Anda di halaman 1dari 36

1.

Menggugurkan Janin

 Imam Ghazali berpendapat, menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya tetap haram.
Dalilnya, sperma sudah tertanam dalam rahim dan siap menerima kehidupan

Yang dimaksud dengan menggugurkan kandungan dalam pembahasan ini adalah: menggugurkan secara
paksa janin yang belum sempurna penciptaannya atas permintaan atau kerelaan ibu yang mengandungnya
. Adapun dasar dari pembahasan ini adalah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam
perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumpal
darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga , berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian
Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu
penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia. “
(Bukhari dan Muslim)

1. Menggugurkan janin sebelum peniupan roh

Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat:
Pendapat Pertama:
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari ulama membolehkan
menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 ) Pendapat ini dianut oleh para
ulama dari madzhab Hanafi, Syafi’I, dan Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya izin dari
kedua orang tuanya (Syareh Fathul Qadir : 2/495. Adapun dalilnya adalah hadist Ibnu Mas’ud di atas
yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum
sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan).

Pendapat kedua:
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan
ruh, maka hukumnya menjadi haram. Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti,
maka tidak boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-
hatian. Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli, salah seorang ulama
dari madzhab Syafi’i (Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416).

Pendapat ketiga:
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa sperma sudah tertanam
dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka
merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan. Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir, Imam Ghozali, dan
Ibnu Jauzi (Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386).
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap benda mati, maka
tidak perlu dimandikan, dikafani, ataupun disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan
kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang
bermanfaat.

2. Menggugurkan janin setelah peniupan roh


Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya
haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam perut ibu. Ketentuan ini
berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis
pada saat itu, dia telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika
pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika di sana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan membahayakan ibunya
jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:

Pendapat pertama:

Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram, walaupun
diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat
ini dianut oleh mayoritas ulama. Dalilnya adalah firman Allah swt:

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu
(alasan) yang benar.“ ( Q.S. Al Israa’: 33 )

Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, maka tidak boleh membunuh janin
yang sudah ditiup rohnya, hanya karena sesuatu yang meragukan (Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602). Selain
itu, mereka memberikan permisalan bahwa jika sebuah perahu akan tenggelam, sedangkan keselamatan
semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak
dibolehkan.

Pendapat Kedua:

Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu merupakan satu-
satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan
daripada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan
kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya terakhir. (Mausu’ah Fiqhiyah : 2/57) Prediksi tentang
keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak
benarnya.

Jawaban: Dr. Ahmad Zain An-Najah, M.A

http://www.hidayatullah.com/konsultasi/fiqih-kontemporer/5/1/menggugurkan-janin-sebelum-
peniupan-roh,-haram?.html

2. Transplantasi Organ Tubuh

Sebenarnya, kajian yang membahas hukum syariah tentang praktek transplantasi jaringan maupun organ
dalam khazanah intelektual dan keilmuan fikih Islam klasik relatif jarang dan hampir tidak pernah
dikupas oleh para fuqaha secara mendetail.

Barangkali salah satu sebabnya adalah karena transplantasi ini tergolong kasus yang baru berkembang di
masa kini. Selain itu juga kompleksnya kasus yang terkait dengan masalah transplantasi. Oleh karena itu
tidak heran jika hasil ijtihad dan penjelasan syar’i tentang masalah ini banyak berasal dari pemikiran para
ahli fikih kontemporer, keputusan lembaga dan institusi Islam serta simposium nasional maupun
internasional.

Mengingat transplantasi organ merupakan suatu tuntutan, kebutuhan dan alternatif medis modern, pada
dasarnya secara global tidak ada perselisihan dalam hal bolehnya transplantasi organ.

DALIL KEBOLEHAN TRANSPLANTASI


Secara umum dan pada prinsipnya mereka membolehkannya dengan alasan dan dalil sebagai berikut:

1. Ayat-ayat tentang dibolehkannya mengkonsumsi barang-barang haram dalam kondisi benar-benar


darurat antara lain: QS. 2:173, 5:3, 6:119,145.

“Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Maidah:5)

2. Ayat-ayat tentang keringanan dan kemudahan dalam Islam antara lain: (QS. 2:185,4:28, 5:6,
22:78)
3. Hal itu sebagai amal jariyah bagi donatur yang telah mati dan sangat berguna bagi kemanusiaan.
4. Allah sangat menghargai dan memuji orang-orang yang berlaku itsaar tanpa pamrih dan dengan
tidak sengaja membahayakan dirinya atau membinasakannya (QS. 95:9).
5. Kaedah-kaedah umum hukum Islam yang mengharuskan dihilangkannya segala bahaya.

http://pgriciampea-smp.site90.net/BungaRampai/6/konsultasi/trans.html

3. Hukum Operasi Caesar

Ust. Ahmad Sabiq

Melahirkan anak adalah salah satu fitrah kaum hawa. Mereka senantiasa berusaha untuk melahirkan
anaknya secara normal, tanpa operasi. Oleh karena itu berbagai usaha dan antisipasi mereka lakukan agar
bisa lahiran normal. Seperti olahraga jalan pagi, senam hamil, konsumsi makanan tertentu ataupun yang
lainnya.

Namun, akhir-akhir ini banyak dari ibu-ibu yang melahirkan anak mereka melalui proses operasi dengan
cara membedah perut mereka. Mereka melakukan hal itu karena alasan medis, seperti bayi kembar,
panggul yang sempit, atau ukuran bayi yang terlalu besar. Kadang juga karena alasan sosial atau sekedar
sebagai pelengkap saja, seperti jalan lahir bayi ingin tetap utuh sehingga organ kewanitaannya sama
seperti sebelum melahirkan, atau sekedar ingin menentukan tanggal kelahiran sesuai yang dikehendaki,
seperti tanggal 11 bulan 11 tahun 2011 dan lain-lainnya.

PENGERTIAN OPERASI CAESAR

Dalam Wikipedia Indonesia, disebutkan bahwa Bedah sesar (caesarean section atau cesarean section),
disebut juga dengan seksio sesarea (disingkat dengan sc) adalah proses persalinan dengan melalui
pembedahan dimana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan rahim (histerotomi) untuk
mengeluarkan bayi. Bedah caesar umumnya dilakukan ketika proses persalinan normal melalui vagina
tidak memungkinkan karena berisiko kepada komplikasi medis lainnya. Sebuah prosedur persalinan
dengan pembedahan umumnya dilakukan oleh tim dokter yang beranggotakan spesialis kandungan, anak,
anastesi serta bidan.

HUKUM OPERASI CAESAR [1]

Hukum operasi caesar dilihat dari sisi kepentingan wanita hamil atau janin dibagi menjadi dua:
Pertama: Dalam Keadaan Darurat

Yang dimaksud dalam keadaan darurat dalam operasi caesar adalah adanya kekhawatiran terancamnya
jiwa ibu, bayi atau kedua-duanya secara bersamaan. Berikut ini perinciannya:

1. Operasi Caesar untuk menyelamatkan jiwa ibu. Misalnya untuk ibu yang mengalami eklampsia atau
kejang dalam kehamilan, mempunyai penyakit jantung, persalinan tiba-tiba macet, pendarahan banyak
selama kehamilan, infeksi dalam rahim atau dinding rahim yang menipis akibat bedah Caesar atau operasi
rahim sebelumnya.

2. Operasi Caesar untuk menyelamatkan jiwa bayi. Yaitu, jika sang ibu sudah meninggal dunia, tapi bayi
yang berada di dalam perutnya masih hidup.

3. Operasi Caesar untuk menyelamatkan jiwa ibu dan bayi secara bersamaan adalah ketika air ketuban
pecah, namun belum ada kontraksi akan melahirkan, bayi terlilit tali pusar sehingga tidak dapat keluar
secara normal, usia bayi belum matang (prematur), posisi bayi sungsang dan lain-lain.

Dalam tiga keadaan di atas, menurut pendapat yang benar, dibolehkan dilakukan operasi Caesar untuk
menyelamatkan jiwa ibu dan anak. Dalil-dalilnya sebagai berikut:

Pertama: Firman Allah ta’ala

َ َّ‫َو َم ْن أَحْ يَاهَا فَ َكأَنَّ َما أَحْ يَا الن‬


‫اس جَمِيعًا‬

Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya (QS. al-Maidah [5]: 32)

Dalam ayat ini Allah memuji setiap orang yang memelihara kehidupan manusia, termasuk di dalamnya
orang yang menyelamatkan ibu dan bayi dari kematian dengan melakukan pembedaan pada perut.

Imam Ibu Hazm rahimahullah berkata: “Jika seorang ibu yang hamil meninggal dunia, sedangkan
bayinya masih hidup dan bergerak dan sudah berumur enam bulan, maka dilakukan pembedahan perutnya
dengan memanjang untuk mengelurakan bayu tersebut, ini berdasar firman Allah ta’ala (QS. al-Maidah
[5]: 32). Dan barangsiapa membiarkan bayi tersebut di dalam sampai mati, maka orang tersebut
dikategorikan pembunuh”.[2]

Kedua: Kaidah Fiqhiyyah yang berbunyi:

“Suatu bahaya itu harus dihilangkan”

Ketiga: Kaidah Fiqhiyyah yang berbunyi:

“Jika terjadi pertentangan antara dua kerusakan, maka diambil yang paling ringan kerusakannya”.

Keterangan di atas adalah bahwa operasi Caesar dalam keadaan darurat terdapat kerusakan. Yang pertama
adalah terancamnya jiwa ibu dan anak, sedangkan kerusakan yang kedua adalah dibedahnya perut ibu.
Dari kerusakan tersebut, yang paling ringan adalah dibedahnya perut ibu. Maka tindakan ini diambil
untuk menghindari kerusakan yang lebih besar, yaitu terancamnya jiwa ibu dan anak.
Berkata Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah: “Dan dibolehkan melukai badan, seperti membedah
perut, untuk mengobati penyakit. Jika mafsadahnya lebih banyak daripada manfaatnya, maka Allah
mengharamkannya. Hal semacam ini telah disinggung oleh Allah di beberapa tempat dalam kitab-Nya,
diantaranya adalah firman Allah ta’ala:

‫اس َوإِثْ ُم ُه َمآ أ َ ْكبَ ُر مِ ن نَّ ْفع ِِه َما‬ ُ ‫ِيه َمآإِثْ ُم ُُ َك ِب‬
ِ َّ‫ير ُُ َو َمنَافِ ُع لِلن‬ ِ ‫سئَلُونَكَ ع َِن ا ْل َخ ْم ِر َوا ْل َم ْيس ِِر قُ ْل ف‬
ْ َ‫ي‬

Mereka bertanya kepadamu tentang khamer dan judi. Katakanlah,”Pada keduanya itu terdapat dosa
besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya (QS. al-
Baqoroh (2): 219) [3]

Kedua: Bukan Dalam Keadaan Darurat

Operasi Caesar ini adalah adanya keinginan dari pasien atau yang mewakilinya untuk bisa mencapai
sesuatu yang merupakan pelengkap di dalam kehidupannya, yang sebenarnya hal itu tidak mengancam
jiwanya atau tidak menyebabkan bahaya jika tidak dilakukan operasi Caesar. Seperti halnya seorang istri
yang melakukan operasi Caesar dengan harapan bisa membahagiakan suaminya, karena jalan lahir
bayinya masih utuh sehingga organ kewanitaannya sama seperti belum melahirkan, hanya sekedar ingin
menentukan tanggal kelahiran sesuai yang dikehendaki atau tidak mau berlama-lama menjalani proses
persalinan normal yang kadang membutuhkan waktu berjam-jam, atau hanya cuma ingin mgnhindari rasa
sakit ketika melahirkan secara normal.

Operasi Caesar dalam kondisi ini haram. Sebab, tidak boleh bagi seseorang untuk berbuat sesuatu pada
dirinya kecuali dengan apa yang telah diizinkan oleh syar’i

Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Fadhilatus Syaikh, Allah
berfirman, dalam QS. ‘Abasa ayat ke-20, bahwa Allah menjamin untuk memudahkan proses kelahiran ini.
Dan banyak orang, baik laki-laki maupun wanita, yang terburu-buru melakukan operasi yang disebut
Caesar, apakah hal ini disebabkan lemahnya tawakkal kepada Allah?”

Jawaban:

“Menurut pandanganku -semoga Allah memberkahimu-, cara ini yang banyak digunakan orang saat ini.
Ketika seorang wania merasakan akan melahirkan, lalu pergi ke rumah sakit, kemudian dioperasi Caesar.
Aku melihat bahwa ini adalah wahyu dari setan, dan bahanyanya lebih banyak daripada manfaatnya.
Karena seorang wanita mau tidak mau akan mendapatkan rasa sakit ketika melahirkan normal, akan tetapi
ternyata faedah yang terdapat dalam rasa sakit ini:

Faedah pertama: rasa sakit tersebut akan menggugurkan dosa-dosanya

Kedua: akan mengangkat derajatnya jika ia sabar dan mengharapkan pahala dari sisi Allah

Ketiga: seorang wanita akan menyadari kedudukan seorang ibu, yang manaseorang ibu merasakan
sebagaimana yang ia rasakan.

