Teknologi kedokteran modern semakin canggih. Salah satu tren yang berkembang
saat ini adalah fenomena bayi tabung. Sejatinya, teknologi ini telah dirintis oleh PC
Steptoe dan RG Edwards pada 1977. Hingga kini, banyak pasangan yang kesulitan
memperoleh anak, mencoba menggunakan teknologi bayi tabung.
Bayi tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa Inggris
dikenal sebagai in vitro fertilisation. Ini adalah sebuah teknik pembuahan sel telur
(ovum) di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi
masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil.
Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel
telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair. Lalu
bagaimanakah hukum bayi tabung dalam pandangan Islam? Dua tahun sejak
ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah menetapkan fatwa tentang
bayi tabung/inseminasi buatan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung
dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah
(boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.
Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan
suami-istri yang dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram," papar
MUI dalam fatwanya. Apa pasal? Para ulama menegaskan, di kemudian hari hal itu
akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan.
Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang
dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. "Sebab, hal ini
akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan
nasab maupun dalam hal kewarisan," tulis fatwa itu.
Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal
dari pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan
hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin
antarlawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina.
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum
Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan yang
ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung: Pertama, apabila mani yang
ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wani
ta tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya
haram.
Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah
SAW bersabda, "Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan
Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya
(berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya."
Kedua, apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara
mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. "Mani muhtaram
adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara',"
papar ulama NU dalam fatwa itu.
Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar
hukum dari Kifayatul Akhyar II/113. "Seandainya seorang lelaki berusaha
mengeluarkan spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal
tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan
untuk bersenang-senang." Ketiga, apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri
dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukan ke dalam rahim istri
sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).
Meski tak secara khusus membahas bayi tabung, Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait boleh tidak nya menitipkan
sperma suami-istri di rahim istri kedua. Dalam fatwanya, Majelis Tarjih dan Tajdid
mengung kapkan, berdasarkan ijitihad jama'i yang dilakukan para ahli fikih dari
berbagai pelosok dunia Islam, termasuk dari Indonesia yang diwakili Mu
hammadiyah, hukum inseminasi buat an seperti itu termasuk yang dilarang.
"Hal itu disebut dalam ketetapan yang keempat dari sidang periode ke tiga dari
Majmaul Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul Anaabib (Bayi Tabung)," papar fatwa
Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Rumusannya, "cara kelima inseminasi itu
dilakukan di luar kandungan antara dua biji suami-istri, kemudian ditanamkan pada
rahim istri yang lain (dari suami itu) ... hal itu dilarang menurut hukum Syara'."
Sebagai ajaran yang sempurna, Islam selalu mampu menjawab berbagai masalah yang
terjadi di dunia modern saat ini.
https://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/fatwa/10/05/08/114856-apa-hukum-bayi-tab
ung-menurut-islam-
Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan untuk
senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Demikian pula
dengan keinginan memiliki keturunan setelah adanya pernikahan yang sah. Betapa
bahagianya kita jika setelah menikah mendapatkan karunia yang sangat indah yaitu
seorang bayi. Bagaimana dengan seseorang yang ternyata setelah menikah
bertahun-tahun belum memiliki keturunan? Berfikirlah postif! Ya mungkin Allah
belum percaya kepada kita karena kita belum dianggap bisa menjaga amanatnya (anak)
tapi apa salahnya jika kita terus berusaha dan berdoa, meminta kepada Allah agar
diberikan karunia yang sangat indah tersebut. Salah satu cara yang mungkin dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan proses bayi tabung. Karena percayalah Allah
pasti memberikan segala sesuatu yang terbaik untuk hambanya.
Dalam blog ini, saya akan berbagi ilmu tentang program bayi tabung yang mungkin
akan bermanfaat bagi kita semua. Selamat membaca
Pengertian
Bayi tabung atau pembuahan in vitro adalah sebuah teknik pembuahan yang sel
telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Ini merupakan salah satu metode untuk
mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil.
