Disusun oleh :
FAKULTAS SYARIAH
2022/2023
KATA PENGANTAR
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Fikih.
Penyusun berharap makalah ini dapat membantu semua pembacanya dalam
memahami materi ini.
Makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini.
Tim penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. 0
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 3
C. Tujuan ........................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................. 4
A. Pengertian Bayi Tabung ................................................................................................ 4
B. Proses Bayi Tabung ....................................................................................................... 4
C. Hukum Bayi Tabung Menurut Islam ............................................................................. 5
D. Status Anak Bayi Tabung Menurut Islam .................................................................... 12
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan.................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 15
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
harta benda dan kekayaan. Hidup berumah tangga merupakan tuntutan fitrah
manusia sebagai makhluk sosial. Manusia itu lahir berlainan bentuk dan
sifatnya yang berbeda agar masing-masing saling melengkapi, saling
membutuhkan. Mendambakan turunan adalah kebahagiaan bagi pasangan
suami istri dan dapat menjadi pelipur lara dalam kesunyian, juga sebagai
pendukung utama terciptanya ketenteraman hidup sebagai perwujudan dari
rasa cinta dan kasih sayang.
2
dengan kenyataan. Kedua orang tuanya berkulit putih tetapi lahir anak berkulit
hitam.
Hal tersebut, peluang akan terjadi anak hasil bayi tabung akan tidak
diakui oleh orang tuanya bila berbeda dengan harapan. Olehnya itu, dari segi
pengakuan baik dari sisi hukum positif maupun hukum Islam adalah suatu
masalah yang menarik untuk diteliti.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud bayi ?
2. Bagaimana proses bayi tabung ?
3. Bagaimana hukum bayi tabung ?
4. Bagaimana kedudukan anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung
menurut hukum islam ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian bayi tabung.
2. Untuk mengetahui proses bayi tabung.
3. Untuk mengetahui hukum bayi tabung.
4. Untuk mengetahui kedudukan anak bayi tabung menurut Islam.
3
BAB II PEMBAHASAN
Bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) adalah kehamilan yang terjadi dan
diawali dengan sel telur dibuahi oleh sperma di luar tubuh. Pembuahan tersebut
pun dilakukan di dalam sebuah tabung. Prosedur ini dilakukan bila kehamilan
tidak kunjung terwujud meski sudah mencoba berbagai macam cara, seperti
mengonsumsi obat-obatan dan melakukan operasi atau inseminasi buatan.
IVF adalah salah satu metode yang paling efektif dari kategori teknologi
reproduksi untuk mendapatkan kehamilan. Prosedurnya dapat dilakukan dengan
menggunakan sel telur sendiri dibantu dengan sperma pasangan. Di sisi lain, cara
ini dapat melibatkan sel telur, sperma atau embrio dari pemberi donor. Pada
beberapa kasus, ibu pengganti juga memungkinkan untuk menanamkan embrio di
dalam rahimnya jika dirasa sang wanita memiliki suatu masalah.
Setelah sperma dipastikan baik, terlebih Secara sederhana, bayi tabung bisa
dipahami sebagai sebuah proses yang dilakukan dengan cara menggabungkan sel
telur dan sperma di luar tubuh. Sel telur yang diambil dari calon ibu, kemudian
dibuahi dan setelahnya akan dipindahkan ke dalam rahim wanita. Tujuannya
adalah untuk “menciptakan” kehamilan pada wanita.
Kehamilan yang terjadi dalam proses ini diawali dengan sel telur yang dibuahi
oleh sperma di luar tubuh, yaitu di dalam sebuah tabung. Biasanya, prosedur ini
baru bisa dilakukan jika calon ibu sudah melakukan banyak cara, misalnya
mengonsumsi obat-obatan hingga tindakan bedah, tetapi tetap tidak bisa
mengatasi masalah ketidaksuburan.
4
Pertama, pembuahan di luar rahim ibu dilakukan di dalam laboratorium
berteknologi tinggi. Untuk “mengawinkan” sperma dan sel telur, dilakukan di
dalam sebuah cawan khusus yang berisi medium tertentu. Pada awalnya, petugas
dari laboratorium akan meminta sperma dari calon ayah yang nantinya akan
digunakan untuk membuahi. Nantinya, akan dipilih sperma yang terbaik agar
proses kehamilan bisa berjalan lebih lancar.
Ketiga, setelah 3-5 hari setelah pengambilan sel telur, proses dilanjutkan
dengan inkubasi untuk memantau terjadinya pembuahan normal hingga
membentuk embrio. Nah, jika pembuahan berhasil, maka embrio akan kembali
ditanamkan ke dalam rahim ibu. Setelah itu, calon ibu akan menjalani proses
hamil seperti perempuan pada umumnya.
