Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aborsi dalam istilah kedokteran terlihat adanya keseragaman pendapat tentang aborsi,
meskipun dengan tuturan bahasa yang berbeda. Diantaranya aborsi dilakukan dengan
membatasi usia maksimal kehamilan sekitar 20 minggu atau sebelum janin mampu hidup di
luar kandungan.
Dalam istilah medis, aborsi terdiri dari dua macam yaitu aborsi spontan (abortus
spontaneus) dan aborsi disengaja (abortus provokatus). Hal ini sebagaimana disebutkan
dalam Glorier Family Ensiclopedia “aborsi adalah penghentian kehamilan dengan cara
menghilangkan atau merusak janin sebelum kelahiran”. Aborsi spontan (abortus spontaneus)
merupakan aborsi yang terjadi secara maupun alamiah baik tanpa sebab tertentu, seperti
penyakit, virus tokoplasma, anemia, demam tinggi, dan lain-lain.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana aborsi menurut pandangan Agama Islam?
1.2.2 Bagaimana aborsi menurut pandangan Agama Kristen?
1.2.3 Bagaimana aborsi menurut pandangan Agama Katolik?
1.2.4 Bagaimana aborsi menurut pandangan Agama Hindu?
1.2.5 Bagaimana aborsi menurut pandangan Agama Budha?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami aborsi menurut pandangan Agama Islam.
1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami aborsi menurut pandangan Agama Kristen.
1.3.3 Untuk mengetahui dan memahami aborsi menurut pandangan Agama Katolik.
1.3.4 Untuk mengetahui dan memahami aborsi menurut pandangan Agama Hindu.
1.3.5 Untuk mengetahui dan memahami aborsi menurut pandangan Agama Budha.

1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pandangan Agama Islam Tentang Aborsi

Di dalam ayat-ayat al Qur’an dan Hadist tidak didapati secara khusus hukum aborsi,
tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak, sebagaimana firman
Allah SWT:

“ Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya
adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan
melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar( Qs An Nisa’ : 93 )

Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam
halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh
(nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan
masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi
para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh.Sebagian
memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.

Pendapat yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad
Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk
yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang
mengalami pertumbuhan.

Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi
setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh
terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa
Rasulullah Saw telah bersabda:

“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam
bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk
‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].

Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti
membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan
yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT:

2
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua
orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan,
Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi,
dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya
kamu memahami (nya).

Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau
telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak
kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.

Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam
adalah hadits Nabi Saw berikut:

“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus
seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat
pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya.Lalu malaikat
itu bertanya (kepada Allah), ‘Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-
laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan…” [HR. Muslim dari Ibnu
Mas’ud r.a.].

Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-
anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42 malam.Dengan demikian,
penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai
tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam).Tindakan
penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.

Jadi, siapa saja yang melakukan aborsi baik dari pihak ibu, bapak maupun tenaga
kesehatan.Berarti mereka telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang
mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau
perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah
diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah Saw bersabda:

3
“Rasulullah Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani
Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki
atau perempuan…” [HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah r.a.](Abdul Qadim Zallum,
1998).

Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh
(ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi
janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum sampai
pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia.

Pendapat yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w.
1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan
Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak
bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada
kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk
menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan
dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah
janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan
sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum
Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang
Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah
Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79).

Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan
sel sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat
yang tidak kuat.Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur
dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu
pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu.Kehidupan (al hayah) menurut
Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) halaman 85
adalah “sesuatu yang ada pada organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi).
Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan
nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam
sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat
kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan
dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya
terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada
setelah pembuahan.

4
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar. “ (Q.S. Al Israa’: 33)

Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun
setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan
janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam
kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan
kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran
Islam, sesuai firman Allah SWT:

“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 32).

Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan.Sedangkan
Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula
obatnya.Maka berobatlah kalian!” [HR. Ahmad].

Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan:

“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan
madharatnya.”(Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al
Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).

Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika


keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh
janinnya. Hal ini harus dapat dipastikan secara medis. Karena syariat memandang sang ibu
sebagai akar pohon dan sang janin sebagai cabangnya. Dalam Islam dikenal prinsip al
ahamm wa al muhimmn (yang lebih penting dan yang penting), dalam kasus ini dapat
diartikan “mengambilan yang lebih kecil buruknya dari dua keburukan”. Di Indonesia yang
dimaksud dengan indikasi medis adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:

(1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai
dengan tanggung jawab profesi.
(2) Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
(3) Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
(4) Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang
ditunjuk oleh pemerintah.
(5) Prosedur tidak dirahasiakan.
(6) Dokumen medik harus lengkap.

