Anda di halaman 1dari 15

KEBIJAKAN PENGELOLAAN

MASALAH INFERTILITAS
DENGAN PARADIGMA BARU
dr. Lovely Daisy, MKM
Direktorat Kesehatan Keluarga

Disampaikan pada:
Pertemuan Koordinasi Penguatan Implementasi Pelayanan Kesehatan Untuk Perlindungan Perempuan dan Anak II
19 Februari 2021
Keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara
KESEHATAN utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan
REPRODUKSI proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan
(UU RI No. 36 Tahun 2009 Pasal 71 Ayat 1)

Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi:


Usia Reproduksi adalah masa di antara
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pubertas dan menopause yang
2. Keluarga Berencana (KB)
pembuahannya sering kali jadi (positif);
3. Pencegahan & penanganan infertilitas
4. Pencegahan & penanganan komplikasi keguguran
5. Pencegahan & penanganan IMS-HIV KBBI
6. Kesehatan seksual
7. Pencegahan & penanganan Kekerasan terhadap Perempuan
dan Anak (KtP/A)
8. Deteksi dini kanker payudara & kanker serviks
9. Kespro Remaja Usia reproduksi: 15 – 49 tahun
10. Kespro Lanjut Usia
11. Kesehatan reproduksi pada situasi dan kelompok khusus Setiap Perempuan berhak atas pelayanan
(situasi bencana, penyandang disabilitas, dll) Kesehatan sistem reproduksi
(PP No 61 Tahun 2014 pasal 30)
12. Pencegahan praktik berbahaya (P2GP, perkawinan anak, dll)
INFERTILITAS
Definisi: kondisi pada PUS, yang berhubungan seksual secara
teratur (2-3 kali/minggu) dan tanpa menggunakan alat
kontrasepsi, yang belum pernah dan belum mampu mempunyai
anak paling sedikit dalam kurun waktu 12 bulan (infertilitas primer)
Latar Belakang:
± Evaluasi Demographic and Health Surveys (DHS) yang dilakukan oleh WHO pada tahun 2004
memperkirakan bahwa lebih dari 186 juta WUS yang pernah menikah di negara berkembang
mengalami infertilitas, atau setara dengan 1 dari setiap 4 PUS usia 15-49 tahun
± Di Indonesia, dari 67 juta pasangan usia subur, 10-15 persen atau 8 juta mengalami gangguan
infertilitas atau kesuburan yang membuat mereka sulit mendapatkan anak (Profil Kesehatan
Indonesia, 2012)
± Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), prevalensi infertilitas di Indonesia meningkat setiap tahun.
Pada 2013, tingkat prevalensi adalah 15-25% dari semua pasangan (Riskesdas, 2013)
± Berdasarkan data dari Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia (Perfitri) pada tahun 2017,
terdapat 1.712 pria dan 2.055 wanita yang mengalami infertilitas
• The world is succeeding in spacing births among other reproductive
health indicators*

• However, the strategies followed in the last 40 years have not


contributed to preserve a fundamental human right, which is “the
right to found a family”

• The goal of reducing over population must be met without infringing


on individual rights of the infertile.

• It is unfair to impose the burden of over-population onto women and


men suffering from infertility and lower socio-economic conditions

*Referenced in Bloom's Report: MacDonald


http://www.un.org/esa/population/publications/.pdf
PERMASALAHAN
1. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat masih sangat terbatas
2. Upaya pencegahan dan pelayanan di tingkat pelayanan kesehatan primer
belum dilakukan secara terstruktur
3. Pelayanan rujukan belum dikelola secara optimal
• Akses terbatas dan sebaran fasilitas pelayanan belum merata
• Besarnya biaya yang diperlukan dan belum dicakup oleh BPJS
• Efektivitas dan tingkat keberhasilan yang rendah
• Pemanfaatan pelayanan bayi tabung di dalam negeri masih rendah, sementara banyak
yang memanfaatkan pelayanan serupa di luar negeri

4. Masalah kesetaraan gender dan kesetaraan dalam interaksi dokter-pasien


PENYEBAB INFERTILITAS

Faktor Risiko:
• Usia
• Gaya hidup tidak sehat: gizi buruk,
defisiensi mikronutrien, konsumsi alkohol,
stres dan olahraga berat
• Konsumsi obat-obatan tertentu yang
berpengaruh terhadap produksi
testosteron dan sperma
• Lingkungan: keterpaparan terhadap suhu
tinggi dan bahan berbahaya bagi fertilitas
perempuan dan laki-laki, misalnya panas,
radiasi sinar-X, logam dan pestisida.
PENYEBAB INFERTILITAS