Pengambilan sel telur dilakukan dengan dua cara, cara pertama : indung telur di
pegang dengan penjepit dan dilakukan pengisapan. Cairan folikel yang berisi sel telur
di periksa di mikroskop untuk ditemukan sel telur. Sedangkan cara kedua ( USG)
folikel yang tampak di layar ditusuk dengan jarum melalui vagina kemudian
dilakukan pengisapan folikel yang berisi sel telur seperti pengisapan laparoskopi.
pendapat ulama
·Yusuf Qardawi mengatakan dalam keadaan darurat atau hajat melihat atau
memegang aurat diperbolehkan dengan syarat keamanan dan nafsu dapat dijaga. Hal
ini sejalan dengan kaidah ushul fiqih:
“ Kebutuhan yang sangat penting itu diperlakukan seperti keadaan terpaksa ( darurat).
Dan keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang”.
·Menurut hemat penulis adalah keadaan seperti ini di sebut dengan keadaan darurat ,
dimana orang lain boleh melihat dan memegang aurat besar wanita. Karena belum
ditemukan cara lain dan kesempatan unutuk melihat dan memegang aurat wanita itu
ditujukan semata- mata hanya untuk kepentingan medis yang tidak menimbulkan
rangsangan.
Diantara kelima cara diatas, cara yang dipandang baik adalah dengan cara onani
( mastrubasi) yang dilakukan di rumah sakit.
pendapat ulama
Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya diambil dari istrinya kemudian
disemaikan dan dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam saluran rahim istrinya atau
langsung ke dalam rahim istrinya untuk disemaikan.
Hal tersebut dibolehkan asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan
inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh
keturunan.
Sebaliknya, Ada 5 hal yang membuat bayi tabung menjadi haram yaitu:
Sperma yang diambil dari pihak laki-laki disemaikan kepada indung telur pihak wanita yang
bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang diambil dari
pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri,
kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung persemaian
benih mereka tersebut.
Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim si istri.
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan istrinya,
kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.
Jumhur ulama menghukuminya haram. Karena sama hukumnya dengan zina yang
akan mencampur adukkan nashab dan sebagai akibat, hukumnya anak tersebut tidak
sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Sesuai firman
Allah dalam surat (At-Tiin: 4) adalah:
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik- baiknya”
“Tidak boleh orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyirami air
spermanya kepada tanaman orang lain ( vagina perempuan bukan istrinya). HR. Abu
Daud At- Tarmidzi yang dipandang shahih oleh Ibnu Hibban”.
Kesimpulan
Menurut saya, bayi tabung dibolehkan jika sel telur dan sperma berasal dari pasangan
suami dan isteri yang sah serta setelah pembuahan diluar rahim tersebut berhasil,
maka sel hasil pembuahan tersebut dimasukan kembali kedalam rahim isteri yang sah.
apabila salah satu sel (telur atau sperma) bukan berasal dari pasangan suami isteri
yang sah maka itu diharamkan.
https://keperawatanreligionirinegemasari.wordpress.com/
ads
Metode bayi tabung dan juga inseminasi merupakan metode yang mempergunakan
pihak ketiga selain dari suami dan istri dalam memanfaatkan sperma, sel telur atau
rahim dan juga bisa dilaksanakan sesuah berakhir sebuah ikatan perkawinan. Dengan
penggunaan pihak ketiga ini, maka metode bayi tabung dikatakan haram seperti
pendapat banyak ulama mu’ashirin.
Nadwah Al Injab fi Dhouil Islam yang merupakan sebuah musyawarah para ulama di
Kuwait 11 sya’ban 1403 H [23 Maret tahun 1983] sudah berdiskusi mengenai bayi
tabung ini dan menghasilkan keputusan. Musyawarah ini menghasilkan keputusan
berhubungan dengan bayi tabung, hukumnya diperbolehkan secara syar’i apabila
dilakukan antara suami dan istri, masih mempunyai ikatan suami istri dan bisa
dipastikan jika tidak terdapat campur tangan nasab lainnya.
Akan tetapi, sebagian para ulama juga bersikap hati-hati dan tetap tidak
memperbolehkan supaya tidak terjadi perbuatan yang terlarang. Ini akhirnya
membulatkan kesepakatan jika hukum bayi tabung adalah haram apabila terdapat
pihak ketiga yang ikut andil dalam mendonorkan sperma, sel telur, janin atau pun
rahim.
Apabila metode dengan inseminasi buatan yang terjadi di luar rahim antara sperma
dan sel telur dan ri suami istri sah akan tetapi fertilisasi atau pembuahan dilaksanakan
pada rahim wanita lainnya yang merupakan istri kedua dari pemilik sperma, maka
para ulama memiliki perbedaan pendapat dan lebih tepatnya tetap diharamkan sebab
ada peran pihak ketiga dalam pelaksanaannya.
Apabila metode yang dilakukan yakni bayi tabung dan inseminasi sesudah wafat sang
suami, maka para ulama juga memiliki perbedaan pendapat dan tetap mengharamkan
sebab sang suami sudah wafat sehingga akan pernikahan juga sudah berakhir. Jika
masa inseminasi dilakukan pada ‘iddah, maka ini menjadi pelanggaran karena saat
berada dalam masa ‘iddah masih membuktikan rahim tersebut kosong.
Artikel terkait:
Apabila inseminasi buatan atau bayi tabung dilakukan saat masih berada dalam ikatan
suami istri, maka metode tersebut diperbolehkan oleh kebanyakan ulama kontemporer
sekarang ini. Namun, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yakni:
Inseminasi buatan atau bayi tabung dilakukan untuk menghasilkan anak dengan jenis
kelamin yang sesuai dengan keinginan memiliki dua rincian yakni:
Memilih jenis kelamin bayi tabung sesuai keinginan bisa dilakukan apabila tujuannya
untuk menyelamatkan penyakit turunan yakni apabila anak yang terlahir berjenis
kelamin laki – laki atau perempuan, maka ini akan membuat janin dalam kandungan
meninggal atau mewarisi penyakit turunan dari orang tua. Oleh karena itu, penentuan
jenis kelamin dalam keadaan darurat seperti ini diperbolehkan.
Sementara itu, apabila pemilihan jenis kelamin anak ditentukan sesuai keinginan saat
proses bayi tabung hanya berdasarkan keinginan pasangan tanpa hal yang darurat atau
mendasar, maka hal ini tidak diperbolehkan. Hal ini dikarenakan untuk mempunyai
anak sebetulnya masih memungkinkan namun tetap tidak boleh keluar dari cara yang
sudah dibenarkan yaitu dengan cara inseminasi alami. Ditambah lagi dengan
inseminasi, ada beberapa pelanggaran yang sudah dilakukan sehingga hanya boleh
keluar dari inseminasi alami apabila mengalami keadaan yang darurat saja.
Artikel terkait:
Ada juga beberapa alasan yang membuat metode bayi tabung dan juga inseminasi di
luar lahir wanita diperbolehkan yaitu:
“Dan sesungguhnya telah Kami meliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan”.
Dari kedua ayat tersebut, memperlihatkan jika manusia sudah diciptakan oleh Allah
SWT sebagai makhluk yang memiliki keistimewaan melebihi dari makhluk Allah
yang lainnya. Allah sendiri sudah memuliakan manusia, sehingga sudah sepantasnya
manusia untuk juga menghormati martabatnya sendiri sekaligus menghirmati
martabat sesama manusia. Bayi tabung atau inseminasi buatan yang dilakukan dengan
cara donor mengartikan merendahkan harkat manusia yang disejajarkan dengan
hewan yang di inseminasi.
