PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian abortus dan menstrual regulation?
2. Bagaimana hukum di Indonesia mengenai abortus dan menstrual regulation?
3. Bagaimana pandangan agama islam tentang abortus dan menstrual regulation?
4. Bagaimana pendapat ulama madzhab mengenai hukum abortus dan menstrual
regulation?
1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa pengertian abortus dan menstrual regulation.
2. Untuk mengetahui bagaimana hukum di Indonesia mengenai abortus dan menstrual
regulation.
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan agama islam mengenai abortus dan
menstrual regulation.
4. Untuk mengetahui bagaimana pendapat ulama madzhab mengenai hukum abortus
dan menstrual regulation.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Dengan alat khusus, mulut rahim dilebarkan kemudian janin di kiret (di-curet)
dengan alat seperti sendok kecil.
3. Aspirasi, yakni penyedotan isi rahim dengan pompa kecil.
4. Hysteronomi (operasi)
Menstrual regulation secara harfiah artinya pengaturan menstruasi / datang
bulan / haid, tetapi dalam praktek menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap
wanita yang merasa terlambat waktu menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratories ternyata positif dan mulai mengandung. Maka ia minta “dibereskan
janinnya” itu. Maka jelaslah, bahwa menstrual regulation itu pada hakikatnya
adalah abortus provocatus criminalis sekalipun dilakukan oleh dokter.
4
pihak dokter dibayangi ancaman hukum,menurut Hamzah ada beberapa alasan
yang bias membenarkan pengguguran kandungan berdasarkan pertimbangan
kesehatan. Ahirnya Hamzah menyarankan agar dibuat pengecualian dalam KUHP
sehingga pengguguran kandungan yang dilakukan oleh dokter atas pertimbangan
kesehatan dapat dibenarkan dan bukan merupakan perbuatan yang melawan
hukum.
Tetapi sementara ini di kalangan ahli hukum di Indonesia ada yang
mempunyai ide/saran agar abortus itu dapat dilegalisasi seperti di Negara
maju/sekuler,hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa kenyataannya abortus tetap
dilakukan secara illegal dimana-mana dan kebanyakan dilakukan oleh tenaga-
tenaga nonmedis, seperti dukun, sehingga bias membawa resiko besar berupa
kematian atau cacat berat bagi wanita yang bersangkutan. Maka sekiranya abortus
dapat dilegalisasikan dan dapat dilakukan oleh dokter yang ahli, maka resiko
tersebut dapat dikurangi / dihindari. Pendukung ide legalisasi abortus itu
menghendaki pasal-pasal KUHP yang melarang abortus hendaknya direvisi, karena
juga dipandang menghambat pelaksanaan program keluarga berencana dan
kependudukan.
Namun menurut penulis, pasal-pasal KUHP yang melarang abortus
hendaknya tetap dipertahankan dan penulis setuju dengan saran Hamzah agar
dibuat pengecualian dalam KUHP sehingga pengguguran kandungan yang benar-
benar dilakukan atas indikasi medis dapat dibenarkan.
5
Mahmud Syaltut, eks Rektor Universitas Al-Azhar Mesir berpendapat
bahwa sejak bertemunya sel sperma (mani lelaki) dengan ovum (sel telur wanita),
maka pengguguran adalah suatu kejahatan dan haram hukumnya sekalipun si janin
belum diberi nyawa sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang
mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi mahkluk baru yang
bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi
eksistensinya. Dan makin jahat dan makin besar dosanya apabila pengguguran janin
dilakukan setelah janin bernyawa apalagi sangat besar dosanya kalau sampai
dibunuh atau membuang bayi yang baru lahir dari kandungan.
Tetapi apabila pengguguran dilakukan karena benar-benar terpaksa demi
melindungi/menyelamatkan si ibu, maka islam membolehkan bahkan
mengharuskan, karena islam mempunyai prinsip :
“Menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari dua hal yang berbahaya
itu adalah wajib”.
Jadi dalam hal ini, islam tidak membenarkan tindakan menyelamatkan janin
dengan mengorbankan si ibu, mengingat dia merupakan tiang/sendi keluarga
(rumah tangga) dan dia telah mempunyai bebrapa hak dan kewajiban, baik terhadap
Tuhan maupun terhadap sesama mahkluk. Berbeda dengan si janin, selama ia belum
lahir di dunia dalam keadaan hidup, ia tidak/belum mempunyai hak seperti hak
waris dan juga belum memiliki kewajiban apapun.
Mengenai menstrual regulation, islam juga melarangnya karena pada
hakikatnya sama dengan abortus, merusak/menghancurkan janin/calon manusia
yang dimuliakan oleh Allah karena ia berhak tetap tumbuh dan lahir dalam keadaan
hidup, sekalipun eksistensinya hasil dari hubungan yang tidak sah (di luar
pernikahan yang sah). Sebab menurut islam bahwa setiap anak lahir dalam keadaan
suci (tidak bernoda). Sesuai hadis Nabi :
6
Majusi”. (hadis riwayat Abu Ya’la, Al-Thabrani, dan Al- Baihaqi dari Al- Aswad
bin Sari’).
Yang dimaksud dengan fitrah dalam hadis ini ada dua pengertian yaitu:
1. Dasar pembawaan manusia (human nature) yang religius dan monoteis, artinya
bahwa manusia itu dari dasar pembawaannya adalah mahkluk yang beragama dan
percaya pada ke- Esa-an Allah secara murni (pure monotheism atau tauhid khalis).
2. Kesucian/kebersihan (purity), artinya bahwa semua anak manusia dilahirkan
dalam keadaan suci/bersih dari segala macam dosa.
D. Pendapat ulama madzhab mengenai hukum abortus
Perdebatan tentang boleh tidaknya abortus bukan hal yang baru, para ahli
hukum islam dari madzhab Hanafi berbeda dengan ulama –ulama Syafi’I & Maliki,
karena memberi hak pada wanita hamil untuk menggugurkan kandungannya
bahkan tanpa persetujuan suami.
1. Madzhab Hanafi
Sebagian besar dari fuqaha Hanafiah berpendapat bahwa aborsi diperbolehkan
sebelum janin terbentuk, tetapi harus disertai dengan syarat-syarat yang rasional.
Fuqaha Hanafi memperbolehkan abortus sampai habisnya bulan keempat. Mereka
bahkan member hak kepada kaum wanita untuk melakukan abortus tanpa seijin
suami dengan syarat harus disertai alasan yang tepat..
2. Madzhab Hanbali
Dalam pandangan jumhur ulama Hanbali janin boleh digugurkan selama masih
dalam bentuk segumpal daging belum berbentuk anak manusia. Madzhab Hanbali
banyak yang sejalan dengan madzhab Hanafi dalam memperbolehkan abortus,
kecuali perbedaan pendapat dalam menetapkan batasan umur kandungan yang
boleh digugurkan sebagian membatasi umur 40 hari,sebagian umur 80 hari, dan
lainnya umur 120 hari..
3. Madzhab Syafi’i
Imam Al-Ghazali, salah seorang ulama dari madzhab Syafi’i yang beraliran
sufi, beliau sangat tidak menyetujui pelenyapan janin walaupun baru konsepsi,
karena menurutnya kehidupan itu berkembang dan dimulai secara bertahap demi
7
tahap. Sehingga pengguguran setelah sel sperma membuahi sel telur adalah
pembunuhan karena memutus kehidupan/perkembangan janin.
4. Madzhab Maliki
Ulama Malikiyah berpandangan bahwa kehidupan sudah dimulai sejak
terjadinya konsepsi. Oleh karena itu, menurut mereka aborsi tidak diijinkan bahkan
sebelum janin berusia 40 hari. Fuqaha Maliki secara mutlak melarang abortus
seperti yang lain-lain mereka juga berpendapat bahwa janin bukanlah manusia
sebelum ditiupkan roh kepadanya. Kendati begitu, karena sperma sekali dituangkan
dan terwadai dalam rahim, ditumbuhkan dan ditentukan untuk mendapatkan ruhnya
maka ia harus dilindungi.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abortus ialah berakhirnya suatu kehamilan (oleh atau sebab-sebab tertentu)
sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan. Dan
menstrual regulation ialah pengaturan menstruasi / datang bulan / haid, tetapi dalam
praktek menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang merasa
terlambat waktu menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratories
ternyata positif dan mulai mengandung. Maka ia minta “dibereskan janinnya” itu.
Maka jelaslah, bahwa menstrual regulation itu pada hakikatnya adalah abortus
provocatus criminalis sekalipun dilakukan oleh dokter.
Abortus dan menstrual regulation pada hakikatnya adalah pembunuhan
janin secara terselubung. Karena itu berdasarkan kitab undang-undang hukum
pidana (KUHP) pasal 299,346,348, dan 349 bahwa Negara
melarang abortus termasuk menstrual regulation dan sanksi hukumannya cukup
berat, bahkan hukumannya tidak hanya ditujukan kepada wanita yang bersangkutan
akan tetapi juga semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini dapat dituntut,
seperti dokter, dukun bayi, tukang obat, dan sebagainya.
Apabila abortus dilakukan sebelum diberi ruh/nyawa pada janin (embrio),
yaitu sebelum berumur 4 bulan, ada beberapa pendapat. Ada ulama yang
membolehkan abortus dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa,
ada ulama yang memandangnya makruh dengan alasan janin sedang mengalami
pertumbuhan dan ada pula ulama yang memandang haram apabila abortus
dilakukan sesudah janin bernyawa atau berumur 4 bulan.
Perdebatan tentang boleh tidaknya abortus bukan hal yang baru, para ahli
hukum islam dari madzhab Hanafi berbeda dengan ulama –ulama Syafi’I & Maliki,
karena memberi hak pada wanita hamil untuk menggugurkan kandungannya
bahkan tanpa persetujuan suami.
9
DAFTAR PUSTAKA
http://rohmancoepat.blogspot.co.id/2015/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html
10