Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Kloning dan Bayi Tabung

Menurut Pandangan Islam

Untuk memnuhi tugas mata kuliah

Agama

Yang dibina oleh Drs. H. MOH. HAMDAH, M. Ag

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

D3 KEPERAWATAN MALANG

Oleh :

1. Sabilla Syiva Azzahra (06) P17210223059


2. Melly Maulida Putri (07) P17210223060
3. Syifa Azahra Irawan (08) P17210223061
4. Adelia Ayu Widyaningsih (09) P17210223062
5. Rara Regita Sandi (10) P17210223063
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................2

KATA PENGANTAR.............................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5

1.1 Hukum Bayi Tabung......................................................................................5

1.2. Hukum Kloning.............................................................................................8

BAB III PENUTUP...............................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat & karunia-Nya sehingga
kegiatan membuat makalah yang berjudul “KLONING DAN BAYI TABUNG
MENURUT PANDANGAN ISLAM” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
waktu.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas oleh Dosen
Pengajar Mata Kuliah Agama. Kiranya makalah ini dapat menambah wawasan
bagi para pembaca dan juga bagi penyusun makalah.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penyusun meengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca dalam rangka penyempurnaan untuk pembuatan makalah selanjutnya.
Sesudah dan sebelumnya kami ucapkan terimakasih.

Malang, 05 Agustus 2022

Penyusun

3
BAB I

PENDAHULUAN

Banyak pasangan suami-istri gelisah karena sudah bertahun-tahun


menikah tapi belum juga dikaruniai anak. Pada dasarnya pembuahan yang alami
terjadi dalam rahim melalui cara yang alami pula (hubungan seksual), sesuai
dengan fitrah yang telah ditetapkan Allah untuk manusia. Akan tetapi pembuahan
alami ini terkadang sulit terwujud, misalnya karena rusaknya atau tertutupnya
saluran indung telur (tuba Fallopii) yang membawa sel telur ke rahim, serta tidak
dapat diatasi dengan cara membukanya atau mengobatinya. Atau karena sel
sperma suami lemah atau tidak mampu menjangkau rahim isteri untuk bertemu
dengan sel telur, serta tidak dapat diatasi dengan cara memperkuat sel sperma
tersebut, atau mengupayakan sampainya sel sperma ke rahim isteri agar bertemu
dengan sel telur di sana.

Ilmu dan teknologi di bidang kedokteran mengalami perkembangan yang


pesat. Salah satu hasil kemajuan di bidang ini adalah ditemukan cara-cara baru
dalam membantu manusia memperoleh keturunan yang dikenal dengan bayi
tabung dan kloning. Pada dasarnya program tersebut bertujuan membantu
manusia yang tidak mampu melahirkan anak secara alami. Sehingga di satu sisi
dapat dipandang sebagai kemajuan ilmu pengetahun, namun di sisi lain
menimbulkan banyak permasalahan hukum khususnya bagi umat Islam.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Hukum Bayi Tabung


Sejarah bayi tabung ini berawal dari upaya untuk mendapatkan keturunan
bagi pasangan suami isteri yang mengalami gangguan kesuburan. Sebelum
program bayi tabung ditemukan, inseminasi buatan dikenal sebagai metode untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Inseminasi buatan dilakukan dengan
menyemprotkan sejumlah cairan semen suami ke dalam rahim isteri dengan
menggunakan bantuan alat suntik. Dengan cara ini sperma diharapkan mudah
bertemu dengan sel telur, tingkat keberhasilan metode inseminasi buatan hanya
sebesar 15%.

Bayi tabung yang pertama lahir di Indonesia bernama Nugroho Karyanto


pada tanggal 2 Mei 1988. Kemudian penelitian dan pengembangan bayi tabung
dimulai dari rumah sakit Harapan Kita dan RSU Dr. Ciptomangunkusumo
berdasarkan instruksi menteri Kesehatan RI no. 373 tahun 1990 dan diperkuat
melalui UU no. 23 tahun 1992.6 Inilah awal pengembangan bayi tabung secara
legal di Indonesia.

Jadi bayi tabung adalah suatu upaya untuk memperoleh kehamilan dengan
jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur sehingga terjadi pembuahan dalam
suatu wadah atau cawan petri (semacam mangkuk kaca berukuran kecil). Setelah
pembuahan berhasil dilakukan dan menghasilkan embrio, selanjutnya adalah
dengan menanamkan embrio tersebut ke dalam rahim wanita.. Mungkin karena
proses pembuahan tersebut terjadi di cawan kaca (seolah seperti tabung), akhirnya
masyarakat mengenalnya sebagai pengertian bayi tabung. Bayi tabung merupakan
suatu teknologi reproduksi berupa teknik pembuahan sel telur (ovum) di luar
tubuh wanita.

