Anda di halaman 1dari 12

2.

1 Pengertian Bayi Tabung


Bayi tabung adalah upaya pembuahan sel telur (ovum) di luar tubuh wanita.
Teknologi ini telah dirintis oleh PC Steptoe dan RG Edwards pada 1977. Hingga kini,
banyak pasangan yang kesulitan memperoleh anak, mencoba menggunakan teknologi
bayi tabung. Prosedur bayi tabung ini dimulai dengan perangsangan indung telur istri
dengan hormon. Ini untuk memacu perkembangan sejumlah folikel. Folikel adalah
gelembung yang berisisel telur. Perkembangan folikel dipantau secara teratur dengan
alat ultrasonografi dan pengukuran kadar hormon estradional dalam darah.
Pengambilan sel telur dilakukan tanpa operasi, tetapi lewat pengisapan cairan folikel
dengan tuntunan alat ultrasonografi transvaginal. Cairan folikel tersebut kemudian
segera dibawa ke laboratorium. Seluruh sel telur yang diperoleh selanjutnya dieramkan
dalam inkubator.
Bayi tabung adalah bayi hasil konsepsinya ( dari pertemuan antara sel telur dan
sperma) yang dilakukan dalam sebuah tabung yang dipersiapkan sedemikian rupa di
laboratorium. Didalam laboratorium tabung tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga
menyerupai dengan tempat pembuahannya yang asli yaitu rahim ibu atau wanita. Dibuat
sedemikian rupa sehingga temperatur dan situasinya persis sama dengan aslinya.
Prosenya mula-mula dengan suatu alat khusus semacam alat untuk laparoskopi
dilakukan pengambilan sel telur dari wanita yang baru saja mengalami ovulasi.
Kemudian sel telur yang diambil tadi dibuahi dengan sperma yang sudah dipersiapkan
dalam tabung yang suasananya dibuat persis seperti dalam rahim. Setelah pembuahan
hasil konsepsi tersebut dipelihara beberapa saat dalam tabung tadi sampai pada suatu
saat tertentu akan dicangkokan ke dalam rahim wanita tersebut. Selanjutnya
diharapkan embrio itu akan tumbuh sebagaimana layaknya di dalam rahim wanita.
Sudah tentu wanita tsb akan mengalami kehamilan, perkembangan selama kehamilan
seperti biasa.

2.2 .     Tujuan Penemuan Bayi Tabung


Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan
suami istri yang tidakmungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba
falopii istrinya mengalami kerusakan yang permanen.  Namun kemudian mulai ada
perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang
memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk
memperoleh keturunan.

2.3 Pandangan Agama Terhadap Bayi Tabung


A.  Pandangan Agama Islam
Masalah ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan di kalangan Islam,
baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah
dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor
sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September
1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di
Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan
membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri
sendiri.
Fatwa MUI:
1.      Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya
mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
2.      Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya
dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah
Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya
dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang
mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan
sebaliknya).
3.      Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia
hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari’ah, sebab hal ini akan
menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab
maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
4.      Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang
sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar
lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-
zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
Hukum senada juga difatwakan oleh Nahdlatul Ulama (NU) sebagai hasil dari
forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Hanya saja NU
memberikan penekanan bahwa apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-
istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram.
"Mani muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak
dilarang oleh syara’. 
"Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani)
dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat
atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang.
B.  Pandangan Agama Kristen Katolik
Gereja katolik tidak mengijinkan bayi tabung. Sebab bayi tabung merupakan
teknologi fertilisasi atau Konsepsi yang dilakukan oleh para ahli. Jika manusia
mengolah bayi tabung, artinya manusia itu sudah melampaui kewajaran atau melebihi
kuasa Allah Bapa yang sudah menciptakan manusia. Fertilisasi in vitro menghapuskan
tindakan kasih perkawinan sebagai sarana terjadinya kehamilan, dan bukannya
membantu tindakan kasih suami isteri itu mencapai tujuannya yang alami. Kehidupan
baru tidak dibuahkan melalui suatu tindakan kasih antara suami dan isteri, melainkan
melalui suatu prosedur laboratorium yang dilakukan oleh para dokter atau ahli medis.
Suami dan isteri hanya sekedar sebagai sumber “bahan baku” telur dan sperma, yang
kemudian dimanipulasi oleh seorang ahli sehingga menyebabkan sperma membuahi
telur. Tak jarang pula dipergunakan telur atau sperma dari “donor”. Artinya, ayah
atau ibu genetik dari anak bisa saja seorang lain dari luar perkawinan. Hal ini dapat
menimbulkan situasi yang membingungkan bagi si anak kelak, apabila ia mengetahui
bahwa salah satu dari orangtua yang membesarkannya, bukanlah orangtua bilogisnya.