Keempat: ia merasakan kedudukan nikmat Allah kepadanya yang berupa kesehatan.

Kelima: menambah rasa sayang dan rindunya kepada anaknya. Sebab, setiap kali si anak mengalami
kesulitan, sang ibu akan lebih merasa kasihan dan merindukannya.
Keenam: anak atau bayi dalam kandungan ini keluar dari tempat keluar yang normal dan wajar, dalam
hal ini ada kebaikan bagi si anak dan ibunya.

Ketujuh: ada madharat operasi Caesar yang akan dirasakan oleh wanita tersebut, karena operasi akan
melemahkan usus, rahim dan yang selainnya, dan terkdang terjadi mal praktik, bisa jadi ia selamat dan
bisa juga tidak.

Kedelapan: wanita yang pernah melakukan Caesar hampir-hampir tidak bisa kembali ke persalinan
normal, karena tidak memungkinkan baginya. Dikhawatirkan juga akan merobek bagian yang pernah
dioperasi.

Kesembilan: melakukan operasi Caesar akan membuat sedikit keturunan (anak), karena jika pernah di
Caesar 3 kali dari berbagai sisi dan membuat lemah, maka kehamilan berikutnya bisa membahayakan.

Kesepuluh: cara ini adalah cara yang mewah. Dan kemewahan merupakan sebab kehancuran, hal ini
sebagaimana firman Allah tentang golongan kiri di dalam QS. al-Waqiah [56]:45.

Maka yang wajib bagi seorang wanita adalah hendaknya bersabar dan mengharapkan pahala di sisi Allah.
Hendaknya pula ia tetap melahirkan dengan cara yang normal, karena itu lebih baik baginya dari sisi
kesehatan dan finansial.

Dan bagi laki-laki, hendaknya mereka memperhatikan hal ini. Kita tidak tahu, bisa jadi musuh-musuh kita
yang mengggampangkan operasi Caesar ini dengan tujuan agar kita kehilangan maslahat-maslahat dan
mendapatkan kerugian-kerugian.”

Penanya bertanya: “Apa maksudnya ‘kemewahan’?”

Syaikh menjawab: “Mewah karena dengan cara itu akan mencegah rasa sakit dalam persalinan normal,
dan ini adalah salah satu bentuk kemewahan. Dan kemewahan jika tidak dalam bentuk ketaatan kepada
Allah, ia bisa menjadi tercela atau minimal hukumnya mubah”. [4]

Beliau juga berkata: “Pada kesempatan ini perlu saya sampaikan tentang sebuah fenomena yang
disampaikan kepada kami, yaitu bahwa banyak para dokter di berbagai rumah sakit bersemangat agar
proses kelahiran dilakukan dengan operasi Caesar. Sata khawatir ini adalaj salah satu tipu daya bagi kaum
muslimin. Sebab, kalau sering dilakukan proses kelahiran dengan operasi Caesar, maka kulit perut wanita
akan melemah dan wanita tidak akan kuat hamil lagi. Sungguh, ada sebagian dokter salah satu rumah
sakit menceritakan kepadaku, bahwa banyak para wanita yang jika pergi ke berbagai rumah sakit selalu
divonis dengan operasi Caesar, lalu mereka datang ke rumah sakit tersebut ternyata bisa lahiran normal.
Orang yang menceritakan kepadaku tadi mengatakan, bahwa itu terjadi sampai 80 wanita hanya dalam
waktu satu bulan! Kalau demikian berarti ini sangat berbahaya dan wajib untuk diperingatkan.

Hendaknya wanita juga mengetahui bahwa yang namanya melahirkan pasti merasakan sakit dan susah.
Allah ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya:

‫شه ًْرا‬ َ ‫سانًا َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ ك ُْرهًا َو َو‬


َ َ‫ضعَتْهُ ك ُْرهًا َو َح ْملُهُ َوفِصَالُهُ ثَلَثُون‬ َ ‫ص ْينَا اْ ِإلن‬
َ ْ‫سانَ بِ َوا ِل َد ْي ِه إِح‬ َّ ‫َو َو‬

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya
mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya
sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (QS. al-Ahqof [46]:15)
Maka tidak boleh bagi seorang wanita dengan sekedar merasakan sakitnya kontraksi melahirkan lalu
pergi ke dokter untuk operasi, karena persalinan normal lebih baik daripada melahirkan secara
Caesar”.[5]

Selain itu operasi Caesar mempunyai beberapa dampak buruk bagi kesehatan ibu dan anak. Dalam
beberapa situs kesehatan disebutkan tentang risiko dan dampak negatif operasi Caesar, diantara yang
mereka sebutkan:

Risiko Ibu Melahirkan Caesar:

 Pendarahan hebat, pembekuan darah, gangguan usus besar, rasa sakit yang lebih lama, infeksi
pada bekas luka bedah, dan sakit pada selangakangan
 Lebih rentan terhadap penyakit stroke
 Harus dirawat di rumah sakit lebih lama, dan kemungkinan besar ajab kembali masuk rumah sakit
 Menimbulkan gangguan kesehatan mental seperti depresi. Ini antara lain karena tidak merasakan
pengalaman proses melahirkan.
 Tidak segera memiliki keharmonisan dan kontak batin dengan bayi, sehingga kemungkinan
memiliki perasaan negatif terhadap anaknya lebih besar.
 Penelitian membuktikan, lebih sedikit bayi lahir Caesar yang mendapat air susu ibu dibanding
yang alami.
 Menimbulkan masalah reproduksi seperti berkurangnya kesuburanm kehamilan diluar rahim,
berbagai gangguan plasenta, dan kerusakan rahim.

Dam terkadang, berbagai efek samping ini masih dirasakan seorang wanita pasca Caesar meskipun sudah
bertahun-tahun.

Risiko Bayi Lahir Caesar:

 Terluka ketika proses Caesar, meski kemungkinannya kecil


 Kesulitan bernapas selama proses Caesar.
 Terkena asma pada masa anak atau dewasa
 Kerusakan saraf
 Kerusakan otak dan sumsum tulang belakang

wallahua’lam

4. Euthanasia Menurut Hukum Islam

Euthanasia adalah sebuah istilah kedokteran. Istilah lain yang hampir semakna dengan itu dalam bahasa
arab adalah qatl ar-rahmah (pembunuhan dengan kasih sayang) atau taisir al-maut (memudahkan
kematian).

Euthanasia sendiri sering diartikan sebagai tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja
tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan
cara positif maupun negatif.

Dua Macam Euthanasia

Kalau kita lihat dalam prakteknya, kita bisa membagi euthanasia menjadi dua macam. Pertama,
euthanasia positif. Kedua, euthanasia negatif.

1. Euthanasia Positif

Eutanasia positif adalah tindakan memudahkan kematian si sakit -karena kasih sayang- yang dilakukan
oleh dokter dengan mempergunakan instrumen (alat) atau obat.

Contohnya, seorang yang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa hingga penderita
sering pingsan. Dalam hal ini dokter yakin bahwa yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian
dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa
sakitnya, tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus.

2. Eutanasia Negatif

Sedangkan euthanasia negatif adalah tindakan membiarkan saja pasien yang sudah parah sakitnya tanpa
tindakan pengobatan.

Contohnya orang yang mengalami keadaan koma yang sangat lama. Dalam keadaan demikian ia hanya
mungkin dapat hidup dengan mempergunakan alat bantu pernapasan di ruang ICU atau ICCU.

Alat pernapasan itulah yang memompa udara ke dalam paru-parunya dan menjadikannya dapat bernapas
secara otomatis. Jika alat pernapasan tersebut dihentikan, si penderita tidak mungkin dapat melanjutkan
pernapasannya.

Ada yang menganggap bahwa orang sakit seperti ini sebagai `orang mati` yang tidak mampu melakukan
aktivitas. Maka memberhentikan alat pernapasan itu sebagai cara yang positif untuk memudahkan proses
kematiannya.

Dalam contoh tersebut, `penghentian pengobatan` merupakan salah satu bentuk eutanasia negatif.

Hukum Euthanasia Positif

Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif) jelas-jelas tidak diperkenankan oleh syariat
Islam. Sebab yang demikian itu berarti dokter melakukan tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit
dan mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara overdosis.

Maka dalam hal ini, dokter telah melakukan pembunuhan, baik dengan cara pemberian obat overdossis
yang pada hakikatnya merupakan racun yang keras, ataupun dengan menggunakan senjata tajam.

Semua itu termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan termasuk dosa besar yang
membinasakan.

Perbuatan demikian itu tidak dapat lepas dari kategori pembunuhan meskipun yang mendorongnya itu
rasa kasihan kepada si sakit dan untuk meringankan penderitaannya. Karena bagaimanapun si dokter
tidaklah lebih pengasih dan penyayang daripada Dzat Yang Menciptakannya.

Karena itu serahkanlah urusan tersebut kepada Allah SAW, karena Dia-lah yang memberi kehidupan
kepada manusia dan yang mencabutnya apabila telah tiba ajal yang telah ditetapkan-Nya.

Hukum Euthanasia Negatif

Adapun memudahkan proses kematian dengan cara pasif, maka semua berkisar pada `menghentikan
pengobatan` atau tidak memberikan pengobatan.

Hal ini didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan itu tidak ada gunanya dan
tidak memberikan harapan kepada si sakit, sesuai dengan sunnatullah dan hukum sebab-akibat.

Dasar Kebolehan

Di antara yang mendasari kebolehan melakukan euthanasi negatif, yaitu tindakan mendiamkan saja si
pasien dan tidak mengobati, adalah salah satu pendapat di kalangan sebagainulama. Yaitubahwa hukum
mengobati atau berobat dari penyakit tidak sepenuhnyawajib. Bahkan pendapat ini cukup banyak
dipegangolehimam-imam mazhab.

Menurut sebagian mereka, hukum mengobati atau berobat ini hanya berkisar pada hukum mubah.

Tetapi bukan berarti semua ulama sepakat mengatakan bahwa hukum berobat itu mubah. Dalam hal ini
sebagian dari para ulama itu tetapmewajibkannya. Misalnyaapa yang dikatakan oleh sahabat-sahabat
Imam Syafi`i dan Imam Ahmad bion Hanbal, jugasebagaimana yang dikemukakan oleh Syekhul Islam
Ibnu Taimiyah. Mereka itu tetap beranggapan bahwa berobat dan mengupayakan kesembuhan merupakan
tindakan yang mustahab (sunnah).

Perbedaan Pendapat

Para ulama bahkan berbeda pendapat mengenai mana yang lebih utama: berobat ataukah bersabar?
Bersabar di sini berarti tidak berobat.

Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa bersabar (tidak berobat) itu lebih utama, berdasarkan
hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan dalam kitab sahih dari seorang wanita yang ditimpa penyakit
epilepsi. Wanita itu meminta kepada Nabi saw. agar mendoakannya, lalu beliau menjawab:

Jika engkau mau bersabar (maka bersabarlah), engkau akan mendapatkan surga; dan jika engkau mau,
akan saya doakan kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.` Wanita itu menjawab, aku akan bersabar.
`Sebenarnya saya tadi ingin dihilangkan penyakit saya. Oleh karena itu doakanlah kepada Allah agar
saya tidak minta dihilangkan penyakit saya.` Lalu Nabi mendoakan orang itu agar tidak meminta
dihilangkan penyakitnya.

Di samping itu, juga disebabkan banyak dari kalangan sahabat dan tabi`in yang tidak berobat ketika
mereka sakit, bahkan di antara mereka ada yang memilih sakit, seperti Ubai bin Ka`ab dan Abu Dzar
radhiyallahu`anhuma.

Dan tidak ada yang mengingkari mereka yang tidak mau berobat itu.

Dalam kaitan ini, Imam Abu Hamid al-Ghazali telah menyusun satu bab tersendiri dalam `Kitab at-
Tawakkul` dari Ihya` Ulumuddin, untuk menyanggah orang yang berpendapat bahwa tidak berobat itu
lebih utama dalam keadaan apa pun.

Demikian pendapat para fuqaha mengenai masalah berobat atau pengobatan bagi orang sakit. Sebagian
besar di antara mereka berpendapat mubah, sebagian kecil menganggapnya mustahab (sunnah), dan
sebagian kecil lagi --lebih sedikit dari golongan kedua-- berpendapat wajib.

Dalam hal ini kami sependapat dengan golongan yang mewajibkannya apabila sakitnya parah, obatnya
berpengaruh, dan ada harapan untuk sembuh sesuai dengan sunnah Allah Ta`ala.

Inilah yang sesuai dengan petunjuk Nabi saw. yang biasa berobat dan menyuruh sahabat-sahabatnya
berobat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Ibnul Qayyim di dalam kitabnya Zadul-Ma`ad. Dan
paling tidak, petunjuk Nabi saw. itu menunjukkan hukum sunnah atau mustahab.