5
Sedangkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia yaitu menurut Undang-Undang
abortus 1967 mengatakan bahwa seorang wanita tidak boleh dijatuhi hukuman bila ia
mengakhiri kehamilan dengan bantuan tenaga medis yang sudah mempunyai izin bila tenaga
medi tersebut memang melakukan abortus atas dasar yang baik dengan syarat sebagai
berikut:

(1) Bahwa melanjutkan kehamilan dapat membahayakan kehidupan wanita hamil tersebut,
atau dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.
(2) Ada resiko yang cukup hebat bahwa bila bayi diahirkan , bayi mungkin mengalami
cacat fisik atau mental yang cukup parah

Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya


nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun
menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan
nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin
tersebut (Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).

2.2 Pandangan Agama Kristen Tentang Aborsi

Dalam Alkitab dikatakan dengan jelas betapa Tuhan sangat tidak berkenan atas
pembunuhan seperti yang dilakukan dalam tindakan aborsi.

(1) Jangan pernah berpikir bahwa janin dalam kandungan itu belum memiliki nyawa.
Yer 1:5 ~ “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal
engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau,
Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”
Kej 16:11; Kej 25:21-26; Hos 12:2-3; Rom 9:10-13; Kel 21-22; Yes 7:14; Yes 44:2,24;
Yes 46:3; Yes 49:1-2; Yes 53:6; Ayb 3:11-16; Ayb 10:8-12; Ef 1:4; Mat 25:34; Why
13:8; Why 17:8
(2) Hukuman bagi para pelaku aborsi sangat keras.
Kel 21:22-25 ~ Apabila ada orang berkelahi dan seorang dari mereka tertumbuk kepada
seorang perempuan yang sedang mengandung, sehingga keguguran kandungan, tetapi
tidak mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka pastilah ia didenda sebanyak
yang dikenakan oleh suami perempuan itu kepadanya, dan ia harus membayarnya
menurut putusan hakim. Tetapi jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang
membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata,
gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka,
bengkak ganti bengkak.
(3) Aborsi karena alasan janin yang cacat tidak dibenarkan Tuhan.
Yoh 9:1-3 ~ Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.
Murid-muridNya bertanya kepadaNya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini
sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"” Jawab Yesus: “Bukan dia dan

6
bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di
dalam dia…”
Kis 17:25-29; Mzm 94:9; Rom 8:28; Im 19:14; Yes 45:9-12
(4) Aborsi karena ingin menyembunyikan aib tidak dibenarkan Tuhan.
Kej 19:36-38 ~ Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka. Yang lebih
tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Moab; dialah bapa orang Moab
yang sekarang.Yang lebih mudapun melahirkan seorang anak laki-laki, dan
menamainya Ben-Ami; dialah bapa bani Amon yang sekarang.
Kej 50:20; Rom 8:28
(5) Tuhan tidak pernah memperkenankan anak manusia dikorbankan. Apapun alasannya.
Kel 1:15-17 ~ Raja Mesir juga memerintahkan kepada bidan-bidan yang menolong
perempuan Ibrani, seorang bernama Sifra dan yang lain bernama Pua, katanya: “Apabila
kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan
waktu anak itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak
perempuan, bolehlah ia hidup.” Tetapi bidan-bidan itu takut akan Allah dan tidak
melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir kepada mereka, dan membiarkan bayi-
bayi itu hidup.
Yeh 16:20-21; Yer 32:35; Mzm 106:37-42 ; II Raj 16:3; 17:17 ; 21:6 ; Ul 12:31; 18:10-
13; Im 18:21, 24 dan 30
(6) Anak-anak adalah pemberian Tuhan. Jagalah sebaik-baiknya.
Kej 30:1-2 ~ Ketika dilihat Rahel, bahwa ia tidak melahirkan anak bagi Yakub,
cemburulah ia kepada kakaknya itu, lalu berkata kepada Yakub: “Berikanlah kepadaku
anak; kalau tidak, aku akan mati.” Maka bangkitlah amarah Yakub terhadap Rahel dan
ia berkata:” Akukah pengganti Allah, yang telah menghalangi engkau mengandung?”
Mzm 127:3-5 ~ Sesungguhnya, anak laki-laki adalah milik pusaka dari pada Tuhan, dan
buah kandungan adalah suatu upah.Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan,
demikianlah anak-anak pada masa muda.Berbahagialah orang yang telah membuat
penuh tabung panahnya dengan semuanya itu.Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia
berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.

2.3 Pandangan Agama Katolik Tentang Aborsi

Gereja mengajak kita untuk menghormati hidup manusia sejak dari awal, oleh karena itu
dapat dikatakan dengan tegas, kita menolak adanya pengguguran.Hal ini ditulis dengan jelas
dalam sebuah dokumen yang dikeluarkan oleh Tahta Suci Roma pada tanggal 10 Maret 1987,
yaitu Dokumen Donum Vitae.Dan dokumen ini bersumberkan pada Kitab Suci sendiri yaitu
larangan membunuh orang yang tidak bersalah (bdk. Kel 20:13 dan Ul 5:17).

Jadi iman katolik menolak dengan tegas abortus atau pengguguran dengan cara dan
alasan apa pun. Sekalipun aborsi itu dilakukan dengan alasan kesehatan dari si ibu. Atau
karena rasa belas kasihan karena melihat anak yang akan dilahirkan itu nanti cacat (cacat
7
fisik atau cacat mental) sehingga dianggap tidak memiliki masa depan yang baik kecuali
penderitaan. Bahkan katolik juga menolak aborsi terhadap bayi yang dikandung akibat
kecelakaan (ibu diperkosa atau hasil pergaulan bebas dan sebagainya). Tidak ada satu orang
pun yang berhak mengambil jiwa seseorang, sekalipun ia masih manusia kecil dalam
kandungan.

Allah berkata kepada Yeremia: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu,
Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah
menguduskan engkau. Aku telah menetapkan engkau menjadi Nabi bagi bangsa-bangsa”(Yer
1: 4-5). Allah sudah mengenal Yeremia ketika ia masih dalam kandungan ibunya, Allah
menguduskan dia, dan menetapkannya menjadi seorang nabi. Seandainya ibu Yeremia
melakukan pengguguran, “Yeremialah” yang terbunuh. Ibu Yeremia masih belum
mengetahui nama bayi yang dikandungnya, tapi Allah sudah memberikan nama kepadanya.
Ibu Yeremia belum mengetahui bahwa bayi dalam kandungannya akan menjadi nabi Allah
yang besar, tapi Allah sudah menetapkannya. Seandainya bayi itu digugurkan, maka Allah
akan sangat merasa kehilangan.

Alkitab mengatakan, bahwa Yohanes pembabtis penuh dengan roh kudus ketika ia masih
berada dalam rahim ibunya. Allah mengutus malaikat-Nya kepada Zakharia untuk
memberitahukan bahwa istrinya akan melahirkan seorang anak laki-laki dan bahkan
memberitahukan nama yang harus diberikan pada bayi itu. Zakharia diberitahu
bahwa,”Banyak orang akan bersuka cita atas kelahirannya, sebab ia akan menjadi besar
dalam pandangan Allah”(Luk 1: 11-17).Allah mengenal Yohanes dengan baik dan Ia
mempunyai rencana khusus bagi kehidupan Yohanes Pembabtis di dunia ini selagi ia masih
berada dalam rahim ibunya.

Malaikat Gabriel juga memberitahukan kepada Maria: “Sesungguhnya engkau


mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia,
Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut anak Allah yang maha tinggi dan kerajaan-
Nya tidak berkesudahan”(luk 1: 31-33).

Dari beberapa kutipan kitab suci di atas, kita lihat bahwa Allah tidak menunggu sampai
bayi itu dapat bergerak atau sudah betul-betul siap untuk lahir, baru Allah mengenal dan
mengasihinya sebagai seorang manusia.Sesungguhnya, hanya Allah yang berhak memberi
atau mencabut kehidupan.(Ul 32:39) Hanya Dia yang berhak membuka dan menutup
kandungan. Tetapi manusia dengan tangannya sendiri telah mengundang malapetaka. Ibu-ibu
dengan alasan-alasan egoisnya dan dokter-dokter dengan alat-alatnya yang tajam telah
mempermainkan Allah karena telah menghilangkan kehidupan sang bayi dalam kandungan
ibunya.

