Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KELOMPOK 9

KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM DI DINIYAH


Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas dari
Mata kuliah : kebijakan pendidikan islam
Dosen pengampu s: Dr. Jasmani M.Ag

DISUSUN OLEH

Rohmad Fajar : 1701160051

Mutiani : 1701160053

Rita Amaliyah : 1811160081

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

2018/2019
A. Sejarah dan Jati diri Madrasah Diniyah
Madrasah Diniyah yang dikenal saat ini merupakan evolusi dari sistem belajar yang
dilaksanakan di pondok pesantren salafiyah. Wacana seputar madrasah diniyah dengan begitu
bukanlah sesuatu yang asing bagi para pegiat pendidikan Islam. Ratusan atau bahkan ribuan
tulisan tentang persoalan ini telah menghiasi jurnal-jurnal ilmiah, buku-buku, dan publikasi
karya lainnya di negeri ini. Puluhan peneliti, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, tak
henti-hentinya melakukan observasi untuk mempelajarinya secara lebih mendalam tentang
persoalan madrasah. Wacana madrasah seolah menjadi sumur yang tak pernah kering untuk
ditimba dan dikaji. Meski terus dikaji, selalu saja ada sesuatu yang menarik untuk
diperbincangkan dan ditelusuri lebih lanjut.
Tentu saja alasan ketertarikan para peneliti itu amat beragam, namun paling tidak ada
sesuatu yang menyatukan dari keberagaman itu, yaitu kedudukan madrasah yang cukup
signifikan dalam kancah pergulatan pendidikan nasional. Artinya, berbicara tentang sejarah
pendidikan Indonesia menjadi begitu hambar tanpa menyertakan madrasah. Tanpa berusaha
melebih-lebihkan, bisa dibilang madrasah adalah sokoguru dan nadi pendidikan Indonesia.
Dalam sejarahnya, madrasah lahir dari rahim pondok pesantren, dengan ciri khasnya
yang berbasis pengetahuan agama. Tidak heran jika pada masa pemerintahan kolonial, madrasah
menjadi salah satu objek yang terus diselidiki. Pada masa itu, hadirnya sekolah yang diusung dari
rahim1
kolonialisme memang mampu mengubah sistem Pendidikan meI‘esla ke arah sistem
pendidikan ”modern", namun hal tersebut tidak mampu mengubah madrasah sebagai fenomena
budaya pendidikan IndoneSIa. Hal ini terlihat dengan eksisnya pendidikan madrasah sampai
sekarang, yang bahkan secara kualitas dan kuantitas mampu bersaing dengan lembaga
pendidikan umum. Fenomena tersebut patut direnungkan bersamar baliWa keberadaan madrasah
sebagai suatu sistem pendidikan berbasis pendldlkan agama adalah suatu yang menjadi identitas
kependidikan bangsa.
Namun demikian, seiring dengan laju perkembangan zaman, madrasah pun tak mungkin
lagi menghindar dari tantangan. Dunia industri yang telah mengubah tuntutan kebutuhan
masyarakat akan dunia pendidikan, mau tidak mau memaksa para praktisi pendidikan madraSah
untuk merumuskan ulang tentang konsep pendidikan yang selama ini dilaksanakan. Ditambah
1
Prof. Dr. H. Abd. Halim Soebahar, M.A, Kebijakan pendidikan Islam : dari ordonansi guru sampai UU Sisdiknas,
Jakarta, Rajagrafindo persada, h.71
lagi munculnya model-model pendidikan baru, yang mau tidak mau menjadi pesaing yang cukup
berat bagi madrasah. Hanya terpaku Pada sistem lama, pelan tapi pasti madrasah akan
kehilangan peminat. Pada titik ini sudah semestinya para praktisi pendidikan harus mengkaji
ulang, untuk lebih menonjolkan kekhasan madrasah diniyah dari model pendidikan lain,
Alasan inilah yang mendasari pemikiran untuk merumuskan format ideal kurikulum
madrasah diniyah dalam perspektif sistem pendidikan nasional, dalam rangka meningkatkan
kualitas penyelenggaraan madrasah diniyah seiring dengan perkembangan dan tuntutan sistem
perundang, undangan, yakni: UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan PP No. 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Disahkan dan diundangkannya tiga ketentuan
tersebut sungguh telah menjadikan madrasah diniyah harus segera melakukan reformulasi, dalam
banyak hal. 2

B. Kebijakan Madrasah Diniyah dalam PMA Nomor 13 Tahun 1964


Madrasah diniyah dimaksudkan sebagai institusi yang awalnya disediakan bagi peserta didik
yang pada waktu pagi belajar di sekolah umum, dan pada sore hari ingin mendapatkan pelajaran
agama. Madrasah jenis ini terbagi dalam tiga jenjang, yakni: madrasah diniyah awwaliyah/ ula (4
tahun); madrasah diniyah wustha (3 tahun); dan madrasah diniyah 'ulya (3 tahun). Madrasah
yang dibentuk dengan keputusan Menteri Agama Nomor 13 Tahun1964 ini hampir tidak
memiliki efek terhadap kelanjutan studi dan pengembangan profesi lulusan, sehingga hanya
sedikit peserta didik yang meminta ijazah formal dari institusi pendidikan ini,3

C. Kebijakan Madrasah Diniyah Perspektif PMA Nomor 3 Tahun 1983


Dua dasawarsa setelah berlakunya Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 1964,
tepatnya 9 Maret 1983 ditetapkan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1983 tentang
Kurikulum Madrasah Diniyah, yang sekaligus mencabut berlakunya Peraturan Menteri Agama
Nomor 13 Tahun 1964_ Yang menjadi pertimbangan utama sebagaimana tersurat pada klausul
menimbang dalam PMA No. 3 Tahun 1983 ini adalah ”dalam rangka penyeragaman dan
peningkatan mutu pendidikan pada madrasah diniyah, dipandang perlu untuk membakukan

