Oleh :
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Perkembangan Teknologi
Pendidikan di Negara Lain“ ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun agar pembaca
dapat mengetahui tentang bagaimana Perkembangan Teknologi Pendidikan.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak hambatan akan tetapi
dengan bantuan dari berbagai pihak, tantangan itu bisa teratasi. Dalam kesempatan ini, saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Ni Nyoman Parwati,M.Pd dan Bapak Dr. I
Komang Sudarma, M.Pd selaku dosen mata kuliah Teknologi Pembelajaran yang telah
membimbing saya dalam pembuatan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu saya sangat
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita dan dapat
memberi kontribusi yang nyata untuk membawa kehidupan kita bersama ke arah yang lebih
baik. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PEMBUKAAN
1
1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui perkembangan Teknologi Pendidikan di negara Singapura,
Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Myanmar, dan Filipina.
2. Untuk mengetahui pembelajaran berharga yang bisa dipetik dari pengalaman
negara tetangga dalam menerapkan Teknologi Pendidikan.
1.4 MANFAAT
Adapun manfaat yang diperolah dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Dapat mengetahui perkembangan Teknologi Pendidikan di negara Singapura,
Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Myanmar, dan Filipina.
2. Dapat mengetahui pembelajaran berharga yang bisa dipetik dari pengalaman
negara tetangga dalam menerapkan Teknologi Pendidikan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
Faktor biaya juga sangat mempengaruhi kualitas pendidikan. Karena jika
biaya sekolah murah, setiap orang di negara tersebut dapat mengenyam
pendidikan dengan mudah. Di singapura, biaya pendidikan disesuaikan dengan
kemampuan rakyat, ditambah lagi dengan beasiswa bagi rakyat yang kurang
beruntung.
➢ Faktor pendidik
Proses penyaringan untuk menjadi guru sangat ketat dan calon guru yang
diterima disesuaikan dengan jumlah guru yang diperlukan, sehingga semua calon
guru tersebut pasti akan mendapatkan pekerjaan. Setelah teraudisi, para calon
guru diberi pelatihan sebelum bekerja sehingga guru-guru sudah mendapatkan
pembekalan sebelumnya. Selain itu, gaji yang diberikan untuk guru-guru di
singapura juga banyak. Hal itu menyebabkan kehidupan guru-guru terjamin
kesejahteraannya.
➢ Faktor Anggaran Pendidikan
Singapura mengeluarkan sekitar 25 persen dari anggaran pemerintahannya
untuk mengelola sektor pendidikan di negara pulau yang luasnya hanya 692
kilometer persegi dan memiliki penduduk sebanyak 4,5 juta orang itu. Sektor
pendidikan mencapai 25 persen dari total pengeluaran pemerintah. Dari jumlah
tersebut, sebanyak 40 persen adalah untuk tingkat pendidikan tersier (setingkat
perguruan tinggi). Selain itu, pemerintah Singapura juga menyediakan 75 persen
dana subsidi operasional dan mendorong lebih banyak donasi atau bantuan dari
sektor swasta untuk membantu institusi pendidikan. Sedangkan, agar pendidkan
dapat mendorong inovasi yang berkelanjutan, Singapura menekankan pendekatan
antara pemerintah dan kalangan pembisnis.
➢ Analisis Kurikulum
Kurikulum pendidikan Singapura ternyata tidak berbeda jauh dari kurikulum
pendidikan di Indonesia. Mereka juga menyelenggarakan ujian nasional atau yang
sering disebut UN bagi semua siswa setiap akan melanjutkan pendidikan ke
jenjang berikutnya. Bedanya,UN di Singapura tidak menentukan kelulusan
seseorang karena, menurut pemerintah Singapura, setiap orang punya kesempatan
sama untuk melanjutkan pendidikan. Tetapi di Indonesia UN sangat
mempengaruhi kelulusan siswa yaitu UN menjadi tolak ukur kelulusan siswa.
5
MASALAH PENDIDIKAN DI SINGAPURA
➢ Kurang adanya hubungan yang harmonis antara guru dan murid.
Tentang masalah sistem pendidikan di Negara maju, memang sistemnya saat ini
sudah berjalan dengan baik itu digambarkan dengan desentralisasi pendidikan
yang itu masih belum mampu dilakukan oleh kebanyakan Negara–Negara
berkembang, masalah utama dengan sekolah-sekolah di Negara maju adalah
hubungan antara guru dan siswa. Ada konflik kepribadian dan nilai. Beberapa
siswa, khususnya di kelas bawah, bolos sekolah atau menyebabkan masalah di
kelas karena mereka tidak peduli, atau tidak dapat mengendalikan diri mereka
sendiri
7
Setelah mengikuti pendidikan dasar 7 tahun, murid yang lulus ujian akhir
dapat melanjutkan pendidikannya ke SLTP selama 3 tahun. Bagi siswa yang lulus
ujian akhir SLTP akan memiliki pilihan yaitu:
➢ Dapat meneruskan pelajaran ke tingkat SLTA. Di tahun ke-2, siswa akan
menjalani ujian penentuan tingkat yang dikenal BCGCE (Brunei Cambridge
General Certificate of Education) yang terdiri dari 2 tingkat yaitu tingkat AO@
dan AN@. Bagi siswa yang berprestasi baik akan mendapat ijazah tingkat AO@
artinya siswa dapat meneruskan pelajaran langsung ke pra-universitas selama 2
tahun untuk mendapatkan ijazah Brunei Cambridge Advanced Level Certificate
tingkat AA@. Sementara itu, siswa tingkat AN@ harus melanjutkan studinya
selama setahun lagi dan kemudian baru dapat mengikuti ujian bagi mendapatkan
ijazah tingkat AO@.
➢ Bagi siswa tamatan SLTP yang tidak ingin melanjutkan pelajarannya ke
universitas dapat memilih sekolah kejuruan seperti perawat kesehatan, kejuruan
teknik dan seni, kursus-kursus atau dapat terjun langsung ke dunia kerja.
8
pelajar muslim di kanca dunia.Selain itu sekolah kejaraan (negeri) di Brunei gratis dari
TK sampai Universitas.3.Kelemahan sistem pendidikan Brunei
Sementara Kekurangannya: Seperti yang terlihat pada jenjang pendidikan tingkat
dasar, kewajiban pendidikan dimulai pada anak berusia 5 tahun. Hal ini kurangefektif
karena usia 5 tahun merupakan usia yang terlalu dini bagi anak untuk bergeliat di
dunia pendidikan. Seharusnya jika memang sudah wajib untuk sekolah, anak
dalamusia 5 tahun ini disediakan pendidikan jenjang pra-tingkat dasar untuk mengolah
kecerdasan sensorik-motorik anak. Pada pendidikan tingkat dasar ini juga terdapat
kekurangan yang begitu jelas, yaitu siswa yang tidak naik kelas akan naik kelas
secaraotomatis pada tahun berikutnya setelah ia mengulang pendidikannya di kelas
sebelumnya
2.2 Paparan Pelajaran Berharga Yang Bisa Dipetik Dari Pengalaman Negara
Tetangga Dalam Menerapkan Teknologi Pendidikan
Fase 1 : Directed
Pada fase ini, pembelajar (learner)—atau dengan kata yang lebih familiar: siswa—
diarahkan untuk menggunakan teknologi. Siswa berperan pasif dalam fase ini dimana
teknologi hanya digunakan sesuai dengan arahan saja. Biasanya, pekerjaan yang
dilakukan pada fase ini adalah pekerjaan yang bisa berlangsung tanpa teknologi. UN
CBT adalah contoh dari fase ini dimana (sebagian) siswa menggunakan komputer
untuk mengerjakan ujian, walaupun siswa lain (yang secara infrastruktur belum siap)
tetap melakukan secara tertulis.
13
Fase 2 : Access
Perbedaan mendasar fase 2 dari fase 1 adalah ranah akses yang lebih luas bagi siswa.
Dengan fasilitas yang tersedia, siswa sebagai pengguna bebas menjelajah informasi,
mengakses halaman dan berinteraksi dengan kelompok-kelompok khusus. Namun,
akses masih terbatas sesuai dengan yang ditentukan. Metode blended learning dapat
dijadikan contoh dimana siswa dapat mengakses informasi di situs daring tapi tetap
dalam lingkup akademik yang ditentukan tutor (guru).
Fase 3 : Mobile
Lingkup perangkat keras yang digunakan mulai berubah menjadi seluler yang artinya
siswa dapat mengakses atau melakukan pembelajaran dimanapun, dalam keadaan
tidak diam di satu tempat (mobile). Fase mobile ini melibatkan kemauan dari siswa
untuk menggunakan gawai sebagai media belajar sehingga terjadi arus informasi
terus-menerus. Heick menggambarkan fase ini mulai menggantikan proses belajar
tatap muka tradisional.
Fase 4: Self-directed
Pada fase ini, siswa leluasa mengakses dan terlibat pembelajaran secara aktif. Siswa
mandiri mengarahkan pembelajarannya dengan didukung oleh perangkat teknologi
yang secara daring saling terhubung. Dari segi pembelajaran, fase ini menandakan
adanya motivasi intrinsik yang tinggi untuk belajar sehingga siswa sendiri yang
menentukan kecepatan dan konten pembelajaran.
Keempat proses penggunaan teknologi di atas sebetulnya dapat kita temukan sehari-
hari. Namun, konteksnya masih sangat umum, bukan pada pendidikan. Contohnya
fase mobile bisa kita temukan dari riuhnya aplikasi chatting atau sosial media dimana
penggunanya saling bertukar informasi secara aktif. Kalaupun ada penggunaannya
dalam konteks pendidikan, sifatnya bukan nasional di seluruh Indonesia, melainkan
aplikasi tertentu saja yang dimanfaatkan oleh sebagian orang. Situs seperti
www.zenius.net, misalnya, telah menyediakan konten pembelajaran (SD sampai
SMA) yang dapat diakses secara mandiri oleh siswa.
14
Pandangan saya, penerapaan teknologi dalam pendidikan di Indonesia ada dalam
beberapa fase secara tersebar. Sebagian sudah ada di fase 4, sebagian lagi baru
menerapkan fase 2. Hal ini juga disebabkan belum meratanya infrastruktur teknologi
sehingga secara kolektif integrasinya dalam dunia pendidikan masih terbilang rendah.
Namun, seiring dengan kebutuhan dan kecerdasan dalam mengadaptasi teknologi,
kemajuan bersama yang ditandai oleh fase-fase di atas perlahan akan muncul dan
diaplikasikan di dunia pendidikan kita tidak lama lagi.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari paparan di atas dapat kita simpulkan mengenai hal-hal yang
membandingkan antara pendidikan di Singapura, Brunei Darussalam, dan Filipina,
yaitu Jenjang Pendidikannya.
Pendidikan dasar dari masing-masing negara di atas relatif sama, yaitu sama-
sama diawali dari pendidikan tingkat dasar. Namun, yang sedikit membedakan adalah
pada Singapura yang memisahkan antara Tingkatan Dasar dengan TK, dan durasi
waktu yang ditempuh dari masing-masing negara di atas. Pada Tingkat Dasar di
Singapura berdurasi selama 3 tahun kindergartens dan 6 tahun tingkat dasar.
Sementara pada Tingkat Dasar di Brunei Darussalam berdurasi selama 6 tahun dengan
1 tahun di TK. Dan pada Tingkat Dasar di Filipina terdiri dari 6 tingkat dengan 1
tingkat tambahan dengan durasi waktu selama 2 tahun.
Sementara pada hal-hal lain seperti perhatian lembaga pendidikan terhadap
siswa dari masing-masing negara sama-sama mengoptimalkan pelayanan kepada
siswa dengan harapan terwujudnya siswa yang berkualitas.
Dari keterangan-keteranagan di atas juga terdapat relevansi dengan pendidikan
di Indonesia.
3.2 SARAN
Bagi siapa saja yang membaca makalah ini, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Mudah-mudahan
makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua dalam menjalankan segala aktifitas
sebagai seorang mahasiswa.
16
DAFTAR PUSTAKA
AECT, 1977, Defenisi Teknologi Pendidikan : Satuan Tugas Defenisi Dan Terminologi,
Jakarta, Rajawali.
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu pendidika. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009.
Suparlan, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2004.
Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat: Pusat Studi Agama dan Peradaban
Muhammadiyah, 2006.
Wisata.(2011). Sistem Pendidikan Singapura. http://www.wisatasingapura.sg/2011/07/03/
sistem-pendidikan-di-singapura/. (akses 2 juli 2019)
17