Anda di halaman 1dari 19

PROBLEMATIKA DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI CINA

DISUSUN OLEH:
MEISY PERMATA SARI
2230211007

Mata Kuliah : Perbandingan Pendidikan Islam Kontemporer


Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Fauzi, M.Ag

PROGRAM MAGISTER (S2)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2023
A. PENDAHULUAN
Di era Globalisasi sekarang, banyak Negara-negara di Dunia ini yang telah
melakukan banyak kemajuan, kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari kualitas sumber
daya manusia yang dimiliki oleh masing-masing Negara. Salah satu hal yang hendaknya
perlu untuk diperhatikan adalah meningkatkan pendidikan dari semua sumber daya
manusianya. Pendidikan merupakan hal penting bagi peradaban suatu bangsa.
Pendidikan merupakan jendela ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan
setiap orang. Tinggi dan rendahnya tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Akibatnya, mempengaruhi stabilitas daya saing suatu
negara. Berdasarkan beberapa bukti empiris negara China menjadi salah satu negara yang
memilki pendidikan terbaik di dunia. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui mengapa pendidikan di China bisa menjadi salah satu yang terbaik di dunia
serta seberapa jauh penerapan manajemen pendidikan di China sehingga dapat dikatakan
salah satu negara pendidikan terbaik d dunia.
Bagi setiap orang pendidikan sangat bermanfaat untuk kehidupan karena pendidikan
merupakan jendela ilmu pengetahuan. Rendahnya pendidikan melahirkan persoalan
kemiskinan turun-temurun. Kemiskinan melahirkan ekonomi lamban, budaya anarkis, dan
kesehatan yang buruk. Akibatnya, daya saing suatu negara rendah. Agar setiap negara
mempunyai ilmu dan berdaya saing yang kuat dibidangnya, maka pada mempunyai sistem
sendiri dalam memajukan para pelajarnya. Salah satunya adalah negara Tirai Bambu
(Negara China). Menurut ICAN Education Consultant China dikenal sebagai negara
terbesar di benua Asia dan terbeesar ketiga di duna. Selain itu negara ini juga dikenal
menjadi salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia.1
China memiliki penduduk lebih dari 1,3 miliar orang. Angka itu membentuk hampir
23 persen dari populasi dunia. Empat dari penemuan-penemuan terbesar dunia -mesiu,
kompas magnetik, kertas, dan percetakan- dikaitkan dengan China. Benda-benda itu
digunakan di China jauh sebelum dikenal di Barat.
Sistem pendidikan China pada tahun 1949 berkembang dan berubah menjadi sistem
yang lebih modern yang di anut dari budaya barat. seperti sistem pendidikan di negara
Australa, Kanada, Inggris, Amerika, India, Jepang, Thailand, Korea Selatan dan lain-lain.
Kemudian pendidikan Cina mengalami reorganisasi dan menjadi sistem pendidikan yang

1
ICAN., “Sistem Penddikan Di China. Online.,” (2020).
https://www.ican-education.com/beritaevent/news/sistem-pendidikan-di-china (CV Pustaka Setia., n.d.).

1
semakin modern pada tahun 1950-an. Dalam era reformasi pendidikan China berpegang
teguh pada modernization theory dan human capital theory. Karena China meyakini
bahwa pembangunan tidak bisa direalisasikan apabila mayoritasnya tidak memegang
teguh nilai moderniasasi.2
Latar belakang dari problematika dan kebijakan pendidikan di China dapat
bermacam-macam, tergantung pada tujuan dan fokus kajian penulis. Namun, secara
umum, beberapa faktor yang mungkin menjadi latar belakangnya antara lain:3
Pertama, China merupakan negara dengan populasi terbesar di dunia dan memiliki
sejarah panjang dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan di China memiliki
kompleksitas yang tinggi dan menarik perhatian dari banyak kalangan, baik akademisi
maupun praktisi.
Kedua, dalam beberapa dekade terakhir, China telah mengalami perkembangan
ekonomi yang pesat dan menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Pendidikan di China dianggap sebagai faktor penting dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi dan persaingan global.
Ketiga, meskipun China telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam bidang
pendidikan, masih terdapat beberapa masalah dan tantangan yang dihadapi oleh sistem
pendidikan, seperti kesenjangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, kurangnya
inovasi dalam pembelajaran, dan tingginya tingkat stres akademik pada siswa.
Keempat, pemerintah China telah mengambil berbagai kebijakan pendidikan untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut dan meningkatkan kualitas pendidikan secara
keseluruhan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dan kajian untuk mengevaluasi
kebijakan-kebijakan tersebut dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan di masa
depan.
Dengan demikian, makalah problematika dan kebijakan pendidikan di China dapat
menjadi sarana untuk memahami kondisi dan permasalahan sistem pendidikan di China
serta upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan kualitas
pendidikan di negara tersebut.

2
Yudi dan MN. Feisyal Abdul Aziz, “Manajemen Pendidikan Di Negara Cina,” Equilibrium: Jurnal
Penelitian Pendidikan dan Ekonomi 17, no. 02 (2020): 51–60, doi:10.25134/equi.v17i02.2924.
3
Chaerun Anwar, Sistem Pendidikan di Cina (Beijing: Atase Pendidikan KBRI di Beijing Kedutaan
Besar Republik Indonesia Beijing, 2014).