Adapun pengertian bayi tabung menurut pakar yaitu:


a. Ali Ghufron dan Adi Heru Sutomo, menyatakan bahwa yang dimaksud bayi
tabung adalah: mani seorang laki-laki yang ditampung lebih dahulu, kemudian

5
dimasukkan ke dalam alat kandungan seorang wanita.
b. Masyfuk Zuhdi menyatakan bahwa ada beberapa Teknik inseminasi buatan
yang telah dikembangkan di dunia kedokteran, antara lain yaitu dengan cara
mengambil sperma suami dan ovum istri, kemudian diproses di dalam tabung dan
setelah terjadi pembuahan kemudian ditransfer ke dalam rahim istri.

Hukum bayi tabung dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan dari jenis bayi tabung
yang dilakukan:

1. Bayi tabung yang berasal dari sperma dan ovum suami istri yang disemai
dalam rahim istri.
Mayoritas ulama kontemporer seperti Muhammad Syaltut dan
ulama-ulama Saudi yang didukung dengan keputusan Majma al-Fiqhi al-
Islami di Makkah tahun 1984 yang membolehkan hal ini, asalkan keadaan
suami istri tersebut benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk
mendapatkan anak, dengan kata lain tidak dapat terjadi pembuahan dengan
cara alami. Kedua, harus dipastikan sperma adalah milik suami, ovum dan
rahim adalah milik istri serta keduanya dalam ikatan perkawinan. Adanya
kemaslahatan di dalamnya berupa pemenuhan kebutuhan serta tidak
menimbulkan mafsadah sebagai acuan utama dalam menetapkan
kebolehan ini.
Berkenaan dengan akibat hukumnya, status anak bayi tabung jenis
ini adalah sah, tidak ada perbedaan dengan anak yang lahir dari proses
kehamilan alami. Dengan demikian anak tersebut mendapatkan hak
warisan dan hak-hak lainnya dari kedua orang tua, keluarga, dan negara
(pemerintah). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada persoalan terkait hukum
berkenaan dengan pengembangan bayi tabung yang menggunakan benih
dari suami istri dan disemai dalam rahim istri sendiri.

2. Bayi tabung yang berasal dari sperma dan atau ovum donator, baik yang
disemai dalam rahim istri apalagi dalam rahim ibu pengganti

6
Hal yang mendasar pada bayi tabung jenis ini adalah adanya donor
sperma dan atau ovum. Untuk mengetahui hukumnya, Q.S. al-Baqarah (2):
223 dan al-Nur (24): 30-31 mendasari hukum bayi tabung jenis ini.
Dalam surah Al-Baqarah ayat 223 tidak menjelaskan langsung
tentang keharaman mendonorkan benih. Tetapi bisa dipahami bahwa yang
berhak untuk mendatangi istri hanyalah suami. Maka tidak diperkenankan
orang lain mendatangi dalam bentuk apapun karena tidak memiliki hak.
Dalam surah An-Nur ayat 30 memerintahkan seorang laki-laki
mukmin untuk menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan Allah
dan menjaga kemaluannya, termasuk menjaga sperma yang keluarga dari
kemaluannya ditaburkan kepada selain istrinya. Bagitu pula sebaliknya,
seorang perempuan mukmin diperintahakan untuk menundukkan sebagian
pandangannya dan menjaga kemaluannya jangan sampai menerima sperma
yang bukan berasal dari suaminya.
Dengan demikian perbuatan tersebut termasuk zina dan dosa besar
walaupun tidak melakukan hubungan badan secara langsung, tetapi berupa
pertemuan benih manusia yang tidak diikat dengan perkawinan.
Menurut Syaltut yang dikutip oleh Yusuf al-Qardawi, tidak
diragukan lagi bahwa anak yang berasal dari pencangkokan dari sperma
orang lain adalah suatu kejahatan yang sangat buruk melebihi tabanni
(pengangkatan anak). Karana anak dari sperma asing menghimpun dua
kejahatan sekaligus; memasukkan unsur asing dalam nasab dan perbuatan
zina yang bertentangan dengan syariat, kesusilaan, akal sehat, dan
menjatuhkan derajat manusia seperti binatang.

3. Bayi tabung yang berasal dari sperma suami dan ovum istri tetapi disemai
dalam rahim ibu pengganti
Ulama berbeda pendapat terkait hukum bayi tabung jenis ini.
Sebagian kecil ulama membolehkannya seperti Ali Akbar, Salim Dimyati,
dan Husain Yusuf dari Indonesia. Sebagian besar ulama Indonesia dan
semua ulama internasional mengharamkan jenis ini. Ulama yang
menghalalkannya berdalil dengan mengqiaskan kebolehan mengambil ibu

7
susuan dengan ibu yang mengandung anak titipan. Anak yang lahir
kemudian hanyalah anak susuan, dan yang menjadi ibu sebenarnya adalah
ibu yang memiliki ovum.
Ulama yang mengharamkan memberikan banyak argumen atas
keharamannya. Pertama, seorang wanita tidak berhak menyewakan rahim
karena penetapan nasab dan cara untuk memperolehknya adalah hak
syariat. Kedua, menggunakan rahim pengganti sama dengan memasukkan
sperma dalam rahim orang lain dan perbuatan ini tidak dibenarkan. Ketiga,
Islam melarang perempuan minum dari sisa minuman laki-laki yang bukan
mahram agar liurnya bercampur dengan liur laki-laki ajnabi (asing), maka
penyewaan rahim tentu lebih diharamkan. Keempat, tidak adanya
hubungan antara suami dengan pemilik rahim sewaan/pengganti pada
pencampuran nasab, hilangnya kehormatan (tabiat baik), berikutnya
menghancurkan keluarga dan mengancam masyarakat. Kelima, membuka
peluang penyalahgunaan rahim sebagai komoditas perdagangan. Selain itu
penyewaan rahim merendahkan harkat dan martabat manusia yang telah
dimuliakan Allah swt. Permasalahan yang timbul di kemudian hari dari
sewa rahim adalah menentukan siapa ibu dari anak. Ulama berbeda
pendapat, sebagian menetapkan ibu pemilik ovum yang menjadi ibu
sebenarnya (nasab) dan ibu pemilik rahim sebagai ibu susuan, sebagian
ulama lainnya menetapkan ibu pemilik rahim sebagai ibu nasabnya dan
ibu pemilik rahim sebagai ibu susuan.

1.2. Hukum Kloning


Teknologi kloning reproduksi mampu memfasilitasi pembuahan buatan
dengan menggunakan sel tubuh suami dan ovum istri, serta embrionya
ditransfer ke rahim istri. Sehingga kloning manusia dapat memberikan
kemaslahatan terhadap pasangan suami istri yang tidak subur untuk
memperoleh keturunan. Namun demikian, teknologi kloning manusia
berimplikasi negatif, baik terhadap institusi perkawinan, nasab, perwalian,
kewarisan, serta penyelidikan dan penyidikan pelaku tindak pidana. Sebab

8
seseorang bisa punya anak secara kloning tanpa ikatan perkawinan sehingga
bisa menyepelekan institusi perkawinan. Nasab anak hasil kloning juga tidak
jelas sehingga berpengaruh pada perwalian, kewarisan, tanggungjawab ayah
kepada anak dan sebaliknya. Karena itu hukum Islam di Indonesia melarang
kloning manusia.

Kloning manusia dapat berlangsung dengan adanya laki-laki dan


perempuan dalam prosesnya. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel
dari tubuh laki-laki, lalu inti selnya diambil dan kemudian digabungkan
dengan sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Sel telur ini –
setelah bergabung dengan inti sel tubuh laki-laki– lalu ditransfer ke dalam
rahim seorang perempuan agar dapat memeperbanyak diri, berkembang,
berubah menjadi janin, dan akhirnya dilahirkan sebagai bayi. Bayi ini
merupakan keturunan dengan kode genetik yang sama dengan laki-laki yang
menjadi sumber pengambilan sel tubuh. Kloning manusia dapat pula
berlangsung di antara perempuan saja, tanpa memerlukan kehadiran laki-laki.
Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh seorang perempuan,
kemudian inti selnya diambil dan digabungkan dengan sel telur perempuan
yang telah dibuang inti selnya. Sel telur ini –setelah bergabung dengan inti sel
tubuh perempuan– lalu ditransfer ke dalam rahim perempuan agar memper-
banyak diri, berkembang, berubah menjadi janin, dan akhirnya dilahirkan
sebagai bayi. Bayi yang dilahirkan merupakan keturunan dengan kode genetik
yang sama dengan perempuan yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh.