Oleh karena itu, pengobatan atau berobat hukumnya mustahab atau wajib, apabila penderita dapat
diharapkan kesembuhannya. Sedangkan jika sudah tidak ada harapan sembuh, sesuai dengan sunnah
Allah dalam hukum sebab-akibat yang diketahui dan dimengerti oleh para ahlinya --yaitu para dokter--
maka tidak ada seorang pun yang mengatakan mustahab berobat, apalagi wajib.

Apabila penderita sakit diberi berbagai macam cara pengobatan --dengan cara meminum obat, suntikan,
diberi makan glukose dan sebagainya, atau menggunakan alat pernapasan buatan dan lainnya sesuai
dengan penemuan ilmu kedokteran modern-- dalam waktu yang cukup lama, tetapi penyakitnya tetap saja
tidak ada perubahan, maka melanjutkan pengobatannya itu tidak wajib dan tidak mustahab, bahkan
mungkin ke balikannya (yakni tidak mengobatinya) itulah yang wajib atau mustahab.

Maka memudahkan proses kematian --kalau boleh diistilahkan demikian-- di mana dokter hanya
meninggalkan sesuatu yang tidak wajib dan tidak sunnah, sehingga tidak dikenai sanksi, maka tindakan
pasif ini adalah bolehdan dibenarkan syariat. Terutama bila keluarga penderita mengizinkannya dan
dokter diperbolehkan melakukannya untuk meringankan si sakit dan keluarganya, insya Allah.

Semua itu dengan pertimbagan bahwa membiarkan si sakit dalam kondisi seperti itu hanya akan
menghabiskan dana yang banyak bahkan tidak terbatas. Selain itu juga menghalangi penggunaan alat-alat
tersebut bagi orang lain yang membutuhkannya dan masih dapat memperoleh manfaat dari alat tersebut.

Di sisi lain, penderita yang sudah tidak dapat merasakan apa-apa itu hanya menjadikan sanak keluarganya
selalu dalam keadaan sedih dan menderita, yang mungkin sampai puluhan tahun lamanya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

5. Apakah Donor Darah Haram?

Donor darah tidak ada fatwanya dari 4 mazhab, karena di zaman para imam mazhab yang empat itu masih
hidup, belum ada praktek donor darah seperti yang sekarang kita lakukan.

Imam Abu Hanifah meninggal tahu 150 hijriyah, Imam Malik meninggal tahun 179 hijriyah, Imam Asy-
Syafi'i meninggal tahun 204 dan Imam Ahmad bin Hanbal meninggal tahun 241. Kalau sekarang tahun
1429 hijriyah, berarti mereka hidup sekitar 12 abad yang lalu.

Rasanya di abad itu umat manusia belum lagi mengenal istilah donor darah, jadi bagaimana mungkin kita
mendapatkan jawaban tentang hukum donor darah dari mereka, sementara fenomena seperti itu belum
ada?

Maka pertanyaan seperti ini tidak relevan kalau dijawab lewat pendapat empat mazhab. Mungkin
pertanyaannya disesuaikan, bagaimana pandangan ulama kontemporer tentang donor darah? Rasanya itu
lebih tepat. Dan kalau kita cari dan telurusi, ternyata memang ada jawabannya.

Fatwa Syeikh Husamuddin bin Musa 'Ufanah

Beliau berfatwa bahwa donor darah merupakan praktek yang sangat


penting untuk dilakukan. Bertabarru' atau menumbang darah sebagai
donor adalah sebuah amal yang disunnahkan.

Bahkan beliau menyatakan tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa hukum


donor darah itu sampai kepada hukum fardhu kifayah. Tentunya bila sudah
ada muslim yang melakukannya, sudah gugur kewajibannya.

Namun ulama Palestina yang menjadikan guru besar ilmu syariah di


Universitas Al-Quds ini menyatakaan haramnya jual beli darah. Karena
tubuh manusia itu mulia, tidak untuk diperjual-belikan. Termasuk juga
darahnya.

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi

Ulama asal Mesir yang kini menetap di Qatar ini malah menyatakan bahwa donor darah adalah bentuk
sedekah yang paling utama di zaman sekarang ini.

Sebab menjadi donor darah dalam konteks ini bukan sekedar membantu,
tetapi sudah sampai taraf menyelematkan nyawa seseorang. Jadi nilainya
sangat tinggi di sisi Allah. Bahkan menyelamatkan nyawa manusia yang
seharusnya mati tidak tertolong, tapi dengan berkat donor darah ini
mengakibatkan bisa terus berlangsungnya kehidupan seseorang,
digambarkan seperti memberikan kehidupan kepada semua manusia.

Sebagaimana firmanAllah SWT:

Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka


seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (QS. AL-
Maidah: 32).

Di dalam hadits shahih Rasulullah SAW bersabda:

Siapa yang membebaskan seorang muslim dari bebannya di dunia, maka Allah akan membebaskannya
dari bebannya di hari kiamat. (HR Bukhari dan Muslim)
Maka menurut beliau orang yang mendonorkan darah akan mendapat pahala yang berlipat ganda
bilangannya, sampai 700 kali lipat.

Fatwa Syaikh Zaid Bin Muhammad Al-Madkholi

Apabila terdapat padanya maslahat dan tidak menimbulkan kemudharatan yang dapat membahayakan
dirinya, maka donor darah tidak terlarang. Bahkan padanya terdapat pahala dan keutamaan, sebagaimana
yang termaktub dalam kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. AllahSWT berfirman:

“Barangsiapa yang beramal dengan sebiji debu kebaikan maka dia akan melihatnya, dan barangsiapa
yang beramal dengan sebiji debu kejelekan maka dia akan melihatnya― (QS. Az Zalzalah: 7-8)

Juga Rasulullah SAWbersabda:

“Dan Allah akan selalu menolong hamba-Nya, selama hamba Nya selalu menolong saudaranya"

Maka tidak boleh menjual-belikan darah dan juga memakan hasil dari penjualannya itu.

Donor Darah Tidak Mengakibatkan Kemahraman

Sebagaimana kita ketahui bahwa penyebab kemahraman hanya 3 saja, yaitu karena nasab, mushaharah
(pernikahan) dan radhaah (penyusuan). Sedangkan donor darah tidak bisa diqiyaskan dengan penyusuan.
Qiyas seperti itu merupakan qiyas ma'al-fariq.

Syeikh Al-'Allamah Jadil Haq Ali Jadil Haq, Syeikhul Azhar di masa lalu menyatakan bahwa donor darah
sama sekali tidak bisa dijadikan sebab terjadinya kemahraman antara seorang donor dengan penerimanya.

Memang ada sebagian kalangan yang berusaha mengqiyaskan antara donor darah dengan penyusuan bayi.
Di mana penyusuan bayi mengakibatkan kemahraman, lalu mereka mengqiyaskan antara keduana.

Namun ulama besar Mesir yang pernah mengunjungi Indonesia ini tegas menyatakan alasan tidak bisa
diqiyaskan antara susu yang diminum bayi yang mengakibatkan kemahraman dengan darah yang
didonorkan kepada pasiennamun tidak mengakibatkan kemahraman.

Menurut beliau karena karakter yang ada pada darah berbeda dengan karakter yang ada pada susu ibu
yang diisap bayi.

Susu ibu adalah makanan buat bayi, makanya bisa mengakibatkan kemahraman antara wanita yang
menyusi dengan bayi yang disusuinya.

Sedangkan karakter darah tidak seperti susu ibu, darah bukan makanan bagi orang yang menerima donor
darah, melainkan darah menjadi media pengantar makanan, oksigen dan lainnya. Sehingga tidak ada
proses pertumbuhan dari darah yang ditransfusikan ke dalam tubuh seseorang.

Itulah sebabnya darah yang didonorkan kepada pasien tidak mengakibatkan berubahnya status
kemahraman antara donor dan penerima darah.

Kesimpulannya, anda boleh menikahi wanita yang pernah anda donorkan darah kepadanya, karena donor
darah tidak mengakibatkan kemahraman.

Wallahu a'lam bishshawab, wasalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

6. Operasi Face Off

Hukum operasi wajah untuk memperbaiki bagian tubuh yang rusak karena sebuah musibah dibenarkan.
Dalilnya ada beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa ada seorang shahabat Rasulullah SAW yang
mengganti hidungnya dengan emas lantaran patah saat perang. Logikanya, kalau mengganti hidung yang
patah dengan emas dibolehkan, apalagi dengan kulit sendiri, tentu lebih utama.

Wajah manusia adalah bagian dari keindahan yang dianugerahi Allah SWT. Sebaiknya dijaga dan
dipelihara. Memang tidak boleh diubah dengan cara mencukur alis, karena adanya larangan dari
Rasulullah SAW tentang hal itu.

Rasulullah s.a.w. melaknat perempuan-perempuan yang mencukur alisnya atau minta dicukurkan
alisnya.` (Riwayat Abu Daud, dengan sanad yang hasan. Demikian menurut apa yang tersebut dalam
Fathul Baari).

Namun bila wajah rusak total sehingga membuat yang bersangkutan kehilangan muka, tentang babnya
bukan urusan mengubah ciptaan Allah SWT. Sebaliknya, justru mengembalikan anugerah Allah SWT
yang sempat rusak. Sehingga operasi wajah dengan tujuan seperti itu, memang dibolehkan. Sebab akan
mengembalikan harga diri seseorang.

Yang termasuk dibolehkan juga adalah operasi untuk memperbaiki cacat bawaan. Misalnya, operasi
menambal mulut yang sumbing. Sekarang dengan teknologi implantasi modern, masalah ini sudah bisa
diatasi. Dan akan mengembalikan rasa percaya diri seseorang karena bisa hidup normal tanpa cacat.

Sedangkan yang diharamkan adalah bila tujuannya semata-mata bedah kosmetik. Atau yang popler
dengan bedah plastik. Misalnya, hidungnya yang pesek dibikin mancung, matanya yang sipit dibikin luas,
bibirnya yang tebal dibikin tipis. Seperti yang banyak dilakukan oleh para selebriti hedonis tak bermoral
itu. Padahal apa yang Allah SWT berikan itu bukan sebuah cacat atau kekurangan seperti pada kasus
sumbing atau wajah rusak karena musibah. Tapi semata-mata karena 'gatel' dan kurang kerjaan.

Operasi seperti ini selain berbahaya, karena sangat beresiko komplikasi, juga sangat kuat aroma
mengubah ciptaan Allah SWT. Seolah mereka tidak bisa terima diberi wajah sejak lahir seperti itu. Dalam
pandangan kami, kalau semangatnya semata-mata hanya itu, yaitu tidak puas dengan anugerah Allah
SWT, maka operasi kecantikan semacam ini termasuk yang dilarang. Sebab pada dasarnya Allah SWT
sudah menciptakan manusia dalam keadaan yang paling sempurna.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS. At-Tiin: 4)

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.


7. Alkohol untuk Sterilisasi Alat-Alat Kimia dan Kesehatan

Dalam daftar benda-benda najis, kita tidak akan menemukan di dalamnya alkohol. Karena sebenarnya
alkohol itu memang bukan benda najis. Sehingga bila seseorang terkena alkohol, baik pada badan,
pakaian maupun tempat, tidak perlu disucikan.

Adapun khamar atau minuman keras yang biasanya mengandung alkohol, oleh para ulama pun masih
diperdebatkan kenajisannya. Sebagian dari mereka menyatakan bahwa khamar itu najis, namun sebagian
lagi mengatakan tidak.

Istilah najis yang ada dalam ayat Al-Quran Al-Kariem tentang khamar, menurut sebagian ulama bukanlah
bermakna najis hakiki, melainkan najis secara maknawi.

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.(QS. Al-Maidah: 90)

Namun jumhur ulama memang mengatakan bahwa khamar itu najis dengan dalil berikut ini:

Dari Jabir bin Abdillah ra bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda di hari Fathu
Makkah,―Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya mengharamkan khamar, bangkai, babi dan
berhala―. Seseorang bertanya,―Ya Rasulullah, bagaimana dengan minyak pada bangkai, karena
bisa digunakan untuk mengecat perahu dan menyamak kulit serta bahan bakar lampu?―. Beliau
menjawab,―Tidak, benda itu haram―. (HR Muttafaq ‘alaihi)

Sehingga seseorang menjadi batal wudhu'nya bila tersiram khamar, juga tidak sah bila shalat
mengantungi sebotol khamar.

Namun alkohol sendiri sebagai sebuah senyawa, bukan merupakan barang najis. Meski pun di dalam
khamar terkandung alkohol. Kalau khamar itu najis, tidak berarti senyawa atau unsur yang ada di
dalamnya harus najis juga. Bukankah di dalam khamar juga ada senyawa air (H2O)? Bahkan merupakan
bagian yang paling banyak, bukan?

Lantas apakah dengan adanya air di dalam khamar, semua air yang ada di dunia ini menjadi najis? Tentu
saja tidak bukan?

Ketika suatu benda bernama khamar, maka benda itu dan segala unsur yang ada di dalamnya menjadi
najis. Akan tetapi bila unsur atau senyawa-senyawa itu berdiri sendiri-sendiri di luar dari benda najis itu,
tentu tidak bisa dikatakan najis.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

8. Hukumnya Mengenakan Kondom


Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki keturunan yang banyak. Baik dari segi kuantitas
maupun dari kualitas. Sejak dari memilih calon isteri, Rasulullah SAW mengisyaratkan untuk
mendapatkan isteri yang punya potensi untuk memiliki anak. Beliau bersabda:

Nikahilah wanita yang banyak anaknya karena aku (Rasulullah SAW) berlomba dengan umat lainnya
dalam banyaknya umat pada hari qiyamat. (HR Ahmad dan Ibnu Hibban).

Namun perintah memilih wanita yang subur sebanding dengan perintah untuk memilih wanita yang
shalihah dan baik ke-Islamannya.

Adapun hukum pencegahan kehamilan, apabila memenuhi syarat dan alasan syar'i, hukumnya
dibolehkan. Di antara syarat-syarat yang utama antara lain:

1. Motivasi

Motivasi yang melatar-belakanginya bukan karena takut miskin, kelaparan atau takut tidak kebagian
rezeki. Rasa takut seperti ini bertentangan dengan iman kepada Allah dan sifat-nya, yaitu sifat Ar-Raaziq
yang berarti Tuhan Yang Maha Memberi rizki.

Yang dibenarkan adalah mencegah sementara kehamilan untuk mengatur jarak kelahiran itu sendiri. Jeda
waktu seperti ini mutlak diperlukan agar bisa mendapatkan kualitas keturunan yang baik. Sebab setiap
bayi memerlukan masa tertentu untuk mendapatkan kasih sayang yang cukup dari ibunya.

Alasan lainnya yang juga boleh dijadikan bahan pertimbangan, misalnya karena pertimbangan medis
berdasarkan penelitian ahli medis berkaitan dengan keselamatan nyawa manusia bila harus mengandung
anak. Dalam kasus tertentu, seorang wanita bila hamil bisa membahayakan nyawanya sendiri atau nyawa
anak yang dikandungnya. Dengan demikian maka dharar itu harus ditolak.

2. Metode atau alat pencegah kehamilan

Selain masalah motivasinya, yang harus dijadikan pertimbangan dalam pencegahan kehamilan adalah
metode atau alat yang digunakan.

Metode pencegah kehamilan serta alat-alat yang digunakan haruslah yang sejalan dengan syariat Islam.
Ada metode yang secara langsung pernah dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW dan para shahabat
dan ada juga yang memang diserahkan kepada dunia medis dengan syarat tidak melanggar norma dan
etika serta prinsip umum ketentuan Islam.

Contoh metode pencegah kehamilan yang pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW adalah`azl
(عزل). Dalil kebolehannya adalah hadits berikut ini:

Dari Jabir berkata, "Kami melakukan `azl di masa Nabi saw sedang Al-Qur`an turun." (HR Bukhari dan
Muslim)

Dari Jabir berkata, "Kami melakukan `azl di masa Rasulullah saw, dan Rasul mendengarnya tetapi tidak
melarangnya." (HR muslim).

Sedangkan metode di zaman ini yang tentunya belum pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW
membutuhkan kajian yang mendalam dan melibat para ahli medis dalam menentukan kebolehan atau
keharamannya.

Penggunaan Kondom

Bila dari sisi motivasinya sudah dibenarkan, masalah penggunaan kondom bisa kita kupas, apakah
termasuk alat yang dibolehkan atau tidak.

Mekanisme kerja kondom ini adalah menghalangi masuknya sperma ke dalam vagina. Maka kondom
tidak termasuk membunuh sperma tetapi sekedar menghalangi agar tidak masuk dan bertemu dengan
ovum sehingga tidak terjadi pembuahan.

Kebanyakan para ulama mengharamkan alat kontrasepsi apabila alat itu berfungsi membunuh sperma.
Bukan sekedar menghalangi masuknya. Sehingga tidak terjadi unsur pembunuhan, meski pun hanya
sperma.

Beberapa ulama menegaskan bahwa meski sperma itu belum menjadi janin, tetap saja harus dihormati.
Apalagi bila sperma ini sudah sampai membuahi ovum dan terbentuk zygot. Ternyata tidak sedikit alat
kontrasepsi yang sangat sadis hingga tetap terus berupaya membunuh calon bayi meski sudah sampai ke
tingkat zygot.

Di antaranya morning-after pill, yaitu alat kontrasepsi darurat berbetuk pil yang mengandung
levonogestrel dosis tinggi, bisa digunakan maksimal 72 jam setelah senggama. Keamanan pil ini
sebenarnya belum pernah diuji pada wanita, namun FDA (Food and Drug Administration) telah
mengizinkan penggunaannya.

Cara kerja kontrasepsi darurat ini adalah menghambat ovulasi, artinya sel telur tidak akan dihasilkan.
Selain itu dia merubah siklus menstruasi, memundurkan ovulasi. Dan juga melakukan proses mengiritasi
dinding uterus, sehingga jika dua metode di atas tidak berhasil dan telah terjadi ovulasi, maka zigot akan
mati sebelum zigot tersebut menempel di dinding uterus. Pada kasus ini pil ini disebut juga `chemical
abortion`.

Adapun kondom, fungsinya hanya sekedar mencegah bertemunya sperma dengan ovum. Bahkan tidak
sempat masuk ke vagina atau leher rahim. Sehingga posisinya memang sejajar dengan 'azl yang dilakukan
oleh para shahabat nabi SAW di masa lalu. Sehingga umumnya para ulama sependapat bahwa hukum
pemakaian kondom ini sama dengan melakukan 'azl.

Namun jangan kaget kalau ada sebagian ulama yang tetap bersikeras mengharamkan 'azl. Hadits-hadits
yang membolehkannya bukan ditentang, namun dipermasalahkan kedudukannya. Walhasil, ketika di
masa kini ada kondom, mereka pun juga ikut mengharamkannya. Namun ini hanyalah pendapat sebagian
ulama saja. Tentu saja latar belakang mereka karena kehati-hatian dalam beragama.

Kita patut menghargai pendapat mereka, tetapi bukan berarti apa yang mereka katakan 100% benar dan
wajib diikuti. Namanya masalah khilafiyah, tentu saja kebenarannya masih mungkin diperdebatkan. Buat
kita, pilih yang mana saja boleh, asalkan kedua pendapat itu sudah didukung oleh para ulama yang ahli di
bidangnya, serta hujjah yang kuat.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabaraktuh


Ahmad Sarwat, Lc.

9. Tidak Punya Anak, Ingin Transfer Janin

Masalah yang anda tanyakan ini termasuk ke dalam bab fiqih kontemporer, sebuah kajian fiqih yang
sedikit rumit, lantaran belum pernah terjadi di masa lampau. Sehingga para ulama di masa lalu tidak
pernah menulisannya.

Untuk itu diperlukan ijtihad yang bersifat komprehensif, aktual serta tingkat kefaqihan yang mumpuni
untuk menjawabnya. Untuk itu kami akan kutipkan saja dari para ulama kontemporer serta fatwa-fatwa
dari Majelis Ulama, semoga bisa dijadikan sebagai referensi.

Transfer janin yang anda maksudnya itu sebenarnya merupakan tindakan yang bermasalah dari segi nasab
anak tersebut. Mungkin sebagian gen-nya akan mengikuti gen wanita yang mengandungnya, namun
bahan dasar janin itu tetaplah milik orang lain.

Sehingga dalam hal ini yang jadi masalah adalah masalah nasab anak tersebut. Sebab dalam hukum Islam
telah jelas bahwa yang dimaksud dengan nasab seorang anak bukan semata-mata benih dari ayah dan ibu,
namun termasuk juga oleh siapa anak itu dikandung dan dilahirkan.

Meski dimungkinkan secara teknologi bahkan telah lahir begitu banyak bayi lewat proses semacam ini,
namun para ulama sepakat mengharamkanya. Misalnya dalam kasus bayi tabung di mana yang jadi
masalah adalah nasab anak tersebut.

Fatwa Al-Azhar, Mahmud Syaltut, mantan Syekh Al-Azhar, Syakh Sya’rawi dan lain-lain, bahwa bayi
tabung dari suami isteri, dititip pada rahim perempuan lain, statusnya sama dengan anak hasil zina.

Kecuali proses bayi tabung yang tidak melibatkan pihak ketiga, hanya sekedar membutuhkan tabung
untuk proses pembuahan awal, setelah itu zygot yang mulai tumbuh itu dikembalikan lagi ke rahim
ibunya yang asli.

Dalam pertanyaan yang anda sampaikan, yang kami pahami dari transfer janin adalah anda hamil tanpa
melalui proses hubungan suami isteri dengan suami, namun suami melakukannya dengan wanita lain,
setelah terjadi pembuahan, maka janinnya dipindahkan ke rahim anda.

Cara ini termasuk cara yang diharamkan, karena benih anak itu bukan dari anda sebagai ibunya.
Melainkan dari wanita lain. Bahkan meski wanita lain itu adalah isteri suami anda sendiri, misalnya
sebagai isteri kedua. Memang ketika suami anda berhubungan dengan wanita itu hukumnya halal, karena
wanita itu isterinya sendiri.

Namun ketika janin yang mulai terbentuk dipindahkan ke rahim anda, hukum anak itu tetap diharamkan
oleh ulama, karena masalah kerancuan nasab. Dan dalam fatwanya tanggal 13 Juni 1979, Majelis Ulama
Indonesia telah secara tegas melarangnya. Berikut adalah kutipannya pada nomor 2
(http://mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=78):

Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua
dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram beraasarkan kaidah Sadd az-zari'ah (), sebab hal ini
akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara
anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian
melahirkannya, dan sebaliknya).

Apalagi bila janin yang ditransfer ke rahim anda itu sama sekali bukan benih dari suami anda sendiri, tapi
dari benih laki-laki lain, maka para ulama sedunia ini sepakat atas keharamannya. Masih dalam fatwa
MUI yang sama disebutkan pada poin nomor 4 sebagai berikut:

Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah hukumnya
haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang
sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari'ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan
zina sesungguhnya.

Satunya-satunya yang halal hanyalah bila benih janin itu berasal dari benih anda dan suami anda, lalu
dibuahi di laboratorium karena suatu alasan teknis, kemudian dikembalikan lagi ke dalam rahim anda.
Sebgaimana juga telah dibenarkan oleh Fatwa MUI dalam fatwa nomor 1:

Bayi tabung dengan sperma clan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh),
sebab hak ini termasuk ikhiar berdasarkan kaidahkaidah agama.

Cara yang terakhir inipun masih sedikit dipermasalahkan oleh sebagian ulama, lantaran semua proses itu
mengharuskan terbukanya aurat anda di hadapan para dokter yang bukan mahram. Yang jadi bahan
perdebatan adalah tingkat kedaruratannya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

10. Hukum Mengotopsi Mayat

. Otopsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti melihat dengan mata sendiri. Selain itu juga ada istilah
yang berdekatan yaitu "Nekropsi", juga berasal dari bahasa Yunani dan artinya "melihat mayat."

Ada dua macam otopsi, yaitu otopsi forensik dan otopsi klinikal.Otopsi forensik dilakukan untuk tujuan
medis legal dan yang banyak dilihat dalam televisi atau berita. Sedangkan otopsi klinikal biasanya
dilakukan di rumah sakit untuk menentukan penyebab kematian untuk tujuan riset dan pelajaran.

Hukum Otopsi

Di dalam hadits nabawi kita tidak menemukan keterangan yang sharih tentang hukum melakukan otopsi.
Sebab otopsi seperti di zaman sekarang ini belum lagi dikenal di masa lalu.

Yang kita temukan hanya dalil-dalil dari sunnah nabaiwiah yang berbicara tentang larangan merusak
tulang mayat. Selain itu kita menemukan berbedaan pendapat di antara para ulama tentang hukum
membedah perut mayat.
Hadits yang melarang kita merusak jasad mayat yang telah meninggal dunia adalah:

Dari Jabir ra berkata, "Aku keluar bersama Rasulullah SAW mengantar jenazah, beliau duduk di pinggir
kuburan dan kami pun juga demikian. Lalu seorang penggali kubur mengeluarkan tulang (betis atau
anggota) dan mematahkannya (menghancurkannya). Maka nabi SAW bersabda, "Jangan kamu patahkan
tulang itu. Kamu patahkan meski sudah meninggal sama saja dengan kamu patahkan sewaktu masih
hidup. Benamkanlah di samping kuburan. (HR Malik, Ibnu Majah, Abu Daud dengan isnad yang shahih)

Sedangkan perbedaan pendapat di kalangan ulama klasik tentang membedah perut mayat, kita dapati
dalam kitab-kitab mereka. Hanya seja masalah juga tidak sama persis dengan kasus otopsi. Mereka
membedah perut mayat bila mayat itu menelan harta atau di dalamnya ada janin yang diyakini masih
hidup.

a. Membedah Perut Mayat Karena Diyakini di Dalamnya Ada Harta

Para ulama di kalangan mazhab Al-Hanafiyah menuliskan dalam kitab-kitab mereka tentang kebolehan
membedah perut seseorang yang telah wafat dan diyakini bahwa di dalam perutnya ada harta benda.

Dengan syarat bahwa harta di dalam perut mayati itu milik orang lain, sedangkan mayat itu tidak punya
harta yang ditinggakan untuk mengganti harta milik orang lain itu. Maka dibolehkan saat itu untuk
mengeluarkan harta dari perutnya untuk melunasi hak orang lain.

Kebolehan itu dilandasi sebuah kaidah bahwa hak adami harus didahulukan dari pada hak Allah.
Mengembalikan harta orang lain itu adalah hak adami, sedangkan menjaga mayat agar tidak dirusak
adalah hak Allah (larangan Allah). Maka dibolehkan hukumnya untuk membedah perut mayat itu meski
harus melanggar larangan Allah.

Bahkan ulama di kalangan mazhab Asy-Syafi'iyah berpendapat lebih jauh. Bagi mereka, kebolehan
membedah perut mayat dan mengambil harta di dalamnya tidak harus dengan syarat untuk
mengembalikan hak orang lain. Bahkan bila harta itu memang milik si mayat tersebut sekalipun,
hukumnya tetap boleh dibedah dan diambil.

Pendapatpara ulama Al-Malikiyah kira-kira tidak jauh berbeda dengan kedua mazhab di atas. Sedangkan
mazhab Imam Ahmad menolaknya.

b. Hukum Membedah Perut Wanita Hamil yang Meninggal

Di dalam literatur fiqih klasik juga kita dapati pandangan para ulama tentang hukum membedah perut
wanita hamil yang meninggal. Perkara ini sedikti banyak juga ada kaitannya dengan masalah otopsi,
meski tidak terlalu mirip.

Mazhab Al-Hanafiyah dna Asy-Syafi'iyah mengatakan dibolehkan membedah perut wanita hamil yang
meninggal dunia, asalkan diyakini janin di dalam perutnya itu masih hidup. Hal itu lebih diutamakan
demi menyelamatkan nyawa manusia hidup, meski harus dengan merusak mayat.

Namun mazhab Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah tidak membolehkan hal itu.


e. Ketetapan Majma' Fiqih Islami Tentang Hukum Otopsi

Majma' Fiqih Islami, sebuah institusi para ulama dunia yang berada di bawah bendera Rabithah 'Alam
Islamidalam sidang di Mekah Al-Mukarramah pada tanggal 17 Otober 1987telah mengeluarkan ketetapan
tentang masalah yang anda tanyakan.

Pertama: Dibolehkan melakukan otopsi terhadap mayat selama bertujuan salah satu dari hal-hal di bawah
ini:

1. Kepastian tuduhan yang bersifat kriminal untuk mengetahui penyebab kematian seseorang. Hal
itu apabila hakim kesulitan untuk memastikan penyebab kematian. Kecuali hanya dengan jalan
otopsi saja.
2. Kepastian tentang penyebab suatu penyakit yang hanya bisa dibuktikan lewat otopsi. Demi untuk
mendapatkan kejelasan penyakit tersebut serta menemukan obat penangkalnya.
3. Untuk pengajaran kedokteran dan pembelajarannya, yaitu seperti yang dilakukan di fakultas-
fakultas kedokteran.

Kedua: Bila otopsi itu bertujuan untuk pembelajaran, maka harus mengacu kepada hal-hal berikut ini:

1. Bila jasad itu milik orang yang diketahui identitasnya, maka dibutuhkan izinnya sebelum
meninggal atau izin dari keluarga ahli warisnya. Dan tidak boleh mengotopsi orang yang
darahnya terlindungi (muslim atau kafir zimmy) kecuali dalam keadaan darurat.
2. Wajib melakukan otopsi dalam kadar yang minimal atas tidak merusak jasad mayat.
3. Mayat wanita tidak boleh diotopsi kecuali hanya oleh dokter wanita juga, kecuali bila memang
sama sekali tidak ada dokter wanita.

Ketiga: Wajib dalam segala keadaan untuk menguburkan kembali semua jasad mayat yang telah diotopsi.

Itulah ketetapan para ulama tentang hukum otopsi, yang pada hakiatnya dibolehkan asal memenuhi
ketetapan yang telah digariskan.

Walahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

11. Apakah Ber-KB Itu Dosa?

Memang benar bahwa Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki keturunan yang
banyak. Namun tentunya bukan asal banyak, tetapi berkualitas. Sehingga perlu dididik dengan baik
sehingga mengisi alam semesta ini dengan manusia yang shalih dan beriman.

Sejak dari memilih calon isteri, Rasulullah SAW mengisyaratkan untuk mendapatkan isteri yang punya
potensi untuk memiliki anak.

Nikahilah wanita yang banyak anaknya karena aku (Rasulullah SAW) berlomba dengan umat lainnya
dalam banyaknya umat pada hari qiyamat (HR Ahmad dan Ibnu Hibban).

Namun perintah memilih wanita yang subur sebanding dengan perintah untuk memilih wanita yang
shalihah dan baik keIslamannya.

Dunia itu adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangan adalah wanita yang shalihah.

Dalam hadits lain disebutkan:

Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena agamanya, nasabnya, hartanya dan kecantikannya. Maka
perhatikanlah agamanya kamu akan selamat.

Dalam pandangan Islam, anak merupakan karunia dan rezeki sekaligus yang harus disyukuri dan
disiapkan dengan sebaik-baiknya.

Namun hal itu tidak berarti kerja orang tua hanya sekedar memproduksi anak saja. Masih ada kewajiban
lainnya terhadap antara lain mendidiknya dan membekalinya dengan beragam ilmu dan hikmah.

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS. An-Nisa: 9)

Mengatur Jarak Kelahiran

Selain menganjurkan memperbanyak anak, Islam juga memerintahkan untuk memperhatikan kualitas
pendidikan anak itu sendiri. Dan di antara metode untuk mengotimalkan pendidikan anak adalah dengan
mengatur jarak kelahiran anak.

Hal ini penting mengingat bila setiap tahun melahirkan anak, akan membuat sang ibu tidak punya
kesempatan untuk memberikan perhatian kepada anaknya. Bahkan bukan perhatian yang berkurang,
nutrisi dalam bentuk ASI yang sangat dibutuhkan pun akan berkurang. Padahal secara alamiyah, seorang
bayi idealnya menyusu kepada ibunya selama dua tahun meski bukan sebuah kewajiban.

Dan Kami perintahkan kepada manusia kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.(QS. Luqman: 14)

Inilah motivasi yang paling bisa diterima oleh syariat berkaitan dengan pencegahan sementara atas
kehamilan. Sedangkan pencegahan kehamilan karena motivasi karena takut miskin atau takut tidak
mendapatkan rezeki akibat persaingan hidup yang semakin ketat, tidak bisa diterima oleh Islam.

Karena ketakutan itu sama sekali tidak berdasar dan hanya hembusan dan syetan atau oang-orang kafir
yang tidak punya iman di dalam dada.
Karena jauh sebelum bumi ini dihuni oleh manusia, Allah sudah menyiapkan semua sarana penunjang
kehidupan. Hewan dan tumbuhan sudah disiapkan untuk menjadi rezeki bagi manusia. Allah sudah
menjamin ketersediaan makanan dan minuman serta semua sarana penunjang kehidupan lainnya di bumi
ini.

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia
mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab
yang nyata (QS. Huud: 6).

Dan berapa banyak binatang yang tidak membawa rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki
kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. Al-Ankabut: 60)

Sehingga membunuh anak karena motivasi takut lapar dan tidak mendapat rizki adalah perkara yang
diharamkan oleh Islam.

Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki
kepadamu dan kepada mereka(QS. Al-An`am: 151)

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi
rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar.(QS. Al-Isra: 31)

Syarat Dibolehkannnya Penggunaan Alat Pencegah Kehamilan


Secara umum pencegahan kehamilan itu hukum dibolehkan, asal memenuhi dua persyaratan utama:

1. Motivasi
Motivasi yang melatar-belakanginya bukan karena takut tidak mendapat rezeki. Yang dibenarkan adalah
mencegah sementara kehamilan untuk mengatur jarak kelahiran itu sendiri.

Atau karena pertimbangan medis berdasarkan penelitian ahli medis berkaitan dengan keselamatan nyawa
manusia bila harus mengandung anak. Dalam kasus tertentu, seorangwanita bila hamil bisa
membahayakan nyawanya sendiri atau nyawa anak yang dikandungnya. Dengan demikian maka dharar
itu harus ditolak.

2. Metode atau alat pencegah kehamilan


Metode pencegah kehamilan serta alat-alat yang digunakan haruslah yang sejalan dengan syariat Islam.
Ada metode yang secara langsung pernah dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW dan para shahabat
dan ada juga yang memang diserahkan kepada dunia medis dengan syarat tidak melanggar norma dan
etika serta prinsip umum ketentuan Islam.

Contoh metode pencegah kehamilan yang pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW adalah 'azl.

Dari Jabir berkata:` Kami melakukan `azl di masa Nabi saw sedang Al-Qur`an turun (HR Bukhari dan
Muslim)

Dari Jabir berkata: `Kami melakukan `azl di masa Rasulullah saw, dan Rasul mendengarnya tetapi tidak
melarangnya` (HR muslim).

Sedangkan metode di zaman ini yang tentunya belum pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW
membutuhkan kajian yang mendalam dan melibat para ahli medis dalam menentukan kebolehan atau
keharamannya.

Wallahu 'alam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Ahmad Sarwat, Lc

12. Tes Kesehatan Dironsen Buka Baju, Bagaimana?

Sebenarnya yang dihindari saat melakukan ronsen adalah benda semacam kancing, logamatau ritseleting
dan sejenisnya. Adapun bahan pakaian biasa, seperti kaos atau sejenisnya, tidak akan mengganggu proses
tersebut.

Jadi di dalam ruang ronsen tidak ada kewajiban harus telanjang dada, apalagi membuka kerudung. Kalau
yang mau dironsen bagian dada, maka buat apa buka kerudung, apakah kepalanya juga mau dironsen?

Kalau hal itu sampai terjadi, ketahuilah bahwa hal ini hanya akal-akalan petugas yang dengan arogan
membodoh-bodohi pasien.

Dan karena pasiennya kurang pengalaman, ditambahkan lagi terkait dengan lamaran kerja agar bisa
diterima, maka terjadilah intimidasi dan pemerkosaan hak-hak asasi.

Lihatlah bagaimana arogansi mengalahkan hati nurani. Seharusnya, setiap petugas medis punya nurani
dan tidak memainkan arogansinya. Mentang-mentang berkuasa dan menghadapi orang yang kurang
pengalaman, maka jadilah aturan yang harus dipertanggung-jawabkan nanti di akhirat. Naudzu billah.

Seharusnya pada tiap ruang ronsen disediakan ruang ganti pakaian, di mana pakaian yang sekiranya akan
mengganggu proses ronsen itu diganti dengan pakaian yang memungkinkan terjadi proses itu. Namun
sama sekali tidak ada keharusan untuk membuka aurat.

Selain itu, petugas medis pun harus disesuaikan jenis kelaminnya. Kalau yang dironsen seorang wanita,
maka petugasnya harus seorang wanita. Dan hal yang sama berlaku sebaliknya.

Ketetapan untuk memaksa seorang wanita muslimah membuka auratnya, dengan alasan apapun, adalah
sebuah dosa besar. Sejajar dengan dosa-dosa besar lainnya seperti memperkosa, berzina, mencuri, mabuk,
membunuh dan merampok. Seorang petugas medis yang punya sebutir iman di dada tidak akan mungkin
melakukan arogansi seperti ini.

Sebaliknya, seorang muslimah yang juga punya iman di dada, tidak akan pernah mau melepas busananya
dan terlihat auratnya di hadapan laki-laki asing. Ini adalah prinsip paling mendasar, tidak bisa diganggu
gugat oleh siapa pun dalam posisi apapun.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

13. Memakan Daging atau Darah Ular untuk Obat

Ular adalah hewan yang telah disepakati oleh para ulama keharamannya untuk dimakan. Karena ular
termasuk hewan yang diperintahkan untuk dibunuh.

Namun apakah seseorang boleh memakannya, misalnya untuk obat?

Ada dua pendapat di kalangan ulama tentang hukum berobat dengan sesuatu yang haram. Pendapat yang
pertama mengharamkan secara total. Pendapat kedua membolehkan karena darurat.

1. Pendapat Yang Mengharamkan

Pendapat ini menyatakan bahwa apa pun dalihnya, pokoknya haram hukumnya bagi seorang muslim
memakan hewan yang sudah diharamkan Allah untuk mengkonsumsinya. Mereka juga tidak menerima
kalau dikatakan bahwa sebuah penyakit tidak ada obatnya.

Sebab ada dalil yang shahih yang menyebutkan bahwa Allah SWT tidak menurunkan penyakit kecuali
disertai juga dengan obatnya.

Sesungguhnya Allah SWT menurunkan penyakit dan obat, dan menjadikan setiap penyakit ada obatnya.
Hendaklah kalian berobat, dan janganlah kalian berobat dengan sesuatu yang haram.” (HR Abu
Dawud).

