Agama Islam adalah satu satunya agama yang benar di sisi Allah. Datangnya Islam merupakan rahmat bagi semesta alam. Di antara rahmat yang dibawa Islam yaitu menjunjung tinggi hak-hak seseorang untuk hidup. Syariat Islam diatur untuk menjaga dan memelihara lima perkara agama, jiwa, keturunan, akal dan harta atau biasa disebut dengan al Kulliyyât al Khamsu1 ataupun al Darûriyât al Khâmsu2 (lima perkara yang mendesak pada kehidupan manusia),Sebagian ulama menyebutkan hal ini merupakan tujuan utama dalam ajaran agama sebelum datangnya Islam.Islam memelihara lima perkara tersebut merupakan kewajiban bagi seorang muslim,oleh karenanya setiap pelanggaran dalam hal-hal tersebut akan dijatuhkan hukuman yang telah ditetapkan menurut syari'at baik itu yang bersifat had (hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah di dalam al Quran/Hadist), ta’zîr (hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat) yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’) qisâs (Hukuman yang dikenakan hukuman balas) ataupun dengan membayar diyah (harta yang wajib dibayar dan diberikan oleh pelaku jinayah kepada wali/ahli waris sebagai ganti rugi disebabkan jinayah yang dilakukan).Kehamilan merupakan sebuah anugerah Allah kepada para wanita.Namun, tidak semua wanita merasa senang dan bahagia dengan setiap kelahiran anak. Hal ini disebabkan banyak faktor yang melatar belakangi hal tersebut, dan akhirnya mengakibatkan sebagian wanita lebih memilih menggugurkan kandungannya yang mana hal ini dikenal dengan istilah aborsi.Aborsi merupakan salah satu wacana aktual dan marak diperbincangkan, persoalan ini udah sangat memperhatinkan, tidak hanya permasalah individu tetapi sudah jadi persoalan sosial, bahkan sudah meresahkan masyarakat. Sering kita temui media cetak dan elektronik menyuguhkan berita-berita yang menyedihkan, mulai adanya dukun yang membuka praktek ataupun dokter yang membuka jasa aborsi secara ilegal, penemuan serpihan serpihan tubuh janin ditempat sampah yang dibungkus kantong kantong plastik, sampai penemuan mayat bayi dipinggir jalan tanpa diketahui siapa yang melahirkannya.Umumnya hal ini dilakukan oleh masyrakat modern yang terlalu bebas dalam pergaulannya, sebagaimana banyak dilakukan masyarakat urban, seperti yang terjadi di kota kota besar di indonesia dari penelitian yang dilakukan oleh prof. Budi Utomo dan kawan kawan di sepuluh kota besar dan enam kabupaten menunjukkan bahwa pertahun terdapat 2 juta kasus aborsi. Mengenai hukum aborsi tidak ada nash secara langsung menyebutkannya,terlebih aborsi yang dilakukan sebelum masa peniupan ruh. Meski demikian pendapat para ulama tentang aborsi sangat beragam, khususnya dalam hal penentuan dibolehkannya pengguguran kandungan dengan alasan yang dibenarkan tersebut. Di samping beberapa pendapat dikalangan ulama’, terdapat juga kajian hukum terhadap aborsi yang ditetapkan oleh tiga ormas terbesar di Indonesia yaitu Lembaga Bahtsul Masâil Nahdlatul Ulama (LBM NU), Majelis Tarjîh Muhammadiyah (MT) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam pencarian hukum (istinbat) mengenai suatu peristiwa yang baru, ketiga lembaga tersebut menggunakan cara yang berbeda sesuai dengan tuntunan dan metode masing-masing. Istinbath hukum menurut LBM NU mempunyai dua pengertian, yang pertama menggali hukum secara langsung dari al Qur'an dan Hadits. Yang kedua pengambilan hukum dengan memberlakukan secara dinamis nash-nash ulama fiqih dalam konteks permasalahan yang dicari hukumnya. Adapun istinbath dengan makna yang pertama yang lebih cenderung dengan pengertian ijtihad oleh ulama NU dirasa sangat sulit karena keterbatasanketerbatasan dalam ilmu penunjang dan pelengkap yang harus dikuasai oleh seorang mujtahid. Adapun dalam makna kedua selain praktis, juga dapat dilakukan oleh semua ulama NU yang telah memahami ibarat-ibarat kitab fiqih sesuai dengan terminologinya yang baku. Oleh karena itu kalimat istinbath di kalangan NU terutama dalam kerja bahts al- masa'ilnya tidak populer karena kalimat itu telah populer di kalangan ulama NU dengan pemahaman ijtihad, dan sebagai gantinya dipakai kalimat bahtsul masâil yang artinya membahas masalahmasalah yang terjadi melalui referensi kita-kitab fiqih mazhab yang empa. Adapun menurut MT Muhammadiyah istinbath lebih cenderung dengan pengertian ijtihad hal ini karena mereka beranggapan bahwa pintu ijtihad tetap terbuka lebar sampai hari kiamat sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbudi (hal-hal yang semata-semata karena perintah) dan memang merupakan hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Istinbath hukum bagi MUI adalah dasar-dasar dan prosedur penetapan fatwa yang dilakukan oleh MUI. Hal tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam rumusan Pedomam Penetapan Fatwa MUI. Dalam Mazhab Hanafi aborsi adalah mubah/diperbolehkan dengan catatan belum adanya tanda-tanda kehidupan. Yaitu pada saat usia kandungan