8
Magisterium Gereja Katolik dengan teguh menjunjung tinggi kehidupan manusia dan
menentang aborsi, karena memang demikianlah yang sudah diajarkan oleh para rasul dan
diimani Gereja sepanjang sejarah.

(1) Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes 27, “Selain itu apa saja yang berlawanan dengan
kehidupan sendiri, misalnya bentuk pembunuhan yang mana pun juga, penumpasan
suku, pengguguran (aborsi), eutanasia atau bunuh diri yang disengaja; apa pun yang
melanggar keutuhan pribadi manusia, …. apa pun yang melukai martabat manusia,
seperti kondisi-kondisi hidup yang tidak layak manusiawi, pemenjaraan yang sewenang-
wenang, pembuangan orang-orang, perbudakan, pelacuran, perdagangan wanita dan
anak-anak muda; begitu pula kondisi-kondisi kerja yang memalukan, sehingga kaum
buruh diperalat semata-mata untuk menarik keuntungan…. itu semua dan hal-hal lain
yang serupa memang perbuatan yang keji. Dan sementara mencoreng peradaban
manusiawi, perbuatan-perbuatan itu lebih mencemarkan mereka yang melakukannya,
dari pada mereka yang menanggung ketidak-adilan, lagi pula sangat berlawanan dengan
kemuliaan Sang Pencipta.”
(2) Paus Paulus VI dalam surat ensikliknya, Humanae Vitae 13 mengutip Paus Yohanes
XXIII mengatakan, “Hidup manusia adalah sesuatu yang sakral, dari sejak
permulaannya, ia secara langsung melibatkan tindakan penciptaan oleh Allah.” Maka
manusia tidak mempunyai dominasi yang tak terbatas terhadap tubuhnya secara umum;
manusia tidak mempunyai dominasi penuh atas kemampuannya berkembang biak justru
karena pemberian kemampuan berkembang biak itu ditentukan oleh Allah untuk
memberi kehidupan baru, di mana Tuhan adalah sumber dan asalnya.
(3) Dalam surat ensiklik yang sana Paus Paulus VI juga menyebutkan kedua aspek
perkawinan yaitu persatuan (union) dan penciptaan kehidupan baru (pro-creation).
Maka “usaha interupsi/ pemutusan terhadap proses generatif yang sudah berjalan, dan
terutama, aborsi yang dengan sengaja diinginkan, meskipun untuk alasan terapi, adalah
mutlak tidak termasuk dalam cara-cara yang diizinkan untuk pengaturan kelahiran.”

Karena hidup manusia dimulai saat konsepsi/ fertilisasi, maka manusia harus dihormati
dan diperlakukan sebagai manusia sejak masa konsepsi dan karenanya, sejak saat konsepsi,
hak-haknya sebagai manusia harus diakui, terutama haknya untuk hidup.
(1) Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya, Evangelium Vitae menekankan bahwa Injil
Kehidupan (the Gospel of Life) yang diterima Gereja dari Tuhan Yesus sebenarnya
telah menggema di hati semua orang. Setiap orang yang terbuka terhadap kebenaran dan
kebaikan akan mengenali hukum kodrat yang tertulis di dalam hatinya (lih. 2:14-15)
tentang kesakralan kehidupan manusia dari sejak awal mula sampai akhirnya; dan
dengan demikian dapat mengakui adanya hak dari setiap orang untuk dapat hidup.
Sesungguhnya atas dasar pengakuan akan hak untuk hidup inilah setiap komunitas
manusia dan komunitas politik didirikan.

9
(2) Paus Yohanes Paulus II kemudian menyebutkan adanya hubungan yang dekat antara
kontrasepsi dan aborsi. Kontrasepsi menentang kebenaran sejati tentang hubungan
suami istri, sedangkan aborsi menghancurkan kehidupan manusia. Kontrasepsi
menentang kebajikan kemurnian di dalam perkawinan, sedangkan aborsi menentang
kebajikan keadilan dan merupakan pelanggaran perintah “Jangan membunuh”[8]. Maka
keduanya sebenarnya berasal dari pohon yang sama, berakar dari mental hedonistik
yang tidak mau menanggung akibat dalam hal seksualitas, berpusat pada kebebasan
yang egois, yang menganggap ‘pro-creation‘ sesuatu beban untuk pencapaian cita-cita/
personal fulfillment.
(3) Paus Yohanes Paulus II menyebutkan mentalitas sedemikian mendorong bertumbuhnya
“culture of death” di dalam masyarakat, yang pada dasarnya menentang kehidupan.[9]
Dalam mentalitas ini, bayi/ anak-anak maupun orang tua yang sakit-sakitan dianggap
sebagai ‘beban’ sehingga muncullah budaya aborsi dan euthanasia. Suatu yang sangat
menyedihkan! Padahal seharusnya, manusia memilih kehidupan seperti yang
diperintahkan Allah, “Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun
keturunanmu, dengan mengasihi Tuhan Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut
kepada-Nya….” (Ul 30:19-20).Tidak mengherankan, karena aborsi adalah perbuatan
yang menentang hukum alam dan hukum Tuhan, maka tindakan ini membawa akibat-
akibat negatif, terutama kepada ibu dan ayah bayi, maupun juga kepada para pelaku
aborsi dan masyarakat umum, terutama generasi muda, yang tidak lagi melihat
kesakralan makna perkawinan. Ibu yang mengandung bayi banyak menanggung akibat
negatif, baik bagi fisik maupun psikologis, yaitu kemungkinan komplikasi fisik, resiko
infeksi, perdarahan, atau bahkan kematian.Selanjutnya, penelitian dalam Journal of the
National Cancer Institute di Amerika juga menunjukkan wanita yang melakukan aborsi
meningkatkan resiko 50% terkena kanker payudara. Sebab aborsi membuat terputusnya
proses perkembangan natural payudara, sehingga jutaan selnya kemudian mempunyai
resiko tinggi mengalami keganasan. Selanjutnyapun kehamilan berikutnya mempunyai
peningkatan resiko gagal 45%, atau komplikasi lainnya seperti prematur, steril,
kerusakan cervix

Di atas semua itu adalah tekanan kejiwaan yang biasanya dialami oleh wanita- wanita
yang mengalami aborsi.Tekanan kejiwaan ini membuat mereka depresi, mengalami
kesedihan yang berkepanjangan, menjadi pemarah, dikejar perasaan bersalah, membenci diri
sendiri, bahkan sampai mempunyai kecenderungan bunuh diri. Menurut studi yang diadakan
oleh David Reardon yang memimpin the Elliot Institute for Social Sciences Research di
Springfield Illinois (di negara Obama menjadi senator): 98% wanita yang melakukan aborsi
menyesali tindakannya, 28% wanita sesudah melakukan aborsi mencoba bunuh diri, 20%
wanita post-aborsi mengalami nervous breakdown, 10% dirawat oleh psikiatris.Ini belum
menghitung adanya akibat negatif dalam masyarakat, terutama generasi muda. Legalisasi
aborsi semakin memerosotkan moral generasi muda, yang dapat mempunyai kecenderungan
untuk mengagungkan kesenangan seksual, ataupun memikirkan kepentingan diri sendiri,

10
tanpa memperhitungkan tanggung jawab.Suatu mentalitas yang sangat bertentangan dengan
ajaran Katolik.

Salah satu perwujudan ketegasan iman Gereja dalam menolak aborsi atau pengguguran
ini adalah adanya sanksi bagi mereka yang terlibat. Mereka yang terlibat menyangkut ibu
yang mengugurkannya, suami yang membiarkan atau mendukung pengguguran itu, semua
orang yang mendukung pengguguran itu, para dokter dan perawat yang terlibat dalam operasi
pengguguran, serta penjual alat-alat aborsi seperti pil RU-486 yang memudahkan tindakan
aborsi.Paus Yohanes Paulus II dengan kebapakan mengatakan bahwa Gereja menyadari
bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan seorang wanita melakukan aborsi. Gereja
mengajak para wanita yang telah melakukan aborsi untuk menghadapi segala yang telah
terjadi dengan jujur.Perbuatan aborsi tetap merupakan perbuatan yang sangat salah dan dosa,
namun juga janganlah berputus asa dan kehilangan harapan.Datanglah kepada Tuhan dalam
pertobatan yang sungguh dalam Sakramen Pengakuan Dosa.Percayakanlah kepada Allah
Bapa jiwa anak yang telah diaborsi, dan mulai sekarang junjunglah kehidupan, entah dengan
komitmen mengasuh anak-anak yang lain, atau bahkan menjadi promotor bagi banyak orang
agar mempunyai pandangan yang baru dalam melihat makna kehidupan manusia. Anjuran ini
juga berlaku bagi para dokter, petugas medis atau siapapun yang pernah terlibat dalam
tindakan aborsi, entah dengan menganjurkannya ataupun dengan melakukan/ membantu
proses aborsi itu sendiri. Semoga semakin banyak orang dapat melihat kejahatan aborsi,
sehingga tidak lagi mau melakukannya.

