Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

MENJELASKAN
PANDANGAN AGAMA ISLAM TENTANG TINDAKAN
KB,TRANSPLATASI ORGAN,BAYI TABUNG,DONOR
SPERMA,SEWA RAHIM,ADOPSI, DAN EUTHANASIA

Dosenpembimbing :Prof.Dr.H.Akhyak, M. Ag

Disusun oleh :

1.EKITA MOLIS FEBRIAN


2.NANDA AYU SASMITA NINGSIH
3.SILVI RISMA APRILIA
1. Pandangan Agama Islam Mengenai KB
KB artinya mengatur jumlah anak sesuai kehendak dan menentukansendiri kapan ingin
hamil. (Kamus Besar Bahasa Indonesia(1997) ) Upaya peningkatkan kepedulian masyarakat
dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera (Undang-undang No. 10/1992).
Keluarga Berencana (Family Planning, Planned Parenthood) : suatu usaha untuk
menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai
kontrasepsi.WHO (Expert Committe, 1970),
Tindakan yg membantu individu/ pasutri untuk: Mendapatkan objektif-obketif tertentu,
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan dan
menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan
dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah :

Surat An-Nisa’ ayat 9:

‫سديدا واليقولوا فليتقوهللاا عليهم خافوا ضعافا ذرية خلفهم من تركوا لو الذين وليخششش‬

“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah. Mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab
itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar”.

Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB
diantaranya ialah surat al-Qashas: 77, al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15, al-Anfal:
53, dan at-Thalaq: 7.
Dari ayat-ayat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan
dalam KB antara lain, menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak,
memperhitungkan biaya hidup berumah tangga.

 Menurut al-Qur’an dan Hadits


Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada nas yang shoreh yang melarang atau
memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus dikembalikan kepada
kaidah hukum Islam, yaitu:
‫تحريمها على الدليل على يدل حتى االباحة األشياء فى صل اال‬
Tetapi dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi tentang diperbolehkannya mengikuti
program KB, yakni karena hal-hal berikut:
a. Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
‫ البقرة( التهلكة إلى بأيديكم تلقوا وال‬: 195)
“Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”.
b. Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini sesuai dengan
hadits Nabi:
‫كفرا تكون أن الفقر كادا‬
“Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran”.
c. Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran anak terlalu
dekat sebagai mana hadits Nabi:
‫ضرار وال ضرر وال‬
“Jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.

2. Pandangan Islam Dalam Tindakan Transplantasi Organ

Transplantasi adalah perpindahan sebagian atau seluruh jaringan atau organ dari satu
individu pada individu itu sendiri atau pada individu lainnya baik yang sama maupun berbeda
spesies. Saat ini yang lazim di kerjakan di Indonesia saat ini adalah pemindahan suatu
jaringan atau organ antar manusia, bukan antara hewan ke manusia, sehingga menimbulkan
pengertian bahwa transplantasi adalah pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu
tubuh ke tubuh yang lain atau dari satu tempat ke tempat yang lain di tubuh yang sama.
Transplantasi ini ditujukan untuk mengganti organ yang rusak atau tak berfungsi pada
penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari pendonor.

Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau
dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian
batang otak. Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum tulang
dan darah (transfusi darah). Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah
jantung,hati,ginjal,kornea,pancreas,paru-paru dan sel otak. Semua upaya dalam bidang
transplantasi tubuh tentu memerlukan peninjauan dari sudut hokum dan etik kedokteran
Ada 3 tipe donor organ tubuh:
Donor dalam keadaan hidup sehat : tipe ini memrlukan seleksi yang cermat dan
pemeriksaan kesahatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun resipien untuk
menghindari kegagalan karena penolakan tubuh oleh resipien dan untk mencegah resiko bagi
donor.
 Tipe Donor 1
Donor dalam keadaan sehat. Yang dimaksud disini adalah donor anggota tubuh bagi siapa
saja yang memerlukan pada saat si donor masih hidup. Donor semacam ini hukumnya boleh.
Karena Allah Swt memperbolehkan memberikan pengampunan terhadap qisash maupun
diyat.
Allah Swt berfirman:
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af)
membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui
batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (TQS al-Baqarah [2]: 178)
Namun, donor seperti ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak
mengakibatkan kematian si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpha atau paru-
parunya. Hal ini akan mengakibatkan kematian pada diri si pendonor. Padahal manusia tidak
boleh membunuh dirinya, atau membiarkan orang lain membunuh dirinya; meski dengan
kerelaannya.
 Tipe donor 2
Hukum Islam pun tidak membolehkan karena salah satu hadist mengatakan bahwa ”Tidak
boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain.” (HR. Ibnu
Majah). Yakni penjelasannya bahwa kita tidak boleh membahayakan orang lain untuk
keuntungan diri sendiri. Perbuatan tersebut diharamkan dengan alasan apapun sekalipun
untuk tujuan yang mulia.
 Tipe Donor 3
Menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Yang
membolehkan menggantungkan pada syarat sebagai berikut:
Resipien (penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam dirinya setelah
menmpuh berbagai upaya pengobatan yang lama
Pencangkokan tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih gawat telah
disetujui oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong bukan untuk
memperjual-belikanyang tidak membolehkan alasannya :
Seseorang yang sudah mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya atau
mewasiatkan untuk menyumbangkannya. Karena seorang dokter tidak berhak memanfaatkan
salah satu organ tubuh seseorang yang telah meninggal dunia untuk ditransplantasikan
kepada orang yang membutuhkan. Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan
terhadapnya, maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan yang
wajib dipelihara sebagaimana orang hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran
terhadap pelanggaran kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran kehormatan orang
hidup.Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Memecahkan tulang mayat itu sama saja dengan memecahkan tulang orang hidup” (HR.
Ahmad, Abu dawud, dan Ibnu Hibban)