2
B. PEMBAHASAN
A. Sejarah Pendidikan di Cina
Pendidikan di Cina telah mengalami banyak perubahan sepanjang sejarahnya, dan
telah menjadi bagian integral dari budaya dan masyarakat Tionghoa. Sejarah pendidikan di
Cina dapat ditelusuri kembali lebih dari 3.000 tahun yang lalu. Pendidikan di Cina pada
awalnya hanya diperuntukkan bagi kaum elit, seperti bangsawan, keluarga kerajaan, dan
para cendekiawan. Mereka menerima pendidikan yang lebih formal dan diberikan
pelajaran tentang sastra, musik, dan sejarah.4 Ada beberapa masa pada sejarah Pendidikan
cina yaitu sebagai berikut:
1. Pada masa Dinasti Qin (221-206 SM)
Sistem pendidikan di Cina mulai berkembang dengan adanya sistem pendidikan
dasar yang disebut "sishu", yang terdiri dari empat bidang studi yaitu matematika, sejarah,
sastra, dan filsafat. Sistem pendidikan ini dirancang untuk memberikan pendidikan dasar
kepada semua anak laki-laki di Cina, namun hanya sedikit anak perempuan yang diberi
kesempatan untuk belajar.5
Selain itu, pada masa Dinasti Qin, pemerintah mendorong penggunaan tulisan yang
seragam, yang dikenal sebagai aksara kecil. Hal ini memungkinkan orang dari berbagai
wilayah untuk berkomunikasi dengan lebih mudah dan efektif. Pada masa ini, para
cendekiawan di Cina juga mulai menggunakan bambu dan kayu sebagai media untuk
menulis dan merekam informasi.6
Namun, pada saat yang sama, pemerintahan Dinasti Qin juga sangat otoriter dan
banyak pendidik dan cendekiawan yang dikritik atau dihukum karena pendapat mereka
yang berbeda. Setelah kekalahan Dinasti Qin oleh Dinasti Han pada tahun 206 SM, sistem
pendidikan di Cina terus berkembang dan memperlihatkan kemajuan yang signifikan pada
masa Dinasti Han.
2. Pada masa Dinasti Han (206 SM - 220 M)
Sistem pendidikan di Cina semakin berkembang dan terdiri dari tiga tingkat, yaitu
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Selama Dinasti Tang (618-907 M), sistem

4
Y. Chen, “A Brief History of Education in China.,” International Journal of Educational Management
27, no. 2 (2013): 123-132.
5
Ibid.
6
Ibid.

3
pendidikan di Cina semakin berkembang dengan adanya perguruan tinggi yang didirikan
untuk melatih para cendekiawan.7
Pada masa Dinasti Han (206 SM-220 M), sistem pendidikan di Cina mengalami
perkembangan yang signifikan. Sistem pendidikan formal pada masa Dinasti Han
mencakup dua jenis sekolah, yaitu sekolah negara dan sekolah swasta. Sekolah negara
didirikan untuk melatih pejabat-pejabat pemerintahan, sedangkan sekolah swasta didirikan
untuk melatih orang-orang biasa.8
Di sekolah negara, pelajaran utama adalah konfusianisme, termasuk klasik
Konfusianisme seperti Lunyu (Analects) dan Mengzi (Mencius). Selain itu, siswa juga
mempelajari matematika, sejarah, astronomi, dan musik. Setelah menyelesaikan
pendidikan formal, lulusan sekolah negara diharapkan menjadi pejabat pemerintahan dan
bertanggung jawab atas pengelolaan daerah dan pemerintahan.
Sementara itu, sekolah swasta didirikan oleh individu atau kelompok tertentu dan
menawarkan pendidikan yang lebih praktis. Sekolah swasta menekankan pada pelajaran
keterampilan seperti menulis, membaca, dan berbicara, serta kemampuan membaca dan
menulis pada bahasa Mandarin. Sekolah swasta juga memberikan pendidikan kepada anak
perempuan, meskipun hanya sedikit sekolah yang menerima siswa perempuan.
Pada masa Dinasti Han, juga diperkenalkan ujian kekaisaran, yang disebut sebagai
"uji keberanian", untuk memilih pejabat pemerintahan berdasarkan kemampuan dan
pengetahuan. Ujian ini berlangsung selama dua hari, dengan siswa yang lulus ujian
tersebut dianggap layak untuk menjadi pejabat pemerintahan.9
Dalam periode ini, banyak ahli teori pendidikan yang lahir seperti Dong Zhongshu,
seorang cendekiawan dan politisi yang terkenal karena kontribusinya pada pengembangan
konfusianisme, dan Zheng Xuan, seorang cendekiawan dan guru yang dihormati yang
mengajarkan klasik Konfusianisme dan membantu menjaga dan mengembangkan karya-
karya klasik.
3. Pada masa Dinasti Song (960-1279 M)
Pendidikan di Cina semakin berkembang dan lebih terbuka bagi semua orang. Selain
itu, sistem ujian kepegawaian juga diperkenalkan, yang memungkinkan orang untuk
bekerja di pemerintahan jika berhasil melewati ujian tersebut. Pada masa Dinasti Song,
sistem pendidikan di Cina mencapai puncaknya. Pemerintah Song sangat memperhatikan
7
H. Yu, “The Education of China in the Han Dynasty.,” World History Encyclopedia 1, no. 3 (2019):
182–83.
8
Chen, op. cit.
9
Yu, op. cit., 2019.

