseminasi Buatan
Zuhdi, Masyfuk. 1993. Masail Fiqhiyah. Jakarta: Menurut Hukum Islam. Surabaya: PT.
CV. Haji Masagung. Bina Ilmu.
Qardawi, Muhammad Yusuf Al-. 1990. Halal Tarjih, Keputusan Muktamar Muhammadiyah
dan Haram dalam Islam. alih bahasa ke-21 di Klaten. Bayi Tabung dan
Muhammad Hamidy. Surabaya: Bina Pencangkokan dalam Sorotan Hukum
Ilmu. Islam. Yogyakarta: Persatuan.
Salim HS. 1993. Bayi Tabung, Tinjauan Aspek Yusuf, HM. Husein. 1989. Eksistensi Bayi Tabung
Hukum,. Jakarta: Sinar Grafika. ditinjau dari Aspek Agama Islam. Dalam
Syaltut, Mahmud. Tanpa Tahun. Al-Fatawa. Mesir: Makalah Simposium Nasional Fakultas
Darul Qalam. Hukum Unisri. Surakarta.