Tindakan mencongkel mata mayat atau membedah perutnya untuk diambil jantungnya atau
ginjalnya atau hatinya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan dapat
dianggap sebagai mencincang mayat. Padahal Islam telah melarang perbuatan ini. Imam
Bukhari telah meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid Al-Ansh.
3. Bayi Tabung dalam Pandangan Islam

Masalah bayi tabung (Athfaalul Anaabib) ini menurut pandangan Islam termasuk masalah
kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya secara spesifik di dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Namun, kajian masalah mengenai
bayi tabung ini sebaiknya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan
cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh
kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya menggunakan
ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.

Dua tahun sejak ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah menetapkan
fatwa tentang bayi tabung/inseminasi buatan.

 Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwany pada tanggal 13 Juni 1979 menetapkan
4 keputusan terkait masalah bayi tabung, diantaranya :

1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya
mubah (boleh), sebab ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama. Asal
keadaan suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan
untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil
memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih

‫ت‬ ُ ْ‫ا َ ْل َحا َجةُ ت َِن ْْز ُل َم ْن ِزلَةَ الض َُّر ْو َرةِ َوالض َُّر ْو َرة ُ ت ُ ِب ْي ُح ْال َمح‬
ِ ‫ظ ْو َرا‬
“Hajat (kebutuhan yang sangat penting) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa.
Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehklan melakukan hal-hal yang terlarang”
.
2. Sedangkan para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-
istri yang dititipkan di rahim perempuan lain dan itu hukumnya haram, karena dikemudian
hari hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan
(khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang
mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).

3. Bayi Tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia
hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah. Sebab, hal ini akan menimbulkan
masalah yang pelik baik kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan.

4. Bayi Tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari pasangan suami-istri yang sah hal
tersebut juga hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antar
lawan jenis diluar pernikahan yang sah alias perzinahan.

 Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah dalam Forum
Munas di Kaliurang, Yogyakarta pada tahun 1981. Ada 3 keputusan yang ditetapkan
ulama NU terkait masalah Bayi Tabung, diantaranya :

1. Apabila mani yang ditabung atau dimasukkan kedalam rahim wanita tersebut ternyata
bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram. Hal itu didasarkan
pada sebuah hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT,
dibandingkan dengan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya
(berzina) didalam rahim perempuan yang tidak halal baginya.”

2. Apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya
tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. Mani Muhtaram adalah mani yang
keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara’. Terkait mani yang
dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari Kifayatul
Akhyar II/113.

“Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan


beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena
istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-
senang.”

3. Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri yang sah dan cara mengeluarkannya
termasuk muhtaram, serta dimasukkan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi
tabung menjadi mubah (boleh).

