Anda di halaman 1dari 18

BANK SPERMA

DALAM PANDANGAN BERBAGAI AGAMA

KELOMPOK 12

Oleh :

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

NOVEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Salawat dan salam penulis
haturkan kepada Rasulullah saw. yang telah membimbing umat manusia keluar dari
jalan kesesatan menuju jalan keselamatan, di dunia dan di akhirat. Dalam
kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini. penyelesain makalah ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Ucapan terima kasih ini, khususnya disampaikan
kepada dosen-dosen yang telah membimbing kami terkait materi teknologi
kedokteran dalam pandangan berbagi agama dan juga teman-teman kelompok 12
yang sudah berpartisipasi untuk membuat makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1

1.3 Tujuan Pembahasan ....................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN ...................................................................................... 3

2.1 Pandangan Agama Islam Terhadap Bank Sperma ........................................ 3

2.2 Pandangan Agama Kristen Terhadap Bank Sperma ..................................... 6

2.3 Pandangan Agama Katholik Terhadap Bank Sperma ................................... 7

2.4 Pandangan Agama Budha Terhadap Bank Sperma ....................................... 8

2.5 Pandangan Agama Hindu Terhadap Bank Sperma ....................................... 9

BAB III : PENUTUP ............................................................................................ 13

3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 163

3.2 Saran .......................................................................................................... 174

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 185

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu tujuan perkawinan adalah memperoleh keturunan. Keturunan atau
anak adalah satu yang sangat diidam-idamkan bagi pasangan suami istri dalam
perkawinan, perkawinan tanpa membuahkan seorang buah hati seakan-akan tidak
ada artinya.

Dari hal tersebut, dengan kemajuan teknologi dalam bidang kedokteran


berdampak untuk membentuk bank sperma sehingga orang dapat membelinya agar
dapat dengan mudah mempunyai keturunan dengan cara inseminasi buatan yang
diambil dari para pedonor sperma dengan menafikan adanya hubungan perkawinan
atau tidak. Hal ini akan menjadi kerancuan pada status dan nasab anak tersebut.
Sedangkan dalam pandangan beberapa agama ada yang tidak mengenal bank
sperma dan inseminasi buatan. Oleh karena itu, hal ini menarik untuk dibahas serta
dianalisis dengan beberapa sumber-sumber hukum dari beberapa agama yang ada
sehingga kita dapat mengetahuinya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud bank sperma?
2. Bagaimana bank sperma dalam sudut pandang agama Islam?
3. Bagaimana bank sperma dalam sudut pandang agama Kristen?
4. Bagaimana bank sperma dalam sudut pandang agama Katolik?
5. Bagaimana bank sperma dalam sudut pandang agama Buddha?
6. Bagaimana bank sperma dalam sudut pandang agama Hindu?
7. Apa kegunaan dari bank sperma?

1
1.3 Tujuan Pembahasan
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahahui pengertian dan tujuan dari bank
sperma. Serta mengetahui hal hal apa saja yang perlu diperhatikan sebelum
menentukan bank sperma dalam berbagai sudut pandang agama serta fakta fakta
yang terkandung didalamnya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pandangan Agama Islam Terhadap Bank Sperma


Praktek jual beli sperma melalui bank sperma menurut Hukum Islam adalah
haram, karena pembeli yaitu perempuan yang memasukkan sperma yang dibelinya
dari bank sperma ke dalam alat kelaminnya agar bisa hamil dengan inseminasi
buatan yaitu suatu cara atau teknik memperoleh kehamilan tanpa melalui
persetubuhan, padahal sperma yang dimasukkan tadi ke dalam alat kelamin
perempuan adalah harus dengan seks dalam suatu ikatan perkawinan.

Oleh karena itu, menggunakan sperma bukan melalui melakukan hubungan


seks dalam suatu ikatan perkawinan disebut zina dan didalam Islam terdapat
beberapa yang dibenarkan oleh syariat untuk dijadikan barang jual beli seperti
dalam syarat sahnya perjanjian jual beli yang salah satunya adalah benda-benda
yang dapat dijadikan sebagai objek jual beli haruslah memenuhi persyaratan yaitu
adalah dapat dimanfaatkan karena barang yang diperjual belikan harus mempunyai
manfaat, karena sperma manusia bukanlah barang maka tidak boleh menjualnya.
Mengingat sperma tersebut bukan barang jadi tidak dibolehkan bagi kita
mengambil manfaat atau Intifa’ dengan sperma tersebut sehingga mengambil
manfaat dari sperma adalah haram karena bukanlah suatu barang yang
diperbolehkan menjualnya.

Teknik inseminasi buatan dari bank sperma menurut Hukum Islam adalah
boleh jika dilakukan dengan sperma dan ovum suami istri, baik dengan cara
mengambil sperma suami yang disuntikkan ke dalam vagina istri, maupun dengan
cara pembuahan dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya (vertilezed ovum)
ditanam didalam rahim istri, ini dibolehkan asal keadaan suami istri tersebut benar-
benar memerlukannya tapi teknik inseminasi buatan yang melibatkan pihak ketiga
hukumnya haram karena alasan syariat tentang haramnya keterlibatan (benih atau

3
rahim) pihak ketiga tersebut merujuk kepada maksud larangan berbuat zina dan
teknik inseminasi buatan lebih disebabkan karena faktor sulitnya terjadi pembuahan
alamiah karena sperma suami yang lemah atau tidak terjadinya pertemuan secara
alamiah antara sperma dan sel telur atau inseminasi buatan yang dilakukan untuk
menolong pasangan yang mandul.

QS. Al-Isra’ ayat 70: ”

َ‫ط َم َن َْ َمهَ ََرَكمَ َح َْ َِّدرَْ ََن َِّدرَ َ ْن يَب َْ َم َه ََرَكمَ َح َ َ ََ يَرَب ا َْن َمرَك َْدَقَل‬ ْ ‫َن َا َََٰ َل َْيَه ََْرَكمَ َح ِّد‬
َ ‫تََْرَك‬ ‫َم ْه َن َ ي‬
‫َف َاََ َقرَك‬َ ‫ه‬ َ ‫ا َ َل‬

Artinya: ”Dan sungguh Kami telah muliakan keturunan Adam, dan Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan dan Kami beri mereka rizki dari yang baik-
baik, dan Kami lebihkan dari kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan
dengan kelebihan yang sempurna

Hukum Bank Sperma dan Pendapat Para Ulama Bank sperma merupakan
tempat penyimpanan sperma yang diambil dari pendonor, yang perlu dinyatakan
untuk menentukan hukum tentang bank sperma adalah, tahap pertama cara
pengambilan atau mengeluarkan sperma dari si pendonor, yaitu dengan cara
masturbasi (onani). Persoalan dalam hukum Islam adalah bagaimana hukum onani
tersebut dalam kaitan dengan pelaksanaan pengumpulan sperma di bank sperma
dan inseminasi. Secara umum, Islam memandang melakukan onani merupakan
tergolong perbuatan yang tidak etis. Mengenai masalah hukum onani fuqaha
berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara mutlak dan ada yang
mengharamkan pada suatu hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga pada hal-hal
tertentu, dan ada pula yang menghukumi makruh. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa
Malikiyah, Syafi`iyah, dan Zaidiyah menghukumi haram. Alasan yang
dikemukakan adalah bahwa Allah SWT memerintahkan menjaga kemaluan dalam
segala keadaan kecuali kepada isteri dan budak yang dimilikinya. Sebagaimana
dalam surat 23 (al-Mu'minun) ayat 5-7 :

َ‫ْو َر َح مَ َح َِّْدْذَلن‬ َ َ‫{ َمكي‬5}


َ ‫ظف َا َدلَ َن‬

َ َْ ‫َل َمك ْ َ َْ ْ َ َه‬


‫ِّو َر َح َََٰ َل اَ ّْل‬ َ ‫فمَ َن ََُ ََن يَمَاْ َر َح ْ َ َل َهكاَ َر َح َمََك‬
َ ََ‫{ َم‬6}

4
‫{ َِّدوَك َْاَ مَ َح يَكَْ َدَوَ َك َد َك َََٰ َْ َمِّ َر ِّ َيَََ ََل يَ َه َن‬7}

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri


mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini
tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu [995] Maka mereka Itulah
orang-orang yang melampaui batas. ( QS. 23 alMu'minun 5 -7 ).

a. Hanabilah berpendapat bahwa onani memang haram, tetapi kalau karena


takut zina, maka hukumnya menjadi wajib, kaidah usul: “Mengambil yang lebih
ringan dari suatu kemudharatan adalah wajib”. Kalau tidak ada alasan yang senada
dengan itu maka onani hukumnya haram.

b. Ibnu hazim berpendapat bahwa onani hukumnya makruh, tidak berdosa


tetapi tidak etis. Diantara yang memakruhkan onani itu juga Ibnu Umar dan Atha`
bertolak belakang dengan pendapat Ibnu Abbas, hasan dan sebagian besar Tabi`in
menghukumi Mubah.

c. Al-Hasan justru mengatakan bahwa orang-orang Islam dahulu melakukan


onani pada masa peperangan. Mujahid juga mengatakan bahwa orang islam dahulu
memberikan toleransi kepada para pemudanya melakukan onani. Hukumnya adalah
mubah, baik buat lakilaki maupun perempuan.

d. Ali Ahmad Al-Jurjawy dalam kitabnya Hikmat Al-Tasyri` Wa Falsafatuhu.


Telah menjelaskan kemadharatan onani mengharamkan perbuatan ini, kecuali kalau
karena kuatnya syahwat dan tidak sampai menimbulkan zina.

e. Yusuf Al-Qardhawy juga sependapat dengan Hanabilah mengenai hal ini,


Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibnu Muhammad Al-Husainy juga mengemukakan
kebolehan onani yang dilakukan oleh isteri atau ammahnya karena itu memang
tempat kesenangannya: ”Seorang laki-laki dibolehkan mencari kenikmatan melalui
tangan isteri atau hamba sahayanya karena di sanalah (salah satu) dari tempat
kesenangannya”.

f. Sayyid Sabig mengatakan bahwa malikiyah, syafi’iyah, dan zaidiyah


mengharamkan perbuatan onani dengan alasan bahwa Allah SWT.

5
g. Menurut Al-Imam Taqiyudin Abi Bakar Ibnu Muhammad Al-Husainy,
mengemukakan bahwa onani itu adalah boleh karena yang dilakukan suami atau
istri itu memang tempat kesenangannya. “Seorang laki-laki dibolehkan mencari
kenikmatan melalui tangan istri atau hamba sahayanya karena di sanalah salah satu
tempat kesenangannya.

2.2 Pandangan Agama Kristen Terhadap Bank Sperma


Sebelum lebih lanjut mengenai pandangan etika Kristen terhadap bank
sperma,alangkah lebih baiknya jika kita mengerti dahulu apakah itu bank sperma.
Sperma disimpan dalam keadaan beku di Bank Sperma dan di "cair" kan pada
waktu diperlukan. Latar belakang sperma beku ini sebetulnya masih belum jelas,
tetapi ada yang mengatakan bahwa salah satu tujuannya adalah mengumpulkan
sperma dari orang-orang yang bersedia dan mencari bibit "unggul". Hal ini
menimbulkan akibat bahwa bila seseorang menginginkan anak yang jenius,
berbakat, dapat ke Bank Sperma dan minta di inseminasi dengan sperma donor yang
ada yang sesuai dengan keinginannya. Bagaimana bila seorang wanita belum
menikah minta di inseminasi karena dia ingin punya anak?

Kita harus waspada dan berhati-hati, bila tidak penemuan ini justru akan
menghancurkan nilai dan makna hakekat manusia, pernikahan dan keluarga yang
telah diciptakan oleh Allah.

Yang pertama kali menyatakan mengenai bank sperma adalah gereja Katholik
Roma. Paus Pius XII pada tahun 1949 mengeluarkan pernyataan bahwa segala
penghamilan manusia tidak boleh menggunakan cara di luar cara yang
wajar/persetubuhan. Bank sperma dilarang berdasarkan kesusilaan dan dapat
menghancurkan nilai hakikat manusia. Gereja-gereja Protestan umumnya menolak
dilegalkannya bank sperma. Dasar dari pandangan ini adalah kata ibrani yang
digunakan untuk menyatakan tentang persetubuhan dalam alkitab adalah berarti
“mengenal”. Maksudnya adalah saling mengenal di dalam kasih dan saling

6
menyerahkan jiwa raganya di dalam kasih. Jadi anak lahir oleh persekutuan yang
amat dalam tersebut. Bank sperma yang dicairkan jika dilihat dari segi sosial posisi
anak menjadi kurang jelas dalam tatanan masyarakat, maka hal ini dianggap tidak
sesuai dengan alkitab. Namun ada catatan penting tentang hal ini. Bank Sperma bisa
dilakukan jika memang terpaksa harus dilakukan. Jika memang seorang pria atau
seorang wanita tidak dapat menghasilkan keturunan dengan persetubuhan, maka
barulah hal ini dilakukan.

2.3 Pandangan Agama Katholik Terhadap Bank Sperma

Metode menggunakan sel telur dan sperma dari pendonor (bank sperma) tidak
diperbolehkan/ dilarang. Dengan kata lain, ayah dan ibu genetik dari anak bisa saja
orang lain dari luar perkawinan. Hal ini bertentangan dengan Hukum Gereja yang
menyatakan bahwa perkawinan itu eksklusif. Bahkan hal ini dapat menimbulkan
masalah psikologis bagi anak. Terutama jika ia tahu bahwa orangtua biologisnya
tidak jelas.

Hal yang sangat fatal adalah jika kelak anak-anak yang lahir itu sudah dewasa
bisa saja mereka saling menikahi saudara sendiri. Sebab mereka tidak tahu bahwa
sperma atau sel telur yang membuahkan hidup mereka berasal dari pendonor yang
sama. Sedangkan di dalam Hukum Gereja dinyatakan secara tegas bahwa
perkawinan sedarah tidak pernah diperbolehkan. Hal ini adalah sesuai hukum Ilahi
dan tidak ada dispensasi atasnya. Artinya, seseorang yang memakai metode sperma
dan telur dari pendonor telah dengan sengaja menjerumuskan anak-anak tersebut
untuk melanggar hukum gereja itu sendiri.

Sebenarnya Gereja Katolik sangat bijak dalam menanggapi kecanggihan


teknologi reproduksi. Di dalam dokumen Donum Vitae (Anugrah Hidup)
mengajarkan bahwa jika suatu intervensi medis diberikan demi menolong atau
membantu tindakan kasih suami isteri agar membuahkan kehamilan secara alami,

7
maka intervensi itu dapat diterima secara moral. Akan tetapi, jika intervensi medis
menggantikan tindakan kasih suami isteri untuk membuahkan kehidupan, maka
intervensi macam itu adalah amoral.

Seperti yang disabdakan Paus Paus Pius XII pada tahun 1949 dari gereja Katolik
Roma adalah tokoh agama pertama yang menanggapi secara serius masalah
reproduksi buatan yang dilakukan pada manusia. Beliau berkata, “the natural law
and the divine law are such that the procreation of new life may only be the fruit of
marriage”, yang artinya hukum alamiah dari prokreasi manusia (penghamilan)
hanya boleh dilakukan melalui perkawinan/ persetubuhan yang wajar.”

Dalam Kejadian 38:10 menjelaskan bahwa pembuangan sperma merupakan


perbuatan yang dipandang jahat oleh Allah. Pernikahan yang dikehendaki Allah
adalah pernikahan satu partner, sehingga bila dalam meperoleh keturunan
melibatkan perempuan lain maka dianggap mengkhianati kekudusan pernikahan.
Allah menghendaki kekudusan dalam pernikahan karena Ia dari kesatuan suami
isteri yang Ia inginkan ialah keturunan ilahi, sehingga kesetiaan menjadi faktor
penentu yang sangat diperlukan dalam hubungan suami isteri (Maleakhi 2: 15-16)
(Nakita, 2015).

2.4 Pandangan Agama Budha Terhadap Bank Sperma


Perkawinan dalam pandangan Budha adalah suatu pilihan dan bukan kewajiban.
Artinya, seseorang dalam menjani kehidupan ini boleh memilih hidup berumah
tangga ataupun hidup sendiri. Hidup sendiri dapat menjadi pertapa di vihara sebagai
Bhikkhu , samanera, anagarini, silacarini, ataupun tinggal di rumah sebagai anggota
masyarakat biasa.

Sesungguhnya dalam agama Budha, hidup berumah tangga ataupun tidak adalah
sama saja. Masalah terpenting adalah kualitas kehidupannya. Apabila seseorang
berniat berumah tangga, maka hendaknya ia konsekuen dan setia dengan

8
pilihannya, melaksanakan segala tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya.
Orang yang demikian ini sesungguhnya adalah seperti pertapa tetapi hidup dalam
rumah tangga. Sikap ini pula yang dipuji oleh Sang Budha. Dengan demikian,
inseminasi tidak diperbolehkan.

Hal ini dimungkinkan untuk mengambil sperma yang layak dari seorang pria
sekarat atau dari tubuh yang baru saja mati, sperma ini dapat dibekukan untuk
kemudian digunakan oleh istrinya atau pasangan unyuk menghasilkan keturunan
genetik. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan Fatwa Haram kepada
praktek donor sperma. Dengan demikian pelaksanaan donor sperma yang bukan
berasal dari suami yang sah merupakan perbuatan dilarang sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa memasukan sperma ke dalam rahim wanita lain hukumnya sama
dengan zina, sedangkan hukum zina adalah haram, meskipun bukan merupakan
zina yang hakiki, maka demikian pula hukum bank sperma.

Dengan demikian, hukum pendirian bank sperma bisa mubah jika bertujuan
untuk memfasilitasi suami istri yang ingin menyimpan sperma suaminya di bank
tersebut, sehingga jika suatu saat nanti terjadi hal yang dapat menghalangi
kesuburan, istri masih bisa hamil dengan cara inseminasi yang halal. Adapun jika
tujuan pendirian bank sperma adalah untuk mendonorkan sperma kepada wanita
yang bukan istrinya, pendirian bank sperma adalah haram, karena hal yang
mendukung terhadap terjadinya haram, hukumnya haram.

2.5 Pandangan Agama Hindu Terhadap Bank Sperma


Dalam situasi modern, permasalahan hukum muncul terkait dengan status donor
sperma. Apakah ia diperlakukan sebagai ‘ayah’ dari keturunan yang ia hasilkan,
dan apakah hak-haknya atas anak ini ? Manu sangat mengenali permasalahan
semacam ini bahkan pada masanya. Ia menyajikan opini-opini berbeda: “Mereka
semua berkata bahwa keturuhan laki-laki (dari seorang perempuan) menjadi milik
raja, tetapi terkait dengan (makna istilah raja ini) teks-teks yang telah ditunjukkan
memiliki perbedaan; beberapa teks menyebut bapak (dari anak ini adalah raja),

9
teks-teks lain mengumumkan (bahwa ia adalah) pemilik tanah.” Setelah
mendukung arti penting biologis “benih” terkait dengan “ladang,” Manu bersandar
pada model kepemilikan untuk menentukan kepemilikan dan hak-hak hukum.

“Mereka yang tidak memiliki ladang, tetapi memiliki benih jagung, menaburnya
di tanah orang lain, tentu saja tidak mendapatkan hasil dari tanaman itu yang bisa
jadi tumbuh di sana” (vs. 49). “Jadi laki-laki yang tidak memiliki kepemilikan
perkawinan pada perempuan, tetapi menabur benih mereka pada tanah orang lain,
menguntungkan pemilik perempuan; tetapi pemberi benih tidak mendapatkan
keuntungan” (vs. 51). Dalam pengertian arti penting komparatif benih dan rahim,
“wadah adalah lebih penting daripada benih” (vs. 52). Di balik analogi-analogi
kasar dengan lahan dan ternak, pemikiran mendasar tampaknya bahwa karena wakil
bertindak atas nama suami perempuan, dan karena istri melahirkan anak itu, semua
hak berada pada pihak suami yang telah mengontrak pelaku untuk mendapatkan
keturuhannya. Sementara ini adalah prosedur hukum standar, terdapat ruang untuk
perkecualian dengan perkecualian ayah alami dan suami perempuan bisa memiliki
hak-hak paternal satu sama lain. Manu: “Jika dengan kontrak khusus (sebuah
ladang) diserahkan (kepada orang lain) untuk penaburan, kemudian pemilik benih
dan pemilik lahan keduanya dipertimbangkan dalam dunia ini sebagai para pelaku
pembagian (tanaman)” (vs. 54). Tentu saja, penerimaan donasi sperma secara bebas
“pada saat-saat yang kurang beruntung” (apad) tidak banyak mendapatkan
dukungan kaum konservatif seperti Apastamba, mengemukakan bahwa hanya
donor yang diuntungkan dari gagasan ini, karena anak laki-laki yang dihasilkan
adalah anak laki-lakinya, dan hanya anak laki-laki yang dilahirkan dari daging
pinggang seseorang adalah sesuai untuk menawarkan persembahan kepada tuhan
bagi jiwa yang telah meninggal dunia. Jelaslah kiranya bahwa salah satu alasan
praktek donasi sperma di Barat modern memasuki masalah moral dan legal,
bertolak belakang dengan praktek India kuna, adalah definisi perkawinan. Di Barat,
hubungan seksual cenderung mendominasi hubungan, karena menjadi semua dan
akhir semua perkawinan.

10
Dalam tradisi Hindu, hubungan seksual adalah fase penting hubungan ini tetapi ini
bukanlah satusatunya hubungan. Perkawinan (vivaha) dan keluarga (kutumba)
secara intrinsik terkait, tujuan 16 DHARMASMRTI Vol. XV Nomor 28 Oktober
2016 : 1 - 138 hakiki mereka adalah mendapatkan seorang anak laki-laki dengan
anak mana moksa dicapai. Ini adalah tujuan yang menjadikan vivaha wajib dan
membenarkan semua sarana darurat untuk mencapai tujuan, termasuk sarana yang
biasanya akan dianggap tidak bermoral. Moralitas situasi-situasi ini terletak pada
maksud dan hasil dari tindakan (keturunan), dan bukan tindakan (persenggamaan)
itu sendiri.

Jadi, bila dibandingkan dengan pandangan Gereja Katolik Roma secara


kategoris menentang tindakan penggunaan sperma pada rahim seseorang dari
seorang suami, dan juga sperma dari donor “pihak ketiga” selain suami, bioetika
Hindu tentu saja tidak akan menolak sperma yang didonasikan dari suami, dan bisa
menerima donasi pihak ketiga ketika dilakukan dengan spesifikasi yang diterima
secara sosial, seperti maksud adat kuna niyoga. Sebaliknya, dalam Mahabharata,
terdapat mitos, bisa disebut secara tepat “fiksi ilmiah,” menjelaskan perkembangan
embrionik terjadi dalam pot, “tidak seperti tabung uji.” — sebagaimana terjadi pada
baying tabung. Ini adalah kisah bagaimana Gandhari, istri raja buta Dhritarashtra,
diberi anugerah seratus anak laki-laki oleh guru Vyasa. Gandhari mengandung,
tetapi tidak bisa melahirkan selama dua tahun, ketika, ia pingsan dan merasakan
sakit, ia melahirkan “sebuah bola padat gumpalan darah.” Vyasa muncul dan
memerintahkan bahwa seratus pot diisi dengan mentega bening
cair. Ia memercikkan air pada bola daging ini, kemudian mulai pecah menjadi
seratus embrio. Embrio ini dipindahkan ke dalam pot-pot itu dan dijaga ketat. Pada
saatnya, harapan yang telah lama dari Dhritarashtra dan Gandari terpenuhi dengan
kelahiran banyak keturunan. Kisah Mahabharata menjelaskan etika pembuatan bayi
tabung. Kisah ini mempertimbangkan sebuah teknik yang menjadi harapan terakhir
pasangan yang menginginkan keturunan, dan menunjukkan pra-sains luar biasa
dalam kemungkinan perkembangan embriologis di luar tubuh perempuan. Sebagai

11
seorang dokter India, Desai, berkomentar: “Sebuah mitos seperti ini bisa diajukan
untuk menunjukkan keterterimaan etis dari bayi-bayi tabung untuk umat Hindu.

Demikian juga, sebuah kasus bisa diajukan untuk donasi ovum dan penanaman
ovum yang telah dibuahi. Saya sendiri mendorong dalam situasi klinis upaya
pasangan untuk mengandung seorang anak dengan meminta istri tidur dengan
teman suami. Kemandulan adalah sumber stres besar, khususnya untuk perempuan,
yang menanggung bagian terberat dari stigma sosial dan perselisihan psikologis

Jadi bank sperma ini menurut pandangan hindu tidak sesuai dengan tata
kehidupan agama hindu,karena tidak melalui samskara dan menyulitkan dalam
hokum kemasyarakatan.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Agama Islam
Agama islam mengharamkan praktik jual beli sperma melalui bank sperma,
karena menggunakan sperma bukan melalui melakukan hubungan seks dalam suatu
ikatan perkawinan disebut zina dalam agama islam.

Agama islam hanya memperbolehkan teknik inseminasi buatan dari bank


sperma jika memang itu harus dilakukan dan dilakukan dengan sperma dan ovum
dari sepasang suami istri yang tidak melibatkan orang ketiga.

