Anda di halaman 1dari 23

KLONING

DAN
BAYI
TABUNG
Kelompok 2 Agama Islam
KELOMPOK
2
Anggota:
1.Sabilla Syiva Azzahra (06) P17210223059
2.Melly Maulida Putri (07) P17210223060
3.Syifa Azahra Irawan (08) P17210223061
4.Adelia Ayu Widiyaningsih (09) P17210223062
5.Rara Regita Sandi (10) P17210223063
pendahulua
n
Banyak pasangan suami-istri gelisah karena sudah
bertahun-tahun menikah tapi belum juga dikaruniai anak.
Pada dasarnya pembuahan yang alami terjadi dalam rahim
melalui cara yang alami pula (hubungan seksual), sesuai
dengan fitrah yang telah ditetapkan Allah untuk manusia.
Akan tetapi pembuahan alami ini terkadang sulit terwujud,
misalnya karena rusaknya atau tertutupnya saluran indung
telur (tuba Fallopii) yang membawa sel telur ke rahim,
serta tidak dapat diatasi dengan cara membukanya atau
mengobatinya.
Ilmu dan teknologi di bidang kedokteran mengalami
perkembangan yang pesat. Salah satu hasil kemajuan di
bidang ini adalah ditemukan cara-cara baru dalam
membantu manusia memperoleh keturunan yang dikenal
dengan bayi tabung dan kloning. Pada dasarnya program
tersebut bertujuan membantu manusia yang tidak mampu
melahirkan anak secara alami. Sehingga di satu sisi dapat
dipandang sebagai kemajuan ilmu pengetahun, namun di
sisi lain menimbulkan banyak permasalahan hukum
khususnya bagi umat Islam.
Hukum Bayi
Tabung
PEMBAHASAN

Hukum Bayi Tabung


Sejarah bayi tabung ini berawal dari upaya untuk
mendapatkan keturunan bagi pasangan suami isteri yang
mengalami gangguan kesuburan. Sebelum program bayi
tabung ditemukan, inseminasi buatan dikenal sebagai
metode untuk menyelesaikan masalah tersebut. Inseminasi
buatan dilakukan dengan menyemprotkan sejumlah
cairan semen suami ke dalam rahim isteri dengan
menggunakan bantuan alat suntik. Dengan cara ini
sperma diharapkan mudah bertemu dengan sel telur,
tingkat keberhasilan metode inseminasi buatan hanya
sebesar 15%.
Bayi tabung yang pertama lahir di Indonesia bernama Nugroho Karyanto
pada tanggal 2 Mei 1988. Kemudian penelitian dan pengembangan bayi
tabung dimulai dari rumah sakit Harapan Kita dan RSU Dr.
Ciptomangunkusumo berdasarkan instruksi menteri Kesehatan RI no. 373
tahun 1990 dan diperkuat melalui UU no. 23 tahun 1992.6 Inilah awal
pengembangan bayi tabung secara legal di Indonesia.

. Jadi bayi tabung adalah suatu upaya untuk memperoleh kehamilan dengan jalan
mempertemukan sel sperma dan sel telur sehingga terjadi pembuahan dalam suatu wadah
atau cawan petri (semacam mangkuk kaca berukuran kecil). Setelah pembuahan berhasil
dilakukan dan menghasilkan embrio, selanjutnya adalah dengan menanamkan embrio
tersebut ke dalam rahim wanita.. Mungkin karena proses pembuahan tersebut terjadi di
cawan kaca (seolah seperti tabung), akhirnya masyarakat mengenalnya sebagai pengertian
bayi tabung. Bayi tabung merupakan suatu teknologi reproduksi berupa teknik pembuahan
sel telur (ovum) di luar tubuh wanita.

Jadi bayi tabung adalah suatu upaya untuk memperoleh kehamilan dengan jalan
mempertemukan sel sperma dan sel telur sehingga terjadi pembuahan dalam
suatu wadah atau cawan petri (semacam mangkuk kaca berukuran kecil). Setelah
pembuahan berhasil dilakukan dan menghasilkan embrio, selanjutnya adalah
dengan menanamkan embrio tersebut ke dalam rahim wanita.. Mungkin karena
proses pembuahan tersebut terjadi di cawan kaca (seolah seperti tabung),
akhirnya masyarakat mengenalnya sebagai pengertian bayi tabung. Bayi tabung
merupakan suatu teknologi reproduksi berupa teknik pembuahan sel telur (ovum)
di luar tubuh wanita.
Pengertian Bayi
Tabung
Adapun pengertian bayi tabung menurut pakar yaitu:
a.Ali Ghufron dan Adi Heru Sutomo, menyatakan bahwa yang
dimaksud bayi tabung adalah: mani seorang laki-laki yang
ditampung lebih dahulu, kemudian dimasukkan ke dalam alat
kandungan seorang wanita.

b.Masyfuk Zuhdi menyatakan bahwa ada beberapa Teknik


inseminasi buatan yang telah dikembangkan di dunia
kedokteran, antara lain yaitu dengan cara mengambil sperma
suami dan ovum istri, kemudian diproses di dalam tabung dan
setelah terjadi pembuahan kemudian ditransfer ke dalam rahim
istri.
HUKU
M
BAYI
TABUN
G
Hukum bayi tabung dibagi
menjadi 3 berdasarkan dari
jenis bayi tabung yang
dilakukan:
1. Bayi tabung yang berasal dari sperma dan
ovum suami istri yang disemai dalam rahim istri.
Mayoritas ulama kontemporer seperti Muhammad Syaltut dan ulama-
ulama Saudi yang didukung dengan keputusan Majma al-Fiqhi al-Islami
di Makkah tahun 1984 yang membolehkan hal ini, asalkan keadaan
suami istri tersebut benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan
untuk mendapatkan anak, dengan kata lain tidak dapat terjadi
pembuahan dengan cara alami. Kedua, harus dipastikan sperma adalah
milik suami, ovum dan rahim adalah milik istri serta keduanya dalam
ikatan perkawinan. Adanya kemaslahatan di dalamnya berupa
pemenuhan kebutuhan serta tidak menimbulkan mafsadah sebagai
acuan utama dalam menetapkan kebolehan ini.
2. Bayi tabung yang berasal dari sperma dan atau
ovum donator, baik yang disemai dalam rahim istri
apalagi dalam rahim ibu pengganti
Hal yang mendasar pada bayi tabung jenis ini adalah adanya donor
sperma dan atau ovum. Untuk mengetahui hukumnya, Q.S. al-
Baqarah (2): 223 dan al-Nur (24): 30-31 mendasari hukum bayi tabung
jenis ini.
Dalam surah Al-Baqarah ayat 223 tidak menjelaskan langsung
tentang keharaman mendonorkan benih. Tetapi bisa dipahami bahwa
yang berhak untuk mendatangi istri hanyalah suami. Maka tidak
diperkenankan orang lain mendatangi dalam bentuk apapun karena
tidak memiliki hak.
Dalam surah An-Nur ayat 30 memerintahkan seorang laki-laki
mukmin untuk menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan
Allah dan menjaga kemaluannya, termasuk menjaga sperma yang
keluarga dari kemaluannya ditaburkan kepada selain istrinya. Bagitu
pula sebaliknya, seorang perempuan mukmin diperintahakan untuk
menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga kemaluannya
jangan sampai menerima sperma yang bukan berasal dari suaminya.
Dalam surah An-Nur ayat 30 memerintahkan seorang laki-laki
mukmin untuk menjaga pandangan dari hal-hal yang
diharamkan Allah dan menjaga kemaluannya, termasuk
menjaga sperma yang
keluarga dari kemaluannya ditaburkan kepada selain istrinya.
Bagitu pula sebaliknya, seorang perempuan mukmin
diperintahakan untuk menundukkan sebagian pandangannya dan
menjaga kemaluannya jangan sampai menerima sperma yang
bukan berasal dari suaminya.

Dengan demikian perbuatan tersebut termasuk zina dan dosa besar


walaupun tidak melakukan hubungan badan secara langsung, tetapi
berupa pertemuan benih manusia yang tidak diikat dengan
perkawinan.