4. Pandangan Islam Tentang Donor Sperma


Bank sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu di bekukan dan disimpan ke
dalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas sperma. cryiobanking adalah
suatu teknik penyimpanan sel cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Pada
dasarnya, semua sel dalam tubuh manusia dapat disimpan dengan menggunakan teknik dan
alat tertentu sehingga dapat bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu. Dengan adanya
cryobanking ini, semen dapat disimpan dalam jangka waktu lama, bahkan lebih dari 6
bulan.Pada bank sperma dalam pengumpulan sperma yang diambil dari para pen-donor
sperma dilakukan dengan cara mastrubasi (onani). Secara umum Islam memandang
melakukan onani merupakan tergolong perbuatan yang tidak etis.
Mengenai masalah hukum onani,fuqaha berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara
mutlak dan ada yang mengharamkan pada suatu hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga
pada hal-hal tertentu, dan ada pula yang menghukumi makruh. Sayyid Sabiq mengatakan
bahwa Malikiyah, Syafi`iyah, dan Zaidiyah menghukumi haram.
Ibnu hazim berpendapat bahwa onani hukumnya makruh, tidak berdosa tetapi tidak etis.
Diantara yang memakruhkan onani itu juga Ibnu Umar dan Atha` bertolak belakang dengan
pendapat Ibnu Abbas, hasan dan sebagian besar Tabi`in menghukumi Mubah. Al-Hasan
justru mengatakan bahwa orang-orang Islam dahulu melakukan onani pada masa
peperangan.

Mujahid juga mengatakan bahwa orang Islam dahulu memberikan toleransi kepada para
pemudanya melakukan onani. Hukumnya adalah mubah, baik buat laki-laki maupun
perempuan. Ali Ahmad Al-Jurjawy dalam kitabnya Hikmat Al-Tasyri` Wa Falsafatuhu. Telah
menjelaskan kemadharatan onani mengharamkan perbuatan ini, kecuali kalau karena kuatnya
syahwat dan tidak sampai menimbulkan zina.

Untuk dari suami-isteri dan ditanamkan pada orang lain atau lain sebagainya selain hal yang
diatas demi kehati-hatiannya maka ulama dalam kasus ini mengharamkannya. Diantaranya
adalah Lembaga fiqih islam OKI, Majelis Ulama DKI Jakarta, Mahmud Syaltut, Yusuf al-
Qardhawy, al-Ribashy dan zakaria ahmad al-Barry dengan pertimbangan dikhawatirkan
adanya percampuran nasab dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.
Diantara fuqaha yang memperbolehkan/menghalalkan inseminasi buatan yang
bibitnya berasal dari suami-isteri ialah Syaikh Mahmud Saltut, Syaikh Yusuf al-Qardhawy,
Ahmad al-Ribashy, dan Zakaria Ahmad al-Barry. Secara organisasi, yang menghalalkan
inseminasi buatan jenis ini Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara`a Depertemen
Kesehatan RI, Mejelis Ulama` DKI jakarta, dan lembaga islam OKI yang berpusat di Jeddah.

5. Pandangan Islam Tentang Sewa Rahim


Perdebatan di seputar sewa menyewa rahim atau ibu pengganti menjadi perdebatan panjang
di kalangan masyarakat, baik muslim maupun non muslim. Hal ini antara lain disebabkan
karena hukum bayi tabung, tidak ada pembahasannya dalam nash maupun kitab-kitab klasik.
Dalam masyarakat Islam sehubungan dengan permasalahan ini, ada dua kelompok yang
memiliki perbedaan pendapat yaitu kelompok yang mendukung atau membolehkan serta
kelompok yang menolak atau mengharamkan. Di antara pendapat-pendapat tersebut antara
lain adalah :
a. Pendapat yang menolak atau mengharamkan surrogate mother
Asy-Syaikh ‘Ali At-Thantawi menyatakan bahwa bayi tabung yang menggunakan wanita
pengganti itu jelas tidak dibenarkan, karena menurut beliau rahim wanita bukanlah panci
dapur yang isinya bisa dipindahkan sekehendak hati dari yang satu ke yang lainnya, karena
rahim wanita yang mengandung memiliki andil dalam proses pembentukan dan penumbuhan
janin yang mengkonsumsi zat makanan dari darah ibunya.

2) Pendapat lain ada yang mengatakan kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan
sperma dan atau ovum atau dengan ibu titipan, maka diharamkan dan hukumnya sama
dengan zina. Dan sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi buatan tersebut tidak sah
dan nasabnya atau hubungan perdatanya hanya dengan ibu yang melahirkan dan keluarga si
ibu itu.