Menurut gereja katolik pernikahan bukanlah tujuan untuk mendapatkan anak,


tetapi ada tujuan lain, yaitu untuk menyatukan seorang laki-laki dan seorang wanita
yang sudah direncanakan Tuhan. Dengan melihat janji pernikahan menurut agama
katolik, yaitu:
1)  Tidak boleh diceraikan, kecuali oleh maut.
2)   Suka
3)   Duka
4)   Miskin dan
5)    Kay a.
Seorang anak akan diberikan Tuhan jika calon orang tua sudah siap. Karena
apa yang diberikan Tuhan, itu semua adalah rencana-Nya, dan itu baik buat manusia.
Persatuan cinta suami istri berlansung secara jasmaniah sedangkan bayi tabung
mengingkari kodrat perkawinan.
Seorang suami karena ingin memiliki anak lalu dia ingin menikah lagi dengan wanita
lain sangat dilarang oleh agama katolik. Karena pernikahan dilakukan untuk seumur
hidup baik suka maupun duka.
Praktek IVF / bayi tabung dan ET itu tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik,
karena beberapa alasan, diantaranya :
a.       Umumnya IVF melibatkan aborsi, karena embryo yang tidak berguna
dihancurkan/dibuang.
b.      IVF adalah percobaan yang tidak mempertimbangkan harkat sang bayi sebagai
manusia, melainkan hanya untuk memenuhi keinginan orang tua.
c.       Pengambilan sperma dilakukan dengan masturbasi. Masturbasi selalu dianggap
sebagai perbuatan dosa, dan tidak pernah dibenarkan.
d.      Persatuan sel telur dan sperma dilakukan di luar hubungan suami istri yang normal.
e.       Praktek IVF atau bayi tabung menghilangkan hak sang anak untuk dikandung dengan
normal, melalui hubungan perkawinan suami istri. Jika melibatkan ‘ibu angkat’, ini
juga berarti menghilangkan haknya untuk dikandung oleh ibunya yang asli.

C.  Pandangan Agama Kristen Protestan


Menurut pandangan agama Kristen protestan, program bayi tabung diizinkan
untuk dilaksanakan. Asalkan, dalam konteks yang melaksanakannya adalah pasangan
suami isteri yang sudah diberkati atau dinikahi. Program ini dilaksanakan karena
banyak orang yang masih mendambakan anak yang lahir dari rahimnya sendiri.
Tuhan berfirman "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu
berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu
membangun. (l korintus 10:23).
Program bayi tabung merupakan hasil pemikiran manusia. TUHAN Allah
membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam
hidungnya,- demikian manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kejadian 2:7).
bayi tabung boleh dilakukan asalkan dilakukan oleh pasangan suami isteri yang sah
dan tidak melibatkan orang lain. Maksudnya tidak menyewa rahim atau mengambil sel
telur milik wanita lain selain isterinya. Dan tidak mengambil atau menggunakan
sperma laki-laki lain selain suaminya. Mengapa? karena lebih baik orang itu suami
atau isteri menikah lagi, dari pada melakukan hal ini. Karena perbuatan ini adalah
pebuatan berzinah. Sebab ada tertulis "Jangan berzinah"(Keluaran 20:14). Alangkah
baiknya jika pasangan suami isteri yang ingin memiliki anak mengikuti program ini,
dari pada suami tidak menikahi isteri orang lain dan melakukan hal-hal yang tidak
diinginikan. Demikain halnya dengan pasangan suami isteri yang tidak memiliki biaya
untuk mengikuti program bayi tabung bisa mengandalkan doa. Seperti yang terdapat
di Lukas 1:5-25[Pemberitahuan tentang kelahiran Yohanes Pembabtis). Dalam Bagian
ini diceritakan bahwa Elisabet adalah perempuan mandul. Karena Rlisabet dan
suaminya Zakharia meminta dengan sungguh-sungguh dan tanpa henti-henti akhirnya
Tuhan menjawab doa mereka. TUHAN mengutus malaikatnya untuk menyampaikan
kabar ini kepada Zakaria pada saat Zakaria membakar ukupan di Bait Suci. Malaikat
juga mengatakan bahwa kerika anak itu lahir Zakaria harus menamai anak itu
Yohanes.
Bayi tabung bukan dilakukan melalui hubungan seks. Itulah sebabnya agama
Kristen menyetujui. Karena pada mulanya Tuhan Yesus lahir kebumi bukan melalui
hubungan seks antara Maaria dan Yusuf, melainkan melalui roh kudus. (Lukas 2:28-
38; Pemberitahuan tentang Kelahiran Yesus)

D. Pandangan Agama Hindu
Menurut Ketut Wilamurti, S.Ag dari Parisada Hindu Dharma Indonesia
(PDHI) dan Bhikku Dhammasubho Mahathera dari Konferensi Sangha Agung
Indonesia  (KASI).
Embrio adalah mahluk hidup. Sejak bersatunya sel telur dan sperma, ruh Brahman
sudah ada didalamnya, tanda-tanda kehidupan ini jelas terlihat. Karena itu, embrio
yang dihasilkan baik secara alarm" (hamil karena hubungan seks/tanpa menggunakan
teknologi fertilisasi), dan kehamilan non alami (hamil karena menggunakan teknologi
fertilisasi; Bayi tabung) merupakan suatu hasil ciptaan Ranying Hatalla dan hasil
ciptaan manusia.
Menurut agama Hindu program bayi tabung tidak disetujui karena sudah
melanggar ketentuan. Diartikan melanggar ketentuan karena sudah melanggar
kewajaran Tuhan (Ranying Hatalla) untuk menciptakan manusia.
Bayi Tabung:
1.      Bayi tabung dapat diterima atas persetujuan suami-isteri.
Bayi tabung dilakukan oleh pasangan suami isteri yang siap dan mengingini seorang
anak. tidak ada satupun yang bisa meiarang termasuk hukum. Karena hak ini terdapat
dalam UUD bab XA Pasal 28B ayat l yaitu setiap orang berhak membentuk keluarga
dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
2.      Insemi atau pembuahan secara suntik bagi umat hindu dipandang tidak sesuai
dengan tata kehidupan agama hindu, karena tidak melalui ciptaan Tuhan.
Walaupun bayi tabung bisa dilakukan oleh pasangan suami isteri yang siap dan
mengingini anak, Agama hindu kaharingan tidak mengizinkan atau memperbolehkan
teknologi fertilisasi ini. Karena perbuatan ini sudah melanggar hak cipta yang yang
dilakukan oleh Ranying Hatalla.
Seperti yang diakui oleh umat hindu bahwa Ranying Hatala Katamparan yaitu
Ranyaing Hatala yang telah menciptakan manusia. Pada mulanya ranying
Menciptakan nenek moyang (disebut Raja Bunu) di Pantai danum Sangiang, sebelum
diturunkan ke Pantai Danum Kalunen Ranying Hatalla terlebih dahulu membekali
Raja Bunu dengan segala aturan, tata cara, bahkan pengalaman langsung untuk
menuju ke kehidupan sempurna yang abadi.

E.  Pandangan Agama Budha


   Ketika banyak agama merasa terancam dengan pemikiran modern dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Agama Buddha justru sebaliknya
mendapatkan tempat untuk berjalan beriringan. Ketika banyak agama menolak teori
evolusi, perkembangan bioteknologi, maupun teori tanpa batas tepi (teori kosmologi
mengenai ketiadaan awal maupun akhir dari alam semesta oleh Stephen Hawking),
agama Buddha sebaliknya tidak langsung menolak hal-hal tersebut. Bagi ajaran
Buddha, perkembangan tekonologi bagaikan pisau yang di satu sisi dapat
dimanfaatkan untuk memotong di dapur, namun di sisi lain dapat dipakai untuk
menusuk orang lain. Jadi, alih-alih ajaran Buddha menolak pisau tersebut, melainkan
alasan penggunaan pisau tersebut yang ditolak oleh Beliau ketika dipakai untuk
melukai.
Kesimpulannya, di dalam ajaran Agama Buddha itu sendiri tidak ditolak adanya
bayi tabung. Bahkan kloning pun juga tidak di tolak. Jadi, di lain kata dapat dikatakan
bahwa bayi tabung atau inseminasi buatan di dalam agama ini diperbolehkan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan yaitu :
Dalam agama islam dikatakan bahwa proses pembuatan bayi tabung yang sel
telurnya berasal dari isteri pertama dan dikembangkan dalam rahim isteri kedua,
hukumnya tetap haram karekan akan menyebabkan percampuran Nasab. Dalam
agama kristen protestan Bayi tabung boleh dilakukan asalkan dilakukan oleh pasangan
suami isteri yang sah dan tidak melibatkan orang lain. Dalam agama katolik bahwa
bayi tabung tidak diperbolehkan sebab tujuan menikah bukanlah untuk mendapatkan
seorang anak. Menurut agama Hindu program bayi tabung tidak disetujui karena
sudah melanggar hak cipta Ranying hatala langit.