Menurut Syaltut yang dikutip oleh Yusuf al-Qardawi, tidak diragukan lagi
bahwa anak yang berasal dari pencangkokan dari sperma orang lain adalah
suatu kejahatan yang sangat buruk melebihi tabanni (pengangkatan
anak). Karana anak dari sperma asing menghimpun dua kejahatan
sekaligus; memasukkan unsur asing dalam nasab dan perbuatan zina
yang bertentangan dengan syariat, kesusilaan, akal sehat, dan
menjatuhkan derajat manusia seperti binatang.
1. Bayi tabung yang berasal dari sperm a suam i dan
ovum istri tetapi disemai dalam rahim ibu
pengganti
Ulama berbeda pendapat terkait hukum bayi tabung jenis ini.
Sebagian kecil ulama membolehkannya seperti Ali Akbar, Salim
Dimyati, dan Husain Yusuf dari Indonesia. Sebagian besar ulama
Indonesia dan semua ulama internasional mengharamkan jenis ini.
Ulama yang menghalalkannya berdalil dengan mengqiaskan kebolehan
mengambil ibu susuan dengan ibu yang mengandung anak titipan.
Anak yang lahir kemudian hanyalah anak susuan, dan yang
menjadi ibu sebenarnya adalah ibu yang memiliki ovum.

Ulama yang mengharamkan memberikan banyak argumen atas


keharamannya. Pertama, seorang wanita tidak berhak
menyewakan rahim karena penetapan nasab dan cara untuk
memperolehknya adalah hak syariat. Kedua, menggunakan rahim
pengganti sama dengan memasukkan sperma dalam rahim
orang lain dan perbuatan ini tidak dibenarkan.
Ketiga, Islam melarang perempuan minum dari sisa minuman laki-
laki yang bukan mahram agar liurnya bercampur dengan liur laki-
laki ajnabi (asing), maka penyewaan rahim tentu lebih diharamkan.
Keempat, tidak adanya hubungan antara suami dengan pemilik
rahim sewaan/pengganti pada pencampuran nasab, hilangnya
kehormatan (tabiat baik), berikutnya menghancurkan keluarga dan
mengancam masyarakat. Kelima, membuka peluang
penyalahgunaan rahim sebagai komoditas perdagangan. Selain itu
penyewaan rahim merendahkan harkat dan martabat manusia
yang telah dimuliakan Allah swt. Permasalahan yang timbul di
kemudian hari dari sewa rahim adalah menentukan siapa ibu dari
anak.

Ulama berbeda pendapat, sebagian menetapkan ibu pemilik


ovum yang menjadi ibu sebenarnya (nasab) dan ibu pemilik rahim
sebagai ibu susuan, sebagian ulama lainnya menetapkan ibu
pemilik rahim sebagai ibu nasabnya dan ibu pemilik rahim sebagai
ibu susuan.
HUKUM
KLONING
Hukum Kloning
Teknologi kloning reproduksi mampu memfasilitasi
pembuahan buatan dengan menggunakan sel tubuh suami
dan ovum istri, serta embrionya ditransfer ke rahim istri.
Sehingga kloning manusia dapat memberikan kemaslahatan
terhadap pasangan suami istri yang tidak subur untuk
memperoleh keturunan. Namun demikian, teknologi kloning
manusia berimplikasi negatif, baik terhadap institusi
perkawinan, nasab, perwalian, kewarisan, serta penyelidikan
dan penyidikan pelaku tindak pidana.

Sebab seseorang bisa punya anak secara kloning tanpa


ikatan perkawinan sehingga bisa menyepelekan institusi
perkawinan. Nasab anak hasil kloning juga tidak jelas
sehingga berpengaruh pada perwalian, kewarisan,
tanggungjawab ayah kepada anak dan sebaliknya. Karena itu
hukum Islam di Indonesia melarang kloning manusia.
Sebab seseorang bisa punya anak secara kloning tanpa ikatan
perkawinan sehingga bisa menyepelekan institusi perkawinan.
Nasab anak hasil kloning juga tidak jelas sehingga berpengaruh
pada perwalian, kewarisan, tanggungjawab ayah kepada anak dan
sebaliknya. Karena itu hukum Islam di Indonesia melarang
kloning manusia.

Sebab seseorang bisa punya anak secara kloning tanpa ikatan


perkawinan sehingga bisa menyepelekan institusi perkawinan.
Nasab anak hasil kloning juga tidak jelas sehingga berpengaruh
pada perwalian, kewarisan, tanggungjawab ayah kepada anak dan
sebaliknya. Karena itu hukum Islam di Indonesia melarang
kloning manusia.
Kloning manusia dapat pula berlangsung di antara perempuan
saja, tanpa memerlukan kehadiran laki-laki. Proses ini
dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh seorang perem-
puan, kemudian inti selnya diambil dan digabungkan dengan
sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya.