Artikel terkait:
“Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan
airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain)’’. [riwayat Abu
Daud, Al-Tirmidzi, dan Hadits ini dipandang sahih oleh Ibnu Hibban]
Berikut ini adalah pernyataan para tokoh ulama terkait melakukan proses bayi tabung,
diantaranya:
Dalam fatwa dinyatakan jika bayi tabung dengan sperma dan sel telur pasangan suami
istri sah menurut hukum mubah diperbolehkan. Hal ini bisa terjadi karena masuk ke
dalam ikhtiar yang didasari kaidah agama. Akan tetapi, para ulama melarang
penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami istri yang menggunakan
rahim perempuan lain sebagai sarana dan ini adalah haram hukumnya.
Para ulama menegaskan jika dikemudian hari, hal tersebut mungkin akan
menimbulkan masalah sulit dan berkaitan dengan warisan. Dalam fatwanya, para
ulama MUI juga membuat keputusan jika bayi tabung yang berasal dari sperma yang
sudah dibekukan dari sumai yang sudah meninggal juga haram hukumnya sebab akan
menimbulkan masalah berhubungan dengan penentuan nasab atau warisan.
Sedangkan proses bayi tabung yang berasal dari sperma dan sel telur yang tidak
berasal dari pasangan suami istri sah, maka fatwa MUI sudah secara tegas
menyatakan jika hal ini adalah haram hukumnya dengan asalam status yang sama
dengan hubungan kelamin lawan jenis di luar pernikahan sah atau zina.
Nu sudah membuat ketetapan fatwa berkaitan dengan masalah bayi tabung pada
forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta tahun 1981 dengan 3 buah
keputusan yakni:
1. Keputusan Pertama
Apabila bayi tabung masuk ke dalam rahim wanita bukan berasal dari mani suami dan
istri sah, maka bayi tabung tersebut adalah haram. Ini didasari dengan hadist Ibnu
Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, ““Tidak ada dosa yang lebih besar setelah
syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang
meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya.
1. Keputusan Kedua
Jika sperma bayi tabung milik suami istri sah namun cara mengeluarkannya tidaklah
muhtaram, maka haram juga hukumnya. Mani muhtaram merupakan mani yang
dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang syara’. Apabila mani yang dikeluarkan
suami dibantu dengan tangan istri, maka juga masih diperbolehkan sebab istri menjadi
tempat untuk melakukan hal tersebut.
1. Keputusan Ketiga
Jika mani pada bayi tabung merupakan mani suami istri yang dikelaurkan dengan ara
muhtaram dan juga masuk dalam rahim istri, maka hukum bayi tabung tersebut adalah
mubah atau diperbolehkan.
Artikel terkait:
Oleh karena masalah bayi tabung atau Athfaalul Anaabib tidak mempunyai hukum
secara spesifik dalam Al Quran dan As Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik,
maka untuk menyelesaikan permasalahan ini harus dikaji menurut hukum Islam yakni
dengan memakai ijtihad yang sudah lazim digunakan para ahli ijtihad supaya bisa
ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan juga jiwa Al Quran serta As
Sunnah yang dijadikan sumber pokok hukum Islam.
https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-bayi-tabung-menurut-islam
Bayi tabung atau pembuahan in vitro adalah sebuah teknik pembuahan (inseminasi) di
mana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu
metode untuk mengatasi masalah kesuburan (tak kunjung memperoleh keturunan)
ketika metode lainnya tidak berhasil. Apa hukum bayi tabung itu sendiri dan jenis
inseminasi buatan lainnya?
Untuk mempelajari hukum bayi tabung dan inseminasi (pembuahan) buatan secara
umum, maka terlebih dahulu kita mengenal apa itu inseminasi buatan dan
macam-macamnya.
Ada beberapa metode yang dilakukan untuk inseminasi di dalam rahim (in vivo
vertilization) sebagai berikut:
1- Pengambilan sperma suami lalu diinjeksikan pada tempat yang cocok pada rahim
istrinya. Metode ini dilakukan ketika masih dalam ikatan perkawinan dan saat suami
masih hidup.