4
pendidikan dan banyak sekolah yang didirikan di seluruh negeri. Selain itu, pada masa
Dinasti Song, juga banyak orang tua yang memilih untuk mendidik anak-anak mereka
sendiri di rumah.10
Sistem pendidikan formal pada masa Dinasti Song terdiri dari dua jenis sekolah,
yaitu sekolah dasar dan sekolah menengah. Sekolah dasar didirikan untuk memberikan
pendidikan dasar kepada anak-anak dari keluarga kelas bawah, sedangkan sekolah
menengah didirikan untuk melatih pejabat pemerintahan dan cendekiawan.
Di sekolah menengah, siswa mempelajari klasik Konfusianisme dan juga
matematika, astronomi, musik, dan seni. Selain itu, pada masa Dinasti Song, juga banyak
sekolah yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknik pertanian,
pengolahan makanan, dan kerajinan.
Pada masa Dinasti Song, juga muncul sistem ujian kekaisaran yang dikenal sebagai
"uji kebijaksanaan". Ujian ini diadakan untuk memilih orang-orang yang layak menjadi
pejabat pemerintahan berdasarkan pengetahuan dan kemampuan mereka. Ujian ini sangat
sulit dan hanya sedikit orang yang berhasil lolos.
Dalam periode ini, juga banyak ahli teori pendidikan yang lahir, termasuk Zhu Xi,
seorang cendekiawan Konfusianisme yang terkenal karena karyanya "Sishu", yang terdiri
dari lima belas buku tentang ajaran Konfusianisme, dan Lu Jiuyuan, seorang filsuf
Konfusianisme yang terkenal karena karyanya "Treatise on the Principle of Harmony and
Unity".
4. Pada masa Dinasti Ming (1368-1644 M)
Sistem pendidikan di Cina mengalami beberapa perubahan signifikan. Pemerintah
Ming mengembangkan sistem pendidikan formal dengan mendirikan sekolah-sekolah di
seluruh negeri.11
Sekolah-sekolah dasar diberikan tanggung jawab kepada lembaga pemerintah
setempat, sedangkan sekolah menengah didirikan oleh pemerintah pusat. Selain itu, juga
terdapat sekolah-sekolah swasta yang dikelola oleh para cendekiawan dan pejabat
pemerintahan.
Pendidikan pada masa Dinasti Ming masih didasarkan pada ajaran Konfusianisme,
di mana para siswa belajar klasik Konfusianisme seperti "Lima Klasik" dan "Empat

10
Y Huang, “Education in China: A Brief History. Education Sciences” 7, no. 8 (2017): 85.
11
W Zhang, A Brief History of Chinese Education (Beijing: Foreign Language Press., 2004), hlm. 78.

5
Buku". Selain itu, mereka juga mempelajari keterampilan seperti menulis dan membaca,
matematika, seni, dan musik.12
Selama masa Dinasti Ming, juga terjadi pengembangan teknologi dan sains. Karya-
karya ilmiah dan teknologi seperti "Huolongjing" (Buku Meriam dan Senjata Api) dan
"Nongzheng Quanshu" (Lengkap buku Pertanian) ditulis dan dipublikasikan pada masa
ini. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini turut dipelajari di sekolah-sekolah
dan menjadi bagian dari kurikulum.13
Di masa Dinasti Ming juga muncul sistem ujian kekaisaran yang terkenal, yaitu "uji
keahlian". Ujian ini diadakan untuk memilih orang-orang yang layak menjadi pejabat
pemerintahan berdasarkan pengetahuan dan kemampuan mereka. Sistem ujian keahlian ini
menjadi semakin penting selama Dinasti Ming, di mana kekuasaan berada di tangan para
cendekiawan dan pejabat pemerintahan.14
5. Pada abad ke-20
Sistem pendidikan di Cina mengalami berbagai perubahan besar karena dampak dari
perubahan politik dan sosial. Berikut adalah sejarah singkat pendidikan Cina pada abad
ke-20:15
1. Masa Dinasti Qing dan Kekaisaran Pada awal abad ke-20,
Cina masih merupakan negara kekaisaran di bawah pemerintahan Dinasti Qing.
Pendidikan pada masa itu hanya terbuka untuk kaum elit dan hanya sedikit yang bisa
mengaksesnya.
2. Revolusi Xinhai Pada tahun 1911.
Revolusi Xinhai terjadi dan mengakhiri Dinasti Qing. Setelah itu, pendidikan di
Cina mulai diubah dan diperluas agar lebih mencakup seluruh rakyat. Pada tahun 1912,
sistem sekolah modern diperkenalkan oleh pemerintah Republik Cina yang baru.
3. Pendudukan Jepang Pada tahun 1937.
Jepang menduduki sebagian besar Cina selama Perang Tiongkok-Jepang Kedua.
Selama pendudukan, banyak sekolah di Cina yang dihancurkan dan para pelajar
dipaksa untuk belajar sesuai dengan kurikulum Jepang.
4. Revolusi Budaya Pada tahun 1966.

12
Zhang, op. cit.
13
H Li, “A Study of Education in the Ming Dynasty Based on Historical Records,” Journal of Education
and Practice, 10, no. 14 (2019): 14–21.
14
Ibid.
15
R Hayhoe, China Through the Lens of Comparative Education:The Selected Works of Ruth Hayhoe
(Routledge, 2016).

6
Revolusi Kebudayaan dimulai dan berlangsung selama sepuluh tahun. Selama
masa ini, banyak sekolah dan universitas ditutup dan para intelektual dan cendekiawan
dikecam dan disingkirkan. Pendidikan di Cina menjadi sangat terbatas dan terfokus
pada ideologi politik.
5. Reformasi Ekonomi Pada tahun 1978, pemerintah Cina mulai menerapkan reformasi
ekonomi yang membawa perubahan besar dalam pendidikan. Sekolah-sekolah dan
universitas mulai dibuka kembali, dan sistem pendidikan mulai berfokus pada
peningkatan kualitas dan kesetaraan.
6. Abad ke-21 Pada abad ke-21, pendidikan di Cina mengalami pertumbuhan pesat
dengan banyak sekolah dan universitas yang dibuka di seluruh negeri. Pada tahun 2014,
pemerintah Cina meluncurkan program "Sekolah di Muka Bumi" untuk memperluas
akses pendidikan di daerah pedesaan dan terpencil.
Dari sejarah pendidikan di Cina, dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Cina telah
mengalami perubahan besar sepanjang sejarahnya. Pada masa awal, pendidikan hanya
terbuka untuk kaum elit dan hanya terfokus pada bidang klasik seperti konfusianisme.
Namun, seiring berjalannya waktu, sistem pendidikan di Cina semakin diperluas untuk
mencakup seluruh rakyat dan mulai memperkenalkan pendidikan modern yang lebih
beragam.
Selama abad ke-20, pendidikan di Cina mengalami perubahan yang signifikan
seperti pada saat Revolusi Xinhai dan Reformasi Ekonomi. Namun, masa-masa sulit
seperti pendudukan Jepang dan Revolusi Kebudayaan juga membawa dampak yang
signifikan pada sistem pendidikan.
Saat ini, Cina menjadi salah satu negara dengan sistem pendidikan terbesar dan
berkembang pesat di dunia. Program "Sekolah di Muka Bumi" adalah salah satu contoh
upaya pemerintah untuk memperluas akses pendidikan ke daerah-daerah yang terpencil.
Kesimpulannya, pendidikan di Cina terus berkembang dan beradaptasi dengan tantangan
dan kebutuhan zaman.
B. Konsep Pendidikan Cina
Konsep pendidikan di Cina memiliki akar yang dalam dalam kebudayaan, tradisi,
dan filsafat konfusianisme. Konsep tersebut menekankan pada pentingnya pendidikan
sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan individu dan kebahagiaan masyarakat secara
keseluruhan.

7
Salah satu konsep penting dalam pendidikan di Cina adalah "zhong yong", atau
"jalan tengah". Konsep ini menekankan pentingnya keseimbangan dalam semua aspek
kehidupan, termasuk dalam pendidikan. Pendidikan yang baik harus memperhatikan
keseimbangan antara akademik dan moral, antara teori dan praktik, serta antara individu
dan masyarakat.16
Konsep pendidikan di Cina yang dikenal sebagai Zhong Yong, atau "kebajikan yang
merata" dalam bahasa Inggris, merupakan salah satu konsep penting dalam tradisi
konfusianisme. Konsep ini muncul dalam ajaran Konfusius dan dikembangkan lebih lanjut
oleh muridnya, Zhong Yong dipandang sebagai sebuah prinsip etika yang sangat penting
dalam kehidupan manusia.17
Konsep Zhong Yong menekankan pada pentingnya keseimbangan dalam segala
aspek kehidupan, baik dalam tindakan maupun pemikiran. Pada aspek pendidikan, konsep
Zhong Yong menekankan pada pentingnya mengembangkan moralitas yang merata dan
mencari keseimbangan antara akademik dan moral dalam proses pendidikan.18
Konsep Zhong Yong menunjukkan bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk
mengembangkan karakter dan moralitas siswa, dan bukan hanya untuk mengajarkan
pengetahuan dan keterampilan teknis saja. Oleh karena itu, dalam sistem pendidikan di
Cina, nilai-nilai moral seperti kesopanan, integritas, dan tanggung jawab sosial ditekankan
secara terus-menerus dalam kurikulum dan praktek pendidikan.
Di samping itu, konsep Zhong Yong juga menekankan pada pentingnya
pengembangan kemampuan individu dan keterlibatan orangtua dalam proses pendidikan
anak-anak mereka. Orangtua dipandang sebagai mitra dalam pendidikan anak-anak
mereka dan diharapkan ikut terlibat dalam memastikan keberhasilan anak di masa depan.19
Dalam praktiknya, konsep Zhong Yong digunakan untuk membentuk karakter dan
moralitas siswa melalui pembelajaran melalui teladan, atau pembelajaran melalui contoh
dari guru atau orang tua. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat mengembangkan
kesadaran moral yang kuat dan tanggung jawab sosial yang tinggi.20
Selain itu, konsep "xue dao" atau "jalan belajar" juga menjadi bagian integral dari
konsep pendidikan di Cina. Konsep ini menekankan pentingnya proses belajar sepanjang

16
W. T Chan, A Source Book in Chinese Philosophy (Princeton: NJ: Princeton University Press., 2017).
17
D Nivison, The Ways of Confucianism: Investigations in Chinese Philosophy (Chicago: IL: Open
Court., 2001).
18
Chan, op. cit.
19
Y Yu, “Confucianism and Education: A Historical Perspective. In Handbook of East Asian
Psycholinguistics,” UK: Cambridge University Press. 1 (2007): 285–95.
20
Nivison, op. cit.

8
hidup dan kesadaran bahwa belajar tidak hanya terbatas pada lingkungan formal seperti
sekolah dan universitas, tetapi juga melibatkan pengalaman dan pembelajaran di luar
lingkungan formal.
Konsep Xue Dao dalam pendidikan Cina mengacu pada pendekatan pendidikan
yang holistik yang menekankan pada pengembangan seluruh aspek individu, termasuk
moral, intelektual, dan fisik. Konsep ini juga dikenal sebagai "jalan belajar" atau "cara
belajar".21
Xue Dao menekankan pada pendekatan pendidikan yang menyeluruh dan
berkelanjutan yang mengembangkan individu secara menyeluruh. Xue Dao menekankan
pada pentingnya membentuk karakter dan moralitas, serta mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan teknis. Dalam pendekatan Xue Dao, pendidikan bukan hanya tentang
mengejar prestasi akademis, tetapi juga tentang pengembangan karakter yang kuat,
tanggung jawab sosial, dan keterampilan hidup yang berguna.22
Pendekatan Xue Dao juga menekankan pada pentingnya pembelajaran sepanjang
hayat, yang berarti bahwa individu harus terus menerus belajar dan mengembangkan diri
sepanjang hidup mereka. Ini termasuk mempertahankan minat dan kegemaran pribadi,
serta mengikuti pendidikan formal dan informal.23
Dalam praktiknya, pendekatan Xue Dao digunakan dalam sistem pendidikan Cina
melalui penerapan kurikulum yang holistik dan terintegrasi, yang meliputi pembelajaran
akademis, olahraga, seni, musik, dan pendidikan moral. Dalam pendekatan ini, guru
diharapkan menjadi teladan yang baik dalam menunjukkan nilai-nilai moral dan etika,
serta membantu siswa dalam pengembangan karakter dan kecakapan hidup.
Pendidikan di Cina juga menekankan pada nilai-nilai seperti kerja keras, ketekunan,
dan kejujuran. Ini tercermin dalam pepatah konfusianisme yang terkenal, "gemblengan
keras mengalahkan bakat alami". Artinya, usaha keras dan ketekunan akan lebih berharga
daripada bakat atau kecerdasan alami.
Dalam era modern, sistem pendidikan di Cina juga telah memperluas cakupan
pendidikan ke bidang-bidang seperti teknologi, sains, dan bisnis, sambil tetap
mempertahankan akar tradisionalnya.

21
Chen, op. cit.
22
C. Li, “Holistic Education in Chinese Culture. Procedia-Social and Behavioral Sciences” 93 (2013):
837–41.
23
J. Wang, Q., & Xu, “Xue Dao and Its Implications for Pedagogy,” Journal of Educational and
Psychological Consultation 24, no. 4 (2014): 294–310.

9
Secara keseluruhan, pendidikan di Cina telah menjadi bagian integral dari budaya
dan sejarahnya. Konsep-konsep seperti konfusianisme, Zhong Yong, dan Xue Dao telah
mempengaruhi pendekatan pendidikan di Cina selama berabad-abad. Pendekatan
pendidikan di Cina didasarkan pada nilai-nilai moral dan karakter, dengan penekanan pada
pengembangan seluruh aspek individu, bukan hanya prestasi akademik semata.
Sistem pendidikan Cina terkenal karena fokusnya pada pembelajaran seumur hidup
dan pengembangan karakter yang kuat. Guru diharapkan menjadi teladan yang baik dalam
menunjukkan nilai-nilai moral dan etika, serta membantu siswa dalam pengembangan
karakter dan kecakapan hidup. Selain itu, sistem pendidikan Cina juga menekankan pada
integrasi antara pembelajaran akademik dan pembelajaran praktis, seperti olahraga, seni,
musik, dan pendidikan moral.
Meskipun ada kritik terhadap sistem pendidikan Cina, seperti tekanan yang
berlebihan pada hasil tes dan kurangnya kreativitas, namun nilai-nilai dan prinsip-prinsip
yang mendasari pendekatan pendidikan Cina tetap relevan dan dapat diaplikasikan di
seluruh dunia.
C. Problematika dan Kebijakan Pendidikan di Cina
Masalah pada pendidikan di China meliputi beberapa isu, seperti kesenjangan
pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, tekanan akademik yang tinggi,
biaya pendidikan yang tinggi, ketidakmerataan pendidikan, kurangnya inovasi dan
kreativitas, tantangan globalisasi, dan masalah kualitas guru.24
1. Kesenjangan Pendidikan.
Kesenjangan pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan masih sangat
besar. Wilayah perkotaan memiliki lebih banyak sumber daya pendidikan dan
teknologi, sedangkan wilayah pedesaan seringkali terbatas pada sumber daya yang
terbatas, seperti fasilitas dan guru yang berkualitas. Hal ini menyebabkan tingkat melek
huruf yang rendah dan kesenjangan pendidikan yang signifikan antara kedua wilayah
tersebut.25
2. Tekanan Akademik yang Tinggi.
Tekanan akademik yang tinggi ditemukan di seluruh jenjang pendidikan,
termasuk di tingkat sekolah dasar dan menengah. Siswa diwajibkan untuk menghadapi

24
M Feng, Y., & Bray, “Educational inequality in China: The impact of COVID-19,” International
Journal of Educational Development 82 (2020): 102–226.
25
Lilik Sulistyo dan Nur Karomah Dwidayati, “Literasi Matematika Indonesia Perlu Bercermin Literasi
Matematika Cina : Tinjauan Literatur,” Prisma, Prosiding Seminar Nasional Matematika 4 (2021): 1–7.

10
ujian masuk universitas yang sangat sulit dan kompetitif. Hal ini menghasilkan tingkat
stres yang tinggi dan kesejahteraan mental yang buruk di kalangan siswa.
Siswa di Cina dihadapkan pada tekanan akademik yang sangat tinggi untuk
meraih nilai yang tinggi dalam ujian. Hal ini menyebabkan siswa cenderung fokus pada
belajar untuk ujian dan menghafal buku-buku pelajaran, daripada mengembangkan
kemampuan kreatif dan keterampilan sosial. Tekanan akademik yang tinggi ini juga
menyebabkan banyak siswa mengalami masalah kesehatan mental, seperti depresi dan
kecemasan.
3. Biaya Pendidikan yang Tinggi
Biaya pendidikan di China terus meningkat, bahkan untuk siswa di sekolah dasar
dan menengah. Biaya tersebut seringkali menjadi beban bagi keluarga yang kurang
mampu dan dapat menghambat akses mereka terhadap pendidikan yang berkualitas.
4. Ketidakmerataan Pendidikan
Meskipun pemerintah Cina telah menginvestasikan banyak sumber daya untuk
membangun infrastruktur pendidikan, masih ada ketidakmerataan pendidikan antara
wilayah perkotaan dan pedesaan. Sekolah-sekolah di wilayah perkotaan biasanya
memiliki fasilitas yang lebih baik dan guru yang lebih berkualitas dibandingkan dengan
sekolah di wilayah pedesaan. Hal ini menyebabkan siswa di wilayah pedesaan sulit
mengakses pendidikan yang berkualitas.26
5. Kurangnya Inovasi dan Kreativitas
Kurangnya kebebasan akademik dan kreativitas telah membatasi inovasi dan
kreativitas siswa dan guru. Siswa diharapkan untuk mengikuti aturan dan kurikulum
yang ketat, sementara guru diharuskan mengajarkan kurikulum yang ditetapkan oleh
pemerintah dan tidak memiliki kebebasan untuk mengembangkan metode pengajaran
yang lebih kreatif.27
Sistem pendidikan di Cina lebih menekankan pada pencapaian nilai akademik
yang tinggi daripada pengembangan kreativitas dan inovasi. Hal ini membuat siswa
lebih fokus pada menghafal buku-buku pelajaran daripada mengembangkan
kemampuan kreatif mereka.
6. Tantangan Globalisasi