Kalau kita hendak mengkaji masalah bayi tabung dari segi hukum Islam,
maka harus dikajį dengan memakai metode ijtihad yang lazim dipakai oleh para
ahli ijtihad, agar hukum ijtihadi-nya sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa Al-
Qur‟an dan Sunah yang menjadi pegangan umat Islam. Sudah tentu ulama yang
melaksanakan ijtihad tentang masalah ini, memerlukan informasi yang cukup
tentang teknik dan proses terjadinya bayi tabung dari cendekiawan Muslim yang
ahli dalam bidang studi yang relevan dengan masalah ini, misalnya ahli
5
kedokteran dan ahli biologi. Dengan pengkajian secara multidisipliner ini, dapat
ditemukan hukumnya yang proporsional dan mendasar.1
Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan
terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan
melakukan hal-hal yang terlarang.
Menurut hemat penulis, dalil-dalil syar‟i yang dapat menjadi landasan hukum
untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut:
1
Mengenai syarat-syarat melakukan ijtihad dan metode-metodenya, baca Masjfuk Zuhdi, Ijtihad dan
Problematikanya Dalam Menghadapi Abad XV Hijriyah, Surabaya, Bina Ilmu, 1981, hlm. 30-31 dan 22-
25.
2
Mahmud Syaltu, Al-Fatwa, Cairo, Darul Qalam, n,d., hlm. 326-329
6
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-
baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Al-isra:70)
2. Hadis Nabi
Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir
menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang
lain). Hadis riwayat Abu Daud, A-Tirmidzi, dan Hadis ini dipandang sahih
oleh Ibnu Hibban.
7
berbeda pendapat: apakah sah/tidak seorang pria mengawini wanita hamil dari
orang lain akibat zina? Menurut mazhab Hanbali, wanita tersebut tidak boleh
dinikahi oleh pria yang tidak menghamilinya sebelum lahir kandungannya.
Sebab terkenaa iddah. Zufar al-Hanafi juga sependapat dengan mazhab
Hanbali. Sedang mazhab Syafi‟i mnembolehkan dia itu wanita hamil tersebut
dikawini oleh orang yang tidak menghamilinya tanpa harus menunggu
bayinya lahir, sebab anak yang dikandungnya itu tidak ada hubungan nasab
dengan pria yang berzina yang menghamili ibunya. Karena itu, adanya si janin
itu sama dengan tidak ada, sehingga tidak perlu ada iddah. Sementara Abu
Hanifah membolehkan juga seorang mengawini wanita hamil dari zina dengan
orang lain (sah nikahnya), tetapi dengan syarat si pria yang menjadi suaminya
itu untuk sementara tidak boleh melakukan hubungan seksual dengan istrinya
sebelum kandungan lahir.
Jelaslah, bahwa masalah mengawini wanita hamil karena zina itu
merupakan masalah ijtihadiyah dan di kalangan ulama terdapat tiga pendapat.
Menurut hemat penulis, pendapat yang paling membawa maslah ah bagi
masyarakat Islam di Indonesia, ialah pendapat Abu Hanifah yang
membolehkan seorang pria menikahi wanita hamil karena zina dengan pria
lain yang tidak mau bertanggungjawab, dengan catatan: si suami tidak boleh
mensetubuhi si istri sebelum lahir kandungannya berdasarkan pertimbangan
antara lain sebagai berikut :
1. Fatwa hukum Abu Hanifah telah mengandung unsur hukuman yang
bersifat edukatif dan kuratif terhadap wanita pelaku zina itu.
2. Untuk menjaga kehormatan anak yang tak berdosa yang lahir dari
hubungan yang tidak sah. Sebab semua anak lahir sebagai anak yang
suci, tidak membawa dosa. Yang berdosa itu adalah pria dan wanita
yang menye babkan kelahirannya sebagai anak zina.
3. Untuk menutup aib (cela) pada keluarga wanita itu, sebab kehamilan
Si wanita dan kelahiran si anak tanpa mempunyai suami/bapak yang
8
“formal” adalah sangat tercela di masyarakat, sedangkan Islam
menganjurkan orang mau menutup aib orang lain.
4. Sesuai dengan Hadis Nabi saw.:
4
Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuh, Vol. II, Cairo, Al-Maktabah al—Yusufiyah,
1931, hm. 32-33. Dan vide Syarif Ridha, Al-Majazah, Muassasah al-Halbi wa Syurakauh, Cairo 1967,
hlm. 139-141.
9
memperoleh fatwa hukumnya dari mereka. Menurut hemat penulis,
Hadis tersebut fatwa bisa menjadi dalil untuk mengharamkan
inseminasi buatan dengan dengan donor sperma dan/atau ovum,
karena kata ma' ( ) didalam bahasa Arab juga di dalam Al-Qur'an
bisa dipakai untuk pengertian air hujan atau air pada umumnya, seperti
tersebut dalam Surat Thaha ayat 53; dan bisa juga untuk pengertian
benda cair atau sperma seperti pada Surat A1-Nur ayat 45 dan AI-
Thariq ayat 6.5
5
. Maurice Bucaille , La Bible Le Coran et la science, Terj. M.H. Rasjidi, Jakarta, Bulan Bintang, 1979,
hlm.276-277.