2
Ibid h.72-73
3
Prof. Dr. H. Abd Halim Soebahar, M.A, Op,cit.,hlm74-75
kurikulum madrasah tersebut dan meninjau kembali Peraturan Menteri Agama N omor 13 Tahun
1964.
Pada Pasal 1 peraturan ini, dijelaskan hal-hal sebagai berikut: Madrasah Diniyah ialah
lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, yang berfungsi terutama untuk memenuhi
hasrat orang tua agar anak-anaknya lebih banyak mendapat pendidikan agama Islam. Madrasah
Diniyah Awaliyah ialah madrasah diniyah tingkat permulaan dengan masa belajar 4 (empat)
tahun dari kelas I sampai dengan IV dengan jumlah jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam
seminggu. Madrasah Diniyah Wustha ialah madrasah diniyah tingkat menengah pertama dengan
masa belajar 2 (dua) tahun dari kelas I sampai dengan II dengan jumlah jam belajar sebanyak 18
jam pelajaran dalam seminggu. Madrasah Diniyah 'Ulya ialah madrasah diniyah tingkat
menengah atas dengan masa belajar selama 2 (dua) tahun dari kelas I sampai dengan II dengan
jumlah jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu.
Pada Pasal 2 dijelaskan: Madrasah Diniyah Awaliyah, Wustha, dan 'Ulya memakai
sistem klasikal. Madrasah Diniyah Awaliyah, Wustha, dan 'Ulya hanya menyelenggarakan
pendidikan agama dan bahasa Arab (sebagai bahasa Al-Qur'an). Sedang pada Pasal 3 dijelaskan:
(1) Madrasah Diniyah Awaliyah menggunakan sistem catur wulan sebagai satuan waktu, dan (2)
Madrasah Diniyah Wustha dan 'Ulya menggunakan sistem semester sebagai satuan waktu.
Menurut H. A. Timur Jaelani, MA, ada beberapa karakteristik kurikulum berdasarkan ketentuan
ini adalah: (1) kurikulum ini menganut studi dan pengembangan profesi lulusan, sehingga hanya
sedikit peserta didik yang meminta ijazah formal dan institusi pendidik.

D. Kebijakan madrasah diniyah dalam UU sisdiknas


Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas)
adalah acuan normative penyelenggaraan pendidikan, termasuk pendidikan diniyah diindonesia.
Dalam UU Sisdiknas tersebut, pendidikan diniyah termasuk jenis pendidikan keagamaan yang
diatur pada pasal 30 yang terdiri dari lima (5) ayat dan pasal 36 dan 37 yang mengatur
kurikulum. Pada pasal 30 dinyatakan sebagai berikut :
1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan kelompok masyarakat dari
pemeluk agama, sesuai dengan peraturan penundang-undang.
2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya atau menjadi
ahli ilmu agama.
3) Pendidikan keagaman dapat diselenggarakan paa jalur pendidikan formal, non formal dan
informal.
4) Pendidikan keagamaan berbentuk diniyah, pesantren prasraman, pbhaja, samanera dan
bentuk lain yang sejenis.
5) Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah
Pada pasal 36 yang mengatur kurikulum, ditetapkan sebagai berikut :
1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2) Kurikulum pada semua jenjang diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah dan peserta didik.
3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan danalam kerangka negara kesatuan
republic Indonesia dengan memerhatikan ;
a. Peningkatan iman dan takwa
b. Peningkatan akhlak mulia
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan
e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
f. Tuntutan dunia kerja
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
h. Agama
i. Dinamika perkembangan global dan ;
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
4) Ketentuan mengenai perkembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , ayat
(2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Sedangkan pada pasal 37 yang mengatur kurikulum, ditetapkan sebagai berikut :
1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat :
a. Pendidikan keagamaan
b. Pedidikan kewarganegaraan
c. Bahasa
d. Matematika
e. Ilmu pengetahuan alam
f. Ilmu pengetahuan sosial
g. Seni dan budaya
h. Pendidikan jasmani dan rohani
i. Keterampila/kejujuran dan;
j. Muatan local.
2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat :
a. Pendidikan agama
b. Pendidikan kewarganegaraan dan;
c. Bahasa
3) Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.4
E. Kebijakan madrasah diniyah dalam PP No. 55 Tahun 2007
Sebagai acuan operasional penyelenggaraan madrasah diniyah, pemerintah telah
mengundangkan peraturan pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan yang disahkan 5 Oktober 2007. Pendidikan madrasah diniyah merupakan
bagian dari sistem pendidikan pesantren yang wajib dipelihara dan dipertahankan keberadaannya
karena lembaga ini telah terbukti mampu mencetak para kiai/ulama, asatidz dan selainnya.
Peraturan pemerintah No 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan
merupakan peluang dan sekaligus tantangan. Peluang, karena PP tersebut telah mengakomodir
keberadaan pendidikan diniyah dan pendidikan pesantren, sedangkan tantangan yang akan
dihadapi adalah bagaimana para pengasuh pesantren dan pengelola pendidikan diniyah secara
arif merespon pemberlakuan PP tersebut. 5

Daftar Pustaka
4
Prof. Dr. H. Abd Halim Soebahar, M.A, Op,cit.,hlm. 78-80
5
Prof. Dr. H. Abd Halim Soebahar, M.A, Op,cit.,hlm. 82
Prof. Dr. H. Abd. Halim Soebahar, M.A, Kebijakan pendidikan Islam : dari ordonansi guru
sampai UU Sisdiknas, Jakarta, Rajagrafindo persada, 2013

Anda mungkin juga menyukai