Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

ABORTUS, STERILISASI DAN MENSTRUASI REGULATION

DIBUAT OLEH :

NAMA : HAMIZAH
SEMESTER : IV ( EMPAT )
PRODI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
MATA KULIAH : MASAILUL FIQHYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ROKAN


KELAS MENGGALA
TP. 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam menyikapi kemajuan – kemajuan yang terjadi diberbagai aspek kehidupan dalam
masyarakat, seperti halnya kemajuan tekhnologi dan ilmu kedokteran. Sehingga banyak sekali
masyarakat – masyarakat yang mencari solusi tentang persoalnya dengan menunjuk ilmu
kedokteran sebagai penjawabnya, yang dalam hal ini para Ulama’ Fuqoha’ tidak melakukannya.
Semisal Imam Abu hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dll. Padahal harus dilakukan
pada masa sekarang. Sehingga sangat perlu pada diri seseorang buku masailul fiqiyah, seperti
masalah KB dan kependudukan, sehingga kita bisa mengetahui dari hukum tersebut, yang
akhirnya kita tidak melakukan hal yang dilarang oleh Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Abortus (Pengguguran kandungan)

a.       Definisi Aborsi
Adapun secara etimologi , Aborsi adalah menggugurkan anak,sehingga ia tidak hidup.
Adapun secara terminologi, Aborsi adalah praktek seorang wanita yang menggugurkan janinnya
baik dilakukan sendiri ataupun orang lain.Menggugurkan kandungan atau dalam dunia
kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel
telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses
pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.1

b.      Macam-Macam Aborsi

Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:


1. Aborsi Buatan / Sengaja
Yaitu pengguguran yang dilakukan tanpa indikasi medis untuk meniadakan hubungan
seks di luar perkawinan atau untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki. Pengguguran
macam ini di kalangan ulama disebut al-Isqath al-Ikhtiyari yang berarti pengguguran yang
disengaja tanpa ada udzur yang syar`i .
2.      Aborsi Terapeutik / Medis
Yaitu aborsi yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis sebelum lahir secara
alami untuk menyelamatkan jiwa ibu yang terancam bila kelangsungan kehamilan
dipertahankan. Aborsi semacam ini di kalangan ulama disebut  al-Isqath al-‘ilaji yang berarti
aborsi darurat atau aborsi pengobatan.2

c Pendapat Ulama Mazhab Mengenai Hukum Aborsi.

Perdebatan tentang boleh tidaknya abortus bukan hal yang baru, para ahli hukum islam
dari madzhab Hanafi berbeda dengan ulama –ulama Syafi’I & Maliki, karena memberi hak pada
wanita hamil untuk menggugurkan kandungannya bahkan tanpa persetujuan suami.

1.      Madzhab Hanafi

1
http://holongmarinacom.blogspot.com/2016/12/abortus-strelisasi-dan-mestrual.html

2
https://bincangsyariah.com/kalam/aborsi-dalam-islam/
Sebagian besar dari fuqaha Hanafiah berpendapat bahwa aborsi diperbolehkan sebelum janin
terbentuk, tetapi harus disertai dengan syarat-syarat yang rasional. Fuqaha Hanafi
memperbolehkan abortus sampai habisnya bulan keempat. Mereka bahkan member hak kepada
kaum wanita untuk melakukan abortus tanpa seijin suami dengan syarat harus disertai alasan
yang tepat..

2.      Madzhab Hanbali

Dalam pandangan jumhur ulama Hanbali janin boleh digugurkan selama masih dalam bentuk
segumpal daging belum berbentuk anak manusia. Madzhab Hanbali banyak yang sejalan dengan
madzhab Hanafi dalam memperbolehkan abortus, kecuali perbedaan pendapat dalam
menetapkan batasan umur kandungan yang boleh digugurkan sebagian membatasi umur 40
hari,sebagian umur 80 hari, dan lainnya umur 120 hari..

3.      Madzhab Syafi’i

Imam Al-Ghazali, salah seorang ulama dari madzhab Syafi’i yang beraliran sufi, beliau
sangat tidak menyetujui pelenyapan janin walaupun baru konsepsi, karena menurutnya
kehidupan itu berkembang dan dimulai secara bertahap demi tahap. Sehingga pengguguran
setelah sel sperma membuahi sel telur adalah pembunuhan karena memutus
kehidupan/perkembangan janin.

4.      Madzhab Maliki

Ulama Malikiyah berpandangan bahwa kehidupan sudah dimulai sejak terjadinya konsepsi.
Oleh karena itu, menurut mereka aborsi tidak diijinkan bahkan sebelum janin berusia 40 hari.
Fuqaha Maliki secara mutlak melarang abortus seperti yang lain-lain mereka juga berpendapat
bahwa janin bukanlah manusia sebelum ditiupkan roh kepadanya. Kendati begitu, karena sperma
sekali dituangkan dan terwadai dalam rahim, ditumbuhkan dan ditentukan untuk mendapatkan
ruhnya maka ia harus dilindungi.3

d. Hukum Aborsi

Untuk memahami hukum aborsi, terlebih dahulu kita memperhatikan fase-fase janin
dalam kandungan sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud berikut ini:

3
http://rohmancoepat.blogspot.com/2015/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html
َ‫ط ِن أُ ِّم ِه أَرْ بَ ِعين‬
ْ َ‫ ثُ َّم يُ ْنفَ ُخ فِي ِه الرُّ و ُح إِ َّن أَ َح َد ُك ْم يُجْ َم ُع فِى ب‬، ‫ فَيُ ْكتَبُ َع َملُهُ َوأَ َجلُهُ َو ِر ْزقُهُ َو َشقِ ٌّى أَوْ َس ِعي ٌد‬، ‫ت‬
ٍ ‫إِلَ ْي ِه َملَ ًكا بِأَرْ بَ ِع َكلِ َما‬
ُ ‫ث هَّللا‬
ُ ‫ ثُ َّم يَ ْب َع‬، ‫ك‬َ ِ‫ ثُ َّم يَ ُكونُ ُمضْ َغةً ِم ْث َل َذل‬، ‫ك‬ َ ِ‫ ثُ َّم يَ ُكونُ َعلَقَةً ِم ْث َل َذل‬، ‫يَوْ ًما‬

“Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari
(berupa nutfah), kemudian menjadi ‘alaqoh (segumpal darah) selama itu juga, lalu menjadi
mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan
ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk mencatat empat perkara: amal, ajal, rizki, celaka atau
bahagia. Lalu ditiupkan ruh.” (Muttafaqun ‘alaih)

Mengenai hukum aborsi dapat dirinci sebagai berikut:

Jika setelah ruh ditiupkan, tidak dibolehkan melakukan aborsi tanpa ada khilaf (perselisihan)
antara para ulama. Adapun sebelum itu (sebelum ditiupkan ruh), ada perselisihan di antara para
ulama. Jumhur (mayoritas) ulama berpandangan haram. Sebagian ulama berpandangan makruh.
Sebagian lagi boleh jika ada udzur. Bahkan ada yang membolehkan secara mutlak.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan dalam fatwanya:

Mengenai masalah aborsi perlu dirinci karena permasalahannya adalah masalah yang pelik.
Rinciannya, jika pada 40 hari pertama (terbentuknya nutfah), hal itu lebih lapang bila memang
dibutuhkan ditempuh jalan aborsi. Misalnya dalam keadaan si wanita masih memiliki bayi yang
masih kecil yang perlu diasuh dengan baik dan sangat sulit merawatnya dalam keadaan hamil.
Atau bisa pula keadaannya dalam keadaan sakit yang sangat memberatkan jika hamil. Kondisi-
kondisi semisal ini membolehkan untuk aborsi pada 40 hari pertama (saat masih terbentuk
nutfah).

Untuk 40 hari berikutnya ketika telah terbentuk ‘alaqoh (segumpal darah)


dan mudghoh (segumpal daging), aborsi saat itu lebih berat hukumnya. Boleh menggugurkan
kandungan saat itu jika memang benar-benar ada udzur seperti adanya penyakit berat dan telah
ada keputusan dari dokter spesialis (kandungan) bahwa bisa menimbulkan bahaya besar jika
tetap hamil. Kondisi seperti ini membolehkan adanya pengguguran kandungan karena khawatir
dapat menimbulkan bahaya lebih besar.

Adapun setelah ditiupkannya ruh yaitu setelah empat bulan, maka tidak boleh melakukan aborsi
sama sekali. Bahkan wajib bersabar sampai bayi tersebut lahir. Dikecualikan jika ada keputusan
dari para dokter spesialis (kandungan) yang terpercaya (bukan hanya satu dokter) bahwa jika
tetap tidak digugurkan, maka dapat membunuh ibunya, untuk kondisi satu ini tidak mengapa jika
ditempuh jalan untuk melakukan aborsi karena khawatir adanya kematian sang ibu. Hidupnya
ibu saat itu lebih utama. Namun sekali lagi, hal ini boleh dilakukan jika sudah ada keputusan dari
para dokter yang kredibel (bukan hanya satu)  yaitu bila tetap hamil malah bisa berujung
kematian sang ibu. Jika memang terpenuhi syarat tersebut, maka tidak mengapa ditempuh jalan
aborsi insya Allah.4

d. Keputusan
Dari beberapa penjelasan mengenai hukum aborsi, menurut saya hukumnya bisa menjadi 2,
Yaitu :
1. Haram, jika dilakukan tanpa udzur yang syar`i
2. Boleh, Jika ada udzur yang syar`i

B. Sterilisasi

a.       Pengertian Sterilisasi
Sterilisasi adalah metode kontrasepsi permanen, yang bertujuan untuk mencegah seseorang
memiliki anak. Prosedur ini bisa dilakukan pada pria atau wanita. Pada pria, sterilisasi dilakukan
dengan vasektomi. Sedangkan pada wanita, sterilisasi dapat dilakukan dengan ligasi tuba atau
oklusi tuba. 5 berbeda dengan cara/alat kontrasepsi yang pada umumnya hanya bertujuan
menghindari atau menjarangkan kehamilan untuk sementara waktu saja.

b. Hukum Sterilisasi

Sterilisasi baik untuk lelaki (vasektomi) maupun untuk wanita (tubektomi) menurut islam pada
dasarnya haram (dilarang) karena ada beberapa hal yang prinsipil yaitu :

a.       Sterilisasi (vasektomi/tubektomi) berakibat kemandulan tetap. Hal ini bertentangan dengan


tujuan pokok perkawinan menurut Islam, yakni perkawinan lelaki dan wanita selain
bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan suami istri dalam hidupnya di dunia dan
akhirat, juga untuk mendapatkan keturunan yang sah yang diharapkan menjadi anak yang
saleh sebagai penerus cita-citanya.
b.      Mengubah ciptaan Tuhan dengan jalan memotong dan menghilangkan sebagian tubuh
yang sehat dan berfungsi (saluran mani/telur)
Dan dari berbagai cara yang dilakukan oleh Dokter Ahli dalam upaya sterilisasi, baik
yang dianggapnya aman pemakaiannya, maupun yang penuh resikonya, kesemuanya dilarang
menurut ajaran Islam; karena mengakibatkan seseorang tidak dapat mempunyai anak lagi.
Pemandulan yang dibolehkan dalam ajaran Islam, adalah yang sifatnya berlaku pada
waktu-waktu tertentu saja (temporer) bukan  sifatnya selama-lamanya. Artinya, alat kontrasepsi
yang seharusnya dipakai oleh istri atau suami dalam ber-KB, dapat dilepaskan atau ditinggalkan,
bila suatu ketika ia menghendaki anak lagi. Maka alat kontrasepsi berupa sterilisasi, dilarang
digunakan dalam Islam, karena sifatnya pemandulan untuk selama-lamanya, kecuali kalau alat
tersebut dapat disambung lagi, sehingga dapat disaluri ovum atau sperma, maka hukumnya
boleh, karena sifatnya sementara.6
4
https://rumaysho.com/2787-hukum-aborsi.html
5
https://www.alodokter.com/sterilisasi-ini-yang-harus-anda-ketahui
6
http://ushulfikih.blogspot.com/2012/06/sterilisasi-dalam-perspektif-hukum.html
C. Menstruasi Regulation

a. Pengertian
Sedang menstrual regulation secara harfiah artinya pengaturan menstruasi / haid. Tetapi
dalam praktek, menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang merasa terlambat
waktu menstruasi dan berdasarkan pemeriksaan laboratories ternyata positif dan mulai
mengandung. Dengan demikian, bahwa menstrual regulation itu pada hakikatnya merupakan
abortus Provocatus Criminalis, yaitu abortus yang dilakukan bukan atas dasar indikasi medis,
sekalipun dilakukan oleh dokter. Hal ini berarti, menstrual regulation pada hakikatnya adalah
pembunuhan janin secara terselubung.[7]
Sebutan Menstrual Regulation merupakan istilah bahasa Inggris, yang telah diterjemahkan
oleh dokter Arab yang artinya pengguguran kandungan yang masih muda. Menstrual
Regulation secara harfiah artiya pengaturan menstuasi atau datang bulan atau haid. Tetapi
dalam praktek menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang merasa terlambat
waktu mentruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium ternyata positif
mengandung. Maka ia meminta janinnya dihilangkan atu dilenyapkan.
Maka jelaslah bahwa menstrual regulation itu pada hakikatnya adalah abortus Provocatus
Criminalis, sekalipun dilakukan oleh dokter. Karena itu abortus dan menstrual regulation itu
pada hakikatnya adalah pembunuhan janin secara terselubung.

B. HUKUM MENSTRUASI REGULATION

Mengenai menstrual regulation, Islam juga melarangnya, karena pada hakikatnya sama dengan
abortus, merusak/menghancurkan janin calon manusia yang dimuliakan oleh Allah, karena ia
tetap berhak survive lahir dalam keadaan hidup, sekalipun dalam eksistensinya hasil dari
hubungan tidak sah (di luar perkawinan yang sah). Sebab menurut Islam, bahwa setiap anak lahir
dalam keadaan suci (tidak bernoda). ) Sesuai dengan hadis Nabi: "Semua anak dilahirkan atas
fitrah, sehingga ia jelas omongannya. Kemudian orang tuanyalah yang menyebabkan anak itu
menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.

Anda mungkin juga menyukai