Sanksi aborsi termuat dalam Kitab Hukum Kanonik Gereja no. 1398, yaitu berupa
ekskomunikasi otomatis, atau pengucilan dari kehidupan Gereja.Seandainya walaupun
Gereja dan lingkungan tidak mengetahui bahwa seseorang telah jatuh ke dalam dosa ini,
namun Tuhan tetap mengetahuinya dan kita tidak bisa melarikan diri dari hukuman
Tuhan.Sehingga apabila dia dalam keadaan dosa ini tetap menerima sakramen, berarti dia
menambah dosanya sendiri.

(1) Mereka yang terkena sanksi ekskomunikasi otomatis ini tidak diperkenankan untuk ikut
berpartisipasi dalam berbagai acara doa bersama, misalnya: Perayaan Ekaristi, sakramen
lainnya dan sebagainya (Kan. 1331).
(2) Sanksi ekskomunikasi otomatis ini hanya bisa dihilangkan melalui penerimaan
Sakramen Tobat atau Sakramen Pengampunan Dosa. Bahkan untuk menunjukkan
ketegasannya, Gereja pada awalnya menetapkan bahwa hanya Uskup yang berwenang
memberikan Sakramen Tobat kepada mereka yang terlibat dalam pengguguran ini.
dalam perkembangan selanjutnya, demi pelayanan pastoral yang memadai, kekuasaan
itu didelegasikan kepada semua imam.
(3) Kasih Tuhan tercurah kepada setiap orang, termasuk juga manusia kecil yang baru
diciptakan-Nya. Marilah kita juga mencintai si manusia kecil ini seperti kita mencintai
diri kita sendiri. Kalau di dalam diri kita, kita meyakini bahwa Allah hadir dan berkarya,

11
niscaya kita akan sadar pula karya Tuhan dalam diri si manusia kecil. Oleh karena itu,
lihatlah Dia yang hadir dalam diri manusia kecil ini (bdk. Mrk 12:28-34).

2.4 Pandangan Agama Hindu Tentang Aborsi

Aborsi dalam Theology Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut “Himsa
karma” yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, meyakiti, dan
menyiksa. Membunuh dalam pengertian yang lebih dalam sebagai “menghilangkan nyawa”
mendasari falsafah “atma” atau roh yang sudah berada dan melekat pada jabang bayi
sekalipun masih berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti tubuh manusia. Segera
setelah terjadi pembuahan di sel telur maka atma sudah ada atas kuasa Hyang Widhi. Dalam
“Lontar Tutur Panus Karma”, penciptaan manusia yang utuh kemudian dilanjutkan oleh
Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai “Kanda-Pat” dan “Nyama Bajang”.
Selanjutnya Lontar itu menuturkan bahwa Kanda-Pat yang artinya “empat-teman” adalah: I
Karen, sebagai calon ari-ari; I Bra, sebagai calon lamas; I Angdian, sebagai calon getih; dan I
Lembana, sebagai calon Yeh-nyom. Ketika cabang bayi sudah berusia 20 hari maka Kanda-
Pat berubah nama menjadi masing-masing: I Anta, I Preta, I Kala dan I Dengen. Selanjutnya
setelah berusia 40 minggu barulah dinamakan sebagai : Ari-ari, Lamas, Getih dan Yeh-nyom.
Nyama Bajang yang artinya “saudara yang selalu membujang” adalah kekuatan-kekuatan
Hyang Widhi yang tidak berwujud. Jika Kanda-Pat bertugas memelihara dan membesarkan
jabang bayi secara phisik, maka Nyama Bajang yang jumlahnya 108 bertugas mendudukkan
serta menguatkan atma atau roh dalam tubuh bayi.

Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangkan nyawa. Kitab-
kitab suci Hindu antara lain Rgveda 1.114.7 menyatakan: “Ma no mahantam uta ma no
arbhakam” artinya: Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi. Atharvaveda X.1.29:
“Anagohatya vai bhima” artinya: Jangan membunuh bayi yang tiada berdosa. Dan
Atharvaveda X.1.29: “Ma no gam asvam purusam vadhih” artinya: Jangan membunuh
manusia dan binatang. Dalam ephos Bharatayuda Sri Krisna telah mengutuk Asvatama hidup
3000 tahun dalam penderitaan, karena Asvatama telah membunuh semua bayi yang ada
dalam kandungan istri-istri keturunan Pandawa, serta membuat istri-istri itu mandul
selamanya.