26
Sahabuddin Sunusi, “Tinjauan Sistem Pendidikan Sekolah Kerja, Pendidikan Di Jerman, Dan
Pendidikan Di Cina,” Jurnal VENUS 08 (2020): 20–39, https://doi.org/10.48192/vns.v8i1.272.
27
Zelhendri Zen, “Inovasi Pendidikan Berbasis Teknologi Informasi : Menuju Pendidikan Masa Depan,”
e-Tech : Jurnal Ilmiah Teknologi Pendidikan 6, no. 2 (2018): 1–12.

11
Dalam era globalisasi, Cina harus bersaing dengan negara-negara lain di dunia.
Hal ini membutuhkan kemampuan siswa untuk memiliki keterampilan dan pengetahuan
yang dapat bersaing secara global. Namun, sistem pendidikan di Cina masih kurang
dalam hal pengembangan keterampilan bahasa asing, keterampilan sosial, dan
kemampuan adaptasi pada lingkungan global.
7. Masalah Kualitas Guru
Meskipun pemerintah Cina telah meningkatkan investasi dalam pendidikan,
masih ada masalah dalam kualitas guru. Banyak guru di Cina masih memiliki
pendidikan dan keterampilan yang kurang memadai, sehingga sulit untuk memberikan
pembelajaran yang efektif kepada siswa.
Untuk mengatasi problematika pendidikan di Cina, pemerintah telah melakukan
reformasi pendidikan yang meliputi beberapa hal, seperti:28
1. Peningkatan Investasi dalam Pendidikan
Pemerintah Cina telah meningkatkan investasi dalam pendidikan dengan
membangun lebih banyak sekolah, mengembangkan teknologi dalam pendidikan, dan
meningkatkan kualitas guru.
2. Pengembangan Keterampilan Sosial dan Kreativitas
Pemerintah Cina telah mengembangkan kurikulum yang lebih luas, termasuk
pengembangan keterampilan sosial dan kreativitas siswa. Hal ini diharapkan dapat
membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan yang diperlukan dalam era
globalisasi.
3. Peningkatan Fokus pada Kualitas Pendidikan
Pemerintah Cina telah meningkatkan fokus pada kualitas pendidikan daripada
hanya mengejar hasil akademik yang tinggi. Hal ini dilakukan dengan memperkenalkan
metode pembelajaran yang lebih inovatif dan memberikan kesempatan bagi siswa
untuk mengembangkan keterampilan praktis dan kreatif.
4. Meningkatkan Akses ke Pendidikan
Pemerintah Cina juga telah berupaya untuk meningkatkan akses ke pendidikan
bagi siswa di wilayah pedesaan dan kurang mampu. Hal ini dilakukan dengan
membangun lebih banyak sekolah di wilayah pedesaan, memberikan bantuan finansial
kepada siswa kurang mampu, dan memperkenalkan program pendidikan inklusif.
5. Reformasi Ujian

28
K. J. Poston Jr, D. L., & Glover, “Too many males: marriage market implications of gender imbalances
in China.,” Asian population studies 1, no. 1 (2005): 47–60.

12
Pemerintah Cina juga telah melakukan reformasi pada sistem ujian yang sangat
kompetitif. Pemerintah telah mengurangi jumlah ujian dan memberikan lebih banyak
kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan praktis dan kreatif.
Meskipun pemerintah telah melakukan reformasi pendidikan untuk mengatasi
problematika pendidikan di Cina, masih banyak tantangan yang harus dihadapi.
Namun, upaya ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan di
Cina dan membantu siswa untuk lebih siap menghadapi tantangan globalisasi di masa
depan.
Kemudian kebijakan pendidikan di Cina telah mengalami berbagai perubahan sejak
berdirinya Republik Rakyat Cina pada. Berikut adalah penjelasan tentang kebijakan
pendidikan di Cina:29
1. Reformasi dan Pembukaan
Kebijakan ini diberlakukan pada tahun 1978 dan bertujuan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan, mengurangi kesenjangan pendidikan antara wilayah perkotaan dan
pedesaan, serta menciptakan tenaga kerja yang lebih terampil dan berkualitas tinggi
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi negara.
2. Pendidikan wajib sembilan tahun.
Kebijakan ini mengharuskan semua anak di Cina untuk menyelesaikan setidaknya
sembilan tahun pendidikan formal. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan melek huruf
dan mengurangi kesenjangan pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan.
3. Pendidikan Dasar dan Menengah
Kebijakan pendidikan di Cina menekankan pada pendidikan dasar dan menengah
yang merata dan berkualitas untuk semua warga negara. Pendidikan dasar dan
menengah di Cina wajib untuk seluruh warga negara sampai dengan usia 15 tahun dan
diberikan secara gratis oleh pemerintah. Sekolah-sekolah di Cina berorientasi pada
akademik dan menekankan pada penguasaan bahasa Mandarin, matematika, sains, dan
sejarah.
4. Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi di Cina terdiri dari universitas, politeknik, dan perguruan
tinggi. Pemerintah Cina telah mengalokasikan sumber daya yang besar untuk
memperluas kapasitas perguruan tinggi di negara ini dan meningkatkan kualitas

29
Zuyyun Wahyuningtyas dan Dyah Kumalasari, “Hollandsch-Chineesche School (Hcs) Dan
Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Etnis Cina Di Yogyakarta (1912-1942),” no. 1 (2018).