1. Kelainan urogenital 1. Faktor ovulasi: 40%


mis gangguan siklus haid –
bawaan atau yang amenore primer atau sekunder,
didapat oligomenorea dan sindrom
ovarium polikistik
2. Infeksi saluran urogenital
3. Suhu skrotum yang 2. Faktor tuba: 40%
• infeksi sistem reproduksi,
meningkat (misalnya terutama Chlamidia, gonore
akibat adanya varikokel) dan TB;
• endometriosis: ditemukan pada
4. Kelainan endokrin 25%-50% perempuan; sekitar
5. Kelainan genetik 30%-50% diantaranya
mengalami infertilitas, akibat
6. Faktor imunologi perlekatan/distrorsi anatomi
7. Kelainan idiopatik, yang panggul
mungkin disebabkan oleh 3. Penyebab lain: 10%
Gangguan uterus, termasuk
disrupsi endokrin karena mioma submukosum, polip
polusi lingkungan, radikal endometrium dan leiomyoma
bebas, atau kelainan 4. Tidak dapat dijelaskan
genetik. (unexplained): 10%.
ISU GENDER TERKAIT INFERTILITAS
Perempuan seringkali disalahkan
Perempuan mendapatkan dampak yang lebih berat
(diceraikan, dipoligami)
Perempuan lebih banyak mengakses layanan infertilitas
Risiko akibat pengobatan lebih berat pada
perempuan dibandingkan laki-laki
SURVEI TENTANG INFERTILITAS
Hasil Survei di 3 klinik infertilitas (2012), melibatkan 212 pasien infertilitas perempuan
• Pemeriksaan fertilitas pada umumnya dilakukan sekitar dua tahun sejak keinginan punya anak.
Ada rasa takut didiagnosis mandul untuk memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan (61%)
dan malu untuk menjalani pemeriksaan vaginal (27%).
• Pasien sering berganti dokter spesialis kandungan: 1-3 dokter (76%) atau lebih, dengan alasan
penanganan oleh dokter sebelumnya tidak berhasil (32%) atau ingin memperoleh pandangan
lain.
• Kebutuhan informasi tentang infertilitas kebanyakan diperoleh dari dokter spesialis kandungan
(77%) dan hanya 10% dari dokter umum.
• Jenis informasi yang dibutuhkan pasien meliputi: penyebab infertilitas (25%), saran tentang
hubungan seksual (20%), cara meningkatkan fertilitas (15%), infertilitas pada perempuan dan
penanganan infertilitas.
• Seiring dengan kemajuan teknologi digital, banyak ditemukan grup media sosial yang membahas
tentang infertilitas dan bayi tabung, namun banyak yang pemahamannya tidak berdasarkan
kaidah ilmiah namun tersebar luas dan dianggap benar.
• Kebanyakan pasien (86%) langsung memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan dan hanya
6% ke dokter umum.
PENCEGAHAN INFERTILITAS
• Perencanaan kehamilan
• Perilaku hidup sehat
• Penanggulangan penyakit infeksi, termasuk infeksi
menular seksual (IMS), serta penyakit kronis,
misalnya TB, yang sering menimbulkan obstruksi
tuba Falopii
• Mengurangi pajanan terhadap lingkungan,
pekerjaan, agen infeksi dan iatrogenik
• Menjaga kehamilan yang sehat untuk menghindari
Infertilitas pada generasi berikutnya
• Berperilaku seks aman
• Upaya perbaikan gizi, baik gizi buruk maupun
obesitas, khususnya pada remaja puteri
PROMOSI PERILAKU SEHAT

±Pencegahan, deteksi dini dan pengobatan IMS dan Infeksi


saluran reproduksi serta pendidikan kesehatan reproduksi untuk
mencegah dan mengurangi risiko infertilitas.
±Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan
reproduksi serta mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
pada remaja dan dewasa muda, serta perilaku hidup sehat.
±Menciptakan kesadaran masyarakat atas pengaruh faktor usia,
merokok, obesitas dan gizi pada infertilitas.
±Mencegah pajanan lingkungan pekerjaan yang dapat
berdampak terhadap fertilitas.
12

PARADIGMA BARU
dalam Penanganan Infertilitas

Pendekatan dalam pengelolaan masalah infertilitas yang


menekankan pentingnya kesetaraan, baik perlakuan terhadap
pihak perempuan dan laki-laki dalam masalah infertilitas, maupun
kesetaraan dalam interaksi dokter-pasien.

Kesetaraan ini diwujudkan dalam pemeriksaan fertilitas secara


bersamaan pada PUS, serta edukasi pasien agar mampu
berinteraksi secara produktif dengan dokter.
KESIMPULAN
Infertilitas merupakan isu kesehatan masyarakat

Infertilitas bukan hanya merupakan masalah kesehatan perempuan


namun merupakan masalah bersama suami istri

Pencegahan infertilitas melibatkan perbaikan gaya hidup

Diperlukan perencanaan kehamilan untuk meminimalisir risiko


infertilitas

Tatalaksana infertilitas harus dimulai dari pelayanan kesehatan primer yang


meliputi promotif preventif agar dapat menjangkau lebih banyak pasangan usia
subur yang membutuhkan, dan dalam fase yang lebih awal
HARAPAN
1. Penyamaan persepsi dan advokasi kepada pihak-pihak terkait tentang masalah
infertilitas
2. Kerjasama multisektor terkait dalam upaya pencegahan infertilitas, antara lain:
• Peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang berbagai masalah
yang berkaitan dengan infertilitas dan cara pencegahannya
• Penyusunan media KIE bagi masyarakat dan media advokasi bagi tokoh masyarakat
dalam upaya pencegahan infertilitas
3. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasangan dengan masalah
infertilitas:
• Penyusunan pedoman pelayanan infertilitas di tingkat pelayanan primer serta
rujukan
• Kajian tentang pelaksanaan paket pelayanan infertilitas di tingkat pelayanan primer
dan mekanisme rujukannya, termasuk pemantapan pencegahan dan pengobatan
IMS, TB
• Peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan infertilitas di tingkat pelayanan
rujukan sekunder dan tersier, termasuk penyederhanaan prosedur bayi tabung
untuk menekan biaya dan peningkatan keberhasilan/efisiensi layanan bayi tabung
• Kajian terhadap besarnya arus medical tourism pada pasien infertilitas ke luar
negeri, dan rendahnya pemanfaatan pusat infertilitas dalam negeri
SALAM SEHAT

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai