Agama
JURUSAN KEPERAWATAN
D3 KEPERAWATAN MALANG
Oleh :
DAFTAR ISI............................................................................................................2
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat & karunia-Nya sehingga
kegiatan membuat makalah yang berjudul “KLONING DAN BAYI TABUNG
MENURUT PANDANGAN ISLAM” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
waktu.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas oleh Dosen
Pengajar Mata Kuliah Agama. Kiranya makalah ini dapat menambah wawasan
bagi para pembaca dan juga bagi penyusun makalah.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penyusun meengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca dalam rangka penyempurnaan untuk pembuatan makalah selanjutnya.
Sesudah dan sebelumnya kami ucapkan terimakasih.
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
Jadi bayi tabung adalah suatu upaya untuk memperoleh kehamilan dengan
jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur sehingga terjadi pembuahan dalam
suatu wadah atau cawan petri (semacam mangkuk kaca berukuran kecil). Setelah
pembuahan berhasil dilakukan dan menghasilkan embrio, selanjutnya adalah
dengan menanamkan embrio tersebut ke dalam rahim wanita.. Mungkin karena
proses pembuahan tersebut terjadi di cawan kaca (seolah seperti tabung), akhirnya
masyarakat mengenalnya sebagai pengertian bayi tabung. Bayi tabung merupakan
suatu teknologi reproduksi berupa teknik pembuahan sel telur (ovum) di luar
tubuh wanita.
5
dimasukkan ke dalam alat kandungan seorang wanita.
b. Masyfuk Zuhdi menyatakan bahwa ada beberapa Teknik inseminasi buatan
yang telah dikembangkan di dunia kedokteran, antara lain yaitu dengan cara
mengambil sperma suami dan ovum istri, kemudian diproses di dalam tabung dan
setelah terjadi pembuahan kemudian ditransfer ke dalam rahim istri.
Hukum bayi tabung dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan dari jenis bayi tabung
yang dilakukan:
1. Bayi tabung yang berasal dari sperma dan ovum suami istri yang disemai
dalam rahim istri.
Mayoritas ulama kontemporer seperti Muhammad Syaltut dan
ulama-ulama Saudi yang didukung dengan keputusan Majma al-Fiqhi al-
Islami di Makkah tahun 1984 yang membolehkan hal ini, asalkan keadaan
suami istri tersebut benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk
mendapatkan anak, dengan kata lain tidak dapat terjadi pembuahan dengan
cara alami. Kedua, harus dipastikan sperma adalah milik suami, ovum dan
rahim adalah milik istri serta keduanya dalam ikatan perkawinan. Adanya
kemaslahatan di dalamnya berupa pemenuhan kebutuhan serta tidak
menimbulkan mafsadah sebagai acuan utama dalam menetapkan
kebolehan ini.
Berkenaan dengan akibat hukumnya, status anak bayi tabung jenis
ini adalah sah, tidak ada perbedaan dengan anak yang lahir dari proses
kehamilan alami. Dengan demikian anak tersebut mendapatkan hak
warisan dan hak-hak lainnya dari kedua orang tua, keluarga, dan negara
(pemerintah). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada persoalan terkait hukum
berkenaan dengan pengembangan bayi tabung yang menggunakan benih
dari suami istri dan disemai dalam rahim istri sendiri.
2. Bayi tabung yang berasal dari sperma dan atau ovum donator, baik yang
disemai dalam rahim istri apalagi dalam rahim ibu pengganti
6
Hal yang mendasar pada bayi tabung jenis ini adalah adanya donor
sperma dan atau ovum. Untuk mengetahui hukumnya, Q.S. al-Baqarah (2):
223 dan al-Nur (24): 30-31 mendasari hukum bayi tabung jenis ini.
Dalam surah Al-Baqarah ayat 223 tidak menjelaskan langsung
tentang keharaman mendonorkan benih. Tetapi bisa dipahami bahwa yang
berhak untuk mendatangi istri hanyalah suami. Maka tidak diperkenankan
orang lain mendatangi dalam bentuk apapun karena tidak memiliki hak.
Dalam surah An-Nur ayat 30 memerintahkan seorang laki-laki
mukmin untuk menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan Allah
dan menjaga kemaluannya, termasuk menjaga sperma yang keluarga dari
kemaluannya ditaburkan kepada selain istrinya. Bagitu pula sebaliknya,
seorang perempuan mukmin diperintahakan untuk menundukkan sebagian
pandangannya dan menjaga kemaluannya jangan sampai menerima sperma
yang bukan berasal dari suaminya.
Dengan demikian perbuatan tersebut termasuk zina dan dosa besar
walaupun tidak melakukan hubungan badan secara langsung, tetapi berupa
pertemuan benih manusia yang tidak diikat dengan perkawinan.