13
pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi di Cina juga menekankan pada pendidikan
akademik dan ilmu pengetahuan.
5. Kurikulum standar nasional
Pemerintah Cina telah menetapkan kurikulum standar nasional untuk menjamin
kualitas dan kesetaraan pendidikan di seluruh negara. Kurikulum ini mengatur
pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Kurikulum pendidikan di Cina sangat
terstruktur dan berorientasi pada akademik. Kurikulum sekolah menekankan pada mata
pelajaran inti seperti bahasa Mandarin, matematika, sains, dan sejarah. Siswa di Cina
juga diharapkan untuk mengambil mata pelajaran seni dan olahraga untuk membantu
mengembangkan kreativitas dan keterampilan mereka.
6. Evaluasi
Sistem evaluasi di Cina sangat penting dalam menentukan jenjang pendidikan
siswa. Evaluasi dilakukan secara ketat dan seringkali sangat kompetitif, termasuk ujian
nasional yang sangat sulit dan menentukan masa depan siswa.
7. Inovasi
Kebijakan pendidikan di Cina juga menekankan pada inovasi dalam pendidikan.
Pemerintah Cina telah mengalokasikan sumber daya yang besar untuk mendukung riset
dan pengembangan inovatif dalam bidang pendidikan seperti pembangunan universitas.
Pemerintah Cina telah memprioritaskan pembangunan universitas dan meningkatkan
kualitas pendidikan tinggi di Cina. Universitas-universitas di Cina saat ini menawarkan
program sarjana dan pascasarjana dalam berbagai disiplin ilmu.
8. Pendidikan Luar Negeri
Pemerintah Cina juga memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan luar
negeri dan telah mengirim banyak siswa ke luar negeri untuk belajar di universitas
terkemuka di dunia.
Namun, beberapa kebijakan pendidikan di Cina juga menjadi kontroversial, seperti
kebijakan "One-Child Policy" yang membatasi jumlah anak per keluarga dan
mempengaruhi akses pendidikan anak-anak. Selain itu, kurangnya kebebasan akademik
dan kreativitas dalam sistem pendidikan juga menjadi masalah dalam kebijakan
pendidikan Cina.
Kebijakan One-Child Policy atau kebijakan satu anak di Cina diberlakukan pada
tahun 1979 dengan tujuan untuk mengendalikan pertumbuhan populasi di Cina yang pada
saat itu sangat tinggi. Kebijakan ini membatasi pasangan suami istri hanya memiliki satu
anak, dan jika memiliki lebih dari satu anak maka akan dikenakan denda atau sanksi

14
lainnya. Kebijakan ini juga menyertakan program pengendalian kelahiran seperti operasi
tubektomi dan vasectomy, serta penyebaran kampanye sosialisasi untuk mendorong
kesadaran masyarakat dalam melaksanakan kebijakan ini.
Kebijakan One-Child Policy berhasil menurunkan tingkat pertumbuhan populasi di
Cina secara signifikan. Namun, kebijakan ini juga menimbulkan kontroversi dan kritik
dari masyarakat internasional dan dalam negeri. Beberapa masalah yang terkait dengan
kebijakan ini antara lain:30
1. Pelanggaran hak asasi manusia: Kebijakan ini membatasi kebebasan pasangan untuk
memutuskan berapa banyak anak yang mereka ingin miliki dan mengakibatkan
kekerasan terhadap wanita yang melanggar kebijakan ini, seperti aborsi paksa dan
sterilisasi.
2. Penurunan angka kelahiran: Kebijakan ini berdampak pada penurunan angka kelahiran
di Cina sehingga memunculkan masalah demografi seperti peningkatan jumlah
penduduk lanjut usia dan kurangnya tenaga kerja muda.
3. Ketimpangan gender: Kebijakan ini memunculkan diskriminasi gender karena
kebanyakan pasangan lebih memilih memiliki anak laki-laki untuk melanjutkan garis
keturunan sehingga memunculkan kesenjangan jumlah penduduk laki-laki dan
perempuan.
Pada tahun 2015, pemerintah Cina menghapuskan kebijakan One-Child Policy dan
menggantinya dengan kebijakan dua anak. Meskipun demikian, dampak dari kebijakan
One-Child Policy masih terasa hingga saat ini dan memerlukan waktu untuk
mengatasinya.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Cina
menghadapi beberapa masalah seperti kurangnya inovasi dan kreativitas, ketidakmerataan
pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta tekanan yang tinggi pada siswa
dalam meraih prestasi akademik. Namun, pemerintah Cina juga telah mengambil berbagai
kebijakan untuk mengatasi masalah ini, seperti reformasi pendidikan, peningkatan
investasi dalam pendidikan, serta pengembangan teknologi dan inovasi.
Di sisi lain, kebijakan One-Child Policy yang pernah diterapkan oleh pemerintah
Cina menimbulkan berbagai masalah, seperti pelanggaran hak asasi manusia, penurunan
angka kelahiran, dan ketimpangan gender. Meskipun kebijakan ini telah dihapuskan dan

30
J. Bongaarts, J., & Casterline, “Fertility transition: Is sub-Saharan Africa different?. Population and
development review,” 38 (2013): 153–68.

