Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................1

BAB I...............................................................................................................................................2

PENDAHULUAN...........................................................................................................................2

A. Latar Belakang..................................................................................................................2

B. Tujuan...............................................................................................................................2

BAB II.............................................................................................................................................3

PEMBAHASAN..............................................................................................................................3

A. Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan Islam................................................................3

B. Madrasah Pasca Kemerdekaan RI Sampai Masa Orde Baru............................................5

C. Perbedaan Madrasah dengan Pesantren............................................................................7

BAB III............................................................................................................................................9

PENUTUP.......................................................................................................................................9

A. Kesimpulan.......................................................................................................................9

B. Saran..................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................10

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manajemen dalam suatu lembaga apa pun akan sangat diperlukan, bahkan –disadari atau
tidak– sebagai prasyarat mutlak untuk tercapainya tujuan yang ditetapkan dalam lembaga
tersebut. Semakin baik manajemen yang diterapkan, semakin besar pula kemungkinan
berhasilnya lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Demikian pula sebaliknya.
Memperbincangkan mengenai lembaga pendidikan yang bernama madrasah, agaknya
akan selalu menarik dan tidak ada habis-habisnya. Realitas di lapangan lembaga-lembaga
pendidikan Islam khususnya madrasah tingkat produktifitas masih jauh dari yang diharapkan.
Namun, tidak semua madrasah kondisi dan prestasinya kurang baik. Ada madrasah yang
performa dan prestasinya jauh lebih unggul di banding sekolah umum pada umumnya. Hanya
saja, jumlah madrasah yang tergolong maju seperti itu masih sangat sedikit, sehingga
menimbulkan kesan stigmatik, jika menyebut madrasah, maka yang tergambar adalah sekolah
yang kurang maju.
Dalam makalah ini akan dibahas sekilas mengenai manajemen madrasah terkait dengan
problematika yang ada di dalamnya.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:
1. Mengetahui peran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam.
2. Mengetahui keadaan Madrasah pasca kemerdekaan RI sampai masa Orde Baru.
3. Mengetahui perbedaan madrasah dengan pesantren.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan Islam


Madrasah merupakan isim makan dari kata ‫( درس‬darasa) yang berarti belajar. Jadi,
madrasah berarti tempat belajar bagi siswa atau mahasiswa (umat Islam). Karenanya istilah
madrasah tidak hanya diartikan dalam arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana,
kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain.1
Kebangkitan madrasah di dunia Islam, menandai munculnya lembaga pendidikan formal
Islam. Madrasah merupakan hasil evolusi dari masjid sebagai lembaga pendidikan dan khan
sebagai tempat tinggal mahasiswa. Khan, meskipun dalam skala kecil telah ditemukan pada abad
ke-4 H, yang kemudian menjadi fenomena baru dalam lembaga pendidikan Islam. Lama rata-rata
pendidikan masjid menuntut tersedianya tempat tinggal permanen bagi mahasiswa yang datang
dari tempat jauh. Madrasah menempati urutan ketiga dari satu garis perkembangan pendidikan,
dengan urutan: masjid, ke masjid-khan, kemudian ke madrasah.
Pada umumnya, sejarawan pendidikan Islam, seperti George Makdisi, Munir ud-Din
Ahmed, Ahmad Syalabi, dan Michael Stanton menganggap bahwa madrasah pertama didirikan
oleh Wazir Nidzham Mulk pada 1064 M, yang kemudian dikenal dengan Madrasah Nidzham al-
Mulk.2
Madrasah di Indonesia baru populer setelah abad ke duapuluh. Kehadiran madrasah
sebagai lembaga pendidikan dilatarbelakangi oleh munculnya semangat pembaruan pendidikan
Islam di Indonesia. Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang muncul setelah pesantren dan
sekolah. Madrasah mengadopsi sebagian sistem pesantren dan sekolah.3
Pada dasarnya, secara organisasional, madrasah merupakan organisasi yang mengelola
diri (self-organized) untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan karakteristiknya. Dan
pengelolaan diri ini dijalankan oleh para pemimpin madrasah melalui sebuah mekanisme
manajemen operatif. Namun, karena madrasah di Indonesia merupakan sub sistem dalam makro
sistem pendidikan nasional dan tanggung jawab pengelolaannya dibebankan pada Departemen

1
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 120.
2
Nor Huda, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2015),
h.315.
3
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.22.

3
Agama, maka pengelolaan diri madrasah secara individu tidak cukup memberikan dampak
perubahan yang signifikan dan luas bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat muslim
Indonesia saat ini. Hal tersebut karena kondisi madrasah yang yang tergolong miskin dalam
berbagai sumber, termasuk sumber daya manusianya dan inilah salah satu poblem yang
menyelimuti kehidupan madrasah.
Berbagai hal yang yang melatarbelakangi persoalan tentang kelemahan manajerial
madrasah adalah sebagai berikut:
1. Ketidakjelasan Misi, Visi dan Tujuan Madrasah
Dalam bukunya Total Quality Management in Education, Edward Sallis
mengemukakan bahwa dalam suatu organisasi tanpa visi, maka perubahan tidak mungkin,
tanpa misi maka perubahan bisa salah arah, tanpa insentif, perubahan lama terjadi,tanpa
sumber daya perubahan tidak akan terwujud, dan tanpa fasilitas, maka perubahan hanya
sedikit. Jika madrasah telah mencanangkan misi dan visi yang jelas, maka tujuan tujuan
akan muah dicapai, dilaksanakan, dikontrol dan dievaluasi.
2. Ketidakjelasan Struktur dan Tata Kerja
Seringkali terjadi tumpang tindih di lapangan antara wewenang yayasan dengan
pengelola madrasah. Salah satu konflik laten dalam pengelolaan madrasah adalah perbedaan
kepentingan antara pihak pengelola madrasah dengan yayasan. Yayasan sebagai pemilik
biasanya memiliki posisi tawar yang lebih, dan pada umumnya menggunakan kekuasaannya
untuk mengatur segala hal. Sebaliknya, madrasah cenderung tidak atau kurang memiliki
posisi tawar sehingga secarapsikologis menjadikan pengelola madrasah tersubordinasikan.
3. Kurangnya keterlibatan madrasah
Sebelum isu desentralisasi pendidikan digulirkan dan lebih khusus lagi dengan
adanya pendidikan berbasis masyarakat, madrasah adalah salah satu model pendidikan
berbasis masyarakat yang telah lama ditengah-tengah masyarakat. Akan tetapi,
perkembangan selanjutnya madrasah yang didirikan masyarakat tersebut kemudian
mengalami kemandegan inilah problem klasik yang sering muncul. Ketika madrasah sudah
berdiri, maka keterlibatan aktif masyarakat untuk memikirkan nasib, kelangsungan hidup
(apalagi pengembangan dan kemajuan) madrasah relatif kurang (kalau tidak bisa dikatakan
tidak ada).

4
4. Lemahnya jaringan (Network)
Banyak terjadi di masyarakat kita, bahwa dalamsatu daerah tertentu terdapat
beberapa madrasah yang berdampingan tetapi belum bisa bergandeng tangan secara
maksimal, yang terjadi malah sebaliknya saling mematikan. Ini tentu saja salah satu faktor
rendahnya/lemahnya madrasah.
5. Lemahnya manajemen
Kelemahan di bidang ini boleh dibilang merupakan “wabah” yang menjangkiti
sebagian besar madrasah. Pendanaan terbatas, kurangnya sarana dan prasarana, lemahnya
SDM dan minimnya pengetahuan tentang organisasi dan tata kerja merupakan beberapa
sebab yang saling kait-mengkait.4
C. Madrasah Pasca Kemerdekaan RI Sampai Masa Orde Baru
Keadaan pendidikan Islam pada masa pemerintahan Orde Lama sudah jauh berbeda
dengan keadaan pendidikan Islam pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Pendidikan Islam
yang ada di zaman orde lama tidak lagi terpojokkan. Pendidikan Islam tidak hanya diajarkan di
Madrasah dan pesantren saja, melainkan sudah pula diajarkan atau dimasukkan dan diajarkan di
sekolah umum yang didasarkan pada surat keputusan bersama antara Kementerian Agama dan
Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
Pada masa Orde Lama, lembaga-lembaga pendidikan Islam yang telah ada sebelumnya,
seperti madrasah dan pesantren, mengalami perkembangan pesat. Selain itu, pada zaman Orde
Lama juga telah lahir lembaga-lembaga pendidikan Islam yang baru, yang sebelumnya tidak ada,
seperti Pendidikan Guru Agama (PGA), Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), Madrasah
Wajib Belajar (MWB), dan sebagainya. Kesempatan ini digunakan oleh masyarakat muslim
Indonesia untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam, sehingga pada tahun 1945
madrasah berkembang menjadi 849 buah, dengan 2.017 peserta didik. 5
Kondisi pendidikan Islam pada zaman Orde Baru jauh lebih berkembang dibandingkan
dengan keadaan pendidikan Islam di zaman Orde Lama. Pada zaman Orde Baru, pendidikan
Islam masuk ke dalam sistem pendidikan nasional. Pendidikan Islam, khususnya madrasah dan
pesantren, telah diperbarui dalam seluruh aspeknya, baik yang bersifat fisik maupun non fisik,
peningkatan mutu pendidikan Islam, pengembangan kelembagaan, kurikulum, manajemen
pengelolaan, dan sumber daya manusia. Pada zaman Orde Baru juga telah bermunculan lembaga
4
Sunhaji, Manajemen Madrasah, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2006), h. 84.
5
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 322-323.

5
pendidikan Islam nonformal di perkotaan, khususnya majelis taklim, serta berdirinya berbagai
lembaga keuangan, penerbitan, lembaga sosial, dan peradilan yang bernapaskan Islam.
Dengan adanya usaha-usahan pembaruan pendidikan Islam tersebut, maka umat Islam
tidak lagi termarginalisasikan dalam kehidupan, melainkan sudah dapat mengambil peranan yang
signifikan dalam pembangunan nasional, yang selanjutnya telah melahirkan elite Muslim kelas
menengah dan atas. Umat Islam sudah banyak yang menempati posisi-posisi strategis pada
lembaga pemerintah maupun swasta, seperti ada yang menjadi menteri, anggota DPR, anggota
Dewan Pertimbangan Agung, pimpinan partai politik, dan perwira tinggi.
Terjadinya kemajuan pendidikan Islam di zaman Orde Baru antara lain karena adanya
hubungan yang harmonis antara umat Islam dengan pemerintah, pertumbuhan ekonomi nasional
yang tinggi, serta stabilitas nasional yang terkendali. Keadaan ini terjadi pada 16 tahun kedua
dari masa pemerintahan Orde Baru yang berlangsung lebih kurang 32 tahun. Hubungan yang
baik antara pemerintah Orde Baru dengan umat Islam pada 16 tahun terakhir tersebut telah
memiliki pengaruh yang luar biasa bagi umat Islam, bukan hanya pada sektor pendidikan Islam
saja, melainkan juga pada sektor-sektor lainnya, yakni sektor peran politik umat Islam, peradilan
agama, penerbitan, kebudayaan, dan ekonomi. Dengan demikian, kejatuhan Orde Baru pada
tahun 1998 sesungguhnya merupakan kejatuhan bagi umat Islam.
Ditinjau dari segi dinamika dan perkembangannya, madrasah setelah Indonesia merdeka
juga dapat dibagi tiga fase. Fase pertama, sekitar tahun 1945-1974. Pada fase ini madrasah
menekankan pendidikannya kepada penyajian ilmu agama, dan sedikit pengetahuan umum.
Disebabkan hal itulah maka pengakuan ruang lingkup madrasah hanya berada di lingkungan
Departemen Agama.
Fase kedua adalah fase diberlakukannya Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tahun
1975. Fase ini berlangsung dari tahun 1975-1990. Inti dari SKB Tiga Menteri itu adalah upaya
untuk meningkatkan mutu madrasah. Dalam surat keputusan tersebut dicantumkan:
1. Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang
setingkat.
2. Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang setingkat lebih di atasnya.
3. Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat (SKB Tiga Menteri
tahun 1975, Bab II Pasal 2).
Dengan dilaksanakannya SKB Tiga Menteri ini berarti:

6
1. Eksistensi madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam lebih mantap dan kuat.
2. Pengetahuan umum pada madrasah lebih meningkat.
3. Fasilitas fisik dan peralatan lebih disempurnakan.
4. Adanya civil effect terhadap ijazah madrasah.
Fase ketiga adalah fase setelah diberlakukannya Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UU No. 2 tahun 1989) dan diiringi dengan sejumlah Peraturan Pemerintah (PP) No. 28
dan 29. Madrasah, pada fase ini dijelaskan secara eksplisit adalah sekolah yang berciri khas
agama Islam, makna yang terkandung di dalamnya bahwa madrasah pada tingkat dasar dan
menengah memberlakukan kurikulum sekolah yang ditambah dengan kurikulum ilmu-ilmu
agama sebagai ciri khasnya.6
D. Perbedaan Madrasah dengan Pesantren
Ada beberapa perbedaan yang sangat mencolok antara madrasah dan pesantren.
Diantaranya:
1. Pondok
Dalam tradisi pesantren pondok menjadi asrama tempat para santri tinggal
bersama dan belajar di bawah bimbingan kiai, sedangkan pendidikan di madrasah sama
seperti sekolah pada umumnya.
2. Masjid
Dalam struktur pesantren, masjid merupakan unsur dasar yang harus dimiliki
pesantren karena ia merupakan tempat utama yang ideal untuk mendidik dan melatih para
santri, sedangkan banyak madrasah yang tidak mempunyai masjid dalam lingkungannya.
3. Pengajaran Kitab-Kitab Klasik
Dalam tradisi pesantren, kitab-kitab Islam klasik diajarkan dengan menggunakan
metode-metode tertentu, sedangkan madrasah metode pengajarannya sama seperti
pembelajaran mata pelajaran yang lainnya.7
Sedangkan Mukti Ali menguraikan tujuh ciri sistem pendidikan pesantren, yaitu:

a. Adanya hubungan yang akrab antara kiai dengan santrinya,

6
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 22-
23.
7
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 92-93.

7
b. Tunduknya santri kepada kiai,
c. Hidup hemat dan sederhana,
d. Semangat menolong diri sendiri,
e. Tolong-menolong dalam suasana kekeluargaan,
f. Disiplin dalam menggunakan waktu, dan
g. Berani menderita demi mencapai tujuan.8
4.

8
Moch. Idochi Anwar, Administrasi Pendidikan Dan Mananjemen Biaya Pendidikan, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2013), cet. I, h. 113-114.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata "madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata dari akar kata "darasa". Secara
harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk
memberikan pelajaran".
Manajemen berbasis madrasah merupakan proses pengintegrasian, pengkoordinasian dan
pemanfaatan dengan melibatkan secara menyeluruh elemen-elemen yang ada pada madrasah
untuk mencapai tujuan (mutu pendidikan) yang diharapkan secara efisien.
Selama ini madrasah dianggap sebagai lembaga pendidikan Islam yang mutunya lebih
rendah daripada mutu lembaga pendidikan lainnya, terutama sekolah umum, walaupun beberapa
madrasah justru lebih maju daripada sekolah umum. Namun, keberhasilan beberapa madrasah
dalam jumlah yang terbatas itu belum mampu menghapus kesan negatif yang sudah terlanjur
melekat.
B. Saran
Dari penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari
segi penulisan maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2007.

Huda Nor, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2015.

Daulay Haidar Putra, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Sunhaji, Manajemen Madrasah, Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2006.

Nata Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2011.

Anwar Moch. Idochi, Administrasi Pendidikan Dan Mananjemen Biaya Pendidikan, Jakarta:
Rajawali Pers, 2013.

10

Anda mungkin juga menyukai