2. Agama Kristen protestan

Gereja-gereja Protestan umumnya menolak dilegalkannya bank sperma. Dasar


dari pandangan ini adalah kata ibrani yang digunakan untuk menyatakan tentang
persetubuhan dalam alkitab adalah berarti “mengenal”. Maksudnya adalah saling
mengenal di dalam kasih dan saling menyerahkan jiwa raganya di dalam kasih.

Bank Sperma bisa dilakukan jika memang terpaksa harus dilakukan artinya Jika
memang seorang pria atau seorang wanita tidak dapat menghasilkan keturunan
dengan persetubuhan, maka barulah hal ini dilakukan.

3. Agama Katholik

Metode menggunakan sel telur dan sperma dari pendonor (bank sperma) tidak
diperbolehkan/ dilarang. Hal ini bertentangan dengan Hukum Gereja yang
menyatakan bahwa perkawinan itu eksklusif.

Paus Paus Pius XII pada tahun 1949 dari gereja Katolik Roma adalah tokoh
agama pertama yang menanggapi secara serius masalah reproduksi buatan yang
dilakukan pada manusia. Beliau berkata, “the natural law and the divine law are

13
such that the procreation of new life may only be the fruit of marriage”, yang artinya
hukum alamiah dari prokreasi manusia (penghamilan) hanya boleh dilakuakan
melalui perkawinan/ persetubuhan yang wajar, setiap agama tidak mengizinkan
donor sperma karena melamggar hukum gereja itu sendiri.

4. Agama Budha

Perkawinan dalam pandangan Budha adalah suatu pilihan dan bukan kewajiban.
Artinya, seseorang dalam menjalani kehidupan ini boleh memilih hidup berumah
tangga ataupun hidup sendiri.

Apabila seseorang berniat berumah tangga, maka hendaknya ia konsekuen dan


setia dengan pilihannya, melaksanakan segala tugas dan kewajibannya dengan
sebaik-baiknya. Dengan demikian, inseminasi tidak diperbolehkan.

5. Agama Hindu
Agama hindu tidak melarang dan tidak akan menolak sperma yang di donasikan
dari suami dan bisa menerima donasi pihak ketiga yang dilakukan dengan
spesifikasi yang diterima secara social

3.2 Saran

Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca sehingga


untuk bahasa maupun dari segi penulisannya digunakan bahasa yang efektif yang
dapat mudah dipahami untuk pembaca.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Suardi. 2017, “JURNAL JUAL BELI SPERMA DALAM PERSPEKTIF


HUKUM ISLAM” Vol. 9, No 1 diakses dari
https://doi.org?10.24042/asas.v9i1.1215

Djamaludin, M. 2020, “Teknologi Kedokteran dalam Pandangan Agama Islam”


PPT dipresentasikan pada kuliah daring Fakultas Kedokteran Unjani, Oktober
22, Cimahi

Halimah, Mimi. 2018, “Pandangan Aksiologi Terhadap Surrogate Mother”. Jurnal


Filsafat Indonesia vol. 1 (1). pp. 51-56 diakses dari
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JFI/article/viewFile/13989/8690

Manoe, Z. 2020, “Tanggapan Gereja Katolik Terhadap Teknolog”. PPT


dipresentasikan pada kuliah daring Fakultas Kedokteran Unjani, Oktober 23,
Cimahi

Meylita, Elizabeth Laily dkk. 2015 , “Makalah Pendidikan Agama KB,Transplantasi


Organ, Bayi Tabung,Donor Sperma, Sewa Rahim, Adopsi,Aborsi dalam Perspektif
Berbagai Agama “ , diakses dari https://id.scribd.com/document/393877910/Agama-
Kelompok-4-docx pada 30 Oktober 2020

Mibtadin. 2016 “Mencari Formula Baru Antara Agama dan Sains: Refleksi Etis
atas Bank Sperma”, Vol. 1, Nomor 2, Juli diakses dari
https://www.brilio.net/wow/cara-membuat-daftar-pustaka-yang-baik-dan-
benar-191219p.html

Suta, Ida Bagus. 2016, “Bioetika dalam Hindustudi kasus fenomena bayi tabung di
Bali”, diakses dari
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:__rhIoLdrCwJ:htt
ps://ejournal.unhi.ac.id/index.php/dharmasmrti/article/download/56/33/+&c
d=4&hl=id&ct=clnk&gl=id pada 30 Oktober 2020

15

Anda mungkin juga menyukai