10
c. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/zina, karena terjadi
percampuran sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah;
d. Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik di
dalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor
merupakan anak yang sangat unik yang bisa berbeda sekali bentuk dan
sifat-sifat fisik dan karakter/mental si anak dengan bapak-ibunya;
e. Anak hasil inseminasi buatan/bayi tabung yang percampuran nasabnya
terselubung dan sangat dirahasiakan donormya adalah lebih jelek daripada
anak adopsi yang pada umumnya diketahui asal/nasabnya;
f. Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami
alami (natural), terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang harus
menyerahkan bayinya kepada pasangan suami istri yang punya benihnya,
sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan antara anak
dengan ibunya secara alami (perhatikan Al-Qur'an Surat Luqman ayat 14
dan Al-Ahqaf ayat 15).
11
(pengaturan harta bersama dalam perkawinan bila terjadi perceraian), 6dan
lagi negara kita tentunya tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan sperma
dan/atau ovum donor, karena tidak sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 pasal
29 ayat 1, dan bangsa Indonesia yang religious itu. Karena itu, pasal 42 UU
Perkawinan No. 1/1974 harus dipahami dan diberi interpretasi tanpa lepas
kaitannya dengan pasal-pasal dan ayat-ayat lainnya dan Pancasila serta UUD
1945 di atas, atau pasal 42 UU Perkawinan itu perlu diberi tambahan
penjelasan sehubungan dengan adanya teknologi bayi tabung/inseminasi
buatan dengan donor atau dengan transfer embrio ke rahim ibu
titipan/kontrakan.
Asumsi Menteri Kesehatan bahwa masyarakat Indonesia ter-
masuk kalangan agama nantin ya bisa menerima bayi tabung seperti halnya
KB. Namun harus diingat bahwa kalangan agama bisa menerima KB karena
pemerintah tidak memaksakan alat/cara KB yang bertentangan dengan agama,
seperti sterilisasi, Menstrual Regulation dan abortus. Karena itu, diharapkan
pemerintah juga hanya mau mengizinkan praktek inseminasi/bayi tabung yang
tidak bertentangan dengan prinsip agama, dalam hal ini Islam melarang sama
sekali percampuran nasab dengan perantaraan sperma dan/atau ovum donor.7
Menurut hukum Islam Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari suami istri
lalu embrionya ditanamkan ke rahim istri maka hukumnya mubah (boleh), karena
asal sperma dan ovum berasal dari suami istri, sehingga tidak menimbulkan
masalah apa-apa. Bayi tabung dengan sewa rahim hukumnya haram, Sebab dalam
Islam menanamkan benih pada rahim wanita lain haram hukumnya, sebagaimana
6
. Moch. Asnawi,(ed),Himpunan Peraturan dan Undang-Undang RI tentang Perkawinan serta
Peraturan Pelaksanaannya , Kudus, Menara Kudus, 1975, hlm.2,5,dan 8
7
Ternayata harpan penulis ini sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 99 ayat (b) yang
membolehkan inseminasi buatan dengan benih (sperma dan ovum) suami istri sendiri dan anak
dilahirkan oleh istri sendiri , bukan dengan wanita lain ( ibu titipan ). Maka berdasarkan KHI pasal ini
tidak dibenarkan inseminasi buatan dengan sperma dan/ atau ovum dari donor dan tidak boleh pula
proses kehamilan anak melalui anak melalui ibu titipan.
12
sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “Tidak halal bagi seorang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir menyirami airnya ke ladang orang lain”.
(H.R. Abu Daud dari Ruwaifi‟ ibn Stabit al Anshari).
13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri
dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan)
diperbolehkan lslam, jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkųtan
benar-benar memerlukannya (ada hajat, jadi bukan untuk kelinci
percobaan atau main-main). Dan status anak hasil inseminasi macam ini
sah menurut Islam;
2. Inseminasi buatan dengan sperma dan/atau ovum donor diharamkan
(dilarang keras) Islam. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir
dari hasil inseminasi macam ini/bayi tabung ini statusnya sama dengan
anak yang lahir di luar perkawinan yang sah;
3. Pemerintah hendaknya melarang berdirinya Bank Nuthfah/sperma dan
Bank Ovum untuk pembuatan bayi tabung, karena selain bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945, juga bertentangan dengan norma agama
dan moral, serta merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang
diinseminasi tanpa perlu adanya perkawinan
4. Pemerintah hendaknya hanya mengizinkan dan melayani permintaan bayi
tabung dengan sel sperma dan ovum suami istri yang bersangkutan tanpa
ditransfer ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan), dan pemerintah
hendaknya juga melarang keras dengan sanksi-sanksi hukumannya kepada
dokter dan siapaa saja yang melakukan inseminasi buatan pada manusia
dengan sperma dan/atau ovum donor.
14
DAFTAR PUSTAKA
15