3.2 Saran
Dari segi positif, Kita perlu mencintai dan menghargai semua ciptaan Tuhan
baik itu berupa bayi tabung dan sebagainya sebab karena manusia adalah ciptaan
Tuhan. Tuhan menciptakan manusia dengan akal dan budi dan dapat mengembangkan
diri ke arah penemuan baru tetapi tanpa meleset dari aturan dari Keagamaan.

http://krisnachandrawati.blogspot.com/2013/01/bayi-tabung-menurut-5-agama.html

A.      Pengertian Inseminasi  
Secara sederhana, inseminasi (buatan) adalah proses penempatan sperma dalam
organ reproduksi wanita dengan tujuan untuk mendapatkan kehamilan. Ini harus dilakukan
pada masa paling subur dari seorang wanita, yakni sekitar 24-48 jam sebelum ovulasi
terjadi. Inseminasi buatan yang paling populer digunakan adalah IUI atau Intra Uterine
Insemination. IUI merupakan proses fertility treatment yang melibatkan air mani yang dicuci
dan kemudian ditransfer ke dalam rahim wanita dengan menggunakan jarum suntik khusus.
Cara ini merupakan cara yang paling umum dan biasanya berhasil.

1.      Pandangan Agama Islam


Inseminasi pada dasarnya bersifat netral. Namun kenetralan tersebut bisa berubah
sesuai dengan hal-hal yang mengiringi dilakukannya inseminasi. Jadi, meskipun memiliki
daya guna tinggi, terapan sains modern juga sangat rentan terhadap penyalahgunaan dan
kesalahan etika bila dilakukan oleh orang yang tidak beragama, tidak beriman dan tidak
beretika sehingga sangat potensial berdampak negatif dan fatal, sehingga hal tersebut
menjadi sebuah kejahatan. Oleh karena itu, kaedah dan ketentuan syariah patut dijadikan
sebagai pemandu etika dalam penggunaan teknologi ini, sebab penggunaan dan penerapan
teknologi belum tentu sesuai menurut agama, etika dan hukum yang berlaku di masyarakat.
Seorang pakar kesehatan New Age dan pemimpin redaksi jurnal Integratif Medicine,
DR. Andrew Weil sangat merasa resah dan mengkhawatirkan penggunaan inovasi teknologi
kedokteran tidak pada tempatnya yang biasanya terlambat untuk memahami konsekuensi
etis dan sosial yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, Dr. Arthur Leonard Caplan,
Direktur Center for Bioethics dan Guru Besar Bioethics di University of Pennsylvania
menganjurkan pentingnya komitmen etika biologi dalam praktek teknologi kedokteran apa
yang disebut sebagai bioetika. Menurut John Naisbitt dalam High Tech - High Touch (1999)
bioetika bermula sebagai bidang spesialisasi pada 1960–an sebagai tanggapan atas
tantangan yang belum pernah ada, yang diciptakan oleh kemajuan di bidang teknologi
pendukung kehidupan dan teknologi reproduksi.
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk
masalah Kontemporer, karena tidak terdapat hukumnya secara spesifik di dalam al-Qur’an
dan al-Sunnah bahkan dalam kajian fiqh klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini
hendak dikaji menurut hukum islam maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang
lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahid), agar dapat ditemukan hukumnya yang
sesuai dengan prinsip dan jiwa al-Qur’an dan al-Sunnah yang merupakan sumber pokok
hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan
pendekatan multi disipliner, tentunya oleh para ulama dan cendekiawan muslim dari
berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-
benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum,
agama dan etika.
Menurut Mahmud Syaltut penghamilan buatan (jika menggunakan sperma donor)
adalah pelanggaran yang tercela dan dosa besar, setara dengan zina, karena memasukkan
mani’ orang lain ke dalam rahim perempuan tanpa ada hubungan nikah secara syara’, yang
dilindungi hukum syara’.
Hal senada juga disampaikan oleh Yusuf Al-Qardlawi. Beliau  menyatakan bahwa
Islam mengharamkan pencakokan sperma apabila pencakokan itu bukan dari sperma
suami.
Dengan demikian, dapat dikatakan hukum inseminasi buatan dan bayi tabung pada
manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma
atau ovum suami isteri sendiri, maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut
benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu memperoleh keturunan. Hal
ini sesuai dengan kaidah ‘al-hajaatu tanzilu manzilah al dharurah’ (hajat atau kebutuhan
yang sangat mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat).
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma
dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat hukumnya,
anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang
melahirkannya. Dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram
inseminasi buatan dengan donor ialah, pertama:
ô‰s)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur ’Îû ÎhŽy9ø9$# 
̍óst7ø9$#ur Nßg»oYø%y—u‘ur šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$# óOßg»uZù=žÒsùur 
4’n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
Artinya: Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di
lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan. (QS. Al-Isra’ 70)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk
yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan
lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya
manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama
manusia. Pemuliaan manusia bukan hanya dari sisi fisik, namun sisi keturunan pun Allah
bedakan dengan makhluk lain. Sehingga inseminasi buatan dengan donor itu pada
hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan
hewan yang diinseminasi.
Kedua; hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain
(istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang
melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka
berbeda pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah
boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar
tidak membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi buatan
belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa hukumnya dari mereka.
Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan pada
manusia dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata maa’ dalam bahasa Arab bisa
berarti air hujan atau air secara umum, seperti dalam Surat Thaha:53. Juga bisa berarti
benda cair atau sperma seperti dalam Surat An-Nur:45 dan Al-Thariq:6.
Dalil lain untuk syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari
sperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang
mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah
atau mudharat harus didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan).
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor
sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat (dampak negatif) daripada
maslahah (dampak positif). Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu
suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya, untuk mendapatkan
keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal. Namun mudharat dan
mafsadahnya jauh lebih besar (jika menggunakan donor), antara lain berupa:
1.      Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin dan
kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.
2.      Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
3.      Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma
pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah.
4.      Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tanggal.
5.      Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
6.      Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung
lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya
benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS.
Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma
dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak
hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal 42
UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebagai akibat perkawinan yang sah” maka tampaknya memberi pengertian bahwa anak
hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak yang sah. Namun,
kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana
peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan
perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan
perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya, dan lain-lain. Lagi pula negara
kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena
tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku.
2.      Pandangan Agama Kristen
Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi
tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan
bertentangan dengan harkat manusia.
Hal ini karena beberapa alasan, di antaranya:
a.       Melibatkan aborsi
b.      Tidak mempertimbangkan harkat sang bayi sebagai manusia
c.       Masturbasi (pengambilan sperma) selalu dianggap sebagai perbuatan dosa
d.      Dilakukan di luar suami istri yang normal
e.       Menghilangkan hak sang anak untuk dikandung secara normal, melalui hubungan
perkawinan suami istri.
3.      Pandangan Agama Katholik
Menurut agama katolik hubungan suami istri harus mempunyai tujuan union
(persatuan suami istri) dan procreatin (terbuka untuk kemungkinan lahirnya anak). Maka,
inseminasi baik yang heterolog (melibatkan pihak ke tiga) maupan yang homolog (antara
hubungan suami istri itu sendiri) tidak sesuai dengan ajaran iman katolik, karena dalam
prosesnya meniadakan proses union (persatuan suami istri).
4.      Pandangan Agama Budha
Dalam pandangan Agama Buddha, perkawinan adalah suatu pilihan dan bukan
kewajiban. Artinya, seseorang dalam menjalani kehidupan ini boleh memilih hidup berumah
tangga ataupun hidup sendiri. Hidup sendiri dapat menjadi pertapa di vihara --sebagai
Bhikkhu, samanera, anagarini, silacarini-- ataupun tinggal di rumah sebagai anggota
masyarakat biasa.
Sesungguhnya dalam agama Budha, hidup berumah tangga ataupun tidak adalah sama
saja. Masalah terpenting di sini adalah kualitas kehidupannya. Apabila seseorang berniat
berumah tangga, maka hendaknya ia konsekuen dan setia dengan pilihannya,
melaksanakan segala tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Orang yang
demikian ini sesungguhnya adalah seperti seorang pertapa tetapi hidup dalam rumah
tangga. Sikap ini pula yang dipuji oleh Sang Buddha. Dengan demikian, inseminasi tidak
diperbolehkan dalam agama budha.
5.      Pandangan Agama  Hindu
Inseminasi atau pembuahan secara suntik bagi umat Hindu dipandang tidak sesuai
dengan tata kehidupan agama Hindu, karena tidak melalui samskara dan menyulitkan dalam
hukum kemasyarakatan.
Demikian agama menilai terhadap praktek inseminasi sebagai solusi teknologi dari
masalah yang dialami manusia.

http://semuailmiah.blogspot.com/2011/12/inseminasi-dalam-perspektif-agama_19.html

Anda mungkin juga menyukai