Menurut Syaltut yang dikutip oleh Yusuf al-Qardawi, tidak
diragukan lagi bahwa anak yang berasal dari pencangkokan dari sperma
orang lain adalah suatu kejahatan yang sangat buruk melebihi tabanni
(pengangkatan anak). Karana anak dari sperma asing menghimpun dua
kejahatan sekaligus; memasukkan unsur asing dalam nasab dan perbuatan
zina yang bertentangan dengan syariat, kesusilaan, akal sehat, dan
menjatuhkan derajat manusia seperti binatang.
3. Bayi tabung yang berasal dari sperma suami dan ovum istri tetapi disemai
dalam rahim ibu pengganti
Ulama berbeda pendapat terkait hukum bayi tabung jenis ini.
Sebagian kecil ulama membolehkannya seperti Ali Akbar, Salim Dimyati,
dan Husain Yusuf dari Indonesia. Sebagian besar ulama Indonesia dan
semua ulama internasional mengharamkan jenis ini. Ulama yang
menghalalkannya berdalil dengan mengqiaskan kebolehan mengambil ibu
7
susuan dengan ibu yang mengandung anak titipan. Anak yang lahir
kemudian hanyalah anak susuan, dan yang menjadi ibu sebenarnya adalah
ibu yang memiliki ovum.
Ulama yang mengharamkan memberikan banyak argumen atas
keharamannya. Pertama, seorang wanita tidak berhak menyewakan rahim
karena penetapan nasab dan cara untuk memperolehknya adalah hak
syariat. Kedua, menggunakan rahim pengganti sama dengan memasukkan
sperma dalam rahim orang lain dan perbuatan ini tidak dibenarkan. Ketiga,
Islam melarang perempuan minum dari sisa minuman laki-laki yang bukan
mahram agar liurnya bercampur dengan liur laki-laki ajnabi (asing), maka
penyewaan rahim tentu lebih diharamkan. Keempat, tidak adanya
hubungan antara suami dengan pemilik rahim sewaan/pengganti pada
pencampuran nasab, hilangnya kehormatan (tabiat baik), berikutnya
menghancurkan keluarga dan mengancam masyarakat. Kelima, membuka
peluang penyalahgunaan rahim sebagai komoditas perdagangan. Selain itu
penyewaan rahim merendahkan harkat dan martabat manusia yang telah
dimuliakan Allah swt. Permasalahan yang timbul di kemudian hari dari
sewa rahim adalah menentukan siapa ibu dari anak. Ulama berbeda
pendapat, sebagian menetapkan ibu pemilik ovum yang menjadi ibu
sebenarnya (nasab) dan ibu pemilik rahim sebagai ibu susuan, sebagian
ulama lainnya menetapkan ibu pemilik rahim sebagai ibu nasabnya dan
ibu pemilik rahim sebagai ibu susuan.
8
seseorang bisa punya anak secara kloning tanpa ikatan perkawinan sehingga
bisa menyepelekan institusi perkawinan. Nasab anak hasil kloning juga tidak
jelas sehingga berpengaruh pada perwalian, kewarisan, tanggungjawab ayah
kepada anak dan sebaliknya. Karena itu hukum Islam di Indonesia melarang
kloning manusia.
9
Allah SWT berfirman :
“Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam
rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah
menciptakannya, dan menyempurnakannya.” (QS. Al Qiyaamah : 37-
38)
10
kekaburan nasab maka hukumnya tidak diperbolehkan. Sedangkan
kloning manusia termasuk dalam hal yang dapat mengaburkan nasab.
BAB III
11
PENUTUP
Masalah ini tetap menjadi titik perbedaan pendapat dari beberapa kalangan
yang berbeda pandangan. Wajar terjadi perbedaan ini, karena ketiadaan nash yang
secara langsung membolehkan atau mengharamkan tekhnik bayi tabung. Nash
yang ada hanya bicara tentang hukum bayi tabung, sedangkan syarat-syaratnya
masih berbeda. Dan karena berbeda dalam menetapkan syarat itulah makanya para
ulama berbeda dalam menetapkan hukumnya.
1. Bayi Tabung dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri dan tidak
ditransfer embrionya kedalam rahim wanita lain(ibu titipan) diperbolehkan oleh
islam, jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan. Dan status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut Islam.
12
DAFTAR PUSTAKA
Syamsuddin. (2020). Journal of Islamic Family Law. Vol. 01, No. 2. Diakses pada
tanggal 5 Agustus 2022.
Inawan, Faudi. (2019). Fikri: Jurnal Kajian Agama,Sosial dan Budaya. Vol. 4,
No. 2. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2022.
Idris, Muhammad. (2019). Bayi Tabung dalam Pandangan Islam. Jurnal Al-‘Adl.
Vol. 12, No. 1. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2022.
13