Dengan hadits ini maka makan daging atau darah ular hukumnya haram. Walau pun tujuannya untuk
berobat atau mencari kesembuhan. Sebab tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya. Dan obat itu sudah
diturunkan Allah SWT beserta dengan turunnya penyakit. Tugas kita adalah menemukan obat yang telah
Allah SWT turunkan. Bukan menggunakan obat yang diharakamkan.

Bahkan ada hadits yang justru menyebutkan bahwa bila sesuatu makanan itu haram, maka pasti bukan
obat. Karena Allah SWT tidak pernah menjadikan obat dari sesuatu yang hukumnya haram.

”Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat bagimu pada apa-apa yang diharamkankan Allah atasmu.”
(HR Bukhari dan Baihaqi).

Maka semakin jelas menurut pendapat ini bahwa makan daging ular atau minum darahnya bukanlah
sebuah upaya penyembuhan yang benar. Karena obat itu tidak pernah diturunkan kecuali berupa benda-
benda yang halal.

2. Pendapat Yang Menghalalkan

Pendapat kedua yang menghalalkan berobat dengan sesuatu yang haram, menggunakan dua dalil utama.

2.1. Dalil Kedaruratan

Dalam hukum syariat, ada kaidah bahwa sesuatu yang dharurat itu bisa menghalakan sesuatu yang
dilarang. Ad-Dharuratu tubihul mahdzurat. Selain itu Allah SWT telah berfirman:

Dan barangsiapa yang terpaksa pada (waktu) kelaparan dengan tidak sengaja untuk berbuat dosa, maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih. (QS. Al-Maidah: 3)

Allah telah menerangkan kepadamu apa-apa yang Ia telah haramkan atas kamu, kecuali kamu dalam
keadaan terpaksa." (QS. Al-An'am: 119)

Namun mereka sepakat dalammenetapkan syarat-syarat yang harus terpenuhi, antara lain:

 Terdapat bahaya yang mengancam kehidupan manusia jika tidak berobat.


 Tidak ada obat lain yang halal sebagai ganti obat yang haram itu.
 Adanya suatu pernyataan dari seorang dokter muslim yang dapat dipercaya, baik pemeriksaannya
maupun agamanya (i'tikad baiknya)

2.2. Rukhshah (Keringanan) di Masa Nabi

Selain itu mereka juga menggunakan kejadian di masa Nabi di mana -menurut mereka- ada hadits-hadits
yang membolehkan berobat dengan benda najis dan haram, sebagai sebuah keringanan atau rukhshah.

Misalnya hadits yang menyebutkan bahwa Nabi SAW pernah membolehkan suku ‘Ukl dan ‘Uraynah
berobat dengan meminum air kencing unta. Hadits ini membolehkan berobat dengan najis, sebab air
kencing unta itu najis menurut kebanyakan ulama. Walau pun mazhab Hanbali mengatakan bahwa air
kencing unta tidak najis, karena daging unta halal dimakan.

Selain itu juga hadits dari Anas radhiyallahu 'anhu yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW memberi
keringanan (rukhsah) kepada Zubair bin Al-‘Awwam dan Abdurrahman bin Auf untuk memakai kain
sutera.

Padahal begitu banyak hadits yang mengharakan laki-laki muslim mengenakan pakaian yang terbuat dari
sutera. Namun lantaran kdua shahabat itu menderita penyakit gatal-gatal, maka beliau pun memberikan
keringanan untuk memakainya.

Hadits ini shahih karena terdapat di dalam dua kitab tershahih di dunia, yaitu As-Shahih ImamAl-Bukhari
dan Imam Muslim.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

14. Hukum Keharaman Operasi Ganti Kelamin

A. Pengertian

Operasi ganti kelamin belum pernah ada di masa lalu, sehingga dalam literatur fiqih klasik, kita tidak
menemukan istilah khusus untuk masalah ini. Operasi ganti kelamin dalam literatur fiqih modern dalam
bahasa Arab sering disebut dengan istilah amaliyah taghyirul jinsi (‫)عملية تغيير الجنس‬

Namun meski istilah yang digunakan adalah ganti atau ubah jenis kelamin, yang sebenarnya terjadi sama
sekali tidak ada kaitannya dengan pengubahan jenis kelamin.

Sebab jenis kelamin itu tidak sama dengan alat kelamin, keduanya harus dibedakan terlebih dahulu. Kalau
kita bicara jenis kelamin, maka yang dimakusd adalah organ reproduksi manusia. Sedangkan kalau kita
bicara tentang alat kelamin, umumnya kita bicara tentang bentuk fisik alat kelamin atau organ genital,
yang umumnya hanya sebatas penampilan luarnya saja.

Organ reproduksi yang ada pada manusia, baik jenis kelamin laki-laki atau pun perempuan adalah organ-
organ yang merupakan bagian dari sistem yang teramat rumit. Oleh karena itu tidak bisa dimodifikasi atau
diubah-ubah seenaknya.

Rumitnya seperti kerumitan mengubah jenis hewan. Sebagaimana kita tidak bisa mengubah monyet
menjadi katak atau gajah menjadi semut, maka kita tidak bisa mengubah organ reproduksi laki-laki
menjadi organ reproduksi perempuan, dan sebaliknya.

Yang lebih sering terjadi hanya operasi mengubah penampilan alat kelamin, itu pun hanya terbatas pada
bagian luarnya saja. Sedangkan dari sisi fungsi dan cara bekerjanya nol besar.

Pengubahan jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan umunya hanya berkisar dilakukannya dengan
memotong penis dan testis, kemudian membentuk kelamin perempuan (vagina) dan membesarkan
payudara.

Sedang pengubahan jenis kelamin perempuan menjadi laki-laki dilakukan dengan memotong payudara,
menutup saluran kelamin perempuan, dan menanamkan organ genital laki-laki (penis). Operasi ini juga
disertai pula dengan terapi psikologis dan terapi hormonal.

B. Fenomena Khuntsa

1. Hanya Laki-laki Atau Hanya Perempuan

Pada dasarnya Allah SWT hanya menciptakan manusia dengan salah satu dari dua jenis kelamin, yaitu
laki-laki atau perempuan. Dan Allah SWT tidak menciptakan jenis kelamin ketiga.

‫ساء‬ َّ ‫اس اتَّقُواْ َربَّ ُك ُم الَّذِي َخلَقَ ُكم ِمن نَّ ْف ٍس َواحِ دَةٍ َو َخلَقَ مِ ْن َها زَ ْو َج َها َو َب‬
ً ‫ث مِ ْن ُه َما ِر َجاالً َكث‬
َ ِ‫ِيرا َون‬ ُ َّ‫َيا أَيُّ َها الن‬

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu,
dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. (QS. An-Nisa' : 1)
‫الز ْو َجي ِْن الذَّك ََر َو ْاْلُنثَى‬
َّ َ‫َوأَنَّهُ َخلَق‬
Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita. (QS. An-Najm : 45)

‫ْس الذَّك َُر كَاْلُنثَى‬


َ ‫َولَي‬
Dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. (QS. Ali Imran : 36)

2. Dua Organ Sekaligus

Memang tidak bisa dipungkiri adanya orang tertentu yang terlahir dengan kondisi fisik yang khusus, yaitu
punya dua organ reproduksi sekaligus, baik organ reproduksi laki-laki maupun organ reproduksi
perempuan. Namun bukan berarti Allah SWT menciptakan jenis kelamin ketiga, yaitu kelamin setengah
laki-laki dan setengah perempuan.

Kelahiran yang tidak biasanya ini hanyalah sebuah fenomena biasa yang sering terjadi pada banyak
kelahiran, misalnya kelahiran bayi kembar siam, yang punya dua kepala tetapi hanya punya satu tubuh,
dimana tulang belakang mereka hanya ada satu.

Dalam literatur fiqih, para ulama di masa lalu menyebut fenomena orang yang terlahir membawa dua
organ reproduksi sekaligus ini dengan sebutan khuntsa.

Dalam masalah ini, Islam sejak awal dahulu telah memiliki sikap tersendiri berkaitan dengan status jenis
kelamin orang ini. Sederhana saja, bila alat kelamin salah satu jenis itu lebih dominan, maka dia
ditetapkan sebagai jenis kelamin tersebut. Artinya, bila organ kelamin laki-lakinya lebih dominan baik
dari segi bentuk, ukuran, fungsi dan sebagainya, maka orang ini meski punya alat kelamin wanita, tetap
dinyatakan sebagai pria.

Dan sebagai pria, berlaku padanya hukum-hukum sebagai pria. Antara lain mengenai batas aurat,
mahram, nikah, wali, warisan dan seterusnya.

Dan sebaliknya, bila organ kelamin wanita yang lebih dominan, maka jelas dia adalah wanita, meski
memiliki alat kelamin laki-laki. Dan pada dirinya berlaku hukum-hukum syairat sebagai wanita. Namun
ada juga yang dari segi dominasinya berimbang, yang dalam literatur fiqih disebut dengan istilah khuntsa
musykil (‫) ُخ ْنثَى ُم ْش ِكل‬. Namanya saja sudah musykil, tentu merepotkan, karena kedua alat kelamin itu
berfungsi sama baiknya dan sama dominannya.

Untuk kasus ini, dikembalikan kepada para ulama untuk melakukan penelitian lebih mendalam untuk
menentuakan status kelaminnya. Namun kasus ini hampir tidak pernah ada. Bahkan khuntsa ghairu
musykil pun hampir tidak pernah didapat.

C. Jenis Operasi Ganti Kelamin

Operasi ganti kelamin sebenarnya ada banyak jenis dan tujuannya, sehingga hukumnya tergantung dari
jenis dan tujuannya.

1. Operasi Yang Halal

Sebagaimana sudah disinggung di atas, kadang atas kehendak Allah SWT, seseorang terlahir dalam
keadaan memiliki alat reproduksi ganda, selain jenis wanita ternyata juga punya alat reproduksi laki-laki.
Meski fenomena ini amat jarang terjadi, namun para ulama sudah membahasnya sejak masa lalu. Orang
yang lahir dalam keadaan tidak pada umumnya ini sering disebut dengan istilah khuntsa (‫)خنثى‬.

Kalau tujuan operasi ganti kelamin itu untuk menghilangkan salah alat kelamin yang tidak normal yang
terdapat pada orang yang terlahir dengan dua alat kelamin sekaligus, maka umumnya para ulama sepakat
membolehkannya. Jenis operasi ini bukan karena tidak puas dengan ciptaan Allah, melainkan sebuah
operasi untuk kebaikan dan kebutuhan mendasar seseorang.

Perbandingannya sebagaimana operasi usus buntu, yang pada prinsipnya membuang bagian tertentu dari
organ tubuh yang bermasalah, yang nyata-nyata mengganggu sistem kesehatan tubuh.

Maka dengan jenis dan tujuan seperti ini, operasi ganti kelamin itu membuang atau mengangkat alat
kelamin yang tidak dominan, sehingga yang tersisa adalah alat kelamin yang dominan.

Operasi ini sering disebut dengan istilah itmamul jinsi (‫)إتمام الجنس‬, yaitu menyempurnakan organ atau alat
kelamin yang bermasalah. Dan hukumnya halal sebagaimana umumnya pendapat para ulama modern.
2. Operasi Yang Haram

Operasi jenis kelamin yang haram adalah operasi untuk mengubah alat kelamin normal yang ada pada
tubuh manusia yang normal, dari bentuk alat kelamin laki-laki menjadi alat kelamin perempuan, atau
sebaliknya.

Sebenarnya operasi ini pada dasarnya tidak pernah mengubah jenis kelamin. Yang dilakukan hanya
mengubah bentuk saja, sedangkan fungsinya sebagai alat reproduksi nyaris sama sekali tidak mengalami
perubahan apa pun.

Laki-laki yang diubah alat kelaminnya menjadi berbentuk alat kelamin perempuan, tetap tidak akan
pernah bisa hamil sampai kapanpun. Karena yang diubah hanya bentuk penampilan luar saja, sedangkan
organ reproduksi bagian dalam sama sekali tidak berubah. Dia tidak punya rahim, saluran indung telur,
bahkan tidak memproduksi sel telur yang bisa dibuahi.

Kalau diibaratkan sama dengan mobil untuk karnaval. Pada dasarnya cuma mobil biasa, lalu dipermak
sedemikian rupa sehingga penampilannya mirip pesawat terbang. Memang ada dua sayap, sirip dan ekor,
tetapi semua tidak bisa berfungsi dan tetap saja tidak bisa terbang.

Kenapa?

Karena yang dilakukan hanya sebatas penampilan luar saja, dan kebutuhannya memang hanya untuk ikut
karnaval saja. Sampai kapan pun yang namanya mobil tidak akan bisa terbang. Dan belum pernah ada
ceritanya mobil bisa dimodifikasi lalu sampai bisa terbang.

D. Dalil Haramnya Operasi Kelamin

Para ulama yang sepakat mengharamkan operasi ganti kelamin yang jenis kedua ini mendasarkan pada
dua larangan mendasar, yaitu larangan menyerupai lawan jenis dan larangan mengubah ciptaan Allah
SWT.