Pembuahan sel telur dari hasil hubungan sex lebih jauh ditinjau dalam falsafah Hindu
sebagai sesuatu yang harusnya disakralkan dan direncanakan. Baik dalam Manava
Dharmasastra maupun dalam Kamasutra selalu dinyatakan bahwa perkawinan menurut
Hindu adalah “Dharmasampati” artinya perkawinan adalah sakral dan suci karena bertujuan
memperoleh putra yang tiada lain adalah re-inkarnasi dari roh-roh para leluhur yang harus
lahir kembali menjalani kehidupan sebagai manusia karena belum cukup suci untuk bersatu
dengan Tuhan atau dalam istilah Theology Hindu disebut sebagai “Amoring Acintya”. Oleh

12
karena itu maka suatu rangkaian logika dalam keyakinan Veda dapat digambarkan sebagai
berikut : Perkawinan (pawiwahan) adalah untuk syahnya suatu hubungan sex yang bertujuan
memperoleh anak. Gambaran ini dapat ditelusuri lebih jauh sebagai tidak adanya keinginan
melakukan hubungan sex hanya untuk kesenangan belaka.Prilaku manusia menurut Veda
adalah yang penuh dengan pengendalian diri, termasuk pula pengendalian diri dalam bentuk
pengekangan hawa nafsu.Pasangan suami-istri yang mempunyai banyak anak dapat dinilai
sebagai kurang berhasilnya melakukan pengendalian nafsu sex, apalagi bila kemudian
ternyata bahwa kelahiran anak-anak tidak dalam batas perencanaan yang baik.Sakralnya
hubungan sex dalam Hindu banyak dijumpai dalam Kamasutra. Antara lain disebutkan
bahwa hubungan sex hendaknya direncanakan dan dipersiapkan dengan baik, misalnya
terlebih dahulu bersembahyang memuja dua Deva yang berpasangan yaitu Deva Smara dan
Devi Ratih, setelah mensucikan diri dengan mandi dan memercikkan tirta pensucian.
Hubungan sex juga harus dilakukan dalam suasana yang tentram, damai dan penuh kasih
sayang. Hubungan sex yang dilakukan dalam keadaan sedang marah, sedih, mabuk atau tidak
sadar, akan mempengaruhi prilaku anak yang lahir kemudian.

Oleh karena hubungan sex terjadi melalui upacara pawiwahan dan dilakukan semata-
mata untuk memperoleh anak, jelaslah sudah bahwa aborsi dalam Agama Hindu tidak
dikenal dan tidak dibenarkan.

2.5 Pandangan Agama Budha Tentang Aborsi

Dalam pandangan agama Buddha aborsi adalah suatu tindakan pengguguran kandungan
atau membunuh makhluk hidup yang sudah ada dalam rahim seorang ibu.Dari sudut pandang
Buddhis aborsi bisa di toleransi dan dipertimbangkan untuk dilakukan.Agama Buddha, umat
Buddha terdiru dari dua golongan yaitu pabbajita dan umat awam.Seorang pabbajita mutlak
tidak boleh melakukan aborsi karena melanggar vinaya yaitu parajjika.Tetapi sebagai umat
awam aborsi boleh dilakukan dengan alasan yang kuat.Misal janin dalam kandungan dalam
kondisi abnormal yang dapat membahayakan kesehatan ibu bahkan dapat mengancam
keselamatan ibu.Aborsi dalam agama Buddha merupakan suatu pembunuhan yang tidak
diperbolehkan yang dapat menimbulkan karma buruk.Tetapi agama Buddha tidak melarang
secara multak orang yang melakukan aborsi.Dengan alasan yang sangat kuat aborsi dapat
dilakukan dengan berbagai pertimbangan.Hal terbaik untuk tidak melakukan aborsi adalah
menghindari terjadinya aborsi misal tidak melakukan hubungan seks bebas yang bisa
memungkinkan terjadinya aborsi. Dalam kasus lain yang tidak dapat dihindari untuk
terjadinya aborsi boleh dilakukan dengan alasan tidak ada cara lain yang terbaik dan dengan
alasan yang sangant kuat. Aborsi boleh dilakukan dengan kondisi yang sangat sulit akan
tetapi seminimal mungkin untuk menghindari terjadinya aborsi karena dalam agama buddha
aborsi merupakan suatu pembunuhan yang tidak diperbolehkan karena menghilangkan
nyawa suatu mahluk yang mengakibatkan karma buruk.