Beberapa Fatwa ulama yang mengharamkan Surrogate Mother

1. Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah

‫محاذير من ذلك على يترتب لما برحمها؛ البنتها التبرع المذكورة لألم يجوز ال بأنه أجابت لالستفتاء اللجنة دراسة وبعد‬
‫شرعية‬

Setelah Al-Lajnah mempelajari (prosedur meminjam rahim), maka AL-Lajnah memutuskan


bahwasanya tidak boleh (haram) bagi ibu tersebut meminjamkan rahimnya kepada anak
perempuannya. Karena akan muncul kerusakan dalam syariat
2. Fatwa Profesor Abdullah Al-Jibrin rahimahullah

Kita katakan ini adalah sesuatu yang baru dan mungkar, tidak ada ulama sebelumnya yang
berbicara mengenai hal ini dan tidak disebut oleh ulama dan imam-imam orang Islam bahwa
hal ini boleh. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini“HARAM” alasan yang pertama adalah
karena perintah Allah Ta’ala agar menjaga kemaluan sebagaimana firman Ta’ala, (QS. Al-
Mukminun:5-6)
“dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak
yang mereka miliki ; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

3. Menurut Syaikh Mahmud Syaltut

Adapun, jika inseminasi itu dari sperma laki-laki lain yang tidak terikat akad perkawinan
dengan wanita – dan barangkali ini yang banyak di bicarakan orang mengenai inseminasi-
maka sesungguhnya tidak dapat di ragukan lagi, hal itu akan mendorong manusia ketaraf
kehidupan hewan dan tumbuh-tumbuhan dan mengeluarkannya dari harkat kemanusiaan,
yaitu harkat kemasyarakatan yang luhur yang dipertautkan dalam jalinan perkawinan yang
telah disebar luaskan. Dan bilamana inseminasi buatan untuk manusia itu bukan dari sperma
suami, maka hal seperti ini statusnya tidak dapat diragukan lagi adalah suatu perbuatan yang
sangat buruk sekali dan suatu kejahatan yang lebih munkar dari memungut anak.

5. Pendapat Munas Alim Ulama’ (NU) Di Sukorejo Situbondo

Tidak sah dan haram hukumnya menyewakan rahim bagi suami istri yang cukup subur dan
sehat menghendaki seorang anak. Namun kondisi rahim sang istri tidak cukup siap untuk
mengandung seorang bayi. Selain hadis di atas para ulama’ peserta munas berdasarkan hadis
Nabi yang terdapat pada Tafsir Ibnu Katsir Juz 3/326

‫مريم ابي بن بكر ابي عن بقيّة حدّثنا نصر بن ع ّمار حدّثنا الدّنيا ابي بن ابوبكر وقال‬
َ ‫ي ِ مالك بن الهثيم عن‬ َّ ‫ي عن ال‬
ّ ‫طائ‬ ّ ‫النّب‬
ّ
‫ وسلم عليه هللاا صلى‬: ‫له اليح ّل رحم فى رجل وضعها نطفة من اعظ ُم الشرك بعد ذنب من ما‬.

Rasulullah bersabda: “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik di bandingkan seseorang
yang menaruh spermanya di rahim wanita yang tidak halal baginya”.

Jika terdapat kasus semacam itu, peserta munas berpendapat bahwa, dalam hal nasab,
kewalian dan hadlanah tidak bisa dinisbatkan kepada pemilik sperma menurut Imam Ibnu
Hajar, karena masuknya tidak muhtaram. Yang dimahsud dengan sperma yang muhtaram
adalah hanya ketika keluarnya saja, sebagaimana yang dianut oleh Imam Ramli, walaupun
menjadi tidak terhormat ketika masuk (ke vagina orang lain.

6. Hukum Adopsi Dalam Pandangan Islam


Adopsi diperbolehkan dalam islam,bahkan dapat dikatakan sebagai amal istimewa karena
mereka bisa mendapatkan kasih sayang dari orang lain.Dengan syarat tidak memperlakukan
anak tersebut persis seperti anak kandungnya sendiri dalam penisbatan namanya,dalam
hukum kemahraman,dan hukum kewarisan.Dan anak yang diangkat tersebut tetap
dinisbatkan kepada nama bapaknya.Jika dalam pengangkatan tidak sesuai dengan syarat
tersebut maka dalam Islam hukumnya adalah haram.Hal ini sesuai dengan Alquran surat Al-
Ahzab ayat 4-5.
7. Euthanasia Menurut Agama Islam
Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut.Syariah Islam
mengharamkan euthanasia aktif,karena termasuk dalam pembunuhan secara sengaja(al-qatlu
al-‘amad) walaupun niatnya baik yaitu untuk kesembuhan pasien.Hukumnya tetap
haram,walaupun atas permintaan pasien sendiri atau dari pihak keluarga pasien.Hukum
euthanasia pasif dalam arti mengehentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada
pasien setelah rusaknya atau matinya organ otak hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi
dokter.Euthanasia dalam keadaan aktif atau pasif menurut fatwa MUI,tidak diperkenankan
karena berarti melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain.Lebih
lanjut,KH Ma’ruf Amin (Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia) mengatakan boleh
dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat khusus.

Anda mungkin juga menyukai