1. Haram Menyerupai Lawan Jenis

Pada dasarnya Islam mengharamkan laki-laki untuk berpenampilan menjadi perempuan, sebagaimana
juga perempuan diharamkan untuk berpenampilan menjadi laki-laki.

‫الر َجال‬
ِ ‫ساءِ ِب‬ ِ ‫ساءِ َو ْال ُمتَش َِب َها‬
َ ِ‫ت مِ نَ الن‬ ِ َ‫ّللاِ ْال ُمتَش َِب ِهينَ مِ ن‬
َ ِ‫الر َجال ِبالن‬ َّ ‫سول‬
ُ ‫َر‬

Rasulullah SAW melaknat para laki-laki yang menyerupai wanita dan para wanita yang menyerupai laki-
laki. (HR. Bukhari)

Al-Mutasyabbih bi an-nisa’ bermakna laki-laki yang berpakaian, berdandan, bermake-up, bergaya, dan
berpenampilan layaknya seorang perempuan, sehingga sekilas orang akan menyangka bahwa dirinya
memang perempuan.

Sedangkan al-mutasyabihat bi ar-rijal adalah keadaan sebaliknya, yaitu wanita yang berpakaian,
berdandan, bermake-up, bergaya, dan berpenampilan layaknya seorang laki-laki, sehingga sekilas orang
akan menyangka bahwa dirinya memang laki-laki.
Bahkan laki-laki dan perempuan tetap berbeda dalam tata cara bersikap dan berbicara. Maka keharaman
penyerupaan antara laki-laki dan perempuan juga termasuk ketiga seorang laki-laki meniru gaya
perempuan, dan ketika perempuan meniru gaya laki-laki.

Jadi pada hakikatnya yang diharamkan bukan hanya terbatas pakaian saja, tetapi segala hal yang terkait
dengan penampilan, baik tata rias, asesoris pakaian, termasuk juga gerak-gerik, bahasa tubuh dan
termasuk operasi ganti kelamin.

Semua itu merupakan hal yang terlarang dengan sangat sehingga beliau SAW sampai harus melaknat
pelaku-pelakunya. Dan suatu dosa bila sampai disebut dengan istilah laknat menunjukkan bahwa dosa itu
sangat besar dan keluar dari rahmat Allah.

2. Mengubah Ciptaaan Allah

Allah SWT melarang kita untuk mengubah-ubah ciptaan-Nya, sebagaimana disebutkan di dalam kitab-
Nya

‫ُون ّللاِ فَقَ ْد َخس َِر ُخس َْرانًا ُّمبِينًا‬ َّ ‫ضلَّ َّن ُه ْم َوْل ُ َمنِيَ َّن ُه ْم َوآل ُم َر َّن ُه ْم َف َليُبَتِ ُك َّن آذَانَ اْل َ ْنعَ ِام َوآل ُم َر َّن ُه ْم َف َليُغَيِ ُر َّن خ َْلقَ ّللاِ َو َمن يَتَّخِ ِذ ال‬
َ ‫ش ْي‬
ِ ‫طانَ َو ِليًّا ِمن د‬ ِ ُ ‫َوْل‬
Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada
mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-
benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka
merobahnya". Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya
ia menderita kerugian yang nyata. (QS. An-Nisa' : 119)

‫ت خ َْلقَ هللاِ عز وجل‬ ِ ‫ت وال ُمتَف َِل َجا‬


ِ ‫ت لل ُحس ِْن ال ُمغيِرا‬ ِ ‫ت والنَّامِ صا‬
ِ ‫ت وال ُمتَن َِمصا‬ ِ ‫ت وال ُم ْست َْو ِش َما‬
ِ ‫الوا ِش َما‬
َ ُ‫لعَن هللا‬

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu‘anhu berkata: “Allah melaknat perempuan-perempuan yang
mentato dan yang minta ditato, yang mencukur rambut (alis), dan yang mengikir giginya untuk
memperindah, yang mengubah ciptaan Allah SWT (HR. Bukhari)

Pada dasarnya melakukan operasi yang mengubah-ubah bentuk tubuh manusia memang bisa dilakukan,
apalagi mengingat teknologi dunia kedokteran, khususnya bedah plastik (surgery) sudah sedemikian
maju.

Kalau operasi plastik itu bertujuan untuk memperbaiki bagian tubuh yang cacat, baik cacat bawaan
ataupun cacat karena kecelakaan, maka umumnya para ulama sepakat atas kebolehannya. Meskipun
prinsipnya seperti mengubah ciptaan Allah, namun pengubahan ini tidak termasuk yang diharamkan.

Pengubahan ciptaan Allah yang diharamkan adalah pengubahan dari bentuk normal pada umumnya, lalu
untuk sekedar kepentingan penampilan, kemudian dicari-cari cara mengubahnya. Misalnya, operasi
hidung biar tambah mancung, atau ganti warna kulit dan termasuk di dalamnya adalah operasi mengubah
penampilan alat kelamin laki-laki menjadi seperti alat kelamin wanita dan sebaliknya.

Jadi yang merupakan titik keharaman berasal dari ketidak-puasan manusia atas keadaan dirinya, yang
pada dasarnya normal dan lazim serta layak menurut ukuran normal manusia. Namun dengan sifat
takabbur, riya' dan sum'ah serta ujub, ingin mendapatkan bentuk tubuh yang sedang ngetrend, agar tidak
ketinggalan mode.

3. Haramnya Pengebirian
Ketika seorang laki-laki menjalani operasi ganti kelamin ini, maka mau tidak mau penisnya dipotong,
demikian juga dengan testisnya. Dengan pemotongan ini maka untuk selamanya dia tidak akan pernah
lagi bisa bereproduksi. Dan tindakan ini tidak lain adalah tindakan pengebirian yang pada dasarnya
diharamkan dalam syariah.

Ada banyak hadits yang mengharamkan tindakan pengebirian pada manusia, di antaranya hadits dari Ibnu
Mas'ud radhiyallahuanhu berikut ini :

َ‫ع ْن ذَلِك‬ ِ ‫ أَالَ نَ ْست َْخ‬: ‫ فَقُ ْلنَا‬، ‫ش ْي ٌء‬


َ ‫صي ؟ فَنَ َهانَا‬ َ ‫سلَّ َم َولَي‬
َ ‫ْس لَنَا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ ُ ‫ُكنَّا نَ ْغ ُزو َم َع َر‬
َّ ‫سول‬
َ ِ‫ّللا‬

Ibnu Mas'ud radhiyallahuanhu berkata,"Kami dulu pernah berperang bersama Rasulullah sementara
pada kami tidak ada isteri–isteri. Kami berkat :”Wahai Rasulullah bolehkah kami melakukan
pengebirian ?” Maka beliau melarang kami untuk melakukannya,” (HR. Bukhari)

Selain itu juga ada hadits Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahuanhu :

َ َ ‫ َولَ ْو أَذِنَ لَهُ الَ ْخت‬، ‫ون التَّبَتُّل‬


‫ص ْينَا‬ ْ ‫علَى عُثْ َمانَ ب ِْن َم‬
ٍ ُ‫ظع‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ َّ ‫سول‬
َ ِ‫ّللا‬ ُ ‫َردَّ َر‬

Rasulullah SAW melarang Usman bin Ma'dzhun untuk melakukan tabattul. Seandainya diizinkan pastilah
kami melakukan kebiri (HR. Bukhari)

Ustman bin Mazdhun sendiri memang pernah meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk urusan
pengebirian, lantaran di waktu perang tidak bisa menyalurkan hasrat seksual. Maka beliau pun minta izin
seperti disebutkan dalam hadits berikut :

ِ ‫ع َليْكَ ِب‬
‫الص َي ِام‬ َ ِ‫َازي َفت َأْذَنُ لِي فِي ْالخ‬
ِ ‫صاءِ َفأ َ ْخت‬
َ ‫ َو َلك ِْن‬، َ‫ ال‬: ‫َصي ؟ َقال‬ ِ ‫ي َه ِذ ِه ْالعُ ُزوبَةُ فِي ْال َمغ‬
َّ ‫ع َل‬
َ ‫ش ُّق‬
ُ َ ‫ّللاِ ِإنِي َر ُج ٌل ت‬
َّ ‫سول‬
ُ ‫يَا َر‬
"Ya Rasulullah SAW, saya ini tidak mampu menahan gairah seksual di saat perang, apakah anda
mengizinkan saya melakukan kebiri?". Rasulullah SAW menjawab,"Tidak boleh, tetapi lakukan puasa
saja". (HR. At-Thabrani)

Referensi :

Untuk pembahasan yang lebih mendalam, kita menemukan banyak referensi yang membahas masalah ini
di antaranya adalah kitab-kitab berikut ini :

1. Kitab Taghyīr Khalqillāh. Dr. Zarwati Rabih, Dar Ibn Hazm, Beirut, cet. pertama, 1428 H.
2. Ahkām al-Jirāhah al-Thibbiyyah. Dr. Muhammad bin Muhammad al-Mukhtar al-Syinqithi,
Maktabah Shahabah, Emirat, cet. ketiga, 1424 H.
3. Al-Jirāhah al-Tajmīliyyah. Dr. Shalih bin Muhammad al-Fauzan. Dar Tadmuriyyah, KSA, cet.
pertama, 1428 H.
4. Al-Ahkām al-Thibbiyyah al-Muta’alliqah Bi al-Nisā’. Dr. Muhammad Khalid Manshur. Dar
Nafais. Yordania, cet kedua 1424 H.

Dan masih banyak lagi kitab serupa yang merupakan bagian dari fatwa-fatwa para ulama kontemporer.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA


15. Halal Haram Hukum Vaksinasi

Hukum vaksinasi ini memang cukup hangat diperdebatkan oleh umat Islam. Sebagian mengharamkannya
dengan sekian banyak alasan, namun tidak sedikit pula yang menghalalkan.

Dan memang dari sekian banyak alasan kenapa vaksin ini diharamkan, terutama karena dianggap
mengandung barang haram di dalamnya. Berdebatan seputar keharaman atau kenajisan vaksin itulah yang
kemudian tidak selesai-selesai diperdebatkan.

Kalau kita simpulkan dari kesimpang-siurannya, setidaknya kita bisa membaginya menjadi dua atau tiga
kelompok, yaitu mereke yang mengharamkan total, kedua mereka yang menghalalkan total dan ketiga
mereka yang pada dasarnya mengharamkan tetapi karena darurat sehingga untuk sementara masih
diperbolehkan.

A. Pendapat Yang Mengharamkan

Dari kalangan yang mengharamkan vaksin, kita mendapatkan beberapa alasan yang biasanya mereka
jadikan sebagai dasar pengharaman. Di antaranya adalah alasan-alasan berikut ini :

1. Mengandung Najis

Vaksin haram karena menggunakan media ginjal kera, babi, aborsi bayi, darah orang yang tertular
penyakit infeksi yang notabene pengguna alkohol, obat bius, dan lain-lain. Ini semua haram dipakai
secara syari’at.
2. Ada Efek Samping

Vaksin itu juga punya efek samping yang membahayakan karena mengandung mercuri, thimerosal,
aluminium, benzetonium klorida, dan zat-zat berbahaya lainnya yg akan memicu autisme, cacat otak, dan
lain-lain.

3. Manusia Sudah Punya Kekebalan Tubuh Alami

Kekebalan tubuh sebenarnya sudah ada pada setiap orang. Sekarang tinggal bagaimana menjaganya dan
bergaya hidup sehat.

4. Konsiprasi Barat

Vaksin tidak lain hanyalah sekedar konspirasi dan akal-akalan negara barat untuk memperbodoh dan
meracuni negara berkembang dan negara muslim dengan menghancurkan generasi muda mereka.

Ada bisnis besar di balik program imunisasi bagi mereka yang berkepentingan. Dan kalau ikut vaksin
sama saja ikut memberikan keuntungan kepada Barat dan secara tidak langusng ikut mengambil uang
orang-orang muslim.

5. Mematikan Pengobatan Nabawi

Menyingkirkan metode pengobatan dan pencegahan dari negara-negara berkembang dan negara muslim
seperti minum madu, minyak zaitun, kurma, dan habbatussauda.

6. Ilmuwan Banyak Menentang Vaksin


Adanya ilmuwan yang menentang teori imunisasi dan vaksinasi.

7. Banyak Anak Tidak Diimunisasi Tetapi Tetap Sehat

Adanya beberapa laporan bahwa anak mereka yang tidak di-imunisasi masih tetap sehat, dan justru lebih
sehat dari anak yang di-imunisasi.

Lembaga Yang Mengharamkan


Di antara lembaga fatwa yang ikut mengharamkan vaksin ini adalah Muzakarah Jawatan kuasa Fatwa
Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysi. Lembaga ini dalam sidangnya yang ke-81
tanggal 31 Maret 2008 telah mengangkat tema : Hukum Penggunaan Vaksin Biothrax Dan Vaksin
Rotateq Yang Menggunakan Unsur Babi Dalam Proses Penghasilannya.

Dan muzakarah itu kemudian memutuskan bahwa penggunaan vaksin BioThrax dan RotaTeg adalah tidak
dibenarkan, dengan alasan:

1. Situasi kini dianggap tidak dharurat;


2. Terdapat bahan atau ubat alternatif selain penggunaan unsur babi dalam pemprosesan kedua-dua
vaksin; dan
3. Tiada data sokongan yang kuat untuk membuktikan rakyat negara ini memerlukan kedua-dua
vaksin ini.

B. Pendapat Yang Menghalalkan

Sementara sebagian dari ulama menghalalkan vaksin ini, dengan alasan antara lain :
1. Mencegah Lebih Baik Dari Mengobati

Islam menganjurkan kita untuk mencegah datangnya penyakit atau menghindari penyakit, bila memang
sudah terlanjur terbukti dan mewabah di suatu tempat.

Amirul Mukminin Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu di tengah jalan membatalkan rencananya
untuk masuk ke negeri Syam, karena saat itu Syam sedang mengalami wabah penyakit. Tujuannya agar
beliau sendiri tidak tertular penyakit yang mewabah, dengan jalan menghindari masuk ke negeri itu.

Tetapi hari ini berbagi wabah dari berbagai penyakit sudah melanda dunia, sehingga tidak ada tempat
yang 100% aman dari wabah. Prinsip dasar vaksinasi adalah memberikan kekebalan pada tubuh seseorang
dari penyakit tertentu, sehingga meski dia berada di negeri yang terkena wabah penyakit tertentu, dia
tetap bisa aman dan sehat.

Maka kita tidak perlu berlari menghindari negeri yang kena wabah, cukup dengan jalan diberi vaksin
sejak masih kecil. Dan penemuan vaksin itu merupakan keberhasilan besar umat manusia, bukannya
untuk dimusuhi.

Sekarang ini begitu banyak ibu hamil yang sudah membawa virus Toksoplasma, Rubella, Hepatitis B
yang membahayakan ibu dan janin, bahkan bisa menyebabkan bayi baru lahir langsung meninggal. Dan
semua itu bisa dicegah dengan vaksin. Maka sudah benar upaya vaksin, karena prinsipnya mencegah
lebih baik dari mengobati.

2. Kekebalan Tubuh Ada Batasnya


Walaupun kekebalan tubuh sudah ada, akan tetapi kita hidup di negara berkembang yang notabene
standar kesehatan lingkungan masih rendah. Apalagi pola hidup di zaman modern. Belum lagi kita tidak
bisa menjaga gaya hidup sehat. Maka untuk antisipasi terpapar penyakit infeksi, perlu dilakukan
vaksinasi.

Di sisi lain, perkembangan penyakit dan wabahnya nyaris sulit dihindari lagi. Apa yang di masa lalu
belum ada dan tidak dikenal, hari ini muncul dan mewabah. Jalan yang paling sederhana adalah
memotong jalur peredaran wabah penyait ini dengan pencegahan vaksinasi.

3. Efek Samping Bisa Diminimalisir

Memang benar bahwa setiap vaksin pasti punya efek samping. Dan hal itu juga terdapat dalam semua
obat-obatan kimiawi. Namun tetap saja ada ambang batas yang bisa ditolellir sehingga penggunaan obat
tetap aman, demikian juga dengan vaksin.

Efek samping yang membahayakan bisa kita minimalisasi dengan tanggap terhadap kondisi ketika hendak
imunisasi dan lebih banyak cari tahu jenis-jenis merk vaksin serta jadwal yang benar sesuai kondisi setiap
orang.

Sayangnya di tengah masyarakat yang kurang terpelajar sudah terlanjur beredar banyak isu-isu tidak jelas
dan tidak ilmiah.

Yang sering kita dapati isu tentang vaksinasi MMR, yang konon katanya menyebabkan autis. Padahal
hasil penelitian lain yang lebih tersistem dan dengan metodologi yang benar, kasus autis itu ternyata
banyak penyebabnya. Penyebab autis itu multifaktor (banyak faktor yang berpengaruh) dan penyebab
utamanya masih harus diteliti.

Di sisi lain, vaksin sudah menyelamatkan jutaan bayi di dunia ini dari beragam wabah penyakit. Sehingga
kalau dibuatkan hitung-hitungan statistiknya, manfaatnya jauh lebih besar dan lebih utama ketimbang
efek yang disebabkan.

4. Teori Konspirasi Barat Tidak Sepenuhnya Benar

Jika ini memang konspirasi atau akal-akalan negara barat, mereka pun terjadi pro-kontra juga. Terutama
vaksin MMR. Disana juga sempat ribut dan akhirnya diberi kebebasan memilih. Sampai sekarang negara
barat juga tetap memberlakukan vaksin sesuai dengan kondisi lingkungan dan masyarakatnya.

Mengapa beberapa negara barat ada yang tidak lagi menggunakan vaksinasi tertentu atau tidak sama
sekali.

Konon alasannya karena standar kesehatan mereka sudah lebih tinggi, lingkungan bersih, epidemik
(wabah) penyakit infeksi sudah diberantas, kesadaran dan pendidikan hidup sehatnya tinggi. Mereka
sudah mengkonsumsi sayuran organik.

Kalau kita bandingkan dengan negara berkembang, memang faktanya agak jauh berbeda. Sayuran dan
buah penuh dengan pestisida jika tidak bersih dicuci. Makanan dengan zat pengawet, pewarna, pemanis
buatan, mie instant, dan lain-lain.

Dan perlu diketahui jika kita mau masuk ke beberapa negara maju, kita wajib divaksin dengan vaksin
jenis tertentu. Karena mereka juga tidak ingin mendapatkan kiriman penyakit dari negara kita.

5. Adanya Fatwa Halal Imunisasi

Meski ramai di media dan internet kampanye anti vaksin yang konon mengandung bahan-bahan najis,
namun faktanya ada beberapa fatwa halal dan bolehnya imunisasi.

Dalam hal ini mereka yang menghalalkan vaksin ini terbagi menjadi dua macam, yaitu pendapat yang
menghalalkan vaksin 100%, karena najisnya dianggap sudah tidak ada lagi. Dan ada juga yang
menghalalkannya karena darurat, walaupun masih mengakui bahwa di dalamnya masih ada najisnya.

C. Fatwa-fatwa Ualam dan Lembaga Yang Menghalalkan Vaksin

Di antara para ulama dan lembaga fatwa dunia yang menghalalkan vaksin antara lain :

1. Syiekh Abdullah Bin Baz rahimahullah

Asy-Syaikh Ibnu Baz pernah ditanya : “Apa hukum berobat sebelum terjadinya penyakit, seperti
imunisasi atau vaksinasi?”
Beliau menjawab bahwa tidak mengapa berobat bila dikhawatirkan terjadinya penyakit karena adanya
wabah atau sebab-sebab yang lain yang dikhawatirkan terjadinya penyakit karenanya. Maka tidak
mengapa mengkonsumsi obat untuk mengantisipasi penyakit yang dikhawatirkan.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW dalam hadist yang shahih :

“Orang yang di waktu pagi memakan tujuh butir kurma Madinah, maka tidak akan mencelakakan dia
sihir ataupun racun.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ini termasuk dalam bab menghindari penyakit sebelum terjadinya. Demikian pula bila dikhawatirkan
terjadi sebuah penyakit lalu dilakukan vaksinasi atau imunisasi untuk melawan penyakit tersebut yang
terdapat di suatu negeri atau negeri manapun, tidak mengapa melakukan hal demikian dalam rangka
menangkalnya.

Sebagaimana penyakit yang telah menimpa itu diobati, maka diobati pula penyakit yang dikhawatirkan
akan menimpa.
Akan tetapi tidak boleh memasang jimat-jimat dalam rangka menangkal penyakit, jin atau bahaya mata
dengki. Karena Nabi SAW melarang hal tersebut. Nabi SAW telah menerangkan bahwa hal itu termasuk
syirik kecil, maka wajib berhati-hati darinya.

b. Muhammad Shalih Al-Munajjid

Muhammad Shalih Al-Munajjid adalah seorang imam masjid dan khatib di Masjid Umar bin Abdul Aziz
di kota Al-Khabar Kerajaan Saudi Arabia. Beliau juga bekerja sebagai dosen ilmu-ilmu keagamaan dan
pengasuh situs www.islam-qa.com
Mengenai imunisasi dengan menggunakan bahan yang haram tetapi memberi manfaat yang lebih besar,
tokoh ini berfatwa :

Vaksin yang terdapat didalamnya bahan yang haram atau najis pada asalnya. Akan tetapi dalam proses
kimia atau ketika ditambahkan bahan yang lain yang mengubah nama dan sifatnya menjadi bahan yang
mubah. Proses ini dinamakan “istihalah”. Dan bahan mempunyai efek yang bermanfaat.
Vaksin jenis ini bisa digunakan karena “istihalah” mengubah nama bahan dan sifatnya. Dan mengubah
hukumnya menjadi mubah atau boleh digunakan.”

c. Majelis Ulama Eropa

Fatwa Majelis Majelis Ulama Eropa untuk Fatwa dan Penelitian (‫ )المجلس اْلوربي للبحوث واإلفتاء‬memutuskan
dua hal:

Pertama:

Penggunaan obat semacam itu ada manfaatnya dari segi medis. Obat semacam itu dapat melindungi anak
dan mencegah mereka dari kelumpuhan dengan izin Allah. Dan obat semacam ini (dari enzim babi)
belum ada gantinya hingga saat ini.

Dengan menimbang hal ini, maka penggunaan obat semacam itu dalam rangka berobat dan pencegahan
dibolehkan. Hal ini dengan alasan karena mencegah bahaya (penyakit) yang lebih parah jika tidak
mengkonsumsinya.
Dalam bab fikih, masalah ini ada sisi kelonggaran yaitu tidak mengapa menggunakan yang najis (jika
memang cairan tersebut dinilai najis).

Namun sebenarnya cairan najis tersebut telah mengalami istihlak (melebur) karena bercampur dengan zat
suci yang berjumlah banyak.

Begitu pula masalah ini masuk dalam hal darurat dan begitu primer yang dibutuhkan untuk
menghilangkan bahaya. Dan di antara tujuan syari’at adalah menggapai maslahat dan manfaat serta
menghilangkan mafsadat dan bahaya.

Kedua:

Majelis merekomendasikan pada para imam dan pejabat yang berwenang hendaklah posisi mereka tidak
bersikap keras dalam perkara ijtihadiyah ini yang nampak ada maslahat bagi anak-anak kaum muslimin
selama tidak bertentangan dengan dalil yang definitif (qoth’i).

d. Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU)

Kesimpulan sidang Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan menindak lanjuti hasil sidang
Lembaga Bahtsul Matsail NU (LBM-NU) menyatakan secara umum hukum vaksin meningitis suci dan
boleh dipergunakan.

Namun PBNU merekomendasikan ke pemerintah agar melakukan vaksinasi kepada para jamaah haji
dengan memakai vaksin yang halal berdasarkan syari’i. Hal ini penting, agar jamaah haji mendapat rasa
nyaman dan kekhidmatan beribadah.

Selain itu, masyarakat dihimbau tidak terlalu resah dengan informasi apapun terkait vaksin meningitis
yang belum jelas.
Ketua LBM-NU, Zulfa Musthafa, mengemukakan berdasarkan informasi dan pemaparan sejumlah pakar
dalam sidang LBM-NU diketahui bahwa semua produk vaksin meningitis pernah bersinggungan dengan
enzim babi. Termasuk produk yang dikeluarkan oleh Novartis Vaccine and Diagnostics S.r.i dan
Meningococcal Vaccine produksi Zheijiang Tianyuan Bior Pharmaceutical Co. Ltd.
Akan tetapi, secara kesuluruhan hasil akhir produk-produk tersebut dinilai telah bersih dan suci.

Zulfa menuturkan, dalam pembahasannya, LBM-NU tidak terpaku pada produk tertentu. Tetapi,
pembahasan lebih menitik beratkan pada proses pembuatan vaksin. Hasilnya, secara umum vaksin
meningitis suci dan boleh dipergunakan.

”Dengan demikian, vaksin jenis Mancevax ACW135 Y, produksi Glaxo Smith Kline (GSK), Beecham
Pharmaceutical, Belgia pun bisa dinyatakan halal,” tandas dia

e. Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah

Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menjawab pertanyaan dari
Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Majelis Kesehatan dan Lingkungan Hidup, tentang status hukum vaksin,
khususnya untuk imunisasi polio yang dicurigai memanfaatkan enzim dari babi :

Sebagai kesimpulan, dapatlah dimengerti bahwa vaksinasi polio yang memanfaatkan enzim tripsin dari
babi hukumnya adalah mubah atau boleh, sepanjang belum ditemukan vaksin lain yang bebas dari enzim
itu.

Sehubungan dengan itu, kami menganjurkan kepada pihak-pihak yang berwenang dan berkompeten agar
melakukan penelitian-penelitian terkait dengan penggunaan enzim dari binatang selain babi yang tidak
diharamkan memakannya.
Sehingga suatu saat nanti dapat ditemukan vaksin yang benar-benar bebas dari barang-barang yang
hukum asalnya adalah haram.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA


www.rumahfiqih.com

Anda mungkin juga menyukai