Kloning ini haram menurut hukum Islam dan tidak boleh dilakukan. Dalil-


dalil keharamannya adalah sebagai berikut :

1. Anak-anak produk proses kloning tersebut dihasilkan melalui cara


yang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah ditetapkan
oleh Allah untuk manusia dan dijadikan-Nya sebagai sunnatullah
untuk menghasilkan anak-anak dan keturunan. Allah SWT berfirman :
“dan Bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan
laki-laki dan perempuan, dari air mani apabila dipancarkan.” (QS. An
Najm : 45-46)

9
Allah SWT berfirman :
“Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam
rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah
menciptakannya, dan menyempurnakannya.” (QS. Al Qiyaamah : 37-
38)

2. Anak-anak produk kloning dari perempuan saja (tanpa adanya laki-


laki), tidak akan mempunyai ayah. Dan anak produk kloning tersebut
jika dihasilkan dari proses pemindahan sel telur –yang telah
digabungkan dengan inti sel tubuh– ke dalam rahim perempuan yang
bukan pemilik sel telur, tidak pula akan mempunyai ibu. Sebab rahim
perempuan yang menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya
menjadi penampung, tidak lebih. Ini merupakan tindakan menyia-
nyiakan manusia, sebab dalam kondisi ini tidak terdapat ibu dan ayah.
Hal ini bertentangan dengan firman Allah SWT :
“Hai manusia, sesunguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan.” (QS. Al Hujuraat : 13)

Hal ini juga bertentangan dengan firman-Nya :


“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka.” (QS. Al Ahzaab : 5)
3. Bayi yang dihasilkan dari kloning manusia nasabnya tidak jelas.
Padahal dalam Islam, nasab merupakan hal penting yang dapat
berkaitan dengan hukum syariat pada perwalian, perwakafan,
pernikahan dan hak warisan yang semuanya berhubungan dengan
nasab.

“Sesungguhnya kalian akan dipanggil oleh Allah SWT pada hari


kiamat dengan nama kalian dan nama bapak kalian. Karenanya,
perbaikilah nama kalian” (HR. al-Thabrani)

Berdasarkan Hadis tersebut Kiyai Ali Mustafa Yaqub menjelaskan


bahwa Rasulullah SAW secara eksplisit memerintahkan umatnya
untuk memperjelas nasab. Sehingga apapun yang dapat menyebabkan

10
kekaburan nasab maka hukumnya tidak diperbolehkan. Sedangkan
kloning manusia termasuk dalam hal yang dapat mengaburkan nasab.

Berdasarkan dalil-dalil itulah proses kloning manusia diharamkan menurut


hukum Islam dan tidak boleh dilaksanakan. 

BAB III

11
PENUTUP

Masalah ini tetap menjadi titik perbedaan pendapat dari beberapa kalangan
yang berbeda pandangan. Wajar terjadi perbedaan ini, karena ketiadaan nash yang
secara langsung membolehkan atau mengharamkan tekhnik bayi tabung. Nash
yang ada hanya bicara tentang hukum bayi tabung, sedangkan syarat-syaratnya
masih berbeda. Dan karena berbeda dalam menetapkan syarat itulah makanya para
ulama berbeda dalam menetapkan hukumnya.

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:

1.      Bayi Tabung dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri dan tidak
ditransfer embrionya kedalam rahim wanita lain(ibu titipan) diperbolehkan oleh
islam, jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan. Dan status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut Islam.

2.      Bayi Tabung dengan sperma dan ovum donor diharamkan oleh


Islam. Hukumnya sama dengan Zina dan anak yang lahir dari hasil inseminasi
macam ini statusnya sama dengan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah.

Sedangkan Kloning diharamkan dalam Islam karena fitrah dalam kelahiran


dan berkembang biak pada manusia adalah dengan adanya laki-laki dan
perempuan, serta melalui jalan pembuahan sel sperma laki-laki pada sel telur
perempuan. Sementara itu Allah SWT telah menetapkan bahwa proses
pembuahan tersebut wajib terjadi antara seorang laki-laki dan perempuan yang
diikat dengan akad nikah yang sah.
Dengan demikian kelahiran dan perkembangbiakan anak melalui kloning
bukanlah termasuk fitrah. Apalagi kalau prosesnya terjadi antara laki-laki dan
perempuan yang tidak diikat dengan akad nikah yang sah atau proses tersebut
terjadi tanpa adanya laki-laki.

12
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuddin. (2020). Journal of Islamic Family Law. Vol. 01, No. 2. Diakses pada
tanggal 5 Agustus 2022.

Inawan, Faudi. (2019). Fikri: Jurnal Kajian Agama,Sosial dan Budaya. Vol. 4,
No. 2. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2022.

Idris, Muhammad. (2019). Bayi Tabung dalam Pandangan Islam. Jurnal Al-‘Adl.
Vol. 12, No. 1. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2022.

Islami.co. (2018, 13 Desember). Alasan Kloning Manusia Tidak Diperbolehkan


dalam Islam. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2022, dari
https://islami.co/alasan-kloning-manusia-tidak-diperbolehkan-dalam-
islam/

Anaksholeh.net. Tanpa Tahun. Hukum Kloning dalam Islam yang Penting


Diketahui + Dalilnya. Diakses dapa tanggal 5 Agustus 2022, dari
https://anaksholeh.net/hukum-kloning

13

Anda mungkin juga menyukai