2- Pengambilan sperma pria lain (pendonor) dan ditanam di tempat yang cocok pada
rahim wanita lain yang akan dibuahkan. Ini dilakukan ketika -misalnya- si suami
mandul sedangkan istrinya tidak mandul.
3- Pengambilan sperma suami lalu disuntikkan pada tempat yang cocok pada rahim
istrinya, namun sperma tersebut diambil ketika suami sudah meninggal dunia. Ini
dilakukan ketika wanita tidak diberi keturunan dari suami ketika masa hidupnya. Lalu
dia masih tetap ingin mendapatkan keturunan dari suaminya yang telah mati. Hal ini
dilakukan supaya terus dapat mengingat suami dan terus terjalin rasa cinta walau telah
tiada!
4- Pengambilan sperma suami dan disuntikkan pada tempat yang cocok pada rahim
wanita lain (pendonor, bukan istrinya), kemudian dokter membersihkan rahim wanita
tersebut. Lalu diambillah hasil pembuahan antara sperma dan sel telur tadi, kemudian
diletakkan pada rahim si istri dari pemilik sperma tadi.
5- Sperma suami disuntikkan pada wanita lain (pendonor, bukan istri), lalu hamil dan
lahir dari rahim wanita tersebut. Kemudian anak yang dihasilkan diserahkan pada
suami pemilik sperma tadi. Ini dilakukan di antaranya karena istri tidak mampu hamil
atau istri tidak ingin hamil dan melahirkan.
6- Sperma pria lain (pendonor) diambil dan disuntikkan pada tempat yang cocok pada
rahim wanita lain (pendonor), lalu hasil pembuahan diambil dan embrio tersebut
tumbuh di rahim wanita yang mandul. Kemudian setelah anak tadi dilahirkan,
menjadi milik wanita yang mandul tersebut dan suaminya. Hal ini dilakukan ketika
suami dan istri sama-sama mandul, akan tetapi rahim istri masih bisa digunakan untuk
berkembang dan tumbuhnya janin.
7- Sperma suami diambil dan disuntikkan pada tempat yang cocok pada rahim istrinya.
Lalu rahim tersebut dicuci, kemudian hasil pembuahan diambil dan ditanam pada
rahim wanita lain. Hal ini dilakukan karena proses pembuahan dengan cara alami
tidak bisa ditempuh padahal sperma dan sel telur keduanya subur. Akan tetapi, rahim
istri tidak sehat atau istri tidak mau untuk merasakan kehamilan.
8- Sperma suami diambil lalu dipisah antara sel yang dapat membuahkan anak
laki-laki dan anak perempuan, kemudian sel sperma yang diinginkan disuntikan pada
rahim istri. Ini dilakukan ketika kedua pasangan ingin memilih anak dengan jenis
kelamin tertentu.
Secara sederhana, bayi tabung adalah proses pembuahan sel telur dan sperma di luar
tubuh ibu, istilahnya in vitro vertilization (in vitro bahasa latin, artinya “dalam gelas
atau tabung,” vertilization artinya pembuahan). Dalam proses bayi tabung, sel telur
matang diambil dari indung telur ibu, dibuahi dengan sperma di dalam medium cairan.
Setelah berhasil, embrio kecil yang terjadi dimasukkan ke rahim dengan harapan
berkembang menjadi bayi.
2- Pemantauan pertumbuhan folikel (cairan berisi sel telur di indung telur) melalui
ultrasonografi. Tujuannya, melihat apakah sel telur sudah cukup matang untuk
‘dipanen.’
5- Pengambilan sperma suami (pada hari yang sama). Jika tidak ada masalah,
pengambilan dilakukan lewat masturbasi. Jika bersamalah, pengambilan sperma
langsung dari buah zakar melalu operasi.
7- Transfer embrio kembali ke dalam rahim agar terjadi kehamilan, setelah embrio
terbentuk.
8- Penunjang fase luteal untuk mempertahankan dinding rahim. Dokter emberi obat
untuk mempertahankan dinding rahim ibu agar terjadi kehamilan.
9- Terakhir, proses simpan beku embrio. Jika ada embrio lebih, bisa disimpan untuk
kehamilan selanjutnya.
Hukum inseminasi buatan di dalam rahim atau di luar rahim dapat dirinci sebagai
berikut.
Pertama: Jika metodenya adalah dengan mendatangkan pihak ketiga -selain suami
istri- baik dengan memanfaatkan sperma, sel telur, atau rahimnya, atau pula dilakukan
setelah berakhir ikatan perkawinan, maka metode ini dihukumi haram. Inilah
pendapat kebanyakan ulama mu’ashirin (kontemporer) saat ini.
Musyawarah ini memutuskan terkait dengan judul “bayi tabung”, hukumnya boleh
secara syar’i jika dilakukan antara suami istri, saat masih memiliki ikatan suami istri,
dan dipastikan dengan teliti bahwa tidak bercampur dengan nasab yang lain. Namun
ada ulama yang bersikap hati-hati walau dijaga ketat seperti itu tetap tidak
membolehkan agar tidak terjerumus pada sesuatu yang terlarang.
Disepakati hukumnya haram jika ada pihak ketiga yang turut serta baik berperan
dalam mendonor sperma, sel telur, janin atau rahimnya. Demikian keputusan dari
musyawarah tersebut.
Kedua: Jika metodenya adalah dengan inseminasi buatan di luar rahim antara sperma
dan sel telur suami istri yang sah namun fertilisasi (pembuahan) dilakukan di rahim
wanita lain yang menjadi istri kedua dari si pemilik sperma, maka para ulama
berselisih pendapat. Yang lebih tepat dalam masalah ini, tetap diharamkan karena ada
peran pihak ketiga dalam hal ini.
Ketiga: Jika metodenya adalah dengan inseminasi setelah wafatnya suami, para
ulama pun berselisih pendapat. Yang lebih tepat, tetap diharamkan karena dengan
wafatnya suami, maka berakhir pula akad pernikahan. Dan jika inseminasi tersebut
dilakukan pada masa ‘iddah, itu suatu pelanggaran karena dalam masa ‘iddah masih
dibuktikan rahim itu kosong.
Keempat: Jika inseminasi buatan dilakukan saat masih dalam ikatan suami istri,
metode ini dibolehkan oleh mayoritas ulama kontemporer saat ini. Akan tetapi ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi:
e- Aurat wanita hanya boleh dibuka ketika dalam keadaan darurat saja (tidak lebih
dari keadaan darurat).
– Memiliki anak adalah kebutuhan darurat karena tanpa adanya keturunan hubungan
suami istri bisa retak sebab banyaknya percekcokan.
– Majma’ Al Fiqh Al Islami berkata bahwa kebutuhan istri yang tidak hamil dan
keinginan suami akan anak dianggap sebagai tujuan yang syar’i sehingga boleh
diobati dengan cara yang mubah lewat inseminasi buatan.
– Memang melakukan inseminasi buatan memiliki dhoror (bahaya). Namun tidak
adanya keturunan punya mafsadat (kerusakan) lebih besar. Sedangkan dalam kaedah
fikih disebutkan,
“Jika bertabrakan dua bahaya, maka diperhatikan bahaya yang paling besar lalu
dipilih bahaya yang paling ringan.” (Al Asybah wan Naszhoir karya As Suyuthi, 1:
217)
Kelima: Inseminasi buatan dilakukan untuk menghasilkan anak dengan jenis kelamin
yang diinginkan. Di sini ada dua rincian:
b- Jika sekedar ingin punya anak dengan jenis kelamin tertentu lewat inseminasi
buatan, maka tidak dibolehkan. Karena untuk memiliki anak sebenarnya mungkin
sehingga tetap tidak boleh keluar dari cara yang dibenarkan pada asalnya yaitu lewat
inseminasi alami, ditambah lagi dalam inseminasi ada beberapa pelanggaran yang
dilakukan. Jadi hanya boleh keluar dari inseminasi alami jika dalam keadaan
darurat.