13
Dalam agama budha perlakuan aborsi tidak dibenarkan karena suatu karma harus
diselesaikan dengan cara yang baik, jika tidak maka akan timbul karma yang lebih buruk
lagi.

Syarat yang harus dipenuhi terjadinya makhluk hidup :

a. Mata utuni hoti: masa subur seorang wanita

b. Mata pitaro hoti: terjadinya pertemuan sel telur dan sperma

c. Gandhabo paccuppatthito: adanya gandarwa, kesadaran penerusan dalam siklus


kehidupan baru (pantisandhi-citta) kelanjutan dari kesadaran ajal (cuti citta), yang memiliki
energi karma

Dari penjelasan di atas agama Buddha menentang dan tidak menyetujui adanya tindakan
aborsi karena telah melanggar pancasila Buddhis, menyangkut sila pertama yaitu panatipata.
Suatu pembunuhan telah terjadi bila terdapat lima faktor sebagai berikut:

1) Ada makhluk hidup (pano)


2) Mengetahui atau menyadari ada makhluk hidup (pannasanita)
3) Ada kehendak (cetana) untuk membunuh (vadhabacittam)
4) Melakukan pembunuhan (upakkamo)
5) Makhluk itu mati karena tindakan pembunuhan ( tena maranam)

Apabila terdapat kelima faktor dalam suatu tindakan pembunuhan, maka telah terjadi
pelanggaran sila pertama. Oleh karena itu sila berhubungan erat dengan karma maka
pembunuhan ini akan berakibat buruk yang berat atau ringannya tergantung pada kekuatan
yang mendorongnya dan sasaran pembunuhan itu. Bukan hanya pelaku saja yang melakukan
tindak pembunuhan, ibu sang bayi juga melakukan hal yang sama. Bagaimanapun mereka
telah melakukan tindak kejahatan dan akan mendapatkan akibat di kemudian hari.

Dalam Majjhima Nikaya 135 Buddha bersabda "Seorang pria dan wanita yang
membunuh makhluk hidup, kejam dan gemar memukul serta membunuh tanpa belas kasihan
kepada makhluk hidup, akibat perbuatan yang telah dilakukannya itu ia akan dilahirkan
kembali sebagai manusia di mana saja ia akan bertumimbal lahir, umurnya tidaklah akan
panjang".

14
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Aborsi dalam istilah kedokteran terlihat adanya keseragaman pendapat tentang aborsi,
meskipun dengan tuturan bahasa yang berbeda. Diantaranya aborsi dilakukan dengan
membatasi usia maksimal kehamilan sekitar 20 minggu atau sebelum janin mampu hidup di
luar kandungan.

Dalam istilah medis, aborsi terdiri dari dua macam yaitu aborsi spontan (abortus
spontaneus) dan aborsi disengaja (abortus provokatus). Hal ini sebagaimana disebutkan
dalam Glorier Family Ensiclopedia “aborsi adalah penghentian kehamilan dengan cara
menghilangkan atau merusak janin sebelum kelahiran”. Aborsi spontan (abortus spontaneus)
merupakan aborsi yang terjadi secara maupun alamiah baik tanpa sebab tertentu, seperti
penyakit, virus tokoplasma, anemia, demam tinggi, dan lain-lain.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Aborsi Ditinjau dari Sudut Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan
Budha.http://dewipurnamaku.blogspot.com/2013/04/aborsi-ditinjau-dari-sudut-agama-
islam.html. (Diakses pada 23 September 2019 pukul 13.30 WIB)
Wikipedia. 2019. Agama dan Aborsi. https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_dan_aborsi
(Diakses pada 23 September 2019 pukul 13.35 WIB)
Anonim. 2017. Pandangan Agama terhadap Kasus Aborsi.
https://www.slideshare.net/subjay/makalah-pandangan-agama-terhadap-kasus-aborsi (Diakses
pada 23 September 2019 pukul 13.40 WIB)

16

Anda mungkin juga menyukai