Sel telur ini –setelah bergabung dengan inti sel


tubuh perempuan– lalu ditransfer ke dalam rahim
perempuan agar memperbanyak diri, berkembang,
berubah menjadi janin, dan akhirnya dilahirkan
sebagai bayi. Bayi yang dilahirkan merupakan
keturunan dengan kode genetik yang sama dengan
perempuan yang menjadi sumber pengambilan sel
tubuh.
Kloning ini haram menurut hukum Islam dan tidak boleh
dilakukan. Dalil-dalil keharamannya adalah sebagai berikut :

1.Anak-anak produk proses kloning tersebut dihasilkan melalui


cara yang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah
ditetapkan oleh Allah untuk manusia dan dijadikan-Nya sebagai
sunnatullah untuk menghasilkan anak-anak dan keturunan. Allah
SWT berfirman :
“dan Bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan
laki-laki dan perempuan, dari air mani apabila dipancarkan.” (QS.
An Najm : 45-46)
Allah SWT berfirman :
“Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam
rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah
menciptakannya, dan menyempurnakannya.” (QS. Al Qiyaamah :
37- 38)
1.Anak-anak produk kloning dari perempuan saja (tanpa adanya
laki-laki), tidak akan mempunyai ayah. Dan anak produk kloning
tersebut jika dihasilkan dari proses pemindahan sel telur –yang
telah digabungkan dengan inti sel tubuh– ke dalam rahim
perempuan yang bukan pemilik sel telur, tidak pula akan
mempunyai ibu. Sebab rahim perempuan yang menjadi tempat
pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi penampung, tidak
lebih. Ini merupakan tindakan menyia-nyiakan manusia, sebab
dalam kondisi ini tidak terdapat ibu dan ayah. Hal ini
bertentangan dengan firman Allah SWT :
“Hai manusia, sesunguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan.” (QS. Al Hujuraat : 13)

Hal ini juga bertentangan dengan firman-Nya :


“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka.” (QS. Al Ahzaab : 5)
1. Bayi yang dihasilkan dari kloning manusia nasabnya tidak
jelas. Padahal dalam Islam, nasab merupakan hal penting yang
dapat berkaitan dengan hukum syariat pada perwalian,
perwakafan, pernikahan dan hak warisan yang semuanya
berhubungan dengan nasab.
“Sesungguhnya kalian akan dipanggil oleh Allah SWT pada hari
kiamat dengan nama kalian dan nama bapak kalian.
Karenanya, perbaikilah nama kalian” (HR. al-Thabrani)

Berdasarkan Hadis tersebut Kiyai Ali Mustafa Yaqub


menjelaskan bahwa Rasulullah SAW secara eksplisit
memerintahkan umatnya untuk memperjelas nasab. Sehingga
apapun yang dapat menyebabkan kekaburan nasab maka
hukumnya tidak diperbolehkan. Sedangkan kloning manusia
termasuk dalam hal yang dapat mengaburkan nasab.

Berdasarkan dalil-dalil itulah proses kloning manusia diharamkan


menurut hukum Islam dan tidak boleh dilaksanakan.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:

1.Bayi Tabung dengan sel sperma dan ovum dari suami istri
sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita
lain(ibu titipan) diperbolehkan oleh islam, jika keadaan
kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan. Dan status anak hasil inseminasi macam ini sah
menurut Islam.

2.Bayi Tabung dengan sperma dan ovum donor diharamkan


oleh Islam. Hukumnya sama dengan Zina dan anak yang lahir
dari hasil inseminasi macam ini statusnya sama dengan anak
yang lahir diluar perkawinan yang sah.
Sedangkan Kloning diharamkan dalam Islam karena fitrah dalam
kelahiran dan berkembang biak pada manusia adalah dengan
adanya laki-laki dan perempuan, serta melalui jalan pembuahan sel
sperma laki-laki pada sel telur perempuan. Sementara itu Allah
SWT telah menetapkan bahwa proses pembuahan tersebut wajib
terjadi antara seorang laki-laki dan perempuan yang diikat
dengan akad nikah yang sah.
Dengan demikian kelahiran dan perkembangbiakan anak melalui
kloning bukanlah termasuk fitrah. Apalagi kalau prosesnya terjadi
antara laki-laki dan perempuan yang tidak diikat dengan akad
nikah yang sah atau proses tersebut terjadi tanpa adanya laki-laki.
MINUM SIRUP
DENGAN
SELASIH.
SEKIAN TERIMA
KASIH.

Anda mungkin juga menyukai