15
digantikan dengan kebijakan dua anak, dampak dari kebijakan One-Child Policy masih
terasa hingga saat ini dan memerlukan waktu untuk mengatasinya.
Secara keseluruhan, pendidikan dan kebijakan di Cina merupakan hal yang
kompleks dan terus mengalami perkembangan. Perlu adanya upaya terus menerus dalam
meningkatkan kualitas pendidikan, serta penyelesaian dampak dari kebijakan-kebijakan
yang pernah diterapkan untuk mencapai perkembangan yang berkelanjutan di masa depan.
D. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian dan pengamatan terhadap problematika dan kebijakan


pendidikan di China, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil:
1. Pendidikan di China memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan
ekonomi, sosial, dan politik negara. Oleh karena itu, pemerintah China sangat serius
dalam memperbaiki dan meningkatkan sistem pendidikan.
2. Ada beberapa masalah dalam sistem pendidikan China, seperti ketidakseimbangan
antara pendidikan perkotaan dan pedesaan, kurangnya kreativitas dan inovasi dalam
pembelajaran, dan tingginya tingkat stres akademik pada siswa.
3. Pemerintah China telah memperkenalkan beberapa kebijakan pendidikan untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut, seperti meningkatkan kualitas guru,
mengembangkan kurikulum yang lebih inklusif, dan memberikan lebih banyak
kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi.
4. Meskipun kebijakan-kebijakan ini telah memberikan beberapa hasil yang positif,
masih banyak tantangan yang harus dihadapi oleh sistem pendidikan China, seperti
kesenjangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, kesulitan dalam menerapkan
kebijakan secara konsisten di seluruh negara, dan kurangnya partisipasi masyarakat
dalam pengambilan keputusan pendidikan.
Dalam kesimpulannya, sistem pendidikan China terus berkembang dan menghadapi
tantangan-tantangan yang signifikan, tetapi pemerintah terus berupaya untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut melalui kebijakan-kebijakan pendidikan yang progresif dan
inovatif.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chaerun. Sistem Pendidikan di Cina. Beijing: Atase Pendidikan KBRI di Beijing
Kedutaan Besar Republik Indonesia Beijing, 2014.

Bongaarts, J., & Casterline, J. “Fertility transition: Is sub-Saharan Africa different?.


Population and development review,” 38 (2013): 153–68.

Chan, W. T. A Source Book in Chinese Philosophy. Princeton: NJ: Princeton University


Press., 2017.

Chen, Y. “A Brief History of Education in China.” International Journal of Educational


Management 27, no. 2 (2013): 123-132.

Feng, Y., & Bray, M. “Educational inequality in China: The impact of COVID-19.”
International Journal of Educational Development 82 (2020): 102–226.

Hayhoe, R. China Through the Lens of Comparative Education:The Selected Works of Ruth
Hayhoe. Routledge, 2016.

Huang, Y. “Education in China: A Brief History. Education Sciences” 7, no. 8 (2017): 85.

ICAN. “Sistem Penddikan Di China. Online.” (2020).


https://www.ican-education.com/berita_event/news/sistem-pendidikan-di-china. CV
Pustaka Setia., n.d.

Li, C. “Holistic Education in Chinese Culture. Procedia-Social and Behavioral Sciences” 93


(2013): 837–41.

Li, H. “A Study of Education in the Ming Dynasty Based on Historical Records.” Journal of
Education and Practice, 10, no. 14 (2019): 14–21.

Nivison, D. The Ways of Confucianism: Investigations in Chinese Philosophy. Chicago: IL:


Open Court., 2001.

17
Poston Jr, D. L., & Glover, K. J. “Too many males: marriage market implications of gender
imbalances in China.” Asian population studies 1, no. 1 (2005): 47–60.

Sulistyo, Lilik, dan Nur Karomah Dwidayati. “Literasi Matematika Indonesia Perlu
Bercermin Literasi Matematika Cina : Tinjauan Literatur.” Prisma, Prosiding Seminar
Nasional Matematika 4 (2021): 1–7.

Sunusi, Sahabuddin. “Tinjauan Sistem Pendidikan Sekolah Kerja, Pendidikan Di Jerman,


Dan Pendidikan Di Cina.” Jurnal VENUS 08 (2020): 20–39.
https://doi.org/10.48192/vns.v8i1.272.

Wahyuningtyas, Zuyyun, dan Dyah Kumalasari. “Hollandsch-Chineesche School (Hcs) Dan


Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Etnis Cina Di Yogyakarta,” no. 1 (2018).

Wang, Q., & Xu, J. “Xue Dao and Its Implications for Pedagogy.” Journal of Educational
and Psychological Consultation 24, no. 4 (2014): 294–310.

Yu, H. “The Education of China in the Han Dynasty.” World History Encyclopedia 1, no. 3
(2019): 182–83.

Yu, Y. “Confucianism and Education: A Historical Perspective. In Handbook of East Asian


Psycholinguistics,.” UK: Cambridge University Press. 1 (2007): 285–95.

Yudi, dan MN. Feisyal Abdul Aziz. “Manajemen Pendidikan Di Negara Cina.” Equilibrium:
Jurnal Penelitian Pendidikan dan Ekonomi 17, no. 02 (2020): 51–60.
doi:10.25134/equi.v17i02.2924.

Zen, Zelhendri. “Inovasi Pendidikan Berbasis Teknologi Informasi : Menuju Pendidikan


Masa Depan.” e-Tech : Jurnal Ilmiah Teknologi Pendidikan 6, no. 2 (2018): 1–12.

Zhang, W. A Brief History of Chinese Education. Beijing: Foreign Language Press., 2004.

18

Anda mungkin juga menyukai