sebelum 4 bulan atau 120 hari yang bertepatan dengan peniupan ruh. Karena janin yang belum diberikan ruh belum termasuk manusia/makhluk hidup.21 Menurut Ulama Malikiyah berpendapat bahwa kehidupan sudah dimulai sejak terjadi konsepsi. Oleh karena itu menurut mereka, aborsi tidak diizinkan bahkan sebelum janin berusia 40 hari.adapun sanksi bagi yang melakukannya adalah jika dilanggar wajib dikenai hukuman sesuai usia janin yang digugurkan. Semakin tua usia janin yang digugurkan semakin besar pula tebusan yang wajib dibayarkan kepada ahli warisnya. Mayoritas Ulama Malikiyah sepakat untuk memberi hukuman (ta’zir) bagi pelaku aborsi pada janin sebelum penyawaan.Terdapat perbedaan pendapat di kalangan Ulama Syafi’iyyah terhadap pandangan aborsi. Pendapat pertama adalah Hukumnya haram secara mutlak. Pendapat ini merupakan pendapat al aujah (kuat) dalam Mazhab Syafi'i, yang didukung oleh Syekh Ibnul Imad dan beberapa ulama' dari kalangan Mazhab Syafi'i. Alasannya ketika mani/sperma sudah menetap di dalam rahim, maka mani tersebut sudah akan tiba waktunya dan sudah siap untuk ditiup ruh. Imam Ghazâli dalam kitab Ihya' menyatakan; ketika mani laki-laki (sperma) sudah bercampur dengan mani perempuan (ovum) maka sudah siap menerima kehidupan, karena itu merusaknya adalah suatu tindakan kriminal (kejahatan/jinayat). Pendapat kedua, melakukan aborsi bagi janin yang sudah berusia 120 hari haram hukumnya, karena diperkirakan bahwa janin sudah bernyawa. Bagi yang melakukannya maka sangsinya adalah ghurrah, yakni diyat yang harus dipenuhi oleh orang yang melakukan pembunuhan janin, berupa membayar seorang budak laki-laki atau perempuan kepada keluarga si janin atau membayar kafarat senilai dengan seperdua puluh diyat biasa, yaitu lima ekor unta. Sedangkan pengguguran sebelum 120 hari boleh namun makruh secara mutlak. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam al Ramli dari kalangan Mazhab Syafi'i, beliau menyatakan bahwa hukum pengguguran kandungan sebelum ditiupnya ruh itu dimungkinkan makruh tanzîh atau makruh tahrîm, dan hukum makruh tahrîm akan semakin kuat ketika umur janin di dalam kandungan mendekati masa ditiupnya ruh.Fuqaha Hanabilah berpendapat janin boleh digugurkan selama masih fase segumpal daging mudghah, karena belum berbentuk anak manusia,sebagaimana ditegaskan Ibnu Qudâmah dalam kitab al-Mughni : Pengguguran terhadap janin yang masih berbentuk mudghah (segumpal daging) dikenai denda ghurrah, bila menurut ahli kandungan janin sudah terlihat bentuknya. Namun, apabila telah memasuki tahap pembentukan, dalam hal ini ada dua pendapat, pertama yang paling sahih adalah pembebasan hukuman ghurrah, karena janin belum berbentuk misalnya baru berupa alaqah, maka pelakunya tidak dikenai hukuman, dan pendapat kedua : ghurrah tetap wajib karena janin yang digugurkan sudah memasuki tahap penciptaan anak manusia.Selanjutnya Ibnu Qudamah menjelaskan lebih lanjut, jika janin berubentuk segumpal darah alaqah, maka yang harus dibayarkan adalah 1/3 uang kompensasi ghurrah harus dibayar 2/3 dari uang kompensasi, jika janin sudah berbentuk sempurna atau bernyawa, maka dikenakan denda lengkap ghurrah kamilah. Atas perbedaan pendapat tersebut Ulama-ulama Indonesia dalam hal ini yang diwakili oleh NU, Muhammadiyah dan MUI yang mana ketiganya adalah lembaga Islam terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia pun berbeda pendapat dalam penetapan hukum aborsi. Lembaga Bahtsul Masa’il NU menentukan aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis (pelekatan embiro pada dinding rahim pada dinding rahim ibu), dan diperbolehkan dalam keadaan dan sebab tertentu.Muhammadiyah berpendapat bahwa aborsi yang terjadi karena tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis tanpa memperhitungkan usia janin sejak terjadinya pembuahan hukumnya haram.MUI dalam fatwanya Nomor 4 tahun 2005 Tentang Aborsi, menegaskan Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi), dan diperbolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat tertentu.Selanjutnya ditinjau dari perspektif Perlindungan Anak tindakan aborsi dianggap bertentangan dengan Undang- undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Karena dalam Undang- undang tersebut dikatakan, anak yang masih di dalam kandungan secara hukum juga harus dilindungi oleh negara.Dalam perspektif Undang-undang Perlindungan Anak, Pasal 1 menyebutkan bahwa anak-anak adalah yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan. Artinya di sini aborsi tidak dibenarkan karena mengabaikan hak hidup anak, Selain merupakan tindak pidana, juga merupakan pelanggaran terhadap hak asasi.Dalam Hukum Positif tentang Perlindugan Anak dan HAM tidak dijelaskan secara rinci aborsi seperti apa yang dilarang dan dilegalkan oleh negara, hanya dijelaskan bahwa aborsi secara umum bertentangan dengan konsep hukumnya, dan komparasinya terhadap Perlindungan Anak